hubungan pemberian asi eksklusif dengan tingkat kejadian

advertisement
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT
KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA BALITA DI RSUD DR.
SOEDJATI PURWODADI
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana Kedokteran
DISUSUN OLEH:
Lia Agustina Arini
J500100022
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
SURAT PERNYATAAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Bismillahirahmanirohim
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama
: LIA AGUSTINA ARINI
NIM
: J500100022
Fakultas/Jurusan
: Fakultas Kedokteran Umum
Jenis
: Skripsi
Judul
: HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN
TINGKAT KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA
BALITA DI RSUD DR. SOEDJATI PURWODADI
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk :
1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan UMS atas penulisan
karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan,
mengolah dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya,
serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis
kepada Perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan
pihak Perpustakaan UMS, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul
atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 31 Mei 2014
Yang Menyatakan
LIA AGUSTINA ARINI
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT
KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA BALITA DI
RSUD DR. SOEDJATI PURWODADI
Lia Agustina Arini
J500100022
ABSTRAK
Latar Belakang: Dermatitis atopik merupakan interaksi yang kompleks,
melibatkan kelainan imunologis, faktor lingkungan, dan pengaruh emosional.
Berdasarkan catatan laporan 7 rumah sakit di Indonesia, DA berada pada
peringkat pertama dari 10 penyakit kulit yang paling sering ditemukan pada balita
dan anak-anak. DA pada bayi dan anak-anak lebih banyak dibanding pada dewasa
sebanyak 51% dan riwayat atopi 56%. Penyakit alergi DA biasanya muncul
dimasa kecil, ASI eksklusif dapat melindungi anak dari penyakit infeksi, sehingga
insidensi dapat dikurangi dan tidak menyebabkan gangguan terjadinya DA, hal ini
disebabkan oleh adanya antibodi IgA (Imunnoglobulin A) penting yang ada dalam
kolostrum ASI yang dapat melindungi bayi baru lahir dan mencegah timbulnya
resiko alergi terutama dermatitis atopik.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian dermatitis atopik pada balita di RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi.
Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Cara pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan
didapat 120 sampel. Sampel penelitian adalah pasien balita Poli kulit di RSUD dr.
R. Soedjati Purwodadi.
Hasil: Hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0.000 (p<005) dengan demikian
Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik.
Kesimpulan: Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
dermatitis atopik.
Kata Kunci : ASI eksklusif, dermatitis atopic, penyakit kulit.
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit peradangan kulit kronis
yang berulang atau kambuhan pada bayi dan anak-anak serta dapat
menetap hingga dewasa, ditandai dengan gatal dan lesi eksematosa.
Dermatitis atopik merupakan interaksi antara gen yang suseptibel,
lingkungan, gangguan barier kulit, suseptibilitas terhadap infeksi dan
faktor imunologis ( Anggraini et al, 2012 ).
Pada berbagai negara, prevalensi DA selalu meningkat setiap
tahunnya. Di Amerika Serikat DA dialami oleh 17%-18% pada anak-anak
dan 1%-3% pada dewasa, sedangkan di Eropa Utara 24%. Sementara di
Inggris dialami oleh 20% pada anak-anak( Lipozencic, 2010 ). Laporan 7
rumah sakit di Indonesia, DA berada pada peringkat pertama dari 10
penyakit kulit yang paling sering ditemukan pada balita dan anak-anak
yaitu sebanyak 611 kasus. Pada Poliklinik Kulit dan Kelamin di RSUP Dr
Sardjito Yogyakarta, DA pada bayi dan anak-anak lebih banyak dibanding
pada dewasa sebanyak 51% dan riwayat atopi pada 223 kasus (56%) (
Budiastuti et al, 2007 ).
Pada DA secara klinis dapat dibagi berdasarkan usia dimana lesi
tipikal pada daerah tertentu. Dermatitis atopik pada bayi (infatil) dialami
oleh usia dibawah 2 tahun gejalanya lesi pada daerah wajah, kulit kepala,
dan ekstremitas bagian ekstensor. Dermatitis atopik pada anak (childhood)
dengan usia 2 tahun sampai 12 tahun dengan gejala lesi klinis pada area
fleksural terutama lipat siku dan lipat lutut. Dermatitis atopik pada dewasa
(adult) lebih dari 12 tahun secara klinis ditandai dengan likenifikasi pada
daerah wajah, leher, dan badan ( Anggraini et al, 2012 ).
Dermatitis atopik merupakan interaksi yang kompleks, namun
melibatkan kelainan imunologis, faktor lingkungan, dan pengaruh
emosional.
Kelainan
imunologis
pada
keadaan
atopik
termasuk
peningkatan kadar IgE total dalam serum, antibodi IgE yang spesifik
terhadap antigen yang masuk lewat mulut dan dihirup, serta aktivasi
preferensial dari sel-sel T CD4 fenotipe Th2, yang akan membentuk
interleukin 4 (IL-4) dan IL-5. Interleukin ini akan merangsang sintesis IgE
oleh sel-sel B. Stafilokokus membentuk koloni pada kulit pasien DA, dan
eksotosin yang dikeluarkannya yang merupakan superantigen juga diduga
memiliki peran patogenik ( Robin & Tony, 2008).
Penyakit alergi DA biasanya muncul dimasa kecil, terutama pada
bayi dan harus dicegah sejak dini, karena anak-anak membutuhkan
pertumbuhan yang optimal. ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan
pertama dan memberikan keuntungan gizi dan melindung anak dari
penyakit infeksi, sehingga tingkat insidensi dapat dikurangi dan tidak
menyebabkan gangguan seperti terjadinya DA pada bayi dan anak-anak (
Budiastuti et al, 2007).
TINJAUAN PUSTAKA Dermatitis atopi (DA) adalah penyakit kulit inflamasi yang
khas, bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi)
terutama mengenai bayi dan anak-anak, dapat pula pada dewasa.
Penyakit ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum serta adanya riwayat rinitis alergika dan asma pada keluarga
maupun penderita ( Kariosentono, 2007 ).
Dermatitis atopi (DA) merupakan penyakit kulit inflamasi
yang ditandai dengan gambaran klinis pruritus dan khas tertentu
seperti (kulit kering, terdapat plak pada dahi dan wajah, leher,
tangan, dan daerah lipatan) dan juga dipengaruhi oleh faktor
genetik (Lipozencic et al., 2013). Inflamasi kulit pada DA
merupakan hasil interaksi yang komplek antara kerentanan genetik
yang menjadi kulit menjadi rusak, kerusakan sistem imun bawaan,
dan kekebalan tinggi terhadap alergen (imunologi) dan anti
mikroba. Kadar IgE dalam serum penderita DA dan jumlah
eosinofil dalam darah perifer umumnya meningkat (Leung, 2010 ).
Air susu ibu (ASI) menurut Kementerian Kesehatan RI, World
Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund
(UNICEF) adalah minuman alamiah untuk semua bayi cukup bulan
selama usia bulan-bulan pertama. ASI eksklusif adalah bayi yang
hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan maupunn makanan
lain. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan sampai bayi berusia 6
bulan.
Manfaat pemberian ASI pada bayi :
1) ASI sebagai nutrisi
ASI merupakan sumber gizi dan vitamin yang sangat ideal
dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan
pertumbuhan bayi (William cit Walker, 2012).
2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bagi bayi
ASI berisi antibodi virus dan bakteri, termasuk kadar antibodi
IgA sekretori yang relatif tinggi, yang berfungsi untuk mencegah
mikroorganisme melekat pada mukosa usus dan serta melindungi
anak dari risiko alergi (Jafar, 2011).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional
analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr.
Soedjati Purwodadi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Subjek penelitian yang berobat di Poli kulit di RSUD dr. R.
Soedjati Purwodadi. Usia 0-5 tahun subjek terdiagnosis DA.
Kriteria inklusi rekam medis lengkap dari subjek penelitian. Subjek
penelitian yang berobat di Poli kulit di RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi.
Usia 0-5 tahun subjek terdiagnosis DA. Kriteria ekslusi Penyakit selain
DA seperti skabies dan dermatitis seboroik infantil.
Uji analisis statistik chi square dengan program SPSS versi 17.0. Kriteria
hubungan berdasarkan nilai p value( probabilitas ) yang dihasilkan dibandingkan
dengan nilai kemaknaan yang dipilih,
HASIL
Umur pada penelitian ini yaitu dibagi menjadi lima yaitu 0 – 1 tahun, 1 – 2 tahun, 2 – 3 tahun, 3 – 4 tahun, dan 4 – 5 tahun, distribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur No 1 2 3 4 5 Umur 0 – 1 tahun 1 – 2 tahun 2 – 3 tahun 3 – 4 tahun 4 – 5 tahun Total Frekuensi (N) 19 39 30 20 12 120 Persentase (%) 15.83% 32.50% 25.00% 16.67% 10.00% 100.00% Berdasarkan tabel 4.1 dapat diamati bahwa sebagian besar kelompok usia responden adalah 1‐2 tahun sebanyak 39 balita (32,50%) kemudian diikuti kelompok usia 2‐3 tahun sebanyak 30 balita (25,00%). Kelompok usia responden yang paling sedikit adalah 4‐5 tahun sebanyak 12 balita (10,00%). a. Jenis Kelamin Jenis kelamin pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu perempuan dan laki‐laki. Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi
Persentase 1 2 (N)
53 67 120 Laki‐laki Perempuan Total (%) 44,17 55,83 100.00% Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diamati bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 67 balita (55,83%) sedangkan responden berjenis kelamin laki‐laki sebanyak 53 balita (44,17%). b. Umur Balita dan Dermatitis Atopik Adapun kejadian dermatitis atopik berdasarkan umur balita dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Umur No 1 2 3 4 5 Umur 0 – 1 tahun 1 – 2 tahun 2 – 3 tahun 3 – 4 tahun 4 – 5 tahun Total DA
N
12 16 14 10 4 56 %
10,00 13,30 11,70 8,3 3,3 46,70 Tidak DA N %
5,8 7 19,2 23 13,3 16 8,3 10 6,7 8 64 53,30 Berdasarkan tabel 4.3 bahwa sebagian besar balita yang menderita dermatitis atopik memiliki umur 1 – 2 tahun sebanyak 16 balita (13,30%) dan yang paling sedikit berumur 4 – 5 tahun sebanyak 4 balita (3,3%), sedangkan balita yang tanpa dermatitis sebagian besar berumur 1 – 2 tahun sebanyak 23 balita (19,2%) dan yang paling sedikit berumur 0 – 1 tahun sebanyak 7 balita (5,8%). c. Jenis Kelamin dan Dermatitis Atopik Adapun kejadian dermatitis atopik berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Jenis Kelamin No 1 2 Jenis kelamin Laki‐laki Perempuan Total DA
N
29
27 56 %
24,2
22,5 46,70 Tidak DA N %
24 20,00
40 33,33 64 53,30 Berdasarkan tabel 4.4 bahwa sebagian besar balita yang menderita dermatitis atopik berjenis kelamin laki‐laki sebanyak 29 balita (24,20%) sedangkan balita yang tanpa dermatitis sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 balita (33,33%). d. Status pemberian ASI dan Dermatitis Atopik Kejadian dermatitis atopik berdasarkan status pemberian ASI dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Status Pemberian ASI No Status Pemberian ASI
1 2 ASI Eksklusif ASI Non Eksklusif Total DA N
18 38 56
%
15,0 31,7 46,70
Tidak DA N %
42 35,0 22 18,3 64 53,30
Berdasarkan tabel 4.4 bahwa sebagian besar balita yang menderita dermatitis atopik tidak diberikan ASI Eksklusif sebanyak 38 balita (31,70%) sedangkan balita yang tanpa dermatitis sebagian besar diberikan ASI Eksklusif sebanyak 42 balita (35,00%). 1. Analisa Data Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik di RSUD dr Soedjati Purwodadi dilakukan analisis data menggunakan uji chi square (X2) melalui bantuan program komputer SPSS for windows versi 17. Adapun hasil penghitungan sebagaimana pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik di RSUD dr. Soedjati Purwodadi. No 1 2 Status Pemberian ASI ASI Eksklusif ASI Non Eksklusif Total DA
N
18 38 56
%
15,0 31,7 46,70
Tidak DA
X2 p N
%
42 35,0 13,393 0,000 22 18,3 64
53,30 Berdasarkan uji chisquare didapatkan hasil X2 = 13,393 dan p = 0,000 maka Ho ditolak dan H1 diterima karena p < α (0,05) yang berarti terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan tingkat kejadian dermatitis atopik dan juga didapatkan nilai odds ratio = 4,030 artinya bayi yang tidak diberi ASI eksklusif memiliki peluang 4,030 kali menderita dermatitis atopik. A. Pembahasan Hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD dr. Soedjati Purwodadi terhadap 120 balita yang periksa di Poliklinik kulit dan kelamin diperoleh hasil sebagian besar balita berusia 1‐2 tahun (32,50%) dan berjenis kelamin perempuan (55,83%), dari 120 balita yang periksa di Poliklinik kulit dan kelamin diperoleh sebanyak 56 balita (46,7%) menderita dermatitis atopik dan 64 balita (53,3%) tidak menderita dermatitis. Pada penelitian ini sebagian besar balita yang menderita dermatitis atopik memiliki umur 1‐2 tahun sebanyak 16 balita (13,30%), Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Halkjaer, dkk (2006) melaporkan insiden kumulatif dermatitis atopik pada usia 1 tahun adalah 31%, usia 2 tahun adalah 41% dan usia 3 tahun adalah 44%. Penelitian ini juga didukung oleh Lieu (2006) bahwa puncak kejadian dermatitis atopik sekitar umur 1 – 2 tahun dan cenderung menurun seiring bertambahnya umur. Prevalensi kejadian dermatitis atopik berdasarkan jenis kelamin di RSUD dr. Soedjati Purwodadi lebih banyak terjadi pada laki‐laki yaitu 29 balita (24,2%) atau dibuat rasio 2,07 : 1,93. Penelitian ini didukung oleh pendapat Moore, dkk. (2004) dalam sebuah penelitian kohort pada usia 6 bulan pertama melaporkan kejadian dermatitis atopik lebih banyak pada laki‐laki dibanding perempuan (1,6:1). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa balita yang diberikan ASI eksklusif lebih sedikit mengalami kejadian dermatitis atopik sebanyak 18 balita (15%) sedangkan yang tidak diberikan ASI eksklusif mengalami kejadian dermatitis atopik sebanyak 38 balita (31,7%). Hasil penelitian ini didukung penelitian Astuti (2007) bahwa bayi yang memiliki risiko tinggi atopik dan mendapatkan hasil bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko 3,72 kali lebih besar untuk mendapatkan dermatitis atopik dibandingkan kelompok bayi yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan. Makin panjang waktu mendapat ASI makin kecil kemungkinan untuk mendapat DA. Menyusui lebih baik daripada minuman/makanan formula untuk nutrisi bayi oleh karena keuntungan nutrisial, imunologi dan psikologik. Pemberian ASI eksklusif dan penundaan pemberian makanan padat sampai usia 6 bulan mampu menurunkan kejadian atopi dan eksema pada anak usia 1‐3 tahun dan mencegah efek alergi jangka panjang pada saluran pernafasan (Zeiger, 2003). ASI eksklusif secara umum dianjurkan untuk mengurangi risiko terjadinya DA, sensitifitas dan gangguan asma terutama dalam keluarga yang berisiko tinggi. (Carson, 2009). Beberapa studi yang telah menunjukan ASI megandung sel darah putih, anti bodi, hormon, faktor‐faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus. Susu formula adalah cairan yang berisi zat yang mati. Di dalamnya tidak ada sel hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, antibodi, mengandung enzim, hormon dan juga tidak mengandung faktor pertumbuhan ( Suraatmaja,2002) Pemberian ASI eksklusif dan penundaan pemberian makanan padat sampai usia 6 bulan mampu menurunkan kejadian atopi dan eksema pada anak usia 1‐3 tahun dan mencegah efek alergi jangka panjang pada saluran pernafasan (Zeiger, 2003). Jadi, berdasarkan hasil penelitian ini dan diperkuat dengan temuan Zeiger, 2003 maka hipotesis yang menyatakan menyusui eksklusif adalah faktor pelindung pengembangan dermatitis atopik jika dibandingkan dengan susu formula atau ASI non eksklusif yang diterima. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 120 responden di
RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi yang melakukan pemeriksaan di Poliklinik
Kulit dan Kelamin didapatkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara
pemberian ASI eksklusif terhadap penurunan dermatitis atopik. Hal ini dapat
dibuktikan pada uji analisis statistik chi-square didapatkan nilai p-value =
0,000. Selain itu pada penelitian ini juga didapatkan nilai Odds-Ratio 4,030
artinya bayi yang tidak diberi ASI eksklusif memiliki peluang 4,030 kali
menderita dermatitis atopi.
Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka peneliti dapat memberikan saran
sebagai berikut :
1. Perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang manfaat pemberian
ASI eksklusif sampai berumur 6 bulan karena salah satunya dapat
mengurangi angka kejadian dermatitis atopik.
2. Perlunya peran serta tugas kesehatan setempat dan tokoh masyarakat
dalam program-program pemerintah yang berhubungan dengan ASI
eksklusif.
3. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik dengan
menambah faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti riwayat atopik
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
4.
Anggraini Y.E., Indrastuti N., Waskito F., 2010. Profil Insidensi
Dermatitis Atopi Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta. In: PIT PERDOSKI XII. pp 749-752
Budiastuti M., Wandita S., Sumandiono. 2007. Exclusive
Breastfeeding and Risk Of Atopik Dermatitis. In: High Risk Infant.
Berkala Ilmu Kedokteran: 39: pp 192-198
Brown, R.G. and Tony B., 2005. Dermatitis Atopi. In : Lecture
Notes Dermatology. 8th ed. Yogyakarta: Erlangga.
Carson, C.G. 2009. risk factors for developing Atopic Dermatitis. In:
Danish Medical Journal. pp. 1-24.
Dahlan, M.S., 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Salemba
Medika.
Dahlan, M.S., 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 5th
ed. Jakarta: Salemba Medika.
Department of Pathology University of Utah. 2010. Sauer’s
Manual of Skin Diseases. 10th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.
Donald Y.M, Leung L.F, Eichenfield M.B., 2008,In: Fitzpatrick,s
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill, pp.
2030-31.
Ghaderi, R., and Makhmalbaf, Z. 2005. Effect of Breast-Feeding
on the Development of Atopic Dermatitis. Vol 4 No 3. Iranian Journal of
Allergy, Asthma and Immunology
Harap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. 1st ed. Jakarta: Hipokrates,
pp. 109-15.
Jafar N., 2011. ASI Eksklusif (Tesis). Universitas Hasanudin.
Kariosentono H., 2006. Dermatitis Atopi (Eksema). Edisi Pertama.
Surakarta LPP UNS dan UNS press.
5. Lien, T.Y., 2011. Breastfeeding and Maternal Diet in Atopic Dermatitis.
Vol 57. Canadian Family Physician
6. Lipozencic J. MD, PhD., and Ljubojevic S. MD, PhD., 2010, In: Sauer’s
Manual of Skin Diseases. 10th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.
7. Leung, D.Y.M.,2010. atopic dermatitis (atopic eczema). In: Fitzpatrick’s
Dermatology In General Medicine. Pp 148-158
8. Matondang C., Munasir Z., & Sumandiono, 2007. Buku Ajar Alergi
Imunologi Anak. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit IDAI pp. 158-198
9. Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. 1st ed. Jakarta:
Rineka Cipta.
10. Riwidikdo, H., 2009. Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi
Program R dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
11. Santosa H.,2010. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Edisi Kedua. Jakarta
: Balai Penerbit IDAI
12. Sastroasmoro, S. dan Sofyan I.,
2002. Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis. 1st ed. Jakarta: Binarupa Aksara.
13. Soetjiningsih, DSAK., 1997. ASI : Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan.
Edisi Pertama. Jakarta.
14. Suraatmaja, S., 2002. Aspek gizi air susu ibu. In: ASI. Penerbit Buku
Kedokteran. Pp16-28
15. Williams, H. G. 2006. And not a drop to drink- why water is harmful for
newborn. Breastfeeding.
16. Zeiger, R. (2003). Prevention of Food Allergy in Infants and Children. In:
Immunol Allerg Clin North Am. 19, 619-646.
Download