ANALISIS PROBABILITAS EKUIVALENSI PENERJEMAHAN JOUSHI

advertisement
ANALISIS PROBABILITAS EKUIVALENSI PENERJEMAHAN JOSHI
Ismi Prihandari*
ABSTRAK
Dalam suatu teks yang panjang seperti novel, sering sejumlah kata muncul
beberapa kali. Kemunculan kata-kata tersebut, pada teks hasil terjemahannya
mungkin sekali akan mempunyai padanan lebih dari satu kata. Hal tersebut
tidak lepas dari pendapat para pakar penerjemahan bahwa sepadan tidak
berarti sama. Kesepadanan diukur tidak hanya dengan makna unsur bahasa
yang bersangkutan, tetapi juga dengan pemahaman suatu terjemahan oleh
penerimanya.
Pendahuluan
Novel adalah suatu karya kreatif hasil kreasi pengarang yang menggambarkan
kenyataan yang ada di dunia. Dalam teks yang panjang seperti novel, sering sejumlah
kata muncul beberapa kali. Kemunculan kata-kata tersebut, pada teks hasil terjemahannya
mungkin akan mempunyai padanan lebih dari satu kata. Hal tersebut tidak lepas dari apa
yang dikemukakan oleh Hoed (1993: 1) bahwa sepadan tidak berarti sama. Oleh karena
itu, pemilihan padanan yang paling sesuai dengan bahasa sasaran (BSa) merupakan faktor
yang sangat penting dalam menerjemahkan wacana seperti ini.
Dalam analisis terjemahan ini, data teks sumber (Tsu) adalah novel Mado Giwa
no Totto-chan chapter 3 ( Atarashii Gakkoo), yang ditulis oleh Kuroyanagi Tetsuko dan
diterbitkan oleh Koodansha, dan berisi sekitar dua ratus lima puluh kata-kata Jepang.
Hasil terjemahannya yang dilakukan oleh Widya Kirana merupakan data teks sasaran
(Tsa), terdiri dari tiga ratus kata-kata Indonesia. Selain itu, yang dianalisis secara khusus
adalah joshi (partikel) yang termasuk dalam golongan kakujoshi, fukujoshi, dan shuujoshi.
* Pengajar di Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Partikel
Dalam buku Yooten Don: Chuugaku Kokugo Bunpoo yang disunting oleh
Kentaro Aoki (1997: 66-72), disebutkan bahwa karakteristik sebuah joshi (‘partikel’)
adalah sebagai salah satu jenis fuzokugo (‘kata tugas’) yang selalu menempel pada
jiritsugo (‘kata penuh’) dalam sebuah bunsetsu (‘klausa’); atau merupakan tango
(‘morfem’) yang tidak mengalami katsuyoo (‘infleksi’); dan fungsinya adalah untuk
menunjukkan hubungan antar goku (‘kata-kata dan frase-frase’), seperti hubungan antara
shugo (‘subyek’) dengan shushokugo (‘modifikator’) . Melengkapi pendapat tersebut,
dalam buku Bunpoo no Kiso Chisiki to Sono Oshiekata disebutkan bahwa joshi adalah
kata yang tidak dapat berdiri sendiri, biasanya melekat pada jiritsugo yang lain,
menambahkan arti, serta menunjukkan hubungan jiritsugo tersebut dengan jiritsugo yang
lain (1992:68). Selain itu, Higashinakagawa menambahkan bahwa joshi mempunyai
fungsi untuk menunjukkan hubungan antara nomina, adjektiva, kata keterangan, serta
kata lain yang berhubungan dengan jiritsugo yang bersambungan dengan kata
sebelumnya dalam kalimat (1996:1). Selanjutnya berdasarkan peranan dan fungsinya
joshi oleh Suzuki (1990: 43) dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Kakujoshi (‘partikel kasus’) yang berfungsi menghubungkan frase dengan
frase, klausa dengan klausa, dan
yang khususnya melekat pada taigen
(‘nominal’), seperti partikel-partikel: “ga”, “wo”, “ni”, “e”, “de”, “no”,
“to”, “ya”, “kara”, “made”, dan “yori”;
b. Setsuzokujoshi, yaitu partikel penghubung antara satu klausa yang mendahului
partikel tersebut dengan klausa lain yang menyertainya, atau yang berfungsi
sebagai konjungsi, seperti partikel-partikel: “ga”, “keredo”, “kara”, “…-ba”,
“…-te”, “node”, “noni”, “nagara”, “toka”, “ka”, dan “shi”.
c. Fukujoshi/ Toritatejoshi, yaitu partikel adverbial yang dapat mungubah arti
kata dan dapat mengembangkan makna gramatikal, seperti partikel-partikel:
“wa”, “demo”, “mo”, “dake”, “sae”, “bakari”, “hodo”, “shika”, dan
partikel “nado”.
d. Shuujoshi, yaitu partikel yang mengakhiri suatu kalimat, menunjukkan
perasaan pembicara. Partikel-partikel tersebut adalah: “no”, “ne”, “na”, dan
partikel “yo”.
* Pengajar di Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Analisis
1. Teks Sumber
Densha no Kyooshitsu
Totto-chan ga, kinoo, koochoo sensei kara oshiete itadaita, jibun no kyooshitsu
de aru, densha no doa ni te wo kaketa toki, mada kooen ni wa, dare no sugata mo
mienakatta. Ima to chigatte, mukashi no densha wa, soto kara hiraku yooni, doa ni totte
ga tsuiteita. Ryoote de, sono totte wo motte, migi ni hiku to, doa wa, sugu hiraita. Tottochan wa, doki-doki shinagara, so-tto, kubi wo tsukkonde, naka wo mite mita. “Waaa- i!”.
Kore nara, benkyoo shinagara, itsumo ryokoo wo shiteiru mitai janai. Amidana
mo aru shi, mado mo zenbu, sonomama dashi. Chigau tokoro wa, untenshu-san no seki
no tokoro ni kokuban ga aru no to, densha no nagai koshikake wo, hazushite, seitoyoo
no tsukue to koshikake ga shinkoohookoo ni muite narandeiru no to, tsurikawa ga nai
tokoro dake. Ato wa, tenjoo mo yuka mo, zenbu, densha no mama ni natteita. Tottochan wa kutsu wo nuide naka ni hairi, dare ka no tsukue no tokoro ni koshikakete mita.
Mae no gakkoo to, onaji yoona ki no isu datta kedo, sore wa itsumademo koshikakete
itai kurai, kimochi no ii isu datta. Totto-chan wa, ureshikute, (konna ki ni itta gakkoo wa,
zettai ni, oyasumi nanka shinaide, zuu-tto kuru) to, tsuyoku kokoro ni omotta.
Sorekara Totto-chan wa, mado kara soto wo miteita. Suru to, ugoite inai hazu no
densha na noni, kooen no hana ya ki ga, sukoshi kaze ni yureteiru seika, densha ga
hashitte iru yoona kimochi ni natta. “Aa, ureshii naa-“
Totto-chan wa, tootoo koe ni dashite, soo itta. Sorekara, kao wo pettari garasu
mado ni kuttsukeru to, itsumo, ureshii toki, soo suru yooni, detarame uta wo, utai
hajimeta. “Totemo ureshii. Ureshii totemo. Dooshite ka tte ieba…”
Soko made utatta toki, dare ka ga norikonde kita. Onna no ko datta. Sono ko wa,
nooto to fudebako wo randoseru kara dashite tsukue no ue ni oku to, senobi wo shite,
amidana ni randoseru wo noseta. Sorekara zooribukuro mo, noseta. Totto-chan wa uta
wo yamete, isoide, mane wo shita. Tsugi ni, otoko no ko ga notte kita. Sono ko wa, doa
no tokoro kara, basuketto booru no yooni, randoseru wo, amidana ni nagekonda.
Amidana no, ami wa, ookiku namiutsu to, randoseru wo, nagedashita. Randoseru wa,
yuka ni ochita. Sono otoko no ko wa, “Shippai!” to iu to, matamoya, onaji tokoro kara,
amidana me ga kete, nagekonda. Kondo wa, umaku, osamatta. “Seiko!” to, sono ko wa
sakebu to, sugu, “Shippai!” to itte, tsukue ni yojinoboru to, amidana no randoseru wo
akete, fudebako ya nooto wo dashita. Soo iu no wo dasu no wo wasureta kara, shippai
datta ni chigainakatta.
Kooshite, kyuunin no seito ga, Totto-chan no densha ni norikonde kite, sore ga,
tomoe gakuen no, ichinensei no zenin datta.
Soshite sore wa, onaji densha de tabi wo suru, nakama datta.
2. Teks Sasaran
Kelas di Kereta
Belum ada yang datang ketika Totto-chan sampai di pintu gerbong yang kemarin
ditunjukkan Kepala Sekolah sebagai kelasnya. Gerbong itu model lama, di sisi luar
pintunya ada hendel. Untuk membuka pintunya, pegang dengan kedua tangan hendelnya,
tekan, lalu dorong pintu ke samping kanan. Totto-chan mengintip ke dalam, jantungnya
berdebar kencang saking senangnya. “Ooh!”
* Pengajar di Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Belajar di sini rasanya akan seperti melakukan perjalanan menyenangkan. Di atas
deretan jendela masih ada rak barangnya. Satu-satunya yang berbeda adalah papan tulis
di bagian depan gerbong dan tempat duduk menyamping yang telah diganti dengan meja
kursi sekolah yang semua menghadap ke depan. Tali pegangan juga sudah tidak ada, tapi
yang lain-lain masih sama. Totto-chan masuk lalu duduk di salah satu kursi. Meja dan
kursi kayu di gerbong itu mirip dengan yang ada di sekolah lain, tapi yang ini jauh lebih
nyaman dan membuatnya betah duduk sepanjang hari. Totto-chan sangat senang dan
amat menyukai sekolah itu, hingga dia memutuskan untuk dating ke sekolah setiap hari
dan takkan pernah libur.
Totto-chan memandang ke luar jendela. Ia tahu kereta itu tidak bergerak, tapiapakah karena bunga-bunga dan pohon-pohon di halaman sekolah bergoyang-goyang
ditiup angin lembut-gerbong ini rasanya seperti bergerak.
“Aku senang sekali,” akhirnya ia berkata keras-keras. Kemudian ia menekankan
wajahnya ke jendela dan menciptakan lagu seperti yang selalu dilakukannya jika sedang
gembira.
Aku sangat gembira, Sangat gembira aku! Kenapa aku gembira? Karena…
Tepat ketika itu seseorang datang. Seorang anak perempuan. Anak itu mengeluarkan
buku tulis dan kotak pensil dari tas sekolahnya lalu meletakkan kedua benda itu di
mejanya. Kemudian ia berjinjit dan meletakkan tasnya di rak barang. Dia juga
meletakkan tas sepatunya di rak itu. Totto-chan berhenti bernyanyi dan segera meniru apa
yng dilakukan anak itu.
Lalu datanglah anak laki-laki. Dia berdiri di ambang pintu lalu melemparkan
tasnya ke rak barang seperti melempar bola basket. Tasnya mental, jatuh ke lantai. “Wah,
payah!” kata anak laki-laki itu sambil mengambil posisi lagi di ambang pintu. Kali ini dia
berhasil. “Lemparan hebat!”teriaknya, disusul, “Bukan, lemparan payah,” sambil berjalan
ke mejanya. Dia membuka tasnya untuk mengeluarkan buku tulis dan kotak pensil.
Lemparan pertamanya yang gagal dianggap lemparan luput.
Akhirnya ada sembilan anak di gerbong itu. Mereka murid-murid kelas satu di
Tomoe Gakuen.
Mereka akan bersama-sama melakukan perjalanan dengan kereta.
3. Analisis Probabilitas
Joshi
Frekuensi
Ekuivalen
Frekuensi
Probabilitas
no
30
wo
22
Ø
Di
Itu
Melempar
Ø
Ke
23
5
1
1
20
2
.77
.17
.03
.03
.91
.09
ni
20
Ø
Di
Ke
Dan
7
7
5
1
.35
.35
.25
.05
* Pengajar di Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo Surabaya
ga
11
2
Ø
Juga
Ini
Ø
Lalu
Dan
Dengan
Untuk
Di
Ø
Dari
Dengan
9
1
1
5
2
2
2
1
3
2
1
2
.82
.09
.09
.41
.17
.17
.17
.08
.50
.33
.17
1
to
12
kara
6
de
ya
2
Dan
2
1
made
1
Ø
1
1
wa
21
Ø
Itu
Adalah
19
1
1
.90
.05
.05
mo
6
dake
1
Ø
Di
Juga
Ø
4
1
1
1
.66
.17
.17
1
nagara
2
Ø
2
1
shi
1
Ø
1
1
nara
1
Ø
1
1
noni
1
Ø
1
1
ka
2
Ø
2
1
naa
1
Ø
1
1
Simpulan
Probabilitas joshi “made”, “dake”, “nagara”, “shi”, “nara”, “noni”, “ka”, dan
“naa” mencapai tingkat ‘kepastian mutlak’ (absolute certainty) tidak mempunyai
ekuivalen di dalam bahasa Indonesia. Sedangkan joshi “no” mempunyai probabilitas
* Pengajar di Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo Surabaya
(.77), “wo” (.91), “ga” (.82), “to” (.41), “wa” (.90), dan “mo” (.66) dengan
kecenderungan tanpa padanan. Untuk joshi “de” ekuivalen dengan kata “dengan” dan
joshi “ya” ekuivalen dengan kata “dan”. Joshi “ni” mempunyai probabilitas (.35) dengan
padanan preposisi “di” dan (.25) dengan padanan preposisi “ke”, (.05) dengan padanan
konjungsi “dan”, dan (.35) dengan kecenderungan tanpa padanan. Joshi “kara”
mempunyai probabilitas (.50) dengan padanan preposisi “di”, (.17) dengan padanan
konjungsi “dari”, dan (.33) dengan kecenderungan tanpa padanan di dalam bahasa
Indonesia
Daftar Pustaka
Catford, J.C., 1974, A Linguistic Theory of Translation, Oxford Univ. Press.
Harimurti, Kridalaksana, 1993, Kamus Linguistik, Penerbit P.T. Gramedia Pustaka Utama.
Higashinakagawa, Kaoru dan Tagumo Yuko, 1996, Hitori de Manaberu Nihongo Bunpo,
Penerbit International Intenship Program.
Hoed, Benny H., 1993, Pengetahuan Dasar tentang Terjemahan, Lintas Bahasa Edisi
Khusus No. I/7/1993, PPPJ-FSUI
Kuroyanagi, Tetsuko, 1981, Mado Giwa no Totto-chan, Penerbit Kodansha.
Kuroyanagi, Tetsuko, 2005, Totto-chan Gadis Cilik di Jendela, diterjemahkan oleh
Widya Kirana, dari buku Mado Giwa no Totto-chan, Penerbit Gramedia Pustaka
Utama.
Suzuki, Daikichi, 1993, Tanoshi Nihongo Bunpo, Penerbit Ikkosha.
Tomita, Takayuki, 1992, Bunpo no Kiso Chisiki to Sono Oshiekata, Penerbit The Japan
Foundation.
* Pengajar di Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Download