1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis atopik atau

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit
kronis dan residif, gatal dan ditandai dengan kelainan kulit lain seperti xerosis,
ekskoriasi, dan linkenfikasi. Penyakit ini dapat terjadi pada penderita di segala
usia tetapi sering mulai timbul pada usia balita. Empat puluh lima persen kasus
dermatitis atopik pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama,
60% muncul pada usia 1 tahun pertama, dan 85% kasus muncul pertama kali
sebelum anak usia 5 tahun (Akdis dkk., 1996).
Dermatitis atopik menjadi masalah kesehatan pada negara berkembang.
Penyakit dermatitis atopik telah menjadi beban ekonomi untuk keluarga maupun
komunitas. Dermatitis atopik berdampak pada menurunnya kualitas tidur, waktu
kerja yang hilang, dan biaya pengobatan yang tinggi, misalnya pada dermatitis
atopik derajat sedang, memerlukan sedikitnya 6 minggu terapi dengan steroid
pada 12 bulan pertama kehidupan sehingga biaya pengobatannya melebihi
penyakit diabetes melitus tipe juvenile (Spergel, 2010; Moore dkk., 2004).
Kejadian dermatitis atopik di berbagai negara telah diamati semakin
meningkat secara cukup bermakna pada 3 dekade terakhir. Pada penelitian JaeWon Oh dkk. (2004), terjadi peningkatan prevalensi dermatitis atopik pada anakanak di Korea usia 6-12 tahun antara tahun 1995 (19,7%) dan tahun 2000
(27,5%). Data kejadian dermatitis atopik pada anak di Indonesia belum diketahui
1
2
secara pasti. Data dari unit rawat jalan Penyakit Kulit Anak di RSU Dr. Soetomo
didapatkan jumlah penderita dermatitis atopik mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Penderita dermatitis atopik baru yang berkunjung tahun 2006 sebanyak
116 orang (8,14%), tahun 2007 sebanyak 148 orang (11,05%) dan tahun 2008
sebanyak 230 orang (17,65%) (Zulkarnain, 2009). Kejadian dermatitis atopik di
RSUP Sanglah, Denpasar tahun 2012 didapatkan sekitar 10,98% dan meningkat
kejadiannya menjadi 45,7% pada bayi yang salah satu atau kedua orangtuanya
memiliki riwayat atopi (Anggreni dkk., 2013).
Berbagai faktor turut berperan dalam terjadinya dermatitis atopik pada
anak, antara lain faktor genetik dengan kelainan intrinsik sawar kulit, kelainan
imunologik dan faktor lingkungan (Moreno, 2000). Riwayat keluarga yang positf
mempunyai peran yang penting dalam kerentanan terhadap kejadian dermatitis
atopik. Lima puluh persen anak menderita dermatitis atopik jika hanya satu orang
tua yang mempunyai riwayat alergi. Sedangkan jika kedua orang tua yang
menderita dermatitis atopik maka 75% kemungkinan anaknya akan menderita
dermatitis atopik (Soebaryo, 2004).
Pencegahan primer merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
menurunkan kejadian dermatitis atopik pada anak. Pencegahan ini biasanya
ditujukan pada populasi dengan risiko tinggi, tetapi belum menunjukkan gejala
alergi. Pencegahan primer disepakati mulai sedini mungkin sebelum terjadinya
sensitisasi (Harsono, 2005).
Pemberian probiotik pada pre dan post natal mempunyai prospek yang
baik untuk pencegahan primer dermatitis atopik pada anak dengan riwayat
3
keluarga atopi. Dikatakan pemberian probiotik ini dapat menurunkan 50%
kejadian dermatitis atopik dalam 2 tahun pertama kehidupan (Kalliomaki dkk.,
2007). Konsep pemberian probiotik dalam pencegahan penyakit alergi adalah
keseimbangan ke arah T helper (Th) 1, dan down-regulasi Th2. Mekanisme
imunomodulasi respon imun ini terjadi karena kemampuan probiotik dalam
merangsang maturasi respon imun bayi baik innate maupun adaptif (Endaryanto
dkk., 2007).
Probiotik merupakan bakteri atau campuran bakteri hidup yang memiliki
efek pada saluran cerna host melalui kemampuannya memperbaiki keseimbangan
mikroflora usus sehingga memiliki efek fisiologis yang menguntungkan bagi
kesehatan host (Ozdemir, 2010). Bakteri probiotik yang sering digunakan adalah
spesies Lactobacillus dan Bifidobacterium. Bakteri ini menghasilkan asam laktat,
asam asetat, dan asam propionat, yang menurunkan pH usus dan menekan
pertumbuhan berbagai bakteri patogen, sehingga terjadi keseimbangan dari flora
usus (Gondokaryono, 2009).
Probiotik mengurangi kolonisasi organisme patogen dalam usus dengan
menekan adhesi kuman patogen ke sel epitel. Selain itu, Lactobacillus
memperkuat barrier mukosa usus dengan menstabilkan ikatan antara sel-sel epitel
dan mengurangi permeabilitas usus. Studi pada hewan telah menemukan bahwa
beberapa strain probiotik menambah respon imun dengan merangsang aktifitas
fagositik limfosit dan makrofag. Probiotik juga meningkatkan immunoglobulin
(Ig) A dan merangsang produksi sitokin oleh karena perlengketan sel (Kalliomaki
dkk., 2007; Gondokaryono, 2009).
4
Penelitian Randomized Controlled Trial (RCT) dari Kalliomaki dkk.
(2001) yang dilakukan pada ibu hamil dengan riwayat atopi yang positif dengan
menggunakan Lactobacillus GG untuk pencegahan primer dermatitis atopik pada
bayi risiko tinggi dan didapatkan perbedaan yang bermakna kejadian dermatitis
atopik pada anak yang diberikan probiotik dan plasebo setelah diikuti selama 2
tahun dengan risiko relatif (RR) 0,51 dengan P = 0,008. Selain itu, penelitian RCT
dari Kim dkk. (2009) yang memberikan probiotik campuran (Lactobacillus dan
Bifidobacterium) pada pre dan post natal, didapatkan perbedaan yang bermakna
insiden kumulatif dermatitis atopik pada anak yang diberikan probiotik (36,4%)
dengan plasebo (62,9%) pada 1 tahun kehidupan pertama dengan P = 0,029.
Studi lain, pemberian suplementasi dengan Lactobacillus GG pada 4-6
minggu sebelum melahirkan sampai dengan 6 bulan setelah melahirkan
dilaporkan tidak menurunkan insiden dermatitis atopik sampai dengan 2 tahun
kehidupan pertama (Kopp, 2008). Mereka bertentangan dengan penelitian yang
lainnya. Temuan ini mengisyaratkan bahwa studi lanjut diperlukan untuk menilai
apakah pemberian suplementasi dengan bakteri probiotik pada usia dini dapat
mencegah kejadian dermatitis atopik pada bayi.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah pemberian susu dengan probiotik dibandingkan dengan susu tanpa
probiotik pada ibu hamil dapat menurunkan kejadian dermatitis atopik pada bayi
yang memiliki riwayat atopi keluarga yang dievaluasi 3 bulan post natal?
5
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Mengetahui efek pemberian susu dengan probiotik dibandingkan dengan
susu tanpa probiotik pada ibu hamil terhadap kejadian dermatitis atopik
pada bayi dengan riwayat atopi keluarga yang dievaluasi selama 3 bulan
post natal.
1.3.2
Tujuan khusus
1. Mengetahui nilai efek pemberian probiotik pada ibu hamil terhadap
kejadian dermatitis atopik pada bayi dengan riwayat atopi keluarga
yang dievaluasi selama 3 bulan post natal.
2. Mengetahui waktu munculnya dermatitis atopik pada bayi dengan
riwayat atopi keluarga pada ibu mendapatkan susu probiotik dan pada
ibu yang mendapatkan susu tanpa probiotik.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat akademik :
Sebagai masukan dan tambahan ilmu pengetahuan baru bagi sejawat
dokter spesialis obstetri dan ginekologi, spesialis dokter anak, dokter
umum dan bidan dalam upaya pencegahan penyakit dermatitis atopik
pada bayi. Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar
penelitian lebih lanjut.
6
2. Manfaat praktis :
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui efekktifitas pemberian
probiotik pada ibu hamil terhadap kejadian dermatitis atopik pada bayi
dengan riwayat atopi keluarga yang dievaluasi selama 3 bulan post
natal sehiingga bisa dilakukan upaya pencegahan kejadian dermatitis
atopik lebih awal.
7
Download