BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Piper

advertisement
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1
Piper crotatum
2.1.1.1 Definisi Piper crotatum
Sirih merah adalah salah satu tumbuhan yang sudah digunakan secara
tradisional. Sirih merah berbentuk hati dan memiliki ukuran 10 cm² dan mampu
tumbuh hingga 4,5 m dengan merambat ke tanaman atau benda lain. Daun sirih
merah memiliki banyak warna. Daun bagian atas berwarna hijau, merah muda,
dan garis tulang daun berwarna keabuan. Sedangkan bagian bawah daun berwarna
merah keunguan. Tanaman sirih merah telah digunakan secara tradisional oleh
masyarakat sebagai antiseptik, anti kanker, anti diabetes, dan mengobati infeksi
(Adnan, 2011).
Gambar 1. Daun sirih merah (Munaf et al., 2014)
Sirih merah yang terdapat di Indonesia merupakan spesies Piper crocatum
Ruitz & Pav. Secara taksonomi, sirih merah termasuk ke dalam famili Piperaceace
atau suku sirih-sirihan, dengan genus Piper (Astuti dan Munawaroh, 2011)
4
Tabel 1. Taksonomi Sirih Merah (Astuti dan Munawaroh, 2011)
Kingdom
Plantae
Divisi
Magnoliphyta
Kelas
Magnoliopsida
Subkelas
Magnoliidae
Ordo
Piperales
Famili
Piperaceae
Genus
Piper
Spesies
Piper crocatum Ruitz & Pav
2.1.1.2 Manfaat Piper crotatum
Daun sirih merah mengandung beberapa senyawa kimia antara lain
flavonoid, senyawa polevenolad, tanin, dan minyak atsiri (Sadewo, 2012).
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang memiliki efek antioksidan. Zat
aktif flavonoid melalui aktivitas antioksidannya memiliki kemampuan untuk
menurunkan laju oksidasi low density lipoprotein (LDL). Penurunan laju oksidasi
LDL akan memperlambat pembentukan sel busa sehingga mencegah terjadinya
penyakit kardiovaskuler yang terkait dengan hiperlipidemia (Astawan, 2008).
Berikut ini adalah beberapa senyawa flavonoid.
Gambar 2. Struktur kimia senyawa flavonoid (Kumar et al., 2013)
5
Tabel 2. Beberapa jenis senyawa flavonoid beserta manfaatnya (Astawan,
2008)
Senyawa
Flavonoid
Antosianin
Katekin
Isoflavon
Hesperidin
Naringin
Rutin
Kuersetin
Tanin
Jenis Tumbuhan
Manfaat
Pada buah-buahan dan sayur- Antioksidan
sayuran ungu seperti anggur, plum,
stroberi
Coklat dan teh hijau
Menghambat oksidasi LDL,
menghambat
aktivitas
bakteri Streptococcus mutan
dan Streptococcus sobrinus
penyebab bau mulut dan
karies gigi, terapi kolera,
mencegah virus flu.
Kedelai dan tempe
Antioksidan,
aktivitas
estrogenik
(fitoestrogen)
dapat dimanfaatkan untuk
terapi sulih hormon estrogen,
efek
antiproliferatif
sel
kanker,
mencegah
osteoporosis
Jeruk
Antioksidan
Anggur
Menurunkan LDL tanpa
mempengaruhi HDL
Antikarsinogenik
Meniran
Antikarsinogenik,
menghambat
sintesis
histamin
Proteksi terhadap infeksi
virus
Sirih merah memiliki banyak manfaat yang telah dibuktikan berdasarkan
beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol
sirih merah menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri gram positif
(Staphylococcus aureus) pada konsentrasi 25% dan gram negatif (Escherichia
coli) dalam konsentrasi 6,25% pada media Mc Conkey (Rachmawaty et al.,
2009). Pada penelitian lain ditemukan bahwa sabun ekstrak daun sirih merah juga
dapat menurunkan jumlah koloni Candida albicans dan Staphylococcus
epidermidis, bahkan dapat mengeradikasi Streptococcus sp. (Zubier et al., 2010).
Senyawa aktif pada sirih merah seperti flavonoid, alkaloid, dan senyawa phenolic
menghambat aktivitas glukosiltransferase sehingga mampu melawan pertumbuhan
dari Streptococcus mutan (Erviana et al., 2011). Ekstrak etanol dan minyak atsiri
6
sirih merah menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Mycobacterium
tuberculosis secara in vivo dan in vitro (Rachmawaty et al., 2014).
Berdasarkan penelitian lain ternyata ekstrak metanol daun sirih merah
menunjukkan aktivitas antiproliferatif pada sel kanker payudara manusia (human
breast cancer cell T470) melalui jalur p44/p42 (Wicaksono et al., 2009).
2.1.2 Hepar
Hepar merupakan organ kelenjar yang terberat dalam tubuh. Pada orang
dewasa beratnya sekitar 1400 gram. Organ hepar terletak di rongga abdomen
bagian atas kanan dan tepat berada di bawah diafragma (Tortora, 2011). Hepar
terdiri dari dua lobus yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan berukuran
lebih besar daripada lobus kiri (Mescher, 2011).
Hepar memiliki fungsi penting dalam metabolisme tubuh. Beberapa proses
yang melibatkan peran hepar adalah proses destruksi sel darah merah, sintesis
protein, sintesis dan sekresi produk empedu, penyimpanan glikogen, dan
metabolisme obat-obatan (Peckham, 2014). Obat-obatan dan zat toksik dalam
bentuk sirkulasi juga dinetralisasi dan dikeluarkan oleh hepar melalui empedu.
Beberapa protein penting yang disintesis oleh hepar antara lain albumin,
fibrinogen, dan berbagai protein pembawa lain (Mescher, 2011).
Secara histologi, hepar tersusun dari hepatosit yang berperan dalam proses
metabolisme, sekresi, dan berperan dalam fungsi endokrin (Tortora, 2011).
Hepatosit tersusun berkelompok dan membentuk lempengan yang saling
berhubungan disebut lobulus. Lobulus hepar merupakan unit fungsional dan
struktural hepar. Lobulus hepar berbentuk polihedral berukuran 0,7x2 mm. Setiap
lobulus hepar memiliki satu vena sental dan tiga sampai enam area portal di
perifer (Mescher, 2011). Lobulus hepar masing-masing dikelilingi oleh jaringan
ikat halus yang tersusun dari serat kolagen tipe III (Peckham, 2014).Pewarnaan
Mallory-azan pada lobuli hepar memberikan warna biru tua pada septum antar
lobuli. Pada sediaan hati babi, jaringan ikat pembatas lobuli lebih jelas terlihat
dibandingkan pada sediaan hepar manusia. Hepatosit tampak pipih membentuk
lempengan berwarna merah-keunguan berbatas tegas pada preparat potongan
7
melintang. Pewarnaan Hematoksilin-eosin pada potongan melintang hepar
menunjukkan warna lebih pucat daripada pewarnaan Mallory-azan (Eroschenko,
2003).
Pada hepar juga terdapat suatu sel yang berperan dalam fungsi fagosit
yaitu sel Kupffer. Sel Kupffer berasal dari monosit. Sel ini akan aktif melakukan
fungsinya apabila terdapat pembuluh darah atau sel yang rusak (Mescher, 2011).
Gambar 3. Gambaran histologi hepar mencit normal dengan pewarnaan HE
dan perbesaran 40x (Hardisty et al., 2005)
Gambar 4. Histologi hepar dengan pewarnaan hematoksilin-eosin dalam
perbesaran lemah (Eroschenko, 2003)
8
2.1.3
Proses Biotransformasi Obat di Hepar
Setiap jaringan tubuh memiliki kemampuan untuk memetabolisme obat.
Meskipun demikian, proses metabolisme obat terutama terjadi di hepar. Obat yang
diberikan secara per oral akan dimetabolisme oleh hepar setelah melalui proses
absorbsi di usus halus (Katzung, 2001).
Proses metabolisme atau biotransformasi obat di hepar terjadi dalam dua
fase. Reaksi fase I meliputi proses oksidasi, reduksi, dan hidrolisis obat.
Sedangkan fase II adalah reaksi konjugasi metabolit obat (Katzung, 2001). Proses
metabolisme ini bertujuan untuk mengubah sifat obat menjadi lebih hidrofilik dan
mengaktifkan prodrug menjadi bentuk aktifnya (Neal, 2006).
Reaksi fase I pada metabolisme obat yang paling umum adalah oksidasi,
sedangkan reduksi dan hidrolisis lebih jarang. Proses oksidasi obat melibatkan
nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat dalam bentuk tereduksi (NADPH),
oksigen, enzim NADPH-sitokrom P-450 reduktase, dan enzim sitrokrom P-450.
Reaksi fase I akan mengubah suatu obat menjadi metabolit yang lebih polar
dengan cara menambah atau menglepaskan gugus fungsional seperti gugus –OH, , atau –SH (Neal, 2006).
Reaksi fase II bertujuan untuk membuat metabolit reaksi fase I menjadi
lebih polar sehingga menjadi inaktif dan dapat lebih cepat diekskresikan melalui
ginjal (Neal, 2006).
Hasil reaksi dari proses metabolisme obat dapat bersifat toksik pada
beberapa organ khususnya hepar. Hal ini dapat terjadi apabila dosis obat
berlebihan. Penggunaan obat dosis tinggi, misalnya paracetamol, akan
menyebabkan akumulasi metabolit reaktif yang bersifat hepatotoksik. Akumulasi
metabolit ini dapat berpotensi menimbulkan kematian (Neal, 2006).
9
2.1.4
Cedera Hepatosit akibat Obat
2.1.4.1 Mekanisme Cedera Sel akibat Obat
Mekanisme cedera sel akibat obat belum diketahui secara umum, hanya
beberapa obat yang telah diketahui secara jelas mekanisme kerusakannya.
Beberapa tipe kerusakan hati yang disebabkan oleh obat menurut Sulaiman (2012)
antara lain :
1.
Kerusakan sitotoksik
Kerusakan sitotoksik terjadi pada tingkat molekular akibat obat maupun
metabolitnya. Kerusakan terjadi pada hepatosit, sel epitel saluran empedu
(kolangiosit), sel Kupffer, sinusoid, endotel, dan sebagainya. Perubahan
sel tersebut dapat reversibel atau ireversibel dan dapat mengenai sebagian
atau seluruh bagian sel. Apabila kerusakan sel telah melampaui
mekanisme pertahanan dan reparasi, maka dapat terjadi kematian sel baik
nekrotik maupun apoptotik.
2.
Kelainan kolestatik
Kelainan tipe kolestatik dapat terjadi pada hepatosit maupun saluran
empedu. Kerusakan pada hepatosit dapat terjadi melalui proses hambatan
aktivitas
/
-ATP-ase membran, kerusakan membran sel, gangguan
keseimbangan kalsium intrasel, dan defek protein transpor. Sedangkan
kerusakan pada saluran empedu dapat terjadi sebagai akibat proses
imunologi atau iskemia.
3.
Pembentukan granuloma, steato-hepatitis atau fosfolipidosis, lesi
vasikular
Terbentuknya
granuloma
hati
biasanya
asimtomatik
atau
bisa
menunjukkan beberapa gejala seperti anoreksia, lesu, lemas, ikterus,
pruritus, dan hepatosplenomegali.
4.
Pembentukan tumor hati benigna dan maligna
Pembentukan tumor berupa hiperplasia sel hepar biasanya dapat terjadi
akibat penggunaan kontrasepsi oral maupun akibat stimulasi hormon
androgen.
10
Tabel 3. Beberapa perubahan pada hepar akibat paparan bahan kimia maupun
obat-obatan tertentu (Chandrasoma, 2006).
Tipe Cidera
Reaksi terkait dosis (predictable)
Nekrosis hepatoseluler
Perlemakan hati akut
Reaksi idiosinkrasi
Nekrosis hepatoseluler (masif)
Kolestasis
Menyerupai hepatitis akut
Perlemakan hati
Hepatitis granulomatosa
Hiperplasia nodular fokal
Adenoma sel hati
Angisarkoma hati
Karsinoma hepatoseluler
Obat atau Bahan Kimia
 Keracunan
jamur
(Amanita
phaloides)
 Aflatoksin
 Fosfor
 Karbon tetraklorida, kloroform,
benzene
 Obat
sitotoksik
(misalnya
metotreksat)
 Asetaminofen/paracetamol
 Salisilat
 Vitamin A (kadar toksik)
Tetrasiklin intravena
Halotan, isoniazid, metildopa
Fenotiazin,
kontrasepsi
oral,
steroid
anabolik, obat antidiabetik oral
Isoniazid, fenitoin, salisilat
Metotreksat, asam valproat, etanol, steroid
Fenilbutazon, hidralazin, alopurinol
Kontrasepsi oral
Kontrasepsi oral, steroid anabolik
Vinil klorida, thorium dioksida (Thorotrast)
Aflatoksin
2.1.4.2 Perubahan Histopatologis Hepar akibat Obat
Secara umum, respon awal suatu sel terhadap adanya kerusakan akan
meyebabkan perubahan morfologi yang bervariasi pada organela di sitoplasma.
Perubahan awal yang terjadi adalah pembengkakan sel. Pembengkakan sel terjadi
akibat adanya kegagalan dari fungsi pompa natrium pada membran sel. Apabila
cedera sel terjadi secara terus menerus, maka kerusakan sel akan bersifat
irreversible berupa nekrosis sel. Sel yang mengalami nekrosis akan menunjukkan
sitoplasma yang eosinofilik (berwarna merah muda) yang homogen dibandingkan
dengan sel yang sehat. Selain perubahan sitoplasma, inti sel nekrotik berwarna
lebih gelap dengan ukuran yang lebih kecil dari inti sel normal (Wheater, 1985).
11
Gambar 5. Sel hepar nekrotik pada mencit ditunjukkan oleh anak panah.
Keterangan: panah 1 menunjukkan nukleus yang pecah, panah
2 menunjukkan lisis nukleus (Hastuti, 2006)
Gambar 6. Sel hepar tikus yang mengalami vakuolisasi akibat akumulasi
lipid. Keterangan: tanda panah menunjukkan vakuolosasi lipid
dengan inti terdesak ke tepi (Setiawan, 2014)
Kerusakan hepar yang diinduksi oleh obat dapat diklasifikasikan menjadi
lima yakni hepatitis akut, hepatitis kronis, kolestasis akut, kolestasis kronis, dan
hepatitis kolestatik (Kleiner et al., 2014). Hepatitis akut akan menunjukkan
gambaran berupa pembengkakan dan balloning dari hepatosit yang disebabkan
oleh degenerasi hidropik. Beberapa sel nekrotik juga dapat ditemukan pada
gambaran histopatologi hepatitis akut (Wheater, 1985).
12
Gambar 7. Degenerasi balon pada hepatosit ditunjukkan oleh anak panah (Lee,
2003)
Kerusakan hepar lain yang dapat terjadi akibat intoksikasi adalah
perlemakan hepar. Perlemakan hepar ditunjukkan dengan adanya gambaran
vakuolisasi hepatosit akibat akumulasi droplet lipid pada sitoplasma sel.
Vakuolisasi menyebabkan inti sel hepar terdesak ke satu sisi (Wheater, 1985).
Gambar 8. Kerusakan hepar diinduksi obat yang paling sering ditemui. A:
Hepatitis akut. B: Hepatitis kronis. P: Area porta yang mengalami
inflamasi (Kleiner, 2014).
13
Gambar 9. C: Cedera kolestatik akut. D: Cedera kolestatik kronis.
Keterangan: P: Area porta. V: Vena central. Tanda panah
menunjukkan kolestatik kanalikular (Kleiner, 2014).
Gambar 10. E dan F menunjukkan cedera hepatitis kolestatik. P: Area porta.
Keterangan: Tanda panah menunjukkan kolestatik kanalikula
(Kleiner, 2014).
14
2.1
Kerangka Teori
Gambar 11. Kerangka teori
2.2
Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 12. Kerangka konsep penelitian
2.4
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Paparan ekstrak etanol daun sirih merah selama 90 hari tidak menimbulkan
adanya perubahan gambaran histopatologi hepar mencit DDY.
15
Download