Pengasuh: dr. H Rasyid M Tauhid-al-Amien, MSc., DipHPEd., AIF. Lumpuh Ada Yang Tak Sungguhan S udah sering kita dengar adanya kelumpuhan yang terjadi sebagai akibat penyakit polio; stroke juga dapat mengakibatkan kelumpuhan. Ada juga penderita yang mengalami kelumpuhan yang terkesan kian parah dari waktu ke waktu. Namun kadang-kadang kita melihat seorang ibu yang tiba-tiba saja “roboh” tak dapat berjalan ketika mendengar kabar bahwa anaknya mengalami kecelakaan. Klinik Kelumpuhan pada hakikatnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk melakukan gerakan yang dikehendaki, misalnya tidak dapat berjalan, tidak dapat menulis. Kelumpuhan ini pada dasarnya terkait dengan tidak berfungsinya otot untuk melakukan gerakan; karena kerusakan otot, syaraf yang melayaninya, di pusat (otak), ataupun di perifer (serat syarafnya). Kelumpuhan ada yang berupa kelemahan (flaccid paralyisis), tetapi ada juga “kelumpuhan” yang berupa kekakuan otot (kejang, spastic paralysis seperti pada penderita tetanus) sehingga tak dapat diperintah. Jika parah maka otot sama sekali tak dapat digerakkan, sedangkan jika ringan saja kekuatan otot hanya berkurang karena sebagian otot ada yang masih dapat digerakkan. Untuk bergerak jaringan otot harus berkontraksi (mengkerut) memendek ataupun meningkatkan tegangan sehingga tulang atau jaringan lain (kulit, bola mata, lidah) yang “dipegangnya” bergerak karena tertarik. Kontraksi otot itu diawali oleh “perintah” yang berupa impulse lewat sistem syaraf motoris; jadi jika syaraf ini rusak, kelumpuhan akan terjadi karena tidak ada yang memerintah otot berkontraksi. Pada penderita polio kelumpuhan seperti ini dijumpai. Perintah gerakan itu boleh dikata berpangkal dari otak ; oleh karena itu pada penderita stroke dapat terjadi kelumpuhan karena rusaknya sel-sel sistem syaraf di “pusat” di otak, misalnya akibat pecahnya pembuluh darah di otak misalnya oleh karena tekanan darah yang tinggi. Gangguan syaraf ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari tumor yang tumbuhnya menekan syaraf di dekatnya, sehingga perintah-perintah dari otak tidak lagi tersampaikan ke otot. Keadaan serupa juga dapat terjadi jika terjadi patah tulang yang patahannya menekan serat syaraf di dekatnya. Mereka yang mengalami HNP (Hernia Nucleus Pulposus, “kecethit”) dapat mengalami kelumpuhan jika gangguan pada ruas-ruas tulang bela­ kang itu cukup parah sehingga menekan berkas syaraf yang berada di dalam saluran sumsum tulang belakang. Kelumpuhan juga dapat terjadi jika otot yang seharusnya bekerja itu mengalami kerusakan ataupun kelemahan. Selain itu peluang kelumpuhan dapat muncul ketika orang mengalami keracunan botulism (misalnya pada sosis atau ikan yang membusuk, tercemar oleh mikroba semisal Clostridium botulinum), yang mengakibatkan 46 MPA 308 / Mei 2012 “gangguan” pada neuro-muscular junction (titik hubung antara sistem syaraf dengan sistem otot). Gangguannya tidak jarang dimulai pada otot mata sehingga penglihatan kabur atau dobel, kelopak mata mau menutup terus. Kekurangan “vitamin syaraf” (neurotopic vitamin; vitamin B1, B6, B12) dapat menimbulkan kelumpuhan ringan sebagai akibat dari gangguan penghantaran perintah (impulse) dari otak ke otot yang bersangkutan. Dalam hal kelumpuhan mendadak yang terjadi pada ibu-ibu yang mengalami stress itu merupakan akibat dari tidak adanya perintah dari otak ke otot karena tidak adanya kemauan untuk bergerak. Pada hakikatnya keadaan seperti ini merupakan reaksi kejiwaan (psikologis) yang salah, walaupun semua struktur organ tubuhnya masih normal; jadi kalaulah pada saat keadaan seperti itu tiba-tiba ada anjing yang menggonggong di dekatnya, maka ibu yang ”lumpuh” itu akan “sembuh” seketika dan dapat lari. Satu hal yang ditakuti orang walaupun sebenarnya “tak apa-apa” adalah apa yang disebut lumpuh tidur (sleep paralysis); pada orang ini “kelumpuhan” terasa ketika di mulai tertidur ataupun ketika terbangun, katakanlah setengah mimpi. Keadaan ini mungkin hanya karena posisi tidur yang “kurang pas” sehingga ada syaraf yang tertekan, ataupun ada aliran darah yang terganggu. Tanpa diapaapakan pun kelumpuhan ini akan hilang dengan sendirinya. Diagnosa Jika ada penderita yang mengeluh adanya kelumpuhan perlu diperiksa secara seksama untuk memastikan kea­ daannya maupun penyakit yang mendasarinya. Langkah ini penting terkait dengan apa yang harus dilakukan lebih lanjut dalam upaya untuk memilihkan tindakan yang benar bagi si penderita. Dari mekanisme timbulnya kelumpuhan di atas, mudah kita fahami bahwa tidak semua kelumpuhan dapat ditangani dengan sama; hasilnya pun dapat berbeda banyak pada keadaan yang satu dengan yang lain. Untuk memastikan adanya ataupun derajat kelumpuhan itu perlu sejak awal dipastikan keadaan-keadaan yang terkait dengan fungsi sistem syaraf itu secara menyeluruh, yaitu bagaimana ototnya, syarafnya, dan berfungsinya secara terpadu. Ini semua harus dimulai dari bagaimana perjalanan penyakitnya, sehingga dapat lebih diduga akibat infeksi (virus polio), keracunan, gangguan gizi (kurang vitamin), gangguan fungsi (akibat darah tinggi), ataukah lainnya. Derajat gangguan “kelumpuhan” ini dapat dikenali macamnya, sehingga ada disebut paralysis (kelumpuhan), paresis (kelemahan, “setengah” lumpuh, paraplegia (kelum­ puhan kedua kaki), hemiplegia (“mati separo”; kelumpuhan separo anggota badan tangan dan kaki sebelah kanan saja ataupun sebelah kiri saja), ataukah hanya histeria (kejiwaan; organ tubuhnya normal-normal saja). Misalnya saja kelumpuhan pada penderita polio dapat diperkirakan dari adanya awal infeksinya. Setelah sekitar 10 hari demam seperti flu, yang disertai dengan nyeri, kaku, ataupun kelemahan otot, kemudian terasalah kelemahan kaki (biasanya hanya sebelah); kemudiannya ke­ lumpuhan benar-benar nyata disertai dengan mengecilnya (atrophy) otot. Ter­ gantung pada bagian mana dari sistem syaraf yang mengalami keru­ sakan, ada berbagai bentuk kelum­ puhan yang dapat muncul dari yang hanya kaki saja ataupun sampai meliputi kelumpuhan otot pernafasan (spinal polio, bulbar polio, bulbospinal polio); yang cukup membingungkan adalah munculnya kelumpuhan ini kadang-kadang baru terjadi setelah lebih dari 30 tahun dari saat seseorang terserang infeksi polio. Ada kelumpuhan yang berlang­ sungnya tidak terus-terusan, tetapi munculnya kadang-kadang saja raga (periodic paralysis), setelah olah­ ataupun setelah memakan ma­ ka­ nan-makanan tertentu; ini meru­pakan penyakit keturunan yang menimbulkan kelainan pada sistem ototnya. Lain lagi halnya dengan “kelumpuhan” yang disebut paralytic agitans, pada penderita ini gangguan terjadi karena munculnya gemetar, kekakuan, ataupun lambatnya otot; ini biasanya terkait dengan umur lanjut yang dikenal juga sebagai penyakit Parkinson. Kelumpuhan akibat stroke mu­ dah dikenali dengan sejarah teka­ nan darahnya yang tinggi ataupun mungkin dikenali adanya keluhan awalnya sering pening Keracunan botulism biasanya diawali dengan riwayat memakan makanan yang sudah atau agak basi, yang di dalamnya terdapat protein yang cukup banyak (ikan, daging, kupang, kerang) yang dimakan dalam keadaan dingin (racun ini tak tahan panas; racun “hilang” jika makanan dipanaskan) atau belum dipanasi, yang kemudian muncul sedikit pening, rasa mual ataupun sampai muntah-muntah, penglihatan kabur, kemudian tangan dan kaki lemah tak dapat digerakkan. Kadang-kadang memang kelum­ puhan ada yang muncul secara pelan-pelan, di awali dengan kele­ mahan kaki untuk kemudian benarbenar terjadi kelumpuhan, dan terkesan kian meluas dan tambah parah; yang semula mungkin hanya dirasakan di kaki dari hari ke hari kemudian terasa di seluruh tungkai bawah, kemudiannya terasa di paha, perut, dan kemudiannya tangan juga ikut lemah atau lumpuh. Kelainan yang disebut dengan Guillain-Barre Syndrome atau ascending paralyisis merupakan akibat terjadinya reaksi atas tubuh sendiri sehingga terjadilah kerusakan pada sistem syaraf-otot. Penderitanya bermula merasakan kelemahan pada kaki yang kemudian dapat menjadi kelumpuhannya, dan selanjutnya dari waktu ke waktu terasa kelemahan yang kian meluas “naik” meliputi tangan, perut, dada, dan seterusnya. Walaupun pengo­ batannya tidak mudah, ada juga yang mengalami “kesembuhan” sendiri, penyakitnya berhenti dan sembuh sempurna. Pada pengidap myasthenia gravis kelumpuhan muncul sedikit demi sedikit, kian parah dari waktu ke waktu; ini merupakan kelainan penerusan perintah dari syaraf ke otot yaitu rusaknya acetylcholine oleh sistem kekebalan yang salah, menyerang zat yang dihasilkan oleh tubuh sendiri. Walaupun sering dijumpai pada beberapa orang dalam satu keluarga, belum dapat dipasti­ kan adanya faktor keturunan. Pada penderita chikungunya, yang terjadi sebenarnya bukanlah ke­ lum­ puhan, tetapi nyeri yang hebat sehingga penderita mengalami ke­ sakitan jika harus bergerak; akibatnya penderita merasa “tak dapat ber­jalan”. Begitu pula pada penderita neuropathia, nyeri yang dirasakan di seluruh tubuh (termasuk di kaki) menjadikan dirinya “tidak mampu” bergerak karena takut nyerinya bertambah parah; ini memberi kesan “tidak dapat” berjalan, walaupun sebenarnya tidak ada kelumpuhan padanya. Penderita “kecethit” yang tak dapat berjalan pada awalnya dapt terjadi karena adanya rasa nyeri yang sangat karena syaraf sensorisnya terjepit oleh bagian-bagian ruas tulang belakang (tulangnya yang menonjol karena terjepit “pepes”, bantalan tulang rawan yang letaknya meleset). Kemudiannya mungkin baru diketahui bahwa kelumpuhan terjadi karena syaraf motorisnya yang ikut terjepit sehingga tidak dapat meneruskan perintah dari otak ke otot untuk bekerja. Pengobatan Pengobatan untuk penderita ke­lum­puhan sangat tergantung pada apa penyebabnya dan sudah seberapa lama gangguannya. Pada dasarnya makin cepat diobati makin besar peluang sembuh, walaupun tidak semua kelumpuhan dapat diatasi tuntas. Pengobatan ini ada yang cu­ kup sederhana dengan pemberian obat-obat vitamin dan penghilang pe­ radangan; ada juga yang menuntut ke­pasrahan karena untuk sakitnya ha­ rus dilakukan pembedahan, padahal dengan pembedahan itu sendiri ke­ lum­puhan belum tentu masih dapat diatasi. Penderita kecethit yang dapat segera dioperasi mungkin berhasil menye­ lamatkan syaraf dari tekanan; jika terlambat mungkin saja ada sya­ rafnya yang terlanjur rusak sehingga kelumpuhan tak dapat sepenuhnya dihilangkan. Jadi tergantung pada macam penyebab kelumpuhan dan kecepatan tindakan pertolongannya; tidak jarang pengobatan kelumpuhan harus dilakukan “selama hidup” karena selain pemulihannya yang per­lu waktu lama (atau bahkan tak dapat pulih seperti pada polio), juga di­maksudkan agar penyakit penyebab ke­ lumpuhan itu tidak kambuh agar tak muncul penyulit yang lainnya lagi. Pencegahan Secara umum dapatlah dise­ butkan bahwa pencegahan mun­ culnya kelumpuhan adalah upaya meng­ hindarkan diri dari peluang terserang penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan kelumpuhan itu. Adapun jika sudah terkena penyakit termaksud maka yang masih dapat dilakukan adalah menjaga diri agar penyakitnya tidak kian parah, agar penyulit yang berupa kelumpuhan itu tidak terjadi. Penutup Penderita kelumpuhan harus se­ lalu bersikap positif. Kalaupun ter­ nyata keadaan sudah cukup parah sehingga dokter sudah menyatakan “tak ada harapan” untuk pulih, namun kesabaran harus tetap dijaga, paling tidak untuk tetap yakin “hari esok lebih baik”, serta memahami permasalahan dirinya yang lebih baik (untuk disyukuri) maupun dengan memanfaatkan semua potensi yang masih dimilikinya untuk menjadikan dirinya tetap bermanfaat. Semoga uraian di atas ber­ manfaat. MPA 308 / Mei 2012 47