Tugas Pokdi Neuroped Surabaya SSTepi dan otot Kelainan yang mengenai susunan saraf tepi akan menimbulkan gejala neurologis yang bersifat Lower Motor Neuron, yaitu terjadi kelemahan otot dengan tonus yang menurun, refleks fisiologis yang menurun, tanpa disertai adanya refleks patologis dan refleks kutaneus superfisialis. Kelumpuha Lower Motor Neuron akan dengan cepat diikuti oleh adanya atrofi otot. Beberapa kasus berikut ini adalah beberapa kasus susunan saraf tepi yang sering terjadi pada anak-anak. 1. SMA 2. poliomielitis 3. Paralisis Erb dan Klumpke 4. Guillain Barre Syndrome 5. Myasthenia Gravis 6. Myopati Guillain Barre Syndrome Batasan dan pengertian GBS atau polineuro-radikulopathy adalah kelainan saraf tepi yang disebabkan oleh adanya proses inflamasi. Proses inflamasi terjadi akibat reaksi otoimun, dimana pada tubuh penderita timbul antibodi yang dapat merusak struktur saraf tepi, baik selubung myelin maupun akson-nya GBS dapat menyerang saraf spinal maupun kranial. Pada saraf spinal menimbulkan kelemahan / kelumpuhan ekstremitas, sedangkan pada saraf kranial akan menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah dan kelumpuhan otot penggerak bola mata (ophtalmoplegia) Angka kejadian GBS adalah sekitar 0.6 – 1.9 / 100.000 penduduk / tahun. Pada anak-anak dapat terjadi pada semua tingkatan umur, walaupun dari beberapa penelitian menunjukkan usia dengan angka kejadian tertinggi adalah usia 4-9 tahun. Patofisiologi Timbul reaksi inflamasi pada saraf tepi, berupa infiltrasi sel-sel limfosit terutama pada selubung mielin, sehingga terjadi proses demielinisasi segmental yang ditandai oleh adanya blok konduksi saraf pada pemeriksaan neurofisiologi. Sesuai dengan kerusakan saraf yang terjadi maka GBS dapat dibagi menjadi beberapa tipe: Segmental Demyelinating motor polineuropathy Acut Motoric Axonal Neuropathy (AMAN): terjadi kerusakan pada akson serabut saraf motorik. Pada tipe ini sering disebabkan adanya infeksi Campilobakter Yejuni sebelumnya Acut Motor Sensorik Axonal Neuropathy (AMSAN): terjadi kerusakan pada akson serabut saraf motorik dan sensorik Dasar dari timbulnya reaksi otoimun pada GBS adalah ”protein mimicry” yaitu tubuh membentuk antibodi untuk reaksi infeksi yang terjadi 1-2 minggu sebelumnya, dimana struktur protein kuman yang masuk mirip dengan struktur protein ganglioside GM1 / GM2 saraf tepi penderita. Manifestasi klinik: Penyakit ini ditandai dengan adanya serangan yang mendadak dan progresif, berupa: Kelumpuhan ekstremitas yang sering disertai keluhan nyeri otot dan paresthesia. Kelumpuhan ekstremitas bersifat “ascending” yaitu dimulai dari kelumpuhan tungkai kemudian mengenai ekstremitas superior. 50% kasus, terjadi kelumpuhan otot-otot distal lebih berat daripada otot-otot proksimal. Sedangkan 15% kasus kelumpuhan lebih mengenai otot-otot sisi proksimal. Gangguan sistim sesoris dapat terjadi terutama mengenai sistim funikulus dorsalis, berupa gangguan ‘posisi gerak dan sendi’ dan vibrasi. Biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran nafas, diare, imunisasi atau operasi 1-2 minggu sebelumnya. Dapat disertai kelumpuhan perifer saraf kranialis berupa kelumpuhan otot wajah dan otot penggerak bola mata Kelumpuhan otot bantu nafas sering terjadi pada kasus GBS yang berat. Hal ini akan menyebabkan menurunnya kapasitas vital paru-paru, sehingga akan timbul retensi CO2 dengan segala akibatnya. Gangguan saraf otonom dapat terjadi dalam bentuk keringat yang berlebihan, hipertensi, hipotensi postural dan aritmia jantung. Diagnosa banding: Poliomielitis. Kasus GBS tanpa disertai adanya gangguan sensoris perlu dipikirkan kemungkinan poliomielitis sebagai salah satu penyebab, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi polio rendah. Pada kasus poliomielitis: o Kelumpuhan terjadi pada saat panas badan dan kelumpuhan yang timbul biasanya asimetris. o Hasil Pemeriksaan pungsi lumbal menunjukkan gambaran peningkatan jumlah sel limfosit. Polimiositis. Polimiositis menyebabkan kelumpuhan otot-otot proksimal dengan pemeriksaan pungsi lumbal normal. Hanya saja, sering kali polimiositis timbul dalam bentuk dermato-polimiositis, sehingga perlu dicari adanya tanda-tanda dermatitisnya (bercak kemerahan dan nyeri) Paralisis Hipokalemia Biasanya dijumpai adanya riwayat keluarga dengan keluhan yang sama, kelumpuhan sering kali berulang (periodik). Pada pemeriksaan kadar elektrolit darah didapatkan kadar ion Kalium dibawah normal. Pemeriksaan fisik dan labboratorium Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelumpuhan lower motor neuron, baik pada ekstremitas maupun saraf kranialis. Apa bila sudah terjadi kelumpuhan otot bantu nafas, akan timbul gejala sesak nafas tipe perifer Pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan neurofisiologi (elektromiografi): sesuai lesinya akan timbul gambaran polineuropati aksonal / demielinating segmental dengan blok konduksi. Pemeriksaan pungsi lumbal pada minggu ke II, akan menunjukkan hasil ’sindrom disosiasi sito albumin’ yaitu: jumlah sel cairan serebro spinal normal diserta jumlah protein yang meningkat Penatalaksanaan Ditujukan terutama untuk mencegah timbulnya gagal nafas dan progresifitas penyakit. 5 B (Breath: bebaskan jalan nafas, Blood, Brain, Bladder dan Bowel) Istirahat total / bed rest total, untuk mencegah progresifitas penyakit Pemberian injeksi vitamin neurotropk ( vitamin B1, B6, B12) Diet Tinggi kalori Tinggi protein (TKTP) Pada kasus yang berat dibutuhkan penangan khusus, berupa pemberian: Intra Venous Imuno Globulin (IVIG). Dosis: 0,2 – 0,4 g / kgBB/24 jam Plasmaferesis Pada beberapa kasus dengan gagal nafas, sekitar 20% membutuhkan pemakaian ventilator dan perawatan di ruang ICU Selama perawatan kasus GBS, perlu dilakukan monitoring yang ketat pada fungsi vital ( tekanan darah, nadi dan pernafasan). Khusus pada pernafasan harus dimonitor frekuensi nafas, adanya pernafasan cuping hidung dan pemakaian otot bantu nafas tambahan. Komplikasi: Kelumpuhan yang berat (tetraplegi), dekubitus. Gagal nafas Prognosa. Dengan semakin baiknya fasilitas, sudah jarang dijumpai kematian akibat GBS Kelumpuhan yang timbul dengan latihan yang benar akan membaik dalam waktu 6 bulan CONGENITAL MYOPATHIES Adalah kelainan otot yang sering terjadi pada anak2, pada umumnya disebabkan adanya faktor genetik. Diagnosis: Gejala klinis: Kelemahan otot pada usia dini Hipotonia dan hiporefleks Ciri khas tambahan: o Elongated face o High arched palate o Slender build o Poor muscle bulk o Scoliosis o Pectus carinatum Pola herediter Gejala penyerta: o Opthalmoplegia o Cardiomyopathy Congenital miopati dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis,morfologi dan genetik. Beberapa tipe metabolik miopathy dapat muncul pada masa infantil dan anak-anak seperti miopati akibat kelainan metabolik tertentu, defisiensi acid maltase dan inflamasi. Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan terapi yang definitif. Melalui pendekatan multidisplin antar bagian saraf anak, rehabilitasi medis dan bedah orthopedi diharapkan akan memperbaiki kualitas hidup penderita. Tindakan pencegahan berupa konseling genetik pranikah Prognosa Kematian biasanya akibat gagal nafas MUSCULAR DYSTROPHY Merupakan kelompok miopati kongenital yang diakibatkan tubuh kekurangan protein dystrophin. Dystrophin adalah bagian dari glikoprotein yang menyusun membran sel otot bergaris, otot jantung dan beberapa sel tertentu pada Susunan Saraf Pusat. Keberadan dystrophin tergantung dari adanya gen pada chromosom Xp 21. DMP menurun secara resesive Gejala klinis = dimulai pada usia dini, antara usia 2 - 4 tahun = terutama pada anak laki2 = kelumpuhan terutama mengenai otot2 gelang panggul dan bahu, otot2 leher dan abdominal = biasanya kelemahan otot2 leher sudah muncul sejak masa bayi Diagnosa Gejala klinik o Motor delay, floppy infant o Kesulitan minum, sering tersedak o kadang2 disertai dengan kemunduran fungsi kognitif Pemeriksaan o Laboratorium : CPK meningkat > 1000 o Test DNA o Biopsi otot o Electromiografi Penatalaksanaan Seperti halnya kelainan otot kongenital yang lain, perlu dilakukan pendekatan multidisplin. Penatalaksanaan ditujukan untuk mempertahankan kemampuan ambulasi selama mungkin dan mencegah komplikasi yang sering timbul a.l obesitas, kontraktur sendi (terutama tendon Achilles), gangguan pernafasan dan jantung (kardiomyopati). Terapi spesifik yang sering dikerjakan adalah pemberian kortikosteroid : prednison 0.75 mg/ kgBB MIOTONIC DYSTROPHY Adalah kelainan otot kongenital yang menurun secara autosom dominant. Gejala klinis 1. Myotonia 2. Early onset cataract 3. Kelemahan otot Patologi: Gangguan pada chromosom 19 LIMB-GIRDLE MUSCULAR DYSTROPHY Merupakan kelainan chromosom 10 autosomal resesif dan 5 autosomal dominant Kelumpuhan yang terjadi ringan dengan distribusi kelemahan otot mirip dengan DMP Kortikosteroid merupakan terapi utama POLIOMYELITIS Adalah infelsi virus yang menyerang cornu anterior dan menyebabkan kelumpuhan yang permanen. Dengan adanya penemuan vaksin antipolio, dan program WHO yaitu surveilans AFP, maka sudah amat jarang kita temukan kasus polio pada saat ini. Gejala klinis - didahului adanya gejala 'flu like syndrome' - nyeri otot - kelumpuhan ekstremitas, biasanya berupa monoparese ++++ Patologi Virus polio termasuk golongan entero virus, yang merusak cornu anterior di medula spinalis . Penatalaksanaan Belum ditemukan adanya pengobatan definitif. Imunisasi masih merupakan tindakan prevensi yang cukup ampuh. SPINAL MUSCULAR ATROPHY Definisi: Kelainan genetik yang menurun secara resesif, yang menyebabkan mutasi gen Survival Motor Neuron pada chromosom-5 yang mengatur kelangsungan hidup motor neuron. Perjalanan penyakit berjalan progresif lambat dengan distribusi caudal to cranial dan sifatnya simetris. Sering pula disertai kelumpuhan bulbar akibat kerusakan bulbar motor neuron. Nama lain: Childhood spinal muscular atrofi Proksimal spinal muscular atrofi Beberapa tipe SMA: SMA I: Werdnig Hoffman disease SMA II: intermediated childhood SMA SMA III: Kugelberg Welander disease Gejala klinik: SMA I: - lahir normal - mengalami kelemahan ekstremitas, otot-otot leher dan tubuh pada usia beberapa bulan - tidak mampu melakukan posisi duduk secara mandiri - kelumpuhan seluruh tubuh tanpa disertai kelumpuhan otot sfincter anal dan diafragma. - ekspresi wajah tampak normal - posisi tubuh 'frog leg' - fasikulasi lidah SMA II - kelumpuhan pafa usia 18 bulan - bisa duduk - tidak mampu mempertahankan posisi berdiri - tremor yang sifatnya ringan dan iregular pada jari2 tangan : 'minipolymyoclonus' SMA III - kelumpuhan lebih ringan, pada usia yang lebih tua Diagnosa Gejala klinis Pemeriksaan DNA: tidak dijumpai gen SMN-1 Elektromiografi Penatalaksanaannya SMA I: sulit , vegetative, membutuhkan perawatan ICU seumur hidup SMA II - III: o Diarahkan hanya pada perbaikan kualitas hidup penderita o Dilakukan secara multidispliner antar bagian saraf anak, rehabilitasi dan orthopedi Komplikasi : Scoliosis Respiratory syndrome Prognosis MYASTHENIA GRAVIS Definisi Penyakit yang mengenai neuro muscular junction dimana jumlah reseptor Ach Cholin pada membran sel otot berkurang oleh karena berbagai sebab. Pada anak-anak sering timbul MG akibat a.l: Autoimun o Timbul reaksi autoimun dalam tubuh yang merusak reseptor Ach Ch membran post sinaptik / membran sel otot o Cenderung mengenai otot bulbar dan orbita o Sering disertai adanya thymoma kongenital/ genetik o Tidak dijumpai adanya titer antibodies AChR dalam darah o Diagnosa : single fiber EMG o Kadang2 dijumpai adanya mutasi enzyme choline acetyltransferase neonatal MG / passive transfer myasthenia o Timbul akibat dilahirkan oleh ibu yang menderita MG o Timbul hanya sementara sampai bayi membentuk antibodies endogen Diagnosa Gejala klinis berupa kelemahan otot ekstremitas, otot2 mata dan bulbar yang berhubungan dengan kelelahan / fatigue o Pada bayi sering berupa kesulitan minum o Pada anak2 berupa ptosis Pemeriksaan tambahan: o Wartenberg test o Neostigmin test (golongan longer acting anticholinesterase) Setelah injeksi neostigmin 0.5 – 1.5 mg IM, 10-15 menit kemudian akan timbul perbaikan kekuatan otot dan akan mencapai puncaknya dalam waktu 30 menit. o Antibodies anti-AChR o Electrodiagnostik, pemeriksaan Repetitive Nerve Stimulation (RNS): didapatkan decrement >10-15% Keterbatasan pemeriksaan RNS pada anak-anak: nyeri Sangat sulit dikerjakan pada anak yang tidak kooperatif Penggunaan sedasi dapat memperburuk fungsi pernafasan Penatalaksanaan: obat2an jenis acethyl-choline esterase inhibitor . Di Indonesia, digunakan pyridostigmine bromide (Mestinon) dengan dosis 15 mg, 2-3 x / 24 jam untuk anak dengan usia 3-8 tahun. Kortikosteroid, terutama untuk general myasthenia. o Prednison. Dosis: 1 mg/ kgBB/24 jam sampai dicapai perbaikan, kemudian di-tapper off Intra Venous Immuno Globulin (IVIG). Dosis: 0.4 g/ kgBB selama 5 hari. Plasmaferesis, terutama untuk persiapan operasi, mencegah terjadinya myasthenia crisis Operasi: thymectomy, pada kasus yang disertai thymoma Menghindari obat-obatan yang dapat mencetuskan gejala miasthenia gravis: o Golongan penicillamine o ß-adrenergic blockers o carnitine o antibiotik golongan aminoglycoside o lithium carbonate o garam magnesium o trimethadione o phenytoin REFERENCE 1. Singer HS, Kossoff EH, Hartman AL, Crawford TO. Treatment of pediatric neurologic disorders. Taylor and Francis Group, LLC. Florida, 2005. 2. Pourmand R. Neuromuscular disease. Expert clinicians' views. ButterwothHeinemann. USA, 2001. 3. Jones HR, De Vivo DC, Darras BT. Neuromuscular disorders of infancy, childhood, andadolescence. A clinician's approach. ButterwothHeinemann. USA, 2003. 4. Menkes JH. Textbook of Child of neurology. International Edition. 5 th Ed. William & Wilkins. USA,1995