45 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294 PELATIHAN “FUN TEACHING AND LEARNING BERBASIS METODE FLE (FRANÇAIS LANGUE ÉTRANGÈRE)” BAGI GURU-GURU BAHASA SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KEBAHASAAN SISWA SEKOLAH LANJUTAN DI KOTA MAKASSAR Prasuri Kuswarini1, Mardi Adi Armin2, Masdiana3, Hasbullah4, Irianty Bandu5 1,2,3,4,5 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] Abstract Perceptions embedded in the minds of high school students about difficult foreign language, and boring Indonesian language lessons influences their motivation in learning. In 2012, it was reported that 331 high school students in South Sulawesi did not pass the national examination. It was caused by the low score of Indonesian and English. Low student motivation and unsatisfactory achievement are also caused by teachers' attitudes toward learning, such as boring and non-systematic teaching strategies and techniques, and lack of creative use of authentic materials. Exciting language learning was developed among others by the French Institute, which is called Français Langue Étrangère (FLE), or French for Foreigners. The methods developed in the FLE depart from student-centered learning principles, with the emphasis of L'actionnell or action. For that purpose FLE incorporates entertainment or entertaining elements in its methods. The Department of French Literature, of Hasanuddin University shared the knowledge of the fun teaching and learning method to the language teachers of several secondary schools in Makassar. A vibrant and carefree training atmosphere is an indicator that the training has succeeded in motivating language teachers, and is expected to continue in their classes. Key workds: Français Language Etrangère (FLE), teaching, learning, methode A. Pendahuluan Mengajarkan bahasa, baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia pada siswa sekolah lanjutan pertama dan atas, bahkan pada mahasiswa, secara umum tidaklah mudah. Berdasarkan hasil penelitian Hanantio (2013, dalam https://www.academia.edu/14166506/ Pandangan_Siswa_SMA_terhadap_Bahasa _Inggris_sebagai_Bahasa_Internasional, diunduh tgl 05-03-2017) diketahui bahwa siswa SLTA di Bandung (60%) menganggap bahasa asing, termasuk bahasa Inggris, sulit dipelajari. Selain itu 72% siswa tidak berminat melanjutkan pendidikan dalam bidang kebahasaan karena dipandang kurang menjanjikan masa depan yang baik. Sebaliknya, hasil penelitian Hilaliyah (2015:15-16 dalam journal.lppmunindra.ac.id/ index.php/ Faktor/ article/download/381/365, diunduh tgl 05-03-2017) mengungkapkan bahwa bahasa Indonesia dianggap mudah karena bahasa Indonesia adalah bahasa sehari-hari yang digunakan sehingga kata-kata yang digunakan tidak asing lagi didengar. Mengacu pada persepsi tersebut, pelajar dan mahasiswa kurang memiliki minat dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Mereka cenderung meremehkan materi mata kuliah bahasa Indonesia. Mereka menganggap bahasa Indonesia merupakan bahasa yang tidak perlu dipelajari karena mereka merasa sudah mampu menggunakannya dalam berkomunikasi sehari-hari dan merasa jenuh karena bahasa Indonesia sudah dipelajari sejak lahir. 46 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294 Persepsi yang tertanam dalam benak siswa-siswa sekolah lanjutan tentang pelajaran bahasa asing yang sulit, dan pelajaran bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang membosankan memengaruhi motivasi mereka dalam belajar. Berdasarkan informasi yang telah dihimpun oleh Departemen Sastra Prancis Unhas melalui kegiatan lokakarya kurikulum pada tahun 2014 yang melibatkan stake holders (beberapa di antaranya adalah kepala sekolah tingkat menengah/atas di kota Makassar), terungkap bahwa guru-guru bahasa menghadapi masalah terbesar dalam pembelajaran, yaitu kurangnya motivasi siswa. Sebaliknya, dari hasil wawancara dengan siswa SLTP dan SLTA dari beberapa sekolah di Makassar, dapat disimpulkan bahwa kurangnya minat atau motivasi para siswa mempelajari bahasa, karena kelas-kelas bahasa biasanya membosankan. Fenomena yang digambarkan di atas tampaknya merupakan gejala umum di Indonesia. Bambang Purnomo (2011), seorang guru bahasa Inggris di Kebumen mengemukakan bahwa pencapaian hasil belajar bahasa Inggris siswa di Kebumen masih sangat rendah, padahal pelajaran Bahasa Inggris diberikan empat jam setiap minggunya. Indikator kasarnya adalah rendahnya nilai hasil ujian nasional setiap tahunnya (dalam http:// karyatulisilmiahguru.blogspot.co.id/2011/1 1/normal-0-false-false-false-en-usxnone_09.html, diakses tgl 1-03-2017). Masalah yang sama juga pernah terjadi di Sulawesi Selatan. Surat Kabar Tribun Timur, 23 Mei 2012, memberitakan bahwa 331 siswa di Sulsel tidak lulus UN SMA/MA/SMK, dan ketidaklulusan para siswa tersebut disebabkan oleh rendahnya nilai bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (https://www.facebook.com/ permalink.php?id= 133009833455606&story_fbid=29284696 0805225, diakses tgl 04-03-2017). Motivasi siswa yang rendah dan prestasi yang kurang memuaskan kerapkali dikeluhkan oleh banyak guru bahasa walaupun dalam beberapa hal kedua masalah tersebut disebabkan oleh guru itu sendiri. Beberapa contoh masalah yang disebabkan oleh guru antara lain: sikap guru terhadap pembelajaran, strategi dan teknik mengajar yang membosankan dan tidak sistematis, pemberian tugas yang minimal, serta kurang kreatif dalam memanfaatkan bahan-bahan otentik. Dari keluhan para guru dan siswa dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran bahasa asing, dan pembelajaran bahasa secara umum, di sekolah lanjutan membutuhkan metode yang dapat membangun motivasi bukan hanya siswa sebagai pembelajar, namun juga guru sebagai pengajar. Untuk mencapai pembelajaran yang menyenangkan, guru harus memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran (Rusman,2011:326 dalam http://www.guruid.com/2016/07/contoh-metodepembelajaran-menyenangkan.html, diakses tgl 06-03-2017). Artinya jika tercipta suasana pembelajaran yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya keterlibatan penuh, perhatian peserta didik tercurah, lingkungan belajar yang menarik, bersemangat, perasaan gembira, konsentrasi tinggi, maka bisa dikatakan pengajar telah menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Ada empat kompetensi utama yang hendak dicapai dalam pembelajaran bahasa, yaitu: berbicara, menyimak/ mendengarkan, membaca, dan menulis. Keempat kompetensi ini harus diajarkan dengan metode yang tepat. Berbicara mengenai metode, tentu unsur utama yang harus ada adalah guru. Di dalam kelas, 47 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294 guru, selain berfungsi sebagai pengajar, juga sebagai fasilitator, pemimpin kelas sekaligus partisipan dalam proses pembelajaran, perencana sekaligus motivator. Di sisi lain ada siswa yang belajar di bawah bimbingan guru. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran, baik guru maupun siswa harus memiliki semangat atau motivasi yang sama besarnya. Bila guru dan siswa sama-sama termotivasi, proses pembelajaran pasti berlangsung menyenangkan. Dengan proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan, hasil yang diharapkan dapat lebih mudah tercapai. Pembelajaran bahasa yang menyenangkan dikembangkan oleh banyak institusi yang bergerak di bidang pembelajaran bahasa asing, di antaranya yang dikembangkan oleh Institut Français yang disebut Français Langue Étrangère (FLE), atau Bahasa Prancis untuk Orang Asing. Sebenarnya metode yang dikembangkan dalam FLE berangkat dari prinsip pembelajaran yang berfokus pada siswa, atau yang lazim disebut dengan Student centered learning, dengan titik berat L’actionnell atau tindakan. Untuk itu FLE memasukkan unsur entertainment atau hiburan dalam metode-metodenya. Bentuk hiburan yang sering digunakan antara lain: lagu, teater, permainan, story telling, role play atau bermain peran, dll. Selain unsur hiburan, penggunaan media pembelajaran, baik yang dibuat sendiri oleh guru, maupun yang dikembangkan dari berbagai materi yang diperoleh dari internet, seperti artikel koran, film, iklan, dll., juga diramu dan dikemas secara menarik (lihat Denyer & Garmendia, 2012. Version Originale. Maison de Langue, Paris). Setiap metode dikembangkan untuk membuat siswa beraksi/ bertindak aktif. Tindakan aktif yang diharapkan dilakukan oleh siswa adalah yang berkaitan dengan keempat kompetensi utama, yaitu: berbicara, mendengar, membaca, dan menulis. Di era global sekarang ini penguasaan lebih dari satu bahasa asing menjadi kebutuhan. Hal ini disadari oleh semua pihak. Sekolah-sekolah di kota Makassar sudah sejak lama memberikan pelajaran bahasa-bahasa asing selain bahasa Inggris, di antaranya: bahasa Arab, Jerman, Jepang, Mandarin, dan Prancis. Beberapa sekolah bahkan mengajarkan dua sampai tiga bahasa asing yang dapat dipilih oleh para siswa. Kenyataan tersebut terlihat cukup ideal untuk menghadapi era global sekarang ini. Namun, berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap anak-anak sendiri, anak-anak kerabat dan teman-teman di lingkungan tempat tinggal mau pun tempat bekerja, kompetensi kebahasaan sebagian besar siswa sekolah lanjutan yang diamati tersebut tidak seperti yang diharapkan. Banyak di antara mereka yang telah lulus SLTA bahkan tidak dapat memperkenalkan dirinya dalam bahasa asing yang mereka pelajari selama tiga tahun (lihat juga berita Tribun Timur 22 Mei 2012). Permasalahan yang telah dijelaskan di atas membutuhkan solusi. Departemen Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin, merasa terpanggil untuk berkontribusi pada upaya memberikan solusi tersebut dengan menyumbangkan pengetahuan mengenai metode pembelajaran bahasa. Kerjasama Departemen Sastra Prancis dengan institusi-institusi yang bergerak dalam bidang pembelajaran bahasa, seperti Institut Français Indonesie (IFI),Université La Rochelle, Inalco, dll., memperkaya pengetahuan dan keterampilan dosen-dosen departemen dalam bidang pembelajaran bahasa asing. Untuk itu Departemen Sastra Prancis telah mengadakan kontak dengan beberapa kepala sekolah SLTP maupun SLTA, baik yang berstatus sekolah negri maupun swasta, dan mendapatkan respon yang sangat positif. B. Permasalahan 48 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294 Dari hasil hasil wawancara bebas dengan 20 orang guru bahasa dari lima sekolah lanjutan pertama, maupun lanjutan atas di kota Makassar, yaitu: SMPN VIII, SMP dan SMA Islam Athirah, SMA dan SMK Kartika Wirabuana, dan SMA Wahyu, mengemuka permasalahan para guru bahasa, yaitu antara lain: 1. Rendahnya motivasi siswa. 2. Sangat kurangnya pelatihan yang berkaitan dengan metode pembelajaran. 3. Materi pembelajaran yang membosankan dan tidak aktual. Hampir semua guru yang diwawancarai sependapat, bahwa mereka memerlukan penyegaran dalam bentuk pelatihan yang dapat membantu mereka menambah pengetahuan dan keterampilan mengajar sekaligus meningkatkan prestasi siswa dalam bidang bahasa. C. Pembahasan 1. Solusi yang Ditawarkan Dengan melihat kenyataan bahwa rendahnya motivasi para siswa dalam belajar bahasa berdampak pada rendahnya prestasi; dan rendahnya motivasi para siswa antara lain juga disebabkan oleh kurang aktualnya pengetahuan dan keterampilan para guru dalam mengajar, Universitas Hasanuddin, melalui Departemen Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya, mengadakan program pelatihan “Fun Teaching and Learning Berbasis Metode FLE (Français Langue Étrangère) Bagi Guru-guru Bahasa Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kompetensi Kebahasaan Siswa Sekolah Lanjutan di Kota Makassar”. Pelatihan ini diharapkan mampu menambah pengetahuan sekaligus meningkatkan keterampilan mengajar para guru bahasa di sekolah-sekolah lanjutan di kota Makassar, dan berdampak positif pada peningkatan prestasi belajar siswa. 2. Target Luaran Pelatihan “Fun Teaching and Learning Berbasis Metode FLE (Français Langue Étrangère) Bagi Guru-guru Bahasa Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kompetensi Kebahasaan Siswa Sekolah Lanjutan di Kota Makassar” menargetkan luaran: 1. Modul pembelajaran bahasa yang berorientasi L’actionnell atau berorientasi aksi/ tindakan. 2. Artikel yang diterbitkan di jurnal nasional. 3. Pemberitaan di surat kabar 4. Meningkatnya keterampilan mengajar para guru bahasa sekolah lanjutan di kota Makassar yang dapat berimbas pada meningkatnya prestasi siswa dalam bidang kebahasaan. 3. Metode Pelaksanaan Pada peserta pelatihan diperkenalkan dan dilatihkan beberapa metode pembelajaran yang akan menumbuhkan semangat dan kegembiraan siswa dalam belajar. Metode-metode tersebut antara lain: 1. Bermain dengan asosiogram. Metode ini akan membuat siswa aktif berbicara sekaligus menulis dengan membuat dan mengelaborasi asosiogram yang berkaitan dengan diri setiap siswa. 2. Penggunaan lagu untuk belajar menyimak, melafalkan bunyi dengan benar, dan memperkaya kosa kata. 3. Penggunaan karya sastra untuk belajar menyusun kalimat yang logis dan estetis. 4. Bermain dengan berbagai jenis teks, misalnya: mengubah teks dongeng menjadi teks berita, dan membacakannya seperti pembawa berita di televisi, dan bermain peran sesuai isi cerita. Permainan ini dapat mengembangkan kemampuan menyimak, menulis, mengenali berbagai jenis teks, dan sekaligus mengembangkan sikap kreatif pembelajar ketika bermain peran. Yang tak kalah penting, metode ini juga mengajarkan 49 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294 siswa untuk dapat bekerjasama dalam sebuah tim. 5. Melatih keberanian berbicara dan menulis melalui penggunaan film bisu. Pelatihan setiap metode melibatkan dua sampai empat orang dosen, sehingga setiap peserta dapat terbimbing dengan baik. Fun Teaching and Learning ini dilaksanakan selama satu hari penuh, dipandu oleh dosen-dosen yang telah sangat berpengalaman dalam menerapkan metode itu. Selain itu, beberapa dosen Departemen Sastra Prancis, selain memiliki kompetensi dalam bidang bahasa Prancis, juga memiliki latar belakang bahasa Inggris, dan Jerman, sehingga dapat membimbing guru-guru yang mengajar bahasa-bahasa tersebut. Yang istimewa pada pelaksanaan pelatihan ini, panitia menghadirkan tiga orang anggota Dewan Kesenian Makassar, yaitu: dramawan Fahmi Syariff, dan sastrawan Amir Jaya serta Jamal Dilaga. Ketiga orang pegiat sastra tersebut mengajarkan teknik-teknik dasar seni peran dan membaca puisi, sehingga guru-guru bahasa peserta pelatihan dapat menerapkannya di kelas mereka. Setiap peserta pelatihan mendapatkan modul pembelajaran yang berisi materi pembelajaran dalam bentuk cetak dan audio visual dan sertifikat. 4. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan tema: Pelatihan “Fun Teaching and Learning Berbasis Metode FLE (Français Langue Étrangère) Bagi Guru-guru Bahasa Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kompetensi Kebahasaan Siswa Sekolah Lanjutan di Kota Makassar” ini merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab perguruan tinggi terhadap kemajuan pendidikan di tingkat sekolah menengah. Proses pembelajaran yang baik dan memotivasi siswa diyakini dapat meningkatkan kompetensi dan prestasi siswa, khususnya dalam bidang kebahasaan. Departemen Sastra Prancis Unhas mengundang guru-guru bahasa (bahasa Indonesia maupun bahasa asing) untuk mengikuti pelatihan, yang diselenggarakan selama satu hari, yaitu pada hari Sabtu, tanggal 19 Agustus 2017. Tempat pelatihan adalah meeting room „Cakalang” di hotel Maxone, Jl. Taman Makam Pahlawan. Tempat tersebut dipilih karena mudah diakses oleh guru-guru dari sekolah-sekolah yang sudah berkomitmen untuk menjadi mitra. Dari empat sekolah yang berkomitmen menjadi mitra, yaitu: SMPN VIII, SMA dan SMK Kartika Wirabuana, dan SMA Wahyu, sekolah yang mengirim utusannya adalah SMPN 8 (7 orang), SMK KartikaXX1 (5orang), dan SMA Wahyu (5 orang). SMA Kartika tidak jadi mengirimkan wakilnya, dan tidak diketahui apa alasannya. Namun, kehadiran utusan dari beberapa sekolah, yaitu: SMKN 7 Wajo (1 orang), SMK Sandy Putra (3 orang), dan SMA Islam Athirah 2 (3 orang), dan seorang mahasiswa Sastra Prancis yang sedang mengadakan peneltian pembelajaran di SMKmembuat kegiatan pelatihan tetap semarak dan sesuai dengan harapan. Guru-guru peserta pelatihan sangat bersemangat mencoba berbagai metode yang diberikan. Di akhir kegiatan, mereka memberikan apresiasi yang baik pada pelatihan ini, dan berharap dapat diikutsertakan kembali dalam pelatihanpelatihan selanjutnya yang berkaitan dengan metode pembelajaran bahasa. Sesi pertama yaitu pelatihan metode asosiogram dan bermain dengan teks. Pada sesi ini ditunjukkan bagaimana menggunakan asosiogram untuk memancing siswa mengumpulkan sebanyak mungkin kosa kata yang berkaitan dengan dirinya atau dengan tema-tema tertentu. Kosa kata yang berhasil dikumpulkan siswa lalu dikelompokkan sesuai dengan sub temanya. Setelah itu, siswa diajak untuk 50 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294 menggunakan kosa kata tersebut dalam susunan kalimat yang baik dan mengucapkan serta menuliskannya sesuai kaidah bahasa Prancis. Selanjutnya adalah pelatihan bermain dengan teks. Para guru menerima selembar teks berjenis dongeng yang berjudul Si Tudung Merah. Teks tersebut harus diubah ke bentuk teks berita, yang harus dibacakan seperti yang biasa dibacakan oleh penyiar televisi. Kegiatan dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok membagi tugas pada anggotanya, yaitu: pembaca berita, produser (mengarahkan, bagaimana berita tsb dibangun dan dibacakan), dan penyusun berita. Teks Si Tudung Merah dapat juga digunakan sebagai dasar bermain peran. Peserta dibagi lagi dalam kelompok. Setiap kelompok membagi peran sesuai jumlah karakter yang ada dalam teks. Masingmasing kelompok dapat mengkreasikan permainan perannya, namun harus tetap berdasarkan pada kisah dalam teks. Metode bermain dengan teks ini mendorong siswa untuk aktif mempelajari sekaligus mempraktekkan pembuatan jenis-jenis teks dengan berbagai perbedaan karakateristiknya. Pada sesi ke dua yang berlangsung dari pukul 10.15-12.00, dilatihkan penggunaan karya sastra untuk pengajaran bahasa. Sebuah puisi karangan Taufiq Ismail yang berjudul Air Kopi Menyiram Hutan dipilih sebagai bahan ajar otentik. Puisi yang terdiri dari hanya satu bait, namun berisi 31 baris, dituliskan di atas 31 lembar kartu kecil, dan diacak susunannya. Kami membuat delapan (8) kumpulan kartu untuk dibagikan pada kelompokkelompok guru, yang setiap kelompoknya terdiri dari tiga (3) orang. Setiap kelompok harus menyusun potongan-potongan puisi yang dituliskan di atas kartu-kartu kecil tersebut. Susunan puisi dapat berbeda-beda setiap kelompoknya, tergantung bagaimana mereka memaknai dan melogikakan bahasanya. Setelah selesai dengan kegiatan menyusun puisi, kegiatan berikutnya adalah pembacaan puisi yang diiringi dengan olah gerak yang dilakukan oleh dua anggota kelompok di depan kelas. Yang menarik dari metode ini adalah, terciptanya puisi-puisi baru dari bahan dasar yang sama. Kegiatan ini pun membawa keriangan dalam proses pembelajaran. Metode ini dapat mengasah kepekaan siswa terhadap estetika bahasa sekaligus dapat membangkitkan kreatifitas siswa di bidang seni teater. Sesi terakhir yang berlangsung dari pukul 13.30-15.30 diisi dengan pelatihan metode pembelajaran bahasa menggunakan film dan lagu. Ada tiga (3) film yang diputar, yaitu film berjenis animasi bisu yang berjudul: Oktopoi, Paperman, dan Alarm. Ketiga film tersebut menampilkan cerita tanpa katakata, hanya diiringi musik dan bunyi-bunyi onomatope. Pemutaran film semacam itu di dalam proses pembelajaran bahasa dapat memotivasi siswa untuk bercerita mengenai pemahamannya tentang film itu. Dengan film itu guru dapat merancang pembelajaran untuk memperkaya kosa kata, berbicara, dan menulis teks sederhana dalam bahasa asing atau bahasa Indonesia. Terakhir adalah metode pembelajaran bahasa dengan lagu. Lagu yang dipilih untuk pelatihan ini adalah Take me to your heart yang dinyanyikan oleh grup Michael Learns to Rock. Lagu ini berjenis pop dan berirama agak lambat dengan pengucapan yang sangat jelas pada setiap katanya, sehingga siswa kelas 9 sampai 10 akan dapat dengan mudah menyimaknya. Lagu ini dapat digunakan untuk latihan menyimak dan kosa kata. Bila fasilitas di sekolah memungkinkan untuk melakukan karaoke, maka jam pelajaran menggunakan lagu ini akan terasa lebih menyenangkan. D. Kesimpulan Pembelajaran bahasa sering dianggap tidak penting karena masyarakat kita masih menganggap keterampilan berbahasa tidak akan menjadikan 51 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, ISSN:2354-7294 seseorang kaya. Kesadaran bahwa bahasa adalah alat komunikasi sekaligus alat untuk mentransfer ilmu pengetahuan, belum tumbuh di kalangan siswa, bahkan di masyarakat secara umum. Akibatnya, motivasi siswa, bahkan guru bahasa, seringkali sangat rendah. Hal ini berimbas pada perolehan nilai ujian sekolah, bahkan hingga nilai ujian nasional, seperti yang sudah dijelaskan di bagian pendahuluan. Kondisi ini tentu saja tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pembenahan suasana belajar bahasa dapat menjadi salah satu jalan untuk menumbuhkan semangat siswa mau pun guru, di pelajaran bahasa. Pelatihan Fun Teaching and Learning berbasis metode FLE (Français Langue Étrangère) yang sudah dilakukan oleh Departemen Sastra Prancis diharapkan dapat menjadi penumbuh semangat bagi guru-guru bahasa untuk lebih mengembangkan metode pembelajarannya agar dapat memotivasi siswa. Bila siswa belajar dalam keadaan bersemangat dan senang, mencapai prestasi tentu tidak akan sulit lagi. Bila siswa berprestasi dalam bidang kebahasaan, maka mereka akan lebih mudah untuk menjadi bagian dari masysrakat dunia di era global ini. DAFTAR PUSTAKA Borang Akreditasi Departemen Sastra Prancis, Unhas, 2016. Denyer & Garmendia, 2012. Version Originale. Maison de Langue, Paris. Maîtrise de Français Langue Etrangère, UE: Evaluation Méthodologie de l‟enseignement/ Apprentissage du FLE Hilaliyah, Halida, 2015. Pengaruh Persepsi Mahasiswa atas Bahasa Indonesia dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Indonesia, Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. II No. 2 Juli 2015 Hanantio, Y. Naufalia. 2013. Pandangan Siswa Sekolah Menengah Atas tentang Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional, dalam https://www.academia.edu/14166506/ Pandangan_Siswa_SMA_ terhadap_Bahasa_Inggris_sebagai_Bahasa_Int ernasional, diunduh tgl 05-03-2017) Purnomo, Bambang. 2011. Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Bahasa Inggris Ditinjau dari Keaktifan Siswa, (http://karyatulisilmiahguru. blogspot.co.id/2011/11/normal-0-false-falsefalse-en-us-x-none_09.html, diakses tgl 1-032017). Rusman,2011, dalam http://www.guruid.com/2016/07/contoh-metode-pembelajaranmenyenangkan.html) Berita Tribun Timur, 22 Mei 2012 dalam https://www.facebook.com/ permalink.php?id= 133009833455606&story_fbid =292846960805225, diakses tgl 04-03-2017.