PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - JERMAN PERIODE : JANUARI - NOVEMBER 2015 A. Perkembangan Perekonomian dan Perdagangan Jerman 1. Neraca perdagangan Jerman pada periode Januari-November 2015 tercatat surplus sebesar € 232,8 miliar, dimana ekspor mencapai € 1.106,2 miliar (+6,79%), dan impor € 873,4 miliar (+4,23%). 2. Kinerja ekspor Jerman pada periode Januari-November 2015 mencapai € 1.106,2 miliar, atau naik sebesar 6,79% bila dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yang mencapai € 1035,9 miliar. Sementara itu, negara tujuan utama ekspor Jerman antara lain Amerika Serikat sebesar € 105,8 miliar (pangsa 9,56%); Perancis sebesar € 95,5 miliar (pangsa 8,64%); Inggris sebesar € 83,0 miliar (pangsa 7,51%); Belanda sebesar € 73,3 miliar (pangsa 6,63%); R.R. Tiongkok sebesar € 65,8 miliar (5,95%). 3. Kinerja impor Jerman pada periode Januari-November 2015 mencapai € 873,4 miliar, atau naik sebesar 4,23% bila dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yang mencapai € 838,0 miliar. Sementara itu, negara asal impor Jerman antara lain Belanda sebesar € 119,1 miliar (pangsa 13,64%); Perancis sebesar € 66,2 miliar (pangsa 7,58%); R.R.Tiongkok sebesar € 63,7 miliar (pangsa 7,29%); Belgia sebesar € 52,4 miliar (pangsa 6,00%); Italia sebesar € 45,8 miliar (5,25%). B. Perkembangan Perdagangan Bilateral Jerman dengan Indonesia 1. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Jerman periode Januari-November 2015 menunjukkan angka surplus sebesar € 428,1 juta bagi Indonesia, atau meningkat 1.301,23% dibanding periode yang sama tahun 2014, yang tercatat defisit sebesar € 35,6 juta. Dari total ekspor Indonesia ke Jerman, ekspor non migas memberikan kontribusi yang sangat dominan yaitu sebesar 99,93%, sedangkan ekspor minyak dan gas bumi dari Indonesia (hanya sebesar 0,07%). Sementara itu, ekspor Jerman ke Indonesia, masih tetap didominasi dengan produk non migas dengan kontribusi sebesar 99,79% dan produk minyak dan gas bumi sebesar 0,21%. Pada periode ini, neraca perdagangan di sektor migas, Indonesia mengalami defisit sebesar € 3,18 juta terhadap Jerman. Namun, di sektor non migas Indonesia berhasil surplus yang lebih besar yaitu sebesar € 431,24 juta terhadap Jerman, dalam neraca perdagangannya. 2. Dari 10 produk utama yang diekspor Indonesia ke Jerman periode Januari-November 2015, yang mengalami peningkatan nilai ekspor adalah : Minyak kelapa sawit (28,27%); Alas kaki (34,80%); Cokelat (6,54%); Kopi (33,19%); Furniture (4,26%); Tekstil dan produk tekstil (1,75%); Electrical machineries (15,70%); dan Komponen otomotif (16,61%). Sedangkan, yang mengalami penurunan nilai ekspor adalah : Karet dan Produk Karet (-10,39%); dan Udang (-5,23%). Untuk komoditi Minyak Sawit, pesaing utama Indonesia adalah : Belanda, Malaysia, Papua New Guinea dan Italia. C. Informasi Lainnya 1. Baru-baru ini kota Hamburg di Jerman melarang coffee pods untuk digunakan di semua gedung pemerintahan sebagai bagian dari gerakan "hijau". Pengunaan coffee pods relativ besar di Jerman, pada tahun 2015 pengunaan coffee pods tercatat sebesar US $ 1,2 miliar. Meskipun larangan tersebut tidak memiliki efek yang signifikan untuk pasar coffee pods secara keseluruhan, Hamburg adalah kota pertama yang memprakarsai jenis larangan ini dan menekankan bahwa coffee pods adalah limbah yang tidak berguna. Ada kemungkinan bahwa kota-kota lain akan menyusul kebijakan ini, terutama untuk "kota hijau". (http://blog.euromonitor.com/2016/03/hamburggovernments-coffee-pod-ban-highlights-growing-trend.html) 2. Peluncuran produk baru pengganti daging merupakan salah satu trend yang diciptakan oleh beberapa perusahan Jerman. Pada tahun 2013 produk tersebut masih memiliki pangsa pasar yang kecil sekitar 01 Kg per kapita. Akan tetapi terlihat perkembangan yang pesat pada tahun 2015 dimana produk tersebut mencapai angka Euro 122 Juta, yang menunjukan perkembangan volume dan nilai yang signifikan. Produk pengganti daging ini telah tersedia sampai saat ini, namun tetap menjadi produk niche. Jenis produk yang diluncurkan di Jerman saat ini lebih difokuskan pada pasar mainstream. Produk baru untuk vegetarian ini sangat menyerupai potongan daging dingin tradisional dan menyajikan alternatif yang nyata bagi konsumen yang menginginkan sepotong daging dingin pada roti mereka, terutama untuk sarapan atau makan malam. Kebanyakan dari perusahaan yang memproduksi produk pengganti daging ini merupakan perusahaan Jerman yang telah lama memproduksi produk daging, mereka menggunakan merk yang sama untuk produk baru ini dengan produk daging mereka. Hal ini mungkin akan membuat beberapa konsumen yang sangat peduli dengan kesejahteraan hewan enggan membeli produk penganti daging yang diproduksi oleh mereka. Dengan ada produk ini, dapat menciptakan sebuah era yang baru dari produk vegetarian pada pasar. Meskipun pada saat ini nilai penjualan produk tersebut masih terbilang kecil dibanding dengan produk daging, dengan perkembangan yang pesat maka produk penganti daging ini dapat mengurangi konsumsi produk daging secara lebih signifikan. (http://blog.euromonitor.com/2015/10/meat-substitutes-germany-vegetarian.html) 3. Sesuai dengan kebijakan "Trade, Growth and Development" pada tahun 2012, Uni Eropa telah mengkonfirmasi bahwa Uni Eropa sebagai pemeran utama dalam penentuan kebijakan dalam melayani pertumbuhan inklusif dan berkesinambungan. Pada kebijakan strategi "trade for All" pada bulan oktober 2015 ditetapkan kerangka kerja baru yang merupakan upaya Uni Eropa dalam pengenbangan perdagangan yang inklusif dan berkesinambungan sesuai dengan "UN Sustainable Development Goals" Berikut merupakan beberapa point penting dalam perkembangan kebijakan perdagangan Uni Eropa: (http://trade.ec.europa.eu/doclib/press/index.cfm?id=1466) a. Peraturan inovatif untuk perusahaan perdagangan kecil; Bekerja sama dengan International Trade Centre yang berbasis di Jenewa, Uni Eropa membantu penyediaan informasi untuk perusahaan-perusahaan kecil, dengan informasi mengenai kondisi untuk mengakses pasar luar negeri, peluang pembiayaan perdagangan, skema sertifikasi keberlanjutan, serta peluang pengembangan kapasitas. b. Perkembangan berkesinambungan sebagai point utama kebijakan perdagangan; Uni Eropa telah mengintegrasikan isu pembangunan berkelanjutan, seperti hak-hak buruh dan perlindungan lingkungan, dalam preferensi sepihak melalui pengaturan GSP +, serta bab pembangunan berkelanjutan di perjanjian perdagangan bilateral generasi baru. Uni Eropa juga telah mempromosikan integrasi pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan perdagangan di tingkat multilateral, termasuk WTO dan diskusi PBB pada "2030 Agenda Pembangunan Berkelanjutan". Sumber : Laporan Atdag (ITPC) Hamburg, Februari 2016