hubungan antara persepsi tentang seks dengan perilaku seksual

advertisement
BAB IV
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
4.1.1
Lokasi Penelitian
SMA Kristen 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Swasta favorit yang ada di
kota Salatiga. SMA Kristen 1 Salatiga atau orang Salatiga biasa menyebutnya dengan
SMUKI adalah sekolah yang terletak di Jalan Osa Maliki Nomor 32 Salatiga. Sekolah
ini mempunyai visi membentuk manusia yang berbudi luhur, beriman, mampu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, beretos kerja tinggi, berprestasi
serta adaptif di era global atas kesadaran diri berdasarkan firman Tuhan. Adapun moto
sekolah adalah education for liberty (kemandirian), development (bertumbuh
kembang), dan dignity (martabat).
4.1.2
Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa kelas X dan XI SMA
Kristen 1 Salatiga yang berjumlah 319 siswa, yang terdiri atas siswa kelas X1 – X6
yang berjumlah 164 siswa, kelas XI Bahasa yang berjumlah 23 siswa, kelas XI IPA
(XI IPA 1 dan XI IPA 2) yang berjumlah 54 siswa, dan kelas XI IPS (XI IPS 1, XI
IPS 2, dan XI IPS 3) yang berjumlah 78 siswa.
Adapun persebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
30
Tabel 4.1 Subjek Penelitian
Kelas
X
XI
X1 – X6
XI Bahasa
XI IPA
XI IPS
Total
Jumlah Siswa
164
23
54
78
319
4.2 Pelaksanaan Penelitian
4.2.1
Perijinan
Langkah awal yang harus dilakukan oleh penulis sebelum melaksanakan
penelitian adalah mengurus perijinan terlebih dahulu. Surat ijin penelitian ini dibuat di
TU FKIP – UKSW yang telah disetujui oleh Dekan FKIP – UKSW pada hari Jumat
tanggal 26 April 2013. Setelah penulis mendapat surat ijin, maka pada hari Senin
tanggal 29 April 2013 penulis menyerahkan surat ijin kepada Kepala Sekolah SMA
Kristen 1 Salatiga.
Berdasarkan surat ijin penelitian yang telah didapat dan persetujuan ijin dari
Kepala Sekolah SMA Kristen 1 Salatiga, maka penulis dapat melaksanakan penelitian,
sehingga penulis dapat memulai penelitian pada hari Kamis tanggal 2 Mei 2013.
4.2.2
Pengumpulan Data
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2 Mei 2013 dengan
jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan
XI SMA Kristen 1 Salatiga. Adapun dalam pengumpulan data tersebut, penulis
mengambil seluruh sampel total sebanyak 319 siswa kelas X dan XI SMA Kristen 1
Salatiga.
31
Alat pengumpulan data yang digunakan penulis untuk mendapatkan data
adalah skala persepsi tentang seks dan skala perilaku seksual. Skala persepsi tentang
seks dan skala perilaku seksual diberikan penulis kepada subjek penelitian, yaitu
semua siswa kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga. Penyebaran skala tersebut
dilaksanakan secara klasikal pada saat jam pelajaran Bimbingan dan Konseling. Skala
persepsi seks dan skala perilaku seksual dikerjakan oleh siswa pada saat jam pelajaran
tersebut dengan ditunggui oleh penulis dan guru Bimbingan dan Konseling untuk
masing-masing kelas. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya kesalahan dalam
pengisian skala, kesalahan persepsi siswa terhadap item-item dan kelengkapan skala
pada waktu dikembalikan kepada penulis.
4.3 Deskripsi dan Hasil Analisis Penelitian
4.3.1
Analisis Deskriptif Persepsi tentang Seks
Hasil analisis deskriptif untuk persepsi tentang seks dapat dilihat sebagai
berikut:
4.1 Histogram dan Kurva Normal Skor Persepsi tentang Seks
32
Deskripsi untuk persepsi tetang seks pada siswa kelas X dan XI SMA Kristen
1 Salatiga digolongkan ke dalam empat (4) kategori yaitu rendah, agak rendah, agak
tinggi, dan tinggi
Adapun distribusi frekuensi tingkat persepsi tentang seks siswa kelas X dan XI
SMA Kristen 1 Salatiga sebagai berikut :
Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Persepsi tentang Seks
No.
1.
2.
3.
4.
Interval
Kategori
60 – 74
Rendah
75 – 89
Agak Rendah
90 – 104
Agak Tinggi
105 – 120
Tinggi
Jumlah
Mean
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Frekuensi
7
45
219
48
319
Prosentase
2,2%
14,1%
68,7%
15%
100%
96,98
120
60
Berdasarkan pada tabel 4.2 di atas diketahui bahwa ada 7 siswa (2,2%) yang
mempunyai persepsi tentang seks yang rendah, 45 siswa (14,1%) yang memiliki
kategori persepsi tentang seks yang agak rendah, 219 siswa (68,7%) yang mempunyai
tingkat persepsi tentang seks yang agak tinggi, dan 48 siswa (15%) yang memiliki
kategori persepsi tentang seks yang tinggi pada siswa kelas X dan XI SMA Kristen 1
Salatiga. Sehingga dari tabel distribusi persepsi tentang seks di atas dapat dijelaskan
bahwa kecenderungan siswa berada pada kategori persepsi tentang seks yang agak
tinggi.
4.3.2
Analisis Deskriptif Perilaku Seksual
Hasil analisis deskriptif untuk perilaku seksual dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.2 Histogram dan Kurva Normal Skor Perilaku Seksual
33
Deskripsi untuk perilaku seksual pada siswa kelas X danXI SMA Kristen 1
Salatiga digolongkan ke dalam empat (4) kategori yaitu rendah, agak rendah, agak
tinggi, dan tinggi.
Adapun tiap-tiap distribusi frekuensi untuk perilaku seksual dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual
No.
1.
2.
3.
4.
Interval
37 – 50
51 – 64
65 – 79
80 – 94
Kategori
Rendah
Agak Rendah
Agak Tinggi
Tinggi
Jumlah
Mean
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Frekuensi
26
132
141
20
319
Prosentase
8,2%
41,1%
44,2%
6,3%
100%
64,30
94
37
Berdasarkan pada tabel 4.3 di atas diketahui bahwa terdapat 26 siswa (8,2%)
yang dikategorikan perilaku seksual yang rendah, 132 siswa (41,1%) yang berada
pada kategori perilaku seksual agak rendah, 141 siswa (44,2%) yang berada pada
kategori perilaku seksual agak tinggi, dan 20 siswa (6,3%) yang berada pada kategori
perilaku seksual tinggi pada siswa kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga. Maka
34
berdasarkan tabel distribusi frekuensi untuk perilaku seksual di atas dapat diketahui
bahwa rata-rata siswa berada pada kategori perilaku seksual agak rendah dan agak
tinggi.
4.3.3
Analisis Hubungan antara Persepsi tentang Seks dengan Perilaku Seksual
Pedoman dalam menetapkan interpretasi terhadap koefisien korelasi dirujuk
pendapat Sugiyono (2007) sebagai berikut :
Tabel 4.4 Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Korelasi
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Interpretasi Korelasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
Setelah seluruh data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan teknik korelasi Spearman_rho
dengan bantuan program SPSS for
Windows Release 16.0. seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah:
Tabel 4.5 Analisis Hubungan Persepsi tentang Seks dengan Perilaku Seksual
Correlations
JumlahPerilaku
Spearman's rho JumlahPerilaku Correlation Coefficient
1.000
.169**
.
.002
319
319
**
1.000
.002
.
319
319
Sig. (2-tailed)
N
jl_persepsi
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
jl_persepsi
.169
Berdasarkan tabel 4.5 hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for
Windows Release 16.0, maka diperoleh hasil penelitian yaitu koefisien korelasi yaitu r
35
= 0,169** pada arah positif yang berada pada tingkat koefisien korelasi sangat rendah
dan nilai Sig (2-tailed) p = 0,002 (p < 0,01) yang artinya ada hubungan yang sangat
signifikan dan memiliki arah hubungan yang positif antara persepsi tentang seks
dengan perilaku seksual pada remaja kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga. Hal ini
dapat diartikan bahwa jika persepsi tentang seks rendah maka perilaku seksual rendah,
sebaliknya jika persepsi tentang seks tinggi maka perilaku seksualnya juga tinggi.
4.4 Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat pada tabel 4.5 menunjukkan
bahwa hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for Windows Release 16.0
diperoleh hasil dari korelasi Spearman_rho dengan nilai koefisien korelasi r = 0,169**
pada arah hubungan positif dengan tingkat koefisien korelasi sangat rendah dan nilai
Sig (2-tailed) sebesar p = 0,002 (p < 0,01) yang artinya bahwa ada hubungan yang
sangat signifikan dan memiliki arah hubungan yang positif pada tingkat korelasi
sangat lemah antara persepsi tentang seks dengan perilaku seksual remaja kelas X dan
XI SMA Kristen 1 Salatiga.
Dengan demikian rumusan hipotesis yang diajukan yang berbunyi “Ada
hubungan yang signifikan antara persepsi tentang seks dengan perilaku seksual remaja
kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga” maka dapat diambil kesimpulan bahwa
hipotesis yang diajukan diterima.
4.5 Pembahasan
36
Dari hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan
program SPSS for Windows Release 16.0, maka diperoleh hasil penelitian, yaitu
koefisien korelasi antara persepsi tentang seks dengan perilaku seksual pada remaja
kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga, yaitu r = 0,169** pada arah positif dengan
tingkat koefisien korelasi sangat rendah dan nilai Sig (2-tailed) p = 0,002 (p < 0,01)
yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan dan memiliki arah hubungan yang
positif antara persepsi tentang seks dengan perilaku seksual pada remaja kelas X dan
XI SMA Kristen 1 Salatiga.
Penulis menyimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu
terdapat hubungan yang sangat signifikan antara persepsi tentang seks dan perilaku
seksual. Maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Febby Litta (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
persepsi tentang seks dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMKN 5 Malang (r =
0,470, p = 0,000).
Berimbangnya sampel yang mengalami kecenderungan perilaku seksual bisa
dikaitkan dengan persepsi tentang seks remaja yang dimilikinya. Perilaku remaja
banyak dipengaruhi oleh klik dan kelompok teman sebayanya atau biasa disebut genk.
Hal ini menyebabkan remaja meluangkan waktu lebih banyak dengan teman-teman
sebaya. Remaja biasanya saling bertukar informasi yang mereka ketahui meskipun
informasi itu belum tentu teruji kebenarannya. Karena biasanya remaja cenderung
malu atau takut untuk mencari informasi kepada orang tua atau guru karena adanya
budaya tabu yang masih melekat di masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa
remaja yang mempunyai persepsi tentang seks yang positif akan mempunyai asumsi
37
yang positif, sebaliknya remaja yang mempunyai persepsi tentang seks yang negatif
cenderung akan beranggapan bahwa perilaku seksualnya negatif pula.
Usia remaja memang usia yang sangat rentan terhadap segala sesuatu tindakan
positif maupun negatif. Rasa keingintahuan yang tinggi membuat para remaja tersebut
membuat mereka ingin mencari tahu apa yang inginkan dan tidak menutup
kemungkinan mereka mempraktekkan sesuai dengan apa yang diinginkan. Tanpa
berfikir panjang, efek baik dan buruk dari segala tindakan yang mereka perbuat seperti
perilaku seksual pranikah.
Selama mengalami masa remaja, kehidupan laki-laki dan perempuan normal
dihiasi oleh adanya seksualitas. Menurut Gordon & Gilgun remaja yang rawan
cenderung menunjukkan tingkah laku seksual yang tidak bertanggung jawab
(Santrock, 2003). Beberapa remaja yang mempunyai peran aktif dalam seksualnya
terdorong untuk melakukan hubungan seks karena kurang menghargai diri sendiri.
Namun hal ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap eksploitasi dan
munculnya perasaan bersalah.
Berbagai macam penyebab para remaja melakukan perilaku seksual pranikah
mulai dari adanya dorongan biologis atau seksual (sexual drive) yang sudah tidak
dapat mereka bendung dan dilakukan semata-mata untuk memperkokoh komitmen
dalam berpacaran, untuk memenuhi keingintahuan dan sudah merasa siap untuk
melakukannya, merasakan afeksi dari pasangan atau partner seksnya bahkan karena
adanya permasalahan dalam keluarga (broken home) seperti kurangnya mendapatkan
kasih sayang dari orang tua sehingga remaja terkesan butuh kasih kasih dari orang
lain. Alasan remaja melakukan perilaku seksual dikaitkan dengan masalah cinta. Hal
ini sependapat dengan penelitian Cassell (dalam Santrock, 2003) yang menyatakan
38
bahwa remaja perempuan dan laki-laki aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta.
Selain itu alasan melakukan hubungan seks dipengaruhi oleh dorongan oleh kekasih,
dan rasa mencoba-coba untuk memperoleh kekasih agar terkesan “hebat” di kalangan
remaja.
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat
beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan,
bercumbu, dan bersenggama. Sarwono (2007). Berbagai bentuk perilaku seksual yang
diadaptasi dari Hurlock (1999), yaitu: (1) Awakening and exploration (rangsangan
terhadap diri sendiri dengan cara berfantasi, menonton film, dan membaca buku-buku
porno), (2) Autosexuality : Masturbation (perilaku merangsang diri sendiri dengan
melakukan masturbasi atau onani untuk mendapatkan kepuasan seksual), (3)
Heterosexuality : kissing and necking (saling merangsang dengan pasangannya, tetapi
tidak mengarah ke daerah sensitif pasangannya, hanya sebatas cium bibir dan leher
pasangannya.), light petting (perilaku saling menempelkan anggota tubuh dan masih
dalam keadaan memakai pakaian.), heavy petting (perilaku saling menggesekgesekkan alat kelamin dan dalam keadaan tidak memakai pakaian untuk mencapai
kepuasan. Tahap ini adalah awal terjadinya hubungan seks (dalam Aida, 2013).
Sesuai dengan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa perilaku seksual yang
terjadi pada remaja kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga merupakan perilaku
seksual dalam hubungan berpacaran. Tetapi dari hasil penelitian yang dilakukan lebih
dari 50% remaja kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga mempunyai perilaku seksual
yang negatif yang berbanding terbalik dengan persepsi tentang seks. Hal ini memang
bukan sebagai patokan, karena sebagian remaja mengerti tentang seksualitas tetapi
39
rasa keingintahuannya yang menyebabkan remaja melakukannya tanpa berpikir
dampak atau resiko apabila melakukan perilaku seksual pranikah misalnya kehamilan
di luar pernikahan, aborsi, penyakit menular seksual, dan lain-lain.
Selain itu persepsi tentang seks yang positif yang miliki oleh remaja biasanya
diimbangi oleh pengetahuan agama yang rendah sehingga akan menuntun remaja
untuk cenderung berperilaku seksual. Lingkungan remaja yang berfungsi sebagai
kontrol mempengaruhi antara persepsi tentang seks terhadap perilaku seksual remaja.
Lingkungan merupakan kondisi sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan
tingkah laku seseorang. Jika remaja dalam merespon lingkungan tetap berpegang
teguh pada tuntutan agama, maka orientasinya akan mengarahkan tingkah lakunya ke
arah kebaikan. Sebalikya jika dalam merespon lingkungan itu remaja mengikuti
dorongan nafsu dan pikiran rendah, maka remaja akan terbawa kepada tingkah laku
yang mencelakakan dirinya terutama jika dilihat dari ukuran orang beragama dalam
hal ini kecerendungan perilaku seksual.
40
Download