(0B) - Universitas Udayana Repository

advertisement
TINGKAT AUTOLISIS DAGING SAPI YANG
DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA DENPASAR
I Ketut Berata, Ida Bagus Oka Winaya dan I Made Kardena
Laboratorium Patologi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
E-mail : [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang tingkat autolysis daging sapi yang dijual di pasar
tradisional kota Denpasar. Sampel berupa jaringan otot femur dan hepar sapi yang diambil dari 3
pasar, masing-masing 10 sampel. Dari 30 sampel diproses untuk pembuatan preparat histologist
dengan tissue processor dan diwarnai dengan hematoksilin eosin (HE). Dari pemeriksaan
histopatologis diperoleh hasil bahwa otot secara keseluruhan normal atau tidak terjadi autolysis.
Sedangkan pada hepar sebanyak 80% mengalami autolisis ringan dan 8 sampel diantaranya
mengalami peradangan ringan sampai sedang. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak
terjadi autolysis yang bermakna pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional kota Denpasar.
Ada perbedaan tingkat autolysis, dimana hepar lebih cepat mengalami autolysis dibandingkan
otot.
Kata kunci : autolysis, histopatologi, otot, hepar
Abstract
This research was carried out the autolysis grade of beef that were sole on market in Denpasar
city. Muscular of femurs and livers as the sample of the research derive from 3 markets, its took
10 samples respectively. All of the samples were processed to be histological slide by
hematoxylin eosin (HE) staining. Result of the research showed that all of femoral muscular
were normally. Amount 80% of the livers affected light autolysis and 8 samples were combine
with light inflammation reaction. The conclusion is not significant autolysis on beef that was sole
in traditional market at Denpasar city. There are difference autolysis degree among of muscular
with livers, where the livers faster affected autolysis than muscular.
Keywords: Autolysis, histopathology, muscular, liver
PENDAHULUAN
Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging, maka selain memenuhi dari aspek
kuantitas juga diperlukan perhatian dari aspek kualitas. Kualitas daging yang dikategorikan baik
adalah memenuhi syarat keamanan, sehat, utuh dan halal yang sering disingkat ASUH. Salah
satu faktor yang penting untuk diperhatikan dalam memilih daging adalah daging harus sehat.
Daging yang sehat berarti bebas dari kontaminasi agen-agen infeksi, dan tidak busuk. Daging
sangat mudah terkontaminasi oleh agen infeksi terutama Escherichia coli, Salmonella sp (Kerr
and Sheridan, 2002). Daging sejak di rumah pemotongan hewan (RPH), selama perjalanan serta
di tempat penjualan daging (pasar), sangat diperlukan aspek hygienis daging.
Untuk menguji kualitas daging dari aspek kesehatan daging, telah banyak dilakukan.
Tetapi bagaimana daging berkualitas secara histologis, belum banyak diteliti. Daging yang sehat
juga harus bebas dari proses pembusukan yang sering disebut sebagai postmortum autolysis
(PMA). Daging yang berada pada suhu luar di daerah tropis, dalam waktu lebih dari 6 jam dapat
terjadi PMA (Berata, et al, 2011). Postmortum autolysis adalah proses kerusakan sel atau
jaringan akibat enzyme yang dihasilkan sel itu sendiri setelah kematian organism atau hewan
tersebut (Abbas, et al., 2000).
Daging sapi yang dijual di pasar tradisional di Denpasar umumnya berasal dari sapi yang
dipotong di RPH resmi, dimana pemotongannya dilakukan pada dini hari.. Sehingga daging yang
telah mengalami pembusukan, ada kemungkinan berasal dari luar RPH dengan waktu
pemotongan lebih dari 6 jam saat dipasarkan. Oleh karena itu penting diteliti kesehatan daging
sapi yang dipasarkan dari aspek tingkat autolysis.
MATERI DAN METODE
Sampel Penelitian
Sampel daging sapi diambil dari 3 lokasi pasar tradisional yaitu Pasar Sanglah, Pasar Katrangan
dan Pasar Kumbasari. Jaringan yang diambil sebagai sampel meliputi otot femur dan hepar.
Sampel diambil pada jam 07.00 pagi, dimana setiap hari dari masing-masing pasar diambil 2
pasang sampel (otot femur dan hepar). Pengambilan sampel dilakukan selama 5 hari di masingmasing pasar, sehingga jumlah sampel masing-masing jaringan adalah 30 pasang sampel.
Sampel masing-masing dimasukkan dalam fixative formalin 10% berbuffer (NBF) dengan kotak
yang berbeda. Sampel jaringan dengan ukuran 1x1x1 cm, direndam dalam fixative NBF selama
24 jam. Selanjutnya jaringan diproses untuk pembuatan preparat histopatologis.
Tahap Pembuatan Preparat Histopatologi
Untuk pembuatan preparat histopatologis jaringan otot femur dan hepar, maka dilakukan
dengan beberapa tahapan. Setelah jaringan difiksasi dalam bufer formalin 10% selama 24 jam,
berikutnya dilakukan streaming untuk dimasukkan dalam tempat jaringan khusus (tissue cassete)
yang dimasukkan dalam tissue processor. Dalam tissue processor berlangsung proses dehidrasi
dengan alkohol bertingkat dari 70%, 80%, 90% dan absolut masing-masing selama 2 jam. Dalam
tiissue processor juga berlangsung proses clearing dengan menggunakan xylol I dan xylol II
masing-masing 2 jam. Jaringan dikeluarkan dari tissue processor, dilakukan embeding dan
blocking dengan parafin. Jaringan dalam blok parafin dipotong menggunakan mikrotom dengan
ketebalan 4-5 µ. Selanjutnya preparat dilakukan pewarnaan dengan teknik Haematoxylin Eosin
(HE), sesuai metode Kiernan (1990). Setelah dilakukan mounting dengan coverslip, preparat siap
diperiksa di bawah mikroskop.
Variabel yang Diperiksa
Dalam pemeriksaan histopatologis diperiksa adanya tingkat autolisis atau postmortum autolysis
serta perubahan lainnya seperti peradangan dan nekrosis. Autolisis didasarkan pada hilangnya
struktur sel/serabut otot, lisisnya inti dalam area luas. Tingkat autolisis didasarkan pada luas area
sel/serabut otot yang mengalami kehilangan struktur dan inti. Standarisasi autolisis pada hepar
didasarkan pada tingkat ringan jika autolisis lokal, sedang jika multifokal, dan berat jika difusa.
Sedangkan nekrosis ditandai dengan hilangnya inti sel dan disertai peradangan.
Analisis Data
Data hasil pemeriksaan tingkat autolisis masing-masing pada otot femur dan hepar, dianalisis
secara deskriptif kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan histopatologis jaringan otot dan Hepar diperoleh data seperti tercantum
pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Pemeriuksaan Histopatologis Otot dan Hepar
No
1
2
3
Perubahan Pada Otot
Normal
Normal
Normal
Perubahan Pada Hepar
Autolisis ringan, Radang ringan
Autolisis ringan
Normal
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Autolisis ringan
Autolisis ringan
Autolisis sedang, radang sedang
Autolisis sedang, radang sedang
Autolisis ringan
Autolisis ringan
Autolisis ringan, radang sedang
Autolisis ringan
Normal
Autolisis ringan
Autolisis ringan
Autolisis ringan
Autolisis ringan, radang ringan
Autolisis ringan
Normal
Autolisis ringan
Autolisis ringan, radang ringan
Autolisis ringan
Autolisis ringan
Autolisis ringan
Autolisis ringan
Autolisis ringan, Radang ringan
Autolisis ringan
Normal
Autolisis ringan
Normal. Radang ringan
Data hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa jaringan otot femur dari sampel daging sapi,
tampak normal seluruhnya atau tidak terdapat perubahan autolisis atau postmortum autolisis
(PMA). Hasil ini menunjukkan bahwa jaringan otot terutama otot femur masih dalam keadaan
baik untuk dikonsumsi. Berbeda dengan perubahan pada hepar, dimana hanya 6 dari 30 sampel
(20%) menunjukkan normal atau tidak ada PMA. Tetapi dari 6 sampel yang normal, terdapat
juga radang ringan. Sisanya 80% terjadi autolisis walaupun dalam keadaan ringan. Hasil ini
menunjukkan bahwa sel-sel hepar lebih rentan terhadap proses autolisis dibandingkan dengan
otot. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan struktur jaringan hepar yang mengandung enzim
lysosome yang lebih banyak dari pada sel otot (Dellmann and Brown, 1976). Lysozyme
merupakan enzim yang dihasilkan lysosome yang berada dalam sitoplasma sel dan berperan
sebagai enzym yang bertanggung kawab terhadap proses autolisis. Dengan demikian terdapat
perbedaan tingkat autolisis yang berbeda antara jaringan dari tubuh hewan yang sama. Selain itu
kepekaan proses autolisis sel/jaringan tubuh hewan juga dipengaruhi oleh faktor spesies hewan
(Eaton and Gray, 1995; Constantinides, 1994).
Peradangan yang terdapat dalam hepar kemungkinan adanya faktor infeksi pada saat sapi
masih hidup. Infeksi yang umum terjadi pada hepar sapi adalah akibat Fasciolosis (Oka, 2012),
virus dan bakteri lain (Flint, et al., 2000).
Dari hasil pemeriksaan terhadap tingkat autolysis pada jaringan otot dan hepar, maka
dapat digambarkan bahwa daging sapi yang dijual di pasar tradisional Kota Denpasar masih
layak dikonsumsi. Sesuai dengan pedoman diagnostik di laboratorium Patologi disebutkan
bahwa 6 jam setelah kematian baik akibat dipotong atau tidak, maka akan terjadi postmortem
autolysis (Berata, et al., 2011). Jika sudah mengalami PMA, maka diagnose patologik sulit
bahkan tidak bisa dilakukan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari data hasil pemeriksaan dapat disimpulkan
1. Secara histopatologik otot dan hepar sapi bali yang dijual di pasar tradisional Kota
Denpasar, tidak terjadi postmortum autolysis (PMA).
2. Terdapat perbedaan tingkat autolisis antara otot dan hepar sapi yang dijual di pasar
tradisional kota Denpasar. Hepar sapi lebih cepat mengalami autolisis dibandingkan
dengan otot.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tingkat autolisis secara periodik untuk memantau kesehatan daging
sapi bali yang dijual di pasar tradisonal Kota Denpasar. Cakupan pasar tradisional yang diambil
sampelnya perlu diperluas untuk peneliti lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,A.K., Lichtman,A.H., and Pober, J.S. 2000.Cellular and Molecular Immunology. 4th.Ed.
Saunders Co.p.161-269.
Berata, IK., Winaya, IBO., Adi, AAAM., Adnyana, IBW. 2011. Patologi Veteriner Umum.
Kardena, IM.(Ed). Swasta Nulus. 227 hal
Constantinides, P. 1994. General Pathobiology. Appleton and Lange.USA. p.175-189.
Dellman, HD., and Brown, EM. 1976. Textbook of Veterinary Histology. Lea & Febiger
Eaton, B.T. and Gray, G.D. 1995. Genetic Variation in Resistance to Viruses. In: Breeding for
Resistance to Infectious Diseases in Small Ruminants. ACIAR. p.1-13
Flint, S.J., Enquist, L.W., Krug, R.M., Racaniello, V.R., and Skalka, A.M. 2000. Principles of
Virology, Molecular Biology, Pathogenesis, and Control. Washington : ASM Press.
Herscowitz, H.B. 1993. Imunofisiologi : Fungsi Sel dan Interaksi Seluler dalam Pembentukan
Antibodi. In : Bellanti, J.A. Editor. Imunologi III. UGM Press. p.126-171.
Kerr, M., Sheridan, J.J. 2002. Hygienes and Safety of Irish Beef Carcases. Teagasc.
http:/hdl.handle.netKiernan, J.A.1990. Histological & Histochemical Methods : Theory &
Practice. 2nd Ed. Pergamon Press.330-354.
Mims. C.A., Dimmock, N., Nash, A. and Stephen, A. 1995. Mims Pathogenesis of Infectious
Disease. 4th.ed. Orlando. Academic Press p.266-282
Oka, IGL., Suyadnya, P., Putra, INS., Suarna, IW., Suparta, IN., Saka, IK., Suwiti, NK., Antara,
IM., Puja, IN., Sukanata, IW., Oka, AA., Mudita, IM.2012. Sapi Bali Sumberdaya
Genetik Asli Indonesia. Udayana University Press.
Download