45 | jurnal ilmu budaya - Journal-UNHAS

advertisement
45 | JURNAL
ILMU BUDAYA
Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294
PELATIHAN “FUN TEACHING AND LEARNING BERBASIS METODE FLE
(FRANÇAIS LANGUE ÉTRANGÈRE)” BAGI GURU-GURU BAHASA SEBAGAI
UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KEBAHASAAN SISWA
SEKOLAH LANJUTAN DI KOTA MAKASSAR
Prasuri Kuswarini1, Mardi Adi Armin2, Masdiana3, Hasbullah4, Irianty Bandu5
1,2,3,4,5
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
[email protected]
[email protected]
[email protected]
[email protected]
Abstract
Perceptions embedded in the minds of high school students about difficult foreign language, and
boring Indonesian language lessons influences their motivation in learning. In 2012, it was reported
that 331 high school students in South Sulawesi did not pass the national examination. It was caused
by the low score of Indonesian and English. Low student motivation and unsatisfactory achievement
are also caused by teachers' attitudes toward learning, such as boring and non-systematic teaching
strategies and techniques, and lack of creative use of authentic materials. Exciting language learning
was developed among others by the French Institute, which is called Français Langue Étrangère
(FLE), or French for Foreigners. The methods developed in the FLE depart from student-centered
learning principles, with the emphasis of L'actionnell or action. For that purpose FLE incorporates
entertainment or entertaining elements in its methods. The Department of French Literature, of
Hasanuddin University shared the knowledge of the fun teaching and learning method to the language
teachers of several secondary schools in Makassar. A vibrant and carefree training atmosphere is an
indicator that the training has succeeded in motivating language teachers, and is expected to continue
in their classes.
Key workds:
Français Language Etrangère (FLE), teaching, learning, methode
A. Pendahuluan
Mengajarkan bahasa, baik bahasa
asing maupun bahasa Indonesia pada siswa
sekolah lanjutan pertama dan atas, bahkan
pada mahasiswa, secara umum tidaklah
mudah. Berdasarkan hasil penelitian
Hanantio
(2013,
dalam
https://www.academia.edu/14166506/
Pandangan_Siswa_SMA_terhadap_Bahasa
_Inggris_sebagai_Bahasa_Internasional,
diunduh tgl 05-03-2017) diketahui bahwa
siswa SLTA di Bandung (60%)
menganggap bahasa asing, termasuk
bahasa Inggris, sulit dipelajari. Selain itu
72% siswa tidak berminat melanjutkan
pendidikan dalam bidang kebahasaan
karena dipandang kurang menjanjikan
masa depan yang baik. Sebaliknya, hasil
penelitian Hilaliyah (2015:15-16 dalam
journal.lppmunindra.ac.id/
index.php/
Faktor/ article/download/381/365, diunduh
tgl 05-03-2017) mengungkapkan bahwa
bahasa Indonesia dianggap mudah karena
bahasa Indonesia adalah bahasa sehari-hari
yang digunakan sehingga kata-kata yang
digunakan tidak asing lagi didengar.
Mengacu pada persepsi tersebut, pelajar
dan mahasiswa kurang memiliki minat
dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Mereka cenderung meremehkan materi
mata kuliah bahasa Indonesia. Mereka
menganggap bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang tidak perlu dipelajari karena
mereka
merasa
sudah
mampu
menggunakannya dalam berkomunikasi
sehari-hari dan merasa jenuh karena
bahasa Indonesia sudah dipelajari sejak
lahir.
46 | JURNAL
ILMU BUDAYA
Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294
Persepsi yang tertanam dalam benak
siswa-siswa sekolah lanjutan tentang
pelajaran bahasa asing yang sulit, dan
pelajaran bahasa Indonesia atau bahasa
daerah yang membosankan memengaruhi
motivasi
mereka
dalam
belajar.
Berdasarkan
informasi
yang
telah
dihimpun oleh Departemen Sastra Prancis
Unhas melalui kegiatan lokakarya
kurikulum pada tahun 2014 yang
melibatkan stake holders (beberapa di
antaranya adalah kepala sekolah tingkat
menengah/atas di kota Makassar),
terungkap bahwa guru-guru bahasa
menghadapi masalah terbesar dalam
pembelajaran, yaitu kurangnya motivasi
siswa. Sebaliknya, dari hasil wawancara
dengan siswa SLTP dan SLTA dari
beberapa sekolah di Makassar, dapat
disimpulkan bahwa kurangnya minat atau
motivasi para siswa mempelajari bahasa,
karena kelas-kelas bahasa biasanya
membosankan.
Fenomena yang digambarkan di atas
tampaknya merupakan gejala umum di
Indonesia. Bambang Purnomo (2011),
seorang guru bahasa Inggris di Kebumen
mengemukakan bahwa pencapaian hasil
belajar bahasa Inggris siswa di Kebumen
masih sangat rendah, padahal pelajaran
Bahasa Inggris diberikan empat jam setiap
minggunya. Indikator kasarnya adalah
rendahnya nilai hasil ujian nasional setiap
tahunnya
(dalam
http://
karyatulisilmiahguru.blogspot.co.id/2011/1
1/normal-0-false-false-false-en-usxnone_09.html, diakses tgl 1-03-2017).
Masalah yang sama juga pernah terjadi di
Sulawesi Selatan. Surat Kabar Tribun
Timur, 23 Mei 2012, memberitakan bahwa
331 siswa di Sulsel tidak lulus UN
SMA/MA/SMK, dan ketidaklulusan para
siswa tersebut disebabkan oleh rendahnya
nilai bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
(https://www.facebook.com/
permalink.php?id=
133009833455606&story_fbid=29284696
0805225, diakses tgl 04-03-2017).
Motivasi siswa yang rendah dan
prestasi yang kurang memuaskan kerapkali
dikeluhkan oleh banyak guru bahasa
walaupun dalam beberapa hal kedua
masalah tersebut disebabkan oleh guru itu
sendiri. Beberapa contoh masalah yang
disebabkan oleh guru antara lain: sikap
guru terhadap pembelajaran, strategi dan
teknik mengajar yang membosankan dan
tidak sistematis, pemberian tugas yang
minimal, serta kurang kreatif dalam
memanfaatkan bahan-bahan otentik. Dari
keluhan para guru dan siswa dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran bahasa
asing, dan pembelajaran bahasa secara
umum, di sekolah lanjutan membutuhkan
metode yang dapat membangun motivasi
bukan hanya siswa sebagai pembelajar,
namun juga guru sebagai pengajar. Untuk
mencapai
pembelajaran
yang
menyenangkan, guru harus memosisikan
diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan
dalam hal tertentu tidak menutup
kemungkinan guru belajar dari siswanya.
Dalam hal ini perlu diciptakan suasana
yang demokratis dan tidak ada beban, baik
guru maupun siswa dalam melakukan
proses pembelajaran (Rusman,2011:326
dalam
http://www.guruid.com/2016/07/contoh-metodepembelajaran-menyenangkan.html, diakses
tgl 06-03-2017). Artinya jika tercipta
suasana pembelajaran yang rileks, bebas
dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya
minat belajar, adanya keterlibatan penuh,
perhatian
peserta
didik
tercurah,
lingkungan
belajar
yang
menarik,
bersemangat,
perasaan
gembira,
konsentrasi tinggi, maka bisa dikatakan
pengajar telah menciptakan lingkungan
pembelajaran yang menyenangkan.
Ada empat kompetensi utama yang
hendak dicapai dalam pembelajaran
bahasa, yaitu: berbicara, menyimak/
mendengarkan, membaca, dan menulis.
Keempat kompetensi ini harus diajarkan
dengan metode yang tepat. Berbicara
mengenai metode, tentu unsur utama yang
harus ada adalah guru. Di dalam kelas,
47 | JURNAL
ILMU BUDAYA
Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294
guru, selain berfungsi sebagai pengajar,
juga sebagai fasilitator, pemimpin kelas
sekaligus
partisipan
dalam
proses
pembelajaran,
perencana
sekaligus
motivator. Di sisi lain ada siswa yang
belajar di bawah bimbingan guru. Untuk
mencapai
keberhasilan
dalam
pembelajaran, baik guru maupun siswa
harus memiliki semangat atau motivasi
yang sama besarnya. Bila guru dan siswa
sama-sama
termotivasi,
proses
pembelajaran
pasti
berlangsung
menyenangkan.
Dengan
proses
pembelajaran
yang
baik
dan
menyenangkan, hasil yang diharapkan
dapat lebih mudah tercapai.
Pembelajaran
bahasa
yang
menyenangkan dikembangkan oleh banyak
institusi yang bergerak di bidang
pembelajaran bahasa asing, di antaranya
yang dikembangkan oleh Institut Français
yang disebut Français Langue Étrangère
(FLE), atau Bahasa Prancis untuk Orang
Asing.
Sebenarnya
metode
yang
dikembangkan dalam FLE berangkat dari
prinsip pembelajaran yang berfokus pada
siswa, atau yang lazim disebut dengan
Student centered learning, dengan titik
berat L’actionnell atau tindakan. Untuk itu
FLE memasukkan unsur entertainment
atau hiburan dalam metode-metodenya.
Bentuk hiburan yang sering digunakan
antara lain: lagu, teater, permainan, story
telling, role play atau bermain peran, dll.
Selain unsur hiburan, penggunaan media
pembelajaran, baik yang dibuat sendiri
oleh guru, maupun yang dikembangkan
dari berbagai materi yang diperoleh dari
internet, seperti artikel koran, film, iklan,
dll., juga diramu dan dikemas secara
menarik (lihat Denyer & Garmendia, 2012.
Version Originale. Maison de Langue,
Paris). Setiap metode dikembangkan untuk
membuat siswa beraksi/ bertindak aktif.
Tindakan aktif yang diharapkan dilakukan
oleh siswa adalah yang berkaitan dengan
keempat kompetensi utama, yaitu:
berbicara, mendengar, membaca, dan
menulis.
Di era global sekarang ini penguasaan
lebih dari satu bahasa asing menjadi
kebutuhan. Hal ini disadari oleh semua
pihak. Sekolah-sekolah di kota Makassar
sudah sejak lama memberikan pelajaran
bahasa-bahasa asing selain bahasa Inggris,
di antaranya: bahasa Arab, Jerman, Jepang,
Mandarin, dan Prancis. Beberapa sekolah
bahkan mengajarkan dua sampai tiga
bahasa asing yang dapat dipilih oleh para
siswa. Kenyataan tersebut terlihat cukup
ideal untuk menghadapi era global
sekarang ini. Namun, berdasarkan
pengamatan yang dilakukan terhadap
anak-anak sendiri, anak-anak kerabat dan
teman-teman di lingkungan tempat tinggal
mau pun tempat bekerja, kompetensi
kebahasaan sebagian besar siswa sekolah
lanjutan yang diamati tersebut tidak seperti
yang diharapkan. Banyak di antara mereka
yang telah lulus SLTA bahkan tidak dapat
memperkenalkan dirinya dalam bahasa
asing yang mereka pelajari selama tiga
tahun (lihat juga berita Tribun Timur 22
Mei 2012).
Permasalahan yang telah dijelaskan di
atas membutuhkan solusi. Departemen
Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Hasanuddin, merasa terpanggil
untuk
berkontribusi
pada
upaya
memberikan solusi tersebut dengan
menyumbangkan pengetahuan mengenai
metode pembelajaran bahasa. Kerjasama
Departemen Sastra Prancis dengan
institusi-institusi yang bergerak dalam
bidang pembelajaran bahasa, seperti
Institut
Français
Indonesie
(IFI),Université La Rochelle, Inalco, dll.,
memperkaya
pengetahuan
dan
keterampilan dosen-dosen departemen
dalam bidang pembelajaran bahasa asing.
Untuk itu Departemen Sastra Prancis telah
mengadakan kontak dengan beberapa
kepala sekolah SLTP maupun SLTA, baik
yang berstatus sekolah negri maupun
swasta, dan mendapatkan respon yang
sangat positif.
B. Permasalahan
48 | JURNAL
ILMU BUDAYA
Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294
Dari hasil hasil wawancara bebas
dengan 20 orang guru bahasa dari lima
sekolah lanjutan pertama, maupun lanjutan
atas di kota Makassar, yaitu: SMPN VIII,
SMP dan SMA Islam Athirah, SMA dan
SMK Kartika Wirabuana, dan SMA
Wahyu, mengemuka permasalahan para
guru bahasa, yaitu antara lain:
1. Rendahnya motivasi siswa.
2. Sangat kurangnya pelatihan yang
berkaitan
dengan
metode
pembelajaran.
3. Materi
pembelajaran
yang
membosankan dan tidak aktual.
Hampir
semua
guru
yang
diwawancarai sependapat, bahwa mereka
memerlukan penyegaran dalam bentuk
pelatihan yang dapat membantu mereka
menambah pengetahuan dan keterampilan
mengajar sekaligus meningkatkan prestasi
siswa dalam bidang bahasa.
C. Pembahasan
1. Solusi yang Ditawarkan
Dengan melihat kenyataan bahwa
rendahnya motivasi para siswa dalam
belajar bahasa berdampak pada rendahnya
prestasi; dan rendahnya motivasi para
siswa antara lain juga disebabkan oleh
kurang aktualnya pengetahuan dan
keterampilan para guru dalam mengajar,
Universitas
Hasanuddin,
melalui
Departemen Sastra Prancis, Fakultas Ilmu
Budaya, mengadakan program pelatihan
“Fun Teaching and Learning Berbasis
Metode FLE
(Français Langue
Étrangère) Bagi Guru-guru Bahasa
Sebagai Upaya untuk Meningkatkan
Kompetensi Kebahasaan Siswa Sekolah
Lanjutan di Kota Makassar”. Pelatihan ini
diharapkan
mampu
menambah
pengetahuan sekaligus meningkatkan
keterampilan mengajar para guru bahasa di
sekolah-sekolah lanjutan di kota Makassar,
dan berdampak positif pada peningkatan
prestasi belajar siswa.
2. Target Luaran
Pelatihan
“Fun
Teaching
and
Learning Berbasis Metode FLE (Français
Langue Étrangère) Bagi Guru-guru
Bahasa
Sebagai
Upaya
untuk
Meningkatkan Kompetensi Kebahasaan
Siswa Sekolah Lanjutan di Kota
Makassar” menargetkan luaran:
1. Modul pembelajaran bahasa yang
berorientasi
L’actionnell
atau
berorientasi aksi/ tindakan.
2. Artikel yang diterbitkan di jurnal
nasional.
3. Pemberitaan di surat kabar
4. Meningkatnya
keterampilan
mengajar para guru bahasa sekolah
lanjutan di kota Makassar yang
dapat berimbas pada meningkatnya
prestasi siswa dalam bidang
kebahasaan.
3. Metode Pelaksanaan
Pada peserta pelatihan diperkenalkan
dan
dilatihkan
beberapa
metode
pembelajaran yang akan menumbuhkan
semangat dan kegembiraan siswa dalam
belajar. Metode-metode tersebut antara
lain:
1. Bermain dengan asosiogram.
Metode ini akan membuat siswa
aktif berbicara sekaligus menulis
dengan
membuat
dan
mengelaborasi asosiogram yang
berkaitan dengan diri setiap siswa.
2. Penggunaan lagu untuk belajar
menyimak, melafalkan bunyi
dengan benar, dan memperkaya
kosa kata.
3. Penggunaan karya sastra untuk
belajar menyusun kalimat yang
logis dan estetis.
4. Bermain dengan berbagai jenis
teks, misalnya: mengubah teks
dongeng menjadi teks berita, dan
membacakannya seperti pembawa
berita di televisi, dan bermain
peran sesuai isi cerita. Permainan
ini
dapat
mengembangkan
kemampuan menyimak, menulis,
mengenali berbagai jenis teks, dan
sekaligus mengembangkan sikap
kreatif pembelajar ketika bermain
peran. Yang tak kalah penting,
metode ini juga mengajarkan
49 | JURNAL
ILMU BUDAYA
Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294
siswa untuk dapat bekerjasama
dalam sebuah tim.
5. Melatih keberanian berbicara dan
menulis melalui penggunaan film
bisu.
Pelatihan setiap metode melibatkan
dua sampai empat orang dosen, sehingga
setiap peserta dapat terbimbing dengan
baik. Fun Teaching and Learning ini
dilaksanakan selama satu hari penuh,
dipandu oleh dosen-dosen yang telah
sangat berpengalaman dalam menerapkan
metode itu. Selain itu, beberapa dosen
Departemen Sastra Prancis, selain
memiliki kompetensi dalam bidang bahasa
Prancis, juga memiliki latar belakang
bahasa Inggris, dan Jerman, sehingga
dapat membimbing guru-guru yang
mengajar bahasa-bahasa tersebut. Yang
istimewa pada pelaksanaan pelatihan ini,
panitia menghadirkan tiga orang anggota
Dewan Kesenian Makassar, yaitu:
dramawan Fahmi Syariff, dan sastrawan
Amir Jaya serta Jamal Dilaga. Ketiga
orang pegiat sastra tersebut mengajarkan
teknik-teknik dasar seni peran dan
membaca puisi, sehingga guru-guru bahasa
peserta pelatihan dapat menerapkannya di
kelas mereka.
Setiap peserta pelatihan mendapatkan
modul pembelajaran yang berisi materi
pembelajaran dalam bentuk cetak dan
audio visual dan sertifikat.
4. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pengabdian
pada masyarakat dengan tema: Pelatihan
“Fun Teaching and Learning Berbasis
Metode FLE
(Français Langue
Étrangère) Bagi Guru-guru Bahasa
Sebagai Upaya untuk Meningkatkan
Kompetensi Kebahasaan Siswa Sekolah
Lanjutan di Kota Makassar” ini merupakan
wujud kepedulian dan tanggung jawab
perguruan tinggi terhadap kemajuan
pendidikan di tingkat sekolah menengah.
Proses pembelajaran yang baik dan
memotivasi
siswa
diyakini
dapat
meningkatkan kompetensi dan prestasi
siswa,
khususnya
dalam
bidang
kebahasaan.
Departemen Sastra Prancis Unhas
mengundang guru-guru bahasa (bahasa
Indonesia maupun bahasa asing) untuk
mengikuti pelatihan, yang diselenggarakan
selama satu hari, yaitu pada hari Sabtu,
tanggal 19 Agustus 2017. Tempat
pelatihan adalah meeting room „Cakalang”
di hotel Maxone, Jl. Taman Makam
Pahlawan. Tempat tersebut dipilih karena
mudah diakses oleh guru-guru dari
sekolah-sekolah yang sudah berkomitmen
untuk menjadi mitra.
Dari empat sekolah yang berkomitmen
menjadi mitra, yaitu: SMPN VIII, SMA
dan SMK Kartika Wirabuana, dan SMA
Wahyu, sekolah yang mengirim utusannya
adalah SMPN 8 (7 orang), SMK KartikaXX1 (5orang), dan SMA Wahyu (5 orang).
SMA Kartika tidak jadi mengirimkan
wakilnya, dan tidak diketahui apa
alasannya. Namun, kehadiran utusan dari
beberapa sekolah, yaitu: SMKN 7 Wajo (1
orang), SMK Sandy Putra (3 orang), dan
SMA Islam Athirah 2 (3 orang), dan
seorang mahasiswa Sastra Prancis yang
sedang
mengadakan
peneltian
pembelajaran di SMKmembuat kegiatan
pelatihan tetap semarak dan sesuai dengan
harapan. Guru-guru peserta pelatihan
sangat bersemangat mencoba berbagai
metode yang diberikan. Di akhir kegiatan,
mereka memberikan apresiasi yang baik
pada pelatihan ini, dan berharap dapat
diikutsertakan kembali dalam pelatihanpelatihan selanjutnya yang berkaitan
dengan metode pembelajaran bahasa.
Sesi pertama yaitu pelatihan metode
asosiogram dan bermain dengan teks. Pada
sesi
ini
ditunjukkan
bagaimana
menggunakan
asosiogram
untuk
memancing
siswa
mengumpulkan
sebanyak mungkin kosa kata yang
berkaitan dengan dirinya atau dengan
tema-tema tertentu. Kosa kata yang
berhasil
dikumpulkan
siswa
lalu
dikelompokkan sesuai dengan sub
temanya. Setelah itu, siswa diajak untuk
50 | JURNAL
ILMU BUDAYA
Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294
menggunakan kosa kata tersebut dalam
susunan kalimat
yang baik
dan
mengucapkan serta menuliskannya sesuai
kaidah bahasa Prancis.
Selanjutnya adalah pelatihan bermain
dengan teks. Para guru menerima selembar
teks berjenis dongeng yang berjudul Si
Tudung Merah. Teks tersebut harus diubah
ke bentuk teks berita, yang harus
dibacakan seperti yang biasa dibacakan
oleh penyiar televisi. Kegiatan dilakukan
secara berkelompok. Setiap kelompok
membagi tugas pada anggotanya, yaitu:
pembaca berita, produser (mengarahkan,
bagaimana berita tsb dibangun dan
dibacakan), dan penyusun berita.
Teks Si Tudung Merah dapat juga
digunakan sebagai dasar bermain peran.
Peserta dibagi lagi dalam kelompok. Setiap
kelompok membagi peran sesuai jumlah
karakter yang ada dalam teks. Masingmasing kelompok dapat mengkreasikan
permainan perannya, namun harus tetap
berdasarkan pada kisah dalam teks.
Metode bermain dengan teks ini
mendorong siswa untuk aktif mempelajari
sekaligus mempraktekkan pembuatan
jenis-jenis teks dengan berbagai perbedaan
karakateristiknya.
Pada sesi ke dua yang berlangsung
dari pukul 10.15-12.00, dilatihkan
penggunaan karya sastra untuk pengajaran
bahasa. Sebuah puisi karangan Taufiq
Ismail yang berjudul Air Kopi Menyiram
Hutan dipilih sebagai bahan ajar otentik.
Puisi yang terdiri dari hanya satu bait,
namun berisi 31 baris, dituliskan di atas 31
lembar kartu kecil, dan diacak susunannya.
Kami membuat delapan (8) kumpulan
kartu untuk dibagikan pada kelompokkelompok guru, yang setiap kelompoknya
terdiri dari tiga (3) orang. Setiap kelompok
harus menyusun potongan-potongan puisi
yang dituliskan di atas kartu-kartu kecil
tersebut. Susunan puisi dapat berbeda-beda
setiap
kelompoknya,
tergantung
bagaimana mereka memaknai dan
melogikakan bahasanya. Setelah selesai
dengan kegiatan menyusun puisi, kegiatan
berikutnya adalah pembacaan puisi yang
diiringi dengan olah gerak yang dilakukan
oleh dua anggota kelompok di depan kelas.
Yang menarik dari metode ini adalah,
terciptanya puisi-puisi baru dari bahan
dasar yang sama. Kegiatan ini pun
membawa keriangan dalam proses
pembelajaran. Metode ini dapat mengasah
kepekaan siswa terhadap estetika bahasa
sekaligus dapat membangkitkan kreatifitas
siswa di bidang seni teater.
Sesi terakhir yang berlangsung dari
pukul 13.30-15.30 diisi dengan pelatihan
metode
pembelajaran
bahasa
menggunakan film dan lagu. Ada tiga (3)
film yang diputar, yaitu film berjenis
animasi bisu yang berjudul: Oktopoi,
Paperman,
dan Alarm. Ketiga film
tersebut menampilkan cerita tanpa katakata, hanya diiringi musik dan bunyi-bunyi
onomatope. Pemutaran film semacam itu
di dalam proses pembelajaran bahasa dapat
memotivasi
siswa
untuk
bercerita
mengenai pemahamannya tentang film itu.
Dengan film itu guru dapat merancang
pembelajaran untuk memperkaya kosa
kata, berbicara, dan menulis teks
sederhana dalam bahasa asing atau bahasa
Indonesia.
Terakhir adalah metode pembelajaran
bahasa dengan lagu. Lagu yang dipilih
untuk pelatihan ini adalah Take me to your
heart yang dinyanyikan oleh grup Michael
Learns to Rock. Lagu ini berjenis pop dan
berirama agak lambat dengan pengucapan
yang sangat jelas pada setiap katanya,
sehingga siswa kelas 9 sampai 10 akan
dapat dengan mudah menyimaknya. Lagu
ini dapat digunakan untuk latihan
menyimak dan kosa kata. Bila fasilitas di
sekolah memungkinkan untuk melakukan
karaoke,
maka
jam
pelajaran
menggunakan lagu ini akan terasa lebih
menyenangkan.
D. Kesimpulan
Pembelajaran bahasa sering dianggap
tidak penting karena masyarakat kita
masih
menganggap
keterampilan
berbahasa
tidak
akan
menjadikan
51 | JURNAL
ILMU BUDAYA
Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294
seseorang kaya. Kesadaran bahwa bahasa
adalah alat komunikasi sekaligus alat
untuk mentransfer ilmu pengetahuan,
belum tumbuh di kalangan siswa, bahkan
di masyarakat secara umum. Akibatnya,
motivasi siswa, bahkan guru bahasa,
seringkali sangat rendah. Hal ini berimbas
pada perolehan nilai ujian sekolah, bahkan
hingga nilai ujian nasional, seperti yang
sudah dijelaskan di bagian pendahuluan.
Kondisi ini tentu saja tidak boleh dibiarkan
berlarut-larut. Pembenahan suasana belajar
bahasa dapat menjadi salah satu jalan
untuk menumbuhkan semangat siswa mau
pun guru, di pelajaran bahasa. Pelatihan
Fun Teaching and Learning berbasis
metode FLE (Français Langue Étrangère)
yang sudah dilakukan oleh Departemen
Sastra Prancis diharapkan dapat menjadi
penumbuh semangat bagi guru-guru
bahasa untuk lebih mengembangkan
metode pembelajarannya agar dapat
memotivasi siswa. Bila siswa belajar
dalam keadaan bersemangat dan senang,
mencapai prestasi tentu tidak akan sulit
lagi. Bila siswa berprestasi dalam bidang
kebahasaan, maka mereka akan lebih
mudah untuk menjadi bagian dari
masysrakat dunia di era global ini.
DAFTAR PUSTAKA
Borang Akreditasi Departemen Sastra Prancis,
Unhas, 2016.
Denyer & Garmendia, 2012. Version
Originale. Maison de Langue, Paris.
Maîtrise de Français Langue Etrangère, UE:
Evaluation Méthodologie de l‟enseignement/
Apprentissage du FLE
Hilaliyah, Halida, 2015. Pengaruh Persepsi
Mahasiswa atas Bahasa Indonesia dan Minat
Belajar Terhadap Prestasi Belajar Bahasa
Indonesia, Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan
Vol. II No. 2 Juli 2015
Hanantio, Y. Naufalia. 2013. Pandangan
Siswa Sekolah Menengah Atas tentang Bahasa
Inggris sebagai Bahasa Internasional, dalam
https://www.academia.edu/14166506/
Pandangan_Siswa_SMA_
terhadap_Bahasa_Inggris_sebagai_Bahasa_Int
ernasional, diunduh tgl 05-03-2017)
Purnomo,
Bambang.
2011.
Pengaruh
Penggunaan
Pembelajaran
Kontekstual
terhadap Hasil Belajar Bahasa Inggris
Ditinjau
dari
Keaktifan
Siswa,
(http://karyatulisilmiahguru.
blogspot.co.id/2011/11/normal-0-false-falsefalse-en-us-x-none_09.html, diakses tgl 1-032017).
Rusman,2011,
dalam
http://www.guruid.com/2016/07/contoh-metode-pembelajaranmenyenangkan.html)
Berita Tribun Timur, 22 Mei 2012 dalam
https://www.facebook.com/
permalink.php?id=
133009833455606&story_fbid
=292846960805225, diakses tgl 04-03-2017.
Download