peranan komisi penyiaran indonesia (kpi) pusat

advertisement
PERANAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) PUSAT
TERHADAP TAYANGAN INFOTAINMEN DI TELEVISI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun oleh:
DEVI RAHAYU
NIM: 106051001798
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
PERANAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) PUSAT
TERHADAP TAYANGAN INFOTAINMEN DI TELEVISI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi
Persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
DEVI RAHAYU
NIM: 106051001798
Pembimbing:
Drs. Sunandar, MA
NIP: 196206261994031002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Agustus 2010
Devi Rahayu
Nim : 106051001798
ABSTRAK
Devi Rahayu
106051001798
Peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Terhadap Tayangan
Infotainmen di Televisi
Televisi telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia. Berbagai program ditayangkan oleh stasiun-satsiun televisi, salah satu
program yang ditayangkan adalah program infotainmen. Melihat
perkembangannya infotainmen saat ini cenderung berisi informasi yang tidak
penting untuk diketahui oleh masyarakat. Perdebatan tentang infotainmen menjadi
perhatian berbagai kalangan. Di samping itu, terdapat suatu lembaga independen
bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki peran dan wewenang
terhadap batasan program siaran di televisi Indonesia.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah peranan KPI terhadap
tayangan infotainmen di televisi dan yang menjadi subjek adalah Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apa
saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi?dan
Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran tayangan
infotainmen di televisi?.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori peran atau (Role
Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun
disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap
digunakan dalam sosiologi dan antropologi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif
analisis.Penelitian ini dipergunakan untuk menggambarkan peranan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap tayangan infotainmen di televisi
Dari penelitian yang telah dilakukan, hasilnya adalah KPI telah melakukan
penerimaan aduan dari masyarakat khususnya program infotainmen dan mengkaji
lebih dalam dengan menganalisis tayangan infotainmen di televisi. KPI juga telah
memberikan sanksi terhadap pelanggaran infotainmen berupa teguran dan
peringatan. KPI bersama Komisi I DPR dan Dewan Pers telah menyepakati
infotainmen sebagai program non-faktual. Terkait hal tersebut maka dilakukan
revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)
yang telah ditetapkan.
i
KATA PENGANTAR
Puja dan puji selalu penulis panjatkan atas kehadirat dan kuasa Tuhan
semesta alam Allah SWT, yang atas Rahman dan Rahiem-Nya serta pemberian
kecerdasan dan ilmu pengetahuan oleh-Nya, penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
manusia sempurna dan manusia paling berpengaruh untuk kehidupan ummat
manusia, Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya, dan
untuk semua para pengikutnya. Amien.
Sebagai seorang manusia yang merupakan mahluk sosial, penulis tidak
mungkin mengerjakan suatu pekerjaan tanpa bantuan dari manusia lainnya. Dalam
menyusun tugas akhir perkuliahan ini, banyak pihak-pihak yang memberikan
bantuan, kontribusi, bimbingan, inspirasi, pengalaman, ilmu dan support kepada
penulis. Karena itu di sini penulis ingin mengucapkan terima kasih, kepada:
1. Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak DR. Arief Subhan, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra MA, sebagai Pembantu Dekan
Bid. Akademik, Bapak Drs. Mahmud Jalal, MA, sebagai Pembantu Dekan
Bid. Administrasi Umum dan Keuangan, dan Drs. Study Rizal, LK, MA,
sebagai Pembantu Dekan Bid. Kemahasiswaan.
ii
3. Bapak Drs. Jumroni, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI).
4. Bapak Prof. Dr. Daud Efendy, AM sebagai Penasehat Akademik KPI B Aka
2006.
5. Ibu Umi Musyarafah, MA, sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI), yang telah membantu dalam memberikan informasi
akademik dan penyusunan transkrip nilai.
6. Bapak Drs. Sunandar, MA, sebagai Dosen Pembimbing dalam penyusunan
skripsi ini, yang telah memberikan waktu, inspirasi, pengalaman, ilmu dan
support kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu seluruh dosen, staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan kontribusi
selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
8. Bapak Dadang Rahmat Hidayat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia
dan Bapak Bimo Nugroho Sekundatmo, Msi sebagai Komisioner Bidang
Infotainmen
KPI,
yang
telah
bersedia
diwawancara
dalam
rangka
mengumpulkan data-data untuk penyusunan skripsi ini.
9. Teristimewa kepada Ibunda Atun dan Ayahanda Abdul Wachid tercinta, yang
selalu tulus dan ikhlas untuk mendoakan, membimbing, mendidik, dan
membesarkan penulis hingga menjadi seperti sekarang. Dan keluarga besar,
kalian adalah cahaya, inspirasi, dan teladan bagi penulis. Semoga kalian selalu
dalam keridhoan Allah SWT.
10. Keluarga Ibu Ellysabeth di Bimbel Ora Et Labora yang memberikan support.
iii
11. Lukmanul Hakim yang selalu memberikan semangat dan support kepada
penulis.
12. Sahabatku Dini Utami, Erza Handayani, dan Nadya Ramayani yang memberi
support dan selalu berbagi senang dan sedih selama masa kuliah. Hayustiro,
Renal, dan Aga Raditya yang juga memberikan support dan saran-saran
kepada penulis.
13. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan KPI angkatan 2006, khususnya KPI B
yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi untuk penulis,
bersama kalianlah 4 tahun penulis menuntut ilmu dan mendapat pengalaman di
UIN,dan kawan-kawan KKN (Densus 61).
Jakarta, 19 Agustus 2010
Devi Rahayu
NIM: 106051001798
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ii
DAFTAR ISI......................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................
6
D. Metode Penelitian .................................................................
7
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................
9
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 10
BAB II
TINJAUAN TEORITIS............................................................ 11
A. Teori Peran ............................................................................ 11
B. Komunikasi Massa ................................................................ 17
C. Televisi sebagai Media Pers.................................................. 21
D. Infotainmen ........................................................................... 23
BAB III
GAMBARAN UMUM .............................................................. 27
A. Dasar Pembentukan KPI ....................................................... 27
B. Sejarah KPI ........................................................................... 30
C. Visi dan Misi KPI ................................................................. 31
D. Kelembagaan Organisasi KPI .............................................. 32
E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia ................... 43
v
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL............................................................ 53
A. Peranan KPI Pusat Terhadap Tayangan Infotainmen ........... 53
B. Pelanggaran Infotainmen di Televisi ................................... 67
C. Aktivitas KPI Terhadap Tayangan Infotainmen .................. 69
D. Langkah
KPI
dalam
Menindaklanjuti
Pelanggaran
Infotainmen .......................................................................... 75
BAB V
PENUTUP.................................................................................. 79
A. Kesimpulan ........................................................................... 79
B. Saran-saran............................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 81
LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi yang telah berkembang membuat informasi menjadi
sesuatu yang vital. Kemampuan dan kecepatan seseorang mengakses dan
menganalisis informasi menjadi langkah awal untuk memenangkan persaingan
hidup yang makin kompetitif. Kemajuan teknologi satu sisi telah berhasil
mengatasi keterbatasan jarak, dan waktu yang cepat, tetapi di sisi lain
mempertajam ketidakseimbangan arus informasi. 1
Kemajuan teknologi dapat dinikmati melalui media massa. Media
massa
sangat
berperan
penting
dalam
menginformasikan
serta
mensosialisasikan suatu informasi juga produk yang baru kepada khalayak.
Kita dapat menerangkan berbagai informasi produk itu berdasarkan analisis
untuk merangsang khalayak itu berada pada tahap membutuhkan, berminat,
mengevaluasi, uji coba atau tinggal mengambil keputusan.2
Komunikasi massa merupakan proses penyampaian dari suatu sumber
kepada khalayak yang berjumlah besar, dengan menggunakan saluran media
massa. Seperti yang dikutip Blake dan Haroldsen (1975) membagi lima unsur
1
Bakri Abbas.Komunikasi Internasional Peran dan Permasalahnnya.(Jakarta:Yayasan
Kampus Tercinta IISIP.2003), cet Ke-1, h.23
2
Alo
Lilweri.
Memahami
Peran
Komunikasi
Massa
dalam
Masyarakat.(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,1991), h.143
1
2
yang terdapat dalam komunikasi massa, yaitu komunikator, khalayak, saluran,
dan efek. 3
Pengaruh yang diserap manusia melalui media komunikasi baik
elektronik maupun cetak menghadirkan sisi positif dan negatif. Salah satu
sumber informasi saat ini adalah melalui televisi. Televisi merupakan salah
satu media komunikasi elektronik, selain radio dan yang lainnya. Televisi
merupakan salah satu penyampaian pesan dan informasi kepada masyarakat.
Televisi memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at dari Unpad, acara televisi pada
umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, dan perasaan para penonton. 4
Televisi sebagai media sosialisasi informasi dan hiburan, bersifat terbuka dan
terarah.
Kehadiran televisi maupun pesan-pesan yang disampaikannya
mempengaruhi kognisi, afeksi dan psikomotor masyarakat. Televisi juga
mempunyai peran yang sangat efektif dalam memberikan informasi,
mendidik, menghibur dan mempengaruhi bagi pemirsanya. Keberadaan
stasiun-stasiun televisi swasta hadir dengan menyajikan berbagai siaran-siaran
baik berupa informasi, pendidikan dan hiburan yang beraneka ragam. Televisi
sudah menarik perhatian semua kalangan masyarakat baik dari golongan orang
dewasa, remaja dan anak-anak.
3
Zulkarimein Nasution. Sosiologi Komunikasi Massa.(Jakarta: Universitas
Terbuka,1993),cet. Ke-1, h.6
4
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung:Remaja
Rosdakarya,2006) ,h.41
3
Dalam abad saat ini, televisi telah mengubah cara hidup kita. Televisi
mempengaruhi sifat dasar pendidikan dan mengurangi seni percakapan
langsung. Walaupun demikian, yang dapat kita lakukan hanyalah duduk di
hadapan televisi dan menyaksikan sesuatu yang ditayangkannya. Belum
banyak masyarakat yang mampu menilai dan mengambil aksi untuk memilah
acara yang layak di tonton dan pendamping saat menonton bersama.
Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang,
yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar
secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan. 5
Salah satu program yang di tayangkan televisi adalah tayangan
infotainmen. Infotainmen sudah pasti tidak asing lagi bagi kita. Yang terlintas
dalam benak saat mendengar kata infotainmen pasti tentang selebritis.
Infotainmen adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian
menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi
hiburan.
Merupakan
kependekan
dari
istilah
Inggris
information-
entertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang
menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik. 6
Sayangnya tayangan saat ini dikuasai oleh orang-orang yang mencari
keuntungan dan kekuasaan. Infotainmen di Indonesia pada saat ini cenderung
negatif dan tidak mengindahkan norma-norma yang baik dalam jurnalisme.
Awak televisi serta Production House (PH) sudah tidak lagi memikirkan
5
6
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).UU Tentang Penyiaran no.32 Tahun 2002.h,5
http://id.wikipedia.org/wiki/infotainmen.
4
pengaruh apa yang akan diakibatkan oleh tayangan yang mereka sajikan, akan
tetapi hanya memikirkan rating serta keuntungan yang akan diperoleh.
Padahal suatu tayangan wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan,
dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan,
kekuatan bangsa, menjaga kesatuan dan persatuan, serta mengamalkan nilainilai agama dan budaya Indonesia.
Dalam infotainmen, semua informasi tentang para selebritis tanah air
penting atau tidak pentingnya tetap merupakan informasi yang perlu diketahui
para penonton. Para pekerja infotainmenpun akhirnya melakukan pencarian
berita tanpa mengindahkan etika jurnalistik. Akibatnya beberapa selebritis
meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar melarang atau membatasi
tayangan infotainmen, sampai akhirnya Nahdatul Ulama memvonis haram
bagi yang menonton, menayangkan dan para pekerja infotainmen. 7
Fatwa ini lahir tidak terlepas dari muatan tayangan infotainmen yang
cukup meresahkan. Menjadikan gosip, gunjingan, serta membicarakan
keburukan seseorang menjadi sebuah komoditas tontonan. Kita bisa
menyaksikan tayangan-tayangan itu sepanjang hari di stasiun televisi swasta
kita. Akibatnya persoalan gosip menggosip dan membicarakan keburukan
orang lain menjadi hal-hal yang biasa.
Mencermati kondisi yang demikian kebijakan fatwa haram NU ini
tepat dan sesuai dengan ajaran Islam. Harapannya agar masyarakat tidak
menjadikan gosip, gunjingan, dan membicarakan keburukan orang lain
7
http://tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/07/22/727-80717.id.html
5
menjadi budaya keseharian. Memang, fatwa ini tidak mengikat dan belum
bisa dijadikan dasar untuk menghentikan tayangan-tayangan tersebut. Tapi,
setidaknya memberikan spirit bagi perbaikan tayangan yang ada. Sekaligus
menjadi otokritik bagi stasiun televisi untuk mengkaji kembali tayangan
infotainmen yang di produksinya.
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat
sosial. Dalam menjalankan fungsi penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi
dan kebudayaan untuk itu KPI sebagai lembaga penyiaran menginginkan agar
semua fungsi televisi tercapai secara utuh.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah lembaga Negara yang
bersifat independen yang ada di pusat maupun daerah yang tugas dan
wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta
masyarakat di bidang penyiaran.
KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta masyarakat
yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat
akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga mempunyai
beberapa wewenang yaitu:
1. Menetapkan standar program siaran
2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran.
3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta
standar program siaran.
6
4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku
penyiaran serta standar program siaran.
5. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga
penyiaran dan masyarakat. 8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut peneliti perlu
membuat batasan masalah. Adapun Batasan Permasalahan yaitu hanya pada
peran KPI terhadap tayangan infotainmen di televisi tahun 2009-2010.
Adapun Rumusan Masalahnya sebagai berikut:
1. Apa saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi?
2. Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran
tayangan infotainmen di televisi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sedangkan tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan secara umum
dan khusus yaitu:
1. Secara umum ingin memberikan kontribusi kepada khalayak berupa
tulisan dan teori mengenai KPI Pusat. Serta mengetahui peranan Komisi
Penyiaran Indonesia Pusat terhadap tayangan televisi.
2. Secara khusus, peneliti ingin memperoleh wawasan dan pengetahuan
mengenai Komisi Penyiaran Indonesia (Pusat) yang merupakan lembaga
8
http://kpi.go.id
7
independen dan mengetahui ketentuan yang ditentukan KPI dalam
memberikan batasan terhadap suatu tayangan.
Adapun manfaat penelitian ini antara lain:
1. Secara akademis yaitu, untuk memberikan kontribusi penelitian mengenai
peranan KPI dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan serta
memberikan gambaran tentang tayangan-tayangan yang layak dan kurang
layak ditayangkan di televisi.
2. Secara praktis yaitu, diharapkan dapat bermanfaat bagi peminat studi
penyiaran sebagai bahan bacaan ketika menjawab pemasalahan penyiaran
televisi.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
kualitatif
dengan
menggunakan analisis deskriptif , yaitu dengan menggambarkan peranan
KPI Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi. Menurut Bodgan dan
Taylor metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati. 9
2. Subjek dan Objek Penelitian
9
Lexy. J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif.(Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.2001),cet ke 15,h.3
8
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat, sedangkan yang menjadi objek adalah peranan KPI
terhadap tayangan Infotainmen di televisi.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara
terstruktur
peneliti
mengadakan
wawancara
dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia mengenai peranan KPI
terhadap tayangan infotainmen, yaitu kepada Bapak Bimo Nugroho
Sekundatmo (Komisioner Bidang Infotainmen). Guna mendapatkan
informasi yang lengkap dan aktual.
b. Observasi
Mengadakan penelitian langsung ke Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat untuk memperoleh data yang diperlukan,
beralamat di Jl. Gajah Mada No.8, Jakarta. Dilakukan sebanyak lima
kali (5x) ke KPI Pusat.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang tidak
diperoleh dengan cara interview. Peneliti menelaah dan mengkaji
buku-buku pegangan dalam menentukan dasar-dasar teoritis yang erat
kaitannya dengan sasaran pembahasan atau masalah yang dikaji.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
deskriptif. Yaitu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi
9
gambaran dan mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang
terkumpul secara apa adanya dan kemudian menyimpulkannya, kemudian
diterangkan secara luas.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti juga mengadakan tinjauan perpustakaan
utama UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi.
Peneliti juga mencari skripsi yang ada di perpustakaan utama UIN
Syarif Hidayatullah guna memastikan apakah ada judul atau tema yang sama
dengan skripsi ini.
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, ada satu skripsi serupa namun
berbeda yang membahas tentang peranan Komisi Penyiaran Indonesia
tayangan mistik di televisi, skripsi ini berjudul Peran Komisi Penyiaran
Indonesia dalam Mengawasi Tayangan Mistik di Televisi, yang disusun oleh
Minfitratillah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah, konsentrasi Jurnalistik
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam pada tahun 2008.
Skripsi ini menyimpulkan, bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
memiliki beberapa kegiatan dalam mengawasi tayangan mistik di televisi. KPI
melakukan beberapa kegiatan yakni melakukan kajian, menerima aduan
masyarakat, serta mengadakan pengawasan langsung. Jika ditemukan tindak
pelanggaran, langkah pertama yang dilakukan KPI adalah memberikan sanksi
administratif berupa teguran tertulis, KPI memberikan hak jawab terhadap
10
pelaku. Namun bila tidak ada perbaikan maka akan dilanjutkan dengan sanksi
yang selanjutnya yang sudah ditentukan oleh Undang-undang.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun secara sistematis dan terdiri dari lima bab yakni
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,
batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS. Berisi tentang pengertian dan teori
peranan, teori komunikasi massa, televisi sebagai media pers, sejarah
infotainmen dan definisi infotainmen
BAB III GAMBARAN UMUM. Mengenai Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat, dasar pembentukan KPI, sejarah berdirinya KPI, visi
dan misi KPI dan kelembagaan organisasi KPI serta gambaran tayangan
infotaiment di televisi Indonesia.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL. Berisi Analisis peranan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi dan
hasil analisis sesuai dengan teori-teori yang terkait.
BAB V PENUTUP. Berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Peran
Teori peran atau (Role Theory) adalah teori yang merupakan
perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari
psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi
dan antropologi. 1
Peran pertama kali diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang
aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya
sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
Peran adalah konsep sentral dari teori peran. Meskipun begitu, definisi
peran adalah yang paling tidak jelas. Dalam literatur ditemukan lebih dari 100
definisi tentang peran.
Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran
“an”. Peran memiliki arti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh
orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peran adalah bagian dari
tugas utama yang dilaksanakan. 2
Menurut Grass Masson, sebagaimana yang pernah dikutip oleh David
Berry peranan ialah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada
individu yang menempati kedudukan sosial tertentu, dan harapan tersebut
1
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada 2005), Cet-10 h.224
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta:Balai Pustaka,1996) edisi ke-2, h.751
11
12
merupakan imbangan dari norma-norma yang dalam masyarakat norma
tersebut dapat diartikan sebagi kewajiban seseorang untuk melakukan hal-hal
yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaanpekerjaan lainnya.
Dalam perspektif ilmu psikologi sosial, peranan didefinisikan dengan
suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang
yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu. 3
Peran merupakan fungsi yang bisa terwujud jika seseorang berada di
dalam satu kelompok sosial tertentu. Peran merupakan sebuah perilaku yang
memiliki suatu status dan bisa terjadi dengan atau tanpa adanya batasanbatasan job description bagi para pelakunya. 4
Pengertian peran menurut Jenping (1944), peran yaitu cara berinteraksi
yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya ada
proses penempatan seseorang dalam keluarga organisasi, masyarakat dan lain
sebagainya. 5
Menurut Biddle dan Thomas, kebanyakan definisi itu menyatakan
bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku
yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah
laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat
dan harus dilaksanakan. 6
3
W.A Gerungan, Psikologi Sosial(Bandung: PT.Eresso,1998),h.135
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, h.135
5
Pengertian peran. www.google.com
6
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), h. 667.
4
13
Peran tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan), walaupun
keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan
yang lainnya. karena yang satu tergantung pada yang lainnya dan sebaliknya,
maka peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda akan tetapi
kelekatannya sangat terasa sekali, seseorang dikatakan memiliki peranan
karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun
kedudukan ini berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi
masing-masing dirinya berbeda sesuai dengan statusnya.
Gross, Mason dan A.W.MC. Eachern, sebagaimana dikutip oleh David
Barry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang
dikenakan pada individu-individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. 7
Harapan-harapan tersebut masih menurut David Barry, merupakan
imbangan dari norma-norma dimasyarakat. Artinya, seseorang diwajibkan
untuk melakukan hal-hal yang diharapkan dalam pekerjaannya, dan dalam
pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa
harapan tentang prilaku-prilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh
seseorang yang mempunyai peranan tertentu. Peranan adalah keikutsertaan
seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan orang lain untuk
mencapai beberapa tujuan tertentu. 8
7
N, Gross W.S. Masson and AW. Mc. Eachern, Explorationin Role Analysis, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1995), cet-3, h. 99
8
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikoligi sosial, (Jakarta: CV Rajawali, 1984),
cet, ke-1 h.135
14
Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori
peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut: 9
1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku
4. Kaitan antara orang dan perilaku.
Sedangkan menurut Anton M Moeliono (1990 : 667) peranan adalah
bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Namun menurut Soerjono
peranan adalah merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status), apabila
seseorang
melaksanakan
hak-hak
dan
kewajiban
sesuai
dengan
kedudukannya. 10
Dengan demikian yang dimaksud dengan peran merupakan kewajibankewajiban dan keharusan yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukannya
di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia
berada.
Tinjauan Sosiologis Tentang Peran
Proses sosialisasi sebagian besar tahapannya terjadi melalui belajar
berperan, suatu peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang untuk
menduduki suatu status tertentu, dan seseorang dapat menerima beberapa
perangkat peran pada waktu yang bersamaan, serta memangku berbagai
macam peran yang memungkinkan munculnya stress atau kepuasan dan
prestasi.
9
Sarlito Wirawan Sarwono. h.215
Onong Uchjana Efendy, Kamus Komunikasi,(Bandung: Mandar Maju,1989),h. 108
10
15
Karena perilaku peran itu adalah perilaku aktual seseorang yang
memerankan suatu peran, dan yang dipengaruhi oleh perjanjian peran yang
dramatis, dimana orang itu bertindak dengan suatu usaha yang disengaja
untuk menyajikan citra yang diinginkan bagi orang lain.
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada
umumnya) tentang prilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh
seseorang yang mempunyai peran tertentu. sebagai mana dikatakan oleh
David Bery terdapat
dua macam harapan, yaitu harapan-harapan dari
masyarakat terhadap pemegang peranan dan harapan-harapan yang dimiliki
oleh pemegang peranan terhadap masyarakat.
Peran tidak hanya sebatas harapan-harapan, peran diwujudkan dalam
perilaku oleh aktor, seorang guru adalah aktor, dan perannya diwujudkan
dalam bentuk perilaku bahwa guru adalah sebagai pengajar dan pendidik,
begitu juga halnya dengan seorang kiai ia sebagai aktor, dan perannya
diwujudkan dalam bentuk perilaku bahwa kiai adalah seorang tokoh dan
panutan serta contoh bagi umat (masyarakat), maka hendaknya ia menjadi
pembimbing bagi umat. 11
Stean (1971) dan Davis (1986) menekankan pandangan sosiologi dan
sosial psikologis pada pekerjaan sosial, sementara Perlman (1986) menyatakan
peranan sosial adalah konsep yang berguna untuk memahami relasi dan
kepribadian yang menjadi kepentingan pekerjaan sosial.
11
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi social, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005), Cet-10, h.218
16
Munson dan Balgopal, menganggap bahwa orang menduduki posisi
dalam struktur sosial dan setiap posisi memiliki peranan. Peranan adalah
sekumpulan harapan atau prilaku yang berhubungan dengan posisi dalam
strukur sosial, dan gagasan ini menyatakan peranan selalu dipertimbangkan
dalam konteks relasi karena hanya dalam relasi peranan dapat dikenali.
Peranan berasal dari harapan terhadap orang lain. Peranan mugkin
ascribed (misal menjadi wanita atau kulit hitam, cacat) dicapai melalui sesuatu
yang dilakukan (misalnya menjadi penulis atau anggota parlemen). Kumpulan
peranan adalah kumpulan peranan yang bersamaan dalam posisi sosial
tertentu. Complementarity (saling mengisi) peranan ada jika peranan, perilaku
dan harapan sesuai dengan harapan dari orang-orang yang ada di sekeliling.
Konflik peranan ada jika satu peranan tidak sesuai dengan peranan lain.
Konflik inter-peranan terjadi jika peranan-peranan yang saling berbeda
yang dipegang seseorang tidak sesuai. Konflik inter-peranan terjadi jika
harapan dari orang yang berbeda yang peranannya sama tidak sesuai.
Goffman memperlihatkan cara lainnya untuk melihat adanya peranan.
Dalam interaksi sosial orang mengetahui tentang orang lain melalui cara
menangkap tanda-tanda dari prilaku orang lain. kita dapat mempengaruhi cara
pandang orang lain dengan cara mengatur informasi, kita melakukan
perbuatan yang dirancang agar kesannya tepat. Peranan dalam pandangan ini
adalah perbuatan yang dilakukan karena adanya harapan sosial yang terkait
dengan status sosial. Penampilan kita biasanya di idealkan dan didalamnya
17
tercukup harapan sosial. Beberapa aspek peranan sangat ditekankan sedangkan
aspek lain disembunyikan.
Orang seringkali diberi stigma memberikan kesan pada orang lain
tentang aspek-aspek diri mereka yang tidak disetujui secara sosial.
Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan
sebagi suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat
serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagi prilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat. 12
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa
dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melauli udara, kabel, dan atau
media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran. 13
B. Komunikasi Massa
1. Difusi Inovasi
12
Soekanto, Soejono.
Persada.2003),cet ke-36 h.244
13
P3SPS KPI Bab I
Sosiologi
suatu
pengantar(Jakarta:
Raja
Grafindo
18
Muncul pada artikel yang berjudul The People’s Choice tahun 1944
yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld, Benard Bereleson, dan H. Gaudet.
Mereka mengatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari
media massa sangat kuat untuk mempengaruhi orang-orang. Dengan kata
lain, ketika ada informasi baru dan inovatif, lalu disebarkan (difusi) melalui
media massa, maka akan sangat kuat mempengaruhi massa untuk
mengikutinya. 14
Everett M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana
suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka
waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah
suatu jenis komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan
sebagai ide baru. Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap
baru oleh seseorang. 15
Everett M. Rogers (1983:165) mengatakan, merumuskan kembali
teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dalam
suatu proses difusi inovasi, yaitu Pertama, Pengetahuan: kesadaran
individu tentang adanya inovasi dan pemahaman tertentu tentang
bagaimana
inovasi
tersebut
berfungsi.
Kedua,
Persuasi:individu
membentuk/memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi
tersebut. Ketiga, Keputusan:individu terlibat dalam aktivitas yang
membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Keempat,
Pelaksanaan: individu melaksanakan keputusannya itu sesuai dengan
14
Nurudin.Komunikasi Massa.(Malang: Cespur,2003),h.177
Elvinaro Ardianto,dkk.Komunikasi Massa.Suatu Pengantar Edisi Revisi.(Jakarta:
Simbiosa Rekatama Media,2007), cet-1,h.64
15
19
pilihannya. Kelima, Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang
menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah
dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai
inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya. 16
Pada teori difusi inovasi pengaruh media juga dipandang tak secara
langsung mengenai individu, tetapi terdapat sumber non-media yang turut
mempengaruhi efektivitas pesan media. Hanya saja dalam teori ini,
pengaruh non-media tidak merujuk pada opinion leader, tapi kepada siapa
saja yang bisa memengaruhi, seperti tetangga atau teman. Karenanya,
difusi melibatkan pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan dan
konfirmasi. 17 Bila dilihat dari cara pengelolaan penyiaran sebagai medium
komunikasi massa, maka terdapat tiga paradigma yaitu otoritarianisme,
liberal dan tanggung jawab sosial. Salah satunya dalam paradigma
tanggung jawab sosial, bahwa penyiaran harus dilepaskan dari intervensi
pemerintah, tetap dipertahankan. Namun, muncul sensibilitas besar
terhadap dampak buruk penyiaran liberal, yakni kepemilikan media yang
monopolistic dan dampak-dampaknya terhadap potensi manipulasi
informasi oleh kekuatan modal. 18
2. Agenda Setting
Teori ini diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam Public
Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of
16
Burhan Bungin.Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat,(Jakarta: Kencana, 2006), Ed.1,cet-1, h.277-278
17
Muhammad Mufid,. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran,(Jakarta: Kencana,2007) cet
ke-2,h.23
18
Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran,,h.24
20
Mass Media. Asumsi dasarnya adalah bahwa jika media memberi tekanan
pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media,
maka penting juga bagi masyarakat. 19
Peran media massa cukup besar untuk memengaruhi pikiran
khalayak melalui penekanan berita yang disampaikan. Media massa
digunakan sebagai alat untuk mengonstruksi area kognitif audiensnya
sehingga mereka mau mengubah pandangan-pandangan yang dianut
ataupun perspektif-perspektif baru.
3. Gatekeeper (Penjaga Gawang)
Dalam proses perjalanan sebuah pesan dari sumber media massa
kepada penerimanya, gatekeepers ikut terlibat didalamnya. Istilah
gatekeepers pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin dalam bukunya
Human Relations (1974). Istilah ini mengacu pada proses : suatu pesan
berjalan melalui berbagai pintu, selain juga pada orang atau kelompok yang
memungkinkan pesan lewat (Joseph A Devito, 1996). Ada semacam
pengawas atau gatekeepers yang mengawasi siapa orang yang berhak
menggunakan alat komunikasi massa dan materi apa yang hendak
disampaikan. Gatekeepers ini bersifat professional seperti redaktur,
produser, editor, wartawan.
20
Fungsi utama gatekeepers adalah menyaring
pesan yang diterima seseorang. Ketika menyampaikan pesan tersebut,
19
20
ke-1,h.47
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi, h.27
Hari Hiryawan, .Dasar-dasar Hukum Media.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2007),cet
21
gatekeepers mungkin memodifikasi dengan berbagai cara dan berbagai
alasan, gatekeepers membatasi pesan yang diterima komunikan. 21
C. Televisi sebagai Media Pers
Sebagaimana radio siaran, penemuan televisi telah melalui berbagai
eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar
penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta
penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan William Jenkins
melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar melalui
kabel. 22
Kata televisi terdiri dari kata ‘tele’ yang berarti jarak dalam bahasa
Yunani dan kata ‘visi’ yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi
kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suara dari suatu
tempat yang berjarak jauh. 23
Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada
tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan
Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan.
21
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar
,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007), cet ke-3,h.42-43
22
Elvinaro Ardianto,dkk.Komunikasi Massa:Suatu Pengantar,Edisi Revisi. (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media,2007),Cet ke-1,h.135
23
Sutisno P.C.S .Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio,(Jakarta:
Grasindo,1993),h.1
22
Televisi yang pertama muncul adalah TVRI dengan jam siar antara
30-60 menit sehari. Tujuh tahun setelah TVRI diresmikan (1969), jumlah
pesawat televisi di Jakarta meningkat menjadi 65.000 buah. 24
Media televisi sebagai sarana tayang realitas sosial menjadi penting
artinya bagi manusia untuk memantau diri manusia dalam kehidupan
sosialnya.
Tergantung
dari
bagaimana
kesiapan
manusianya
untuk
menghadapi informasi televisi. 25
Media televisi menyediakan informasi dan kebutuhan manusia
keseluruhan, seperti berita, informasi financial, berbagai macam produksi
barang, dsb. Pemirsa akan selalu terdorong mencari sesuatu yang tidak
diketahui melalui media televisi. Kemampuan televisi dalam menarik
perhatian massa menunjukan bahwa media tersebut telah menguasai jarak
secara geografis dan sosiologis.
Posisi dan peran media massa televisi dalam operasionalisasinya di
masyarakat, tidak berbeda dengan cetak dan radio. Robert K.Avery dalam
bukunya “Communication and The Media” dan Sanford B. Weinberg dalam
“Messages-A Rreader in Human Communication”, Random House, New
York 1980, mengungkapkan 3 fungsi media yaitu:
1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan,
2. The correlation of the part of society in responding to the environment,
yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan
24
Wawan Kuswandi.Komunikasi Massa,Sebuah Analisis Media Televisi.(Jakarta:
PT.Rineka Cipta),cet-1,h.34
25
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi ,h.32
23
kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada
seleksi evaluasi dan interpretasi,
3. The transmission of the sosial heritage from one generation to the next,
ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
Ketiga fungsi diatas pada dasarnya memberikan satu penilaian pada
media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara
untuk
menyambung
atau
menyampaikan
nilai-nilai
tertentu
pada
masyarakat. 26
D. Infotainmen
1. Sejarah Awal Infotainmen
Konsep infotainmen mulanya dipopulerkan oleh para penggiat di
Jhon Hopkins University (JHU), Baltimore, AS. Universitas yang terkenal
dengan berbagai riset kedokterannya tersebut memiliki jaringan organisasi
nirlaba Internasional yang bergerak dalam misi kemanusiaan meningkatkan
kesejahteraan manusia melalui berbagai aspek kesehatan. Misi mereka
didukung oleh Center of Communication Program (CCP) yang bertugas
mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan guna mengubah perilaku
kesehatan masyarakat. Para pakar komunikasi di CPP termasuk Evertt M.
Rogers, merumuskan berbagai metode penyampaian pesan-pesan kesehatan
26
Wawan Kuswandi. Komunikai Massa, Sebuah Analisis Media Televisi,h.25
24
yang secara efektif dapat mengubah prilaku positif. Salah satu konsep
pesan yang dihasilkan adalah infotainmen. 27
Formula neologisme yang menggabungkan information dan
entertainment. Basis utamanya adalah informasi, adapun hiburan disisipkan
sebagai pancingan untuk memalingkan perhatian khalayak.
Dengan demikian porsi terbesarnya tentu saja adalah informasi itu
sendiri bukan hiburannya. Saat infotainmen diadopsi dalam kerja media
massa, terjadi salah kaprah. Dimana infotainmen dimaknai sebagai
informasi tentang hiburan. Sehingga, hiburan menjadi focus dan kerapkali
makna subtantif dari sebuah informasi direduksi. Misalnya dengan
dramatisasi fakta, dugaan berlebihan, penggiringan opini, liputan yang
sepihak serta sejumlah standar etika lainnya yang telah diabaikan secara
sadar. Faktanya, hingga saat ini kecenderungan tayangan infotainmen
makin meningkat. Bahkan, bagi stasiun-stasiun televisi seolah menjadi
bagian utuh dari the logic of accumulaition and exclusion. Ini merupakan
tesis pemikiran Douglas Kellner dalam bukunya Television and the Crisis
of Democracy (1990) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan siaran
televisi lebih banyak diatur “konstitusi” rezim kediktatoran pasar yang
menonjolkan kompetisi dan hak akumulasi modal sebebas-bebasnya. 28
2. Definisi Infotainmen
Adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian
menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi
27
Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri
Televisi,h.65
28
http://gunheryanto.blogspot.com/Juni,2006
25
hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris informationentertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang
menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang
unik. 29
Infotainmen adalah hiburan ringan dan aktual seputar dunia
selebritis dan orang-orang terkenal dalam bentuk hiburan, contohnya profil
selebritis. Dalam bukunya yang berjudul “Infotainmen” juga menuturkan :
Terlepas dari akar kelahirannya di barat, dimana infotainmen sebagai
‘informasi yang disajikan sebagai hiburan’. Di Indonesia istilah tersebut
menjadi informasi mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih menjadi
informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan. 30
Infotainmen pada dasarnya adalah jenis soft journalism atau soft
news yang berkembang di Amerika Serikat. Kategori ini bukan hanya
menampilkan informasi dunia hiburan semata tapi beraneka ragam berita
dari olahraga, politik, sosial budaya, dan kriminal, yang dikemas menjadi
lebih lunak dan menghibur. 31
Maraknya tayangan televisi dengan acara-acara sinetron, dan reality
show sangat membutuhkan infotainmen, begitu pula sebaliknya dimana
infotainmen menjadi bagian tidak terpisahkan dari tayangan televisi.
32
Carpini dan Williams (2001) menyebut beberapa alasan penyebab
29
http://wikipedia.org/wiki/infotainment/Januari,2003
Bima Nugroho, Teguh Imawan, dkk. Infotainment. (Jakarta: KPI,2005),cet-1,h.6
31
Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri
Televisi.(Yogyakarta: Pilar Media,2006),h. 11
32
Bimo Nugroho, Teguh Imawan,dkk.Infotainment.(Jakarta:Komisi Penyiaran
Indonesia,2007)cet ke-1,h.10
30
26
maraknya
infotainmen,
antara
lain:
perubahan
struktural
industri
telekomunikasi, integral vertical dan horizontal industri mengenai
pencapaian ekonomi, munculnya pekerja media yang hanya memiliki
pengetahuan minim pada kode etik jurnalistik dan cara pandang bahwa
jurnalisme dan hiburan itu sama saja. 33
Sebagian kalangan beranggapan infotainmen telah menjadi pribadi
para artis yang menjadi objek berita. Di pihak lain, infotainmen beralasan
artis merupakan public figure yang perlu untuk memenuhi rasa ingin tahu
penonton. Tapi pertumbuhan infotainmen sangat sulit untuk ditahan.
Infotainmen merupakan acara yang menguntungkan. Biaya informasinya
murah, artis yang menjadi objek tidak dibayar, jumlah penonton banyak,
dan rumah produksi dapat dengan mudah membuat tayangan infotainmen
dengan kemasan yang bervariasi.
33
http://petrachristanunivercitylibrary.ak.id/ikom.pdf
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Dasar Pembentukan KPI
Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar
utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya
adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus
dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan
pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Berbeda dengan semangat dalam
Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No.24 Tahun
1997 yang berbunyi
“ Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan
pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah”, menunjukkan bahwa penyiaran
pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan
untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.
Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik
dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik
dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi
kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah
media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang
sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita,
hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Dasar dari fungsi pelayanan
informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip
27
28
keberagaman isi) dan Diversity of Ownwership (prinsip keberagaman
kepemilikan).
Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang
dirumuskan KPI. Pelayanan yang sehat berdasarkan Diversity of Content
adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis
program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership adalah
jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat
dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja, dan menjamin iklim
persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di
Indonesia.
Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang No. 32 Tahun 2002
tentang penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan
sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran
merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan
publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam
semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.
Maka sejak disahkannya UU No 32 Tahun 2002 terjadi perubahan
fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan
paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya limited transfer of
authority dari pengelolaan penyiaran yang selam ini merupakan hak ekslusif
pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (Independent regulatory
body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan
untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan
29
ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi
modal maupun kepentingan kekuasaan.
Belajar dari pengalaman masa lalu dimana pengelolaan sistem
penyiaran masih berada di tangan pemerintah (pada waktu rezim orde baru),
sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi Negara yang
dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem
penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni
rejim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan
untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa
dan pengusaha.
Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran
berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan
siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan
lembaga penyiaran lokal yang ada di daerah tersebut. Hal ini untuk menjamin
tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi
sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan
untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosialbudaya masyarakat lokal.
Selama
ini
sentralisasi
lembaga
penyiaran
berakibat
pada
diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal
masyarakat lokal juga berhak untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan
kebutuhan politik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga
penyiaran sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin
30
menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat
mengembangkan potensinya secara lebih maksimal. Undang-undang No.32
Tahun 2002 dalam semangatnya melindungi hak masyarakat secara lebih
merata.
B. Sejarah KPI
Lembaga penyiaran adalah penyelenggaraan penyiaran, baik lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas
maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundangundangan yang berlaku.
Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga Negara yang bersifat
independen yang ada dipusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya
diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di
bidang penyiaran. 1
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undangundang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat
provinsi). Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran
Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah). Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh
1
2010), h.7
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) .UU tentang penyiaran No.32 Tahun 2002.(Jakarta:
31
sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil
serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat
berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan
penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja
dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang
Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:
"Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan
bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum,
dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan
sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”
Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga
bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi
siaran.
Bidang
kelembagaan
menangani
persoalan
hubungan
antar
kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI.
Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis
penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan
isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.
C. Visi dan Misi KPI
1. Visi Komisi Penyiaran Indonesia
Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan
bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
masyarakat.
32
2. Misi Komisi Penyiaran Indonesia
Membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil,
merata dan seimbang. Membantu mewujudkan infrastruktur bidang
penyiaran yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis
antara pusat dan daerah, antarwilayah Indonesia, juga antara Indonesia dan
dunia internasional. Membangun iklim persaingan usaha di bidang
penyiaran yang sehat dan bermartabat. Mewujudkan program siaran yang
sehat, cerdas, dan berkualitas untuk pembentukan intelektualitas, watak,
moral, kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan
nilai-nilai dan budaya Indonesia. Menetapkan perencanaan dan pengaturan
serta pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas penyiaran.
D. Kelembagaan Organisasi KPI
1. Wewenang, Tugas, dan Kewajiban KPI
KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta
masyarakat yang berfungsi mewadahi inspirasi serta mewakili kepentingan
masyarakat akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga
mempunyai beberapa wewenang yaitu:
a. Menetapkan standar program penyiaran
b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran
c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran
serta standar program siaran
33
d. Memberi sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku
penyiaran serta standar program siaran
e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga
penyiaran dan masyarakat.
KPI mempunyai tugas yaitu:
a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan
benar sesuai dengan hak asasi manusia,
b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran,
c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran
dan industri terkait,
d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan
seimbang,
e. Menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta
kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran,
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang
menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran dan P3SPS
menjadi rujukan untuk melihat kualitas penyelenggaraan di Indonesia.
Dalam arti, kualitas tersebut apakah penyelenggaraan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ada dan tercantum di dalamnya.
KPI juga memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran,
b. KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang
mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran,
34
c. KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat
mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e,
d. KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang
bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab,
e. KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian
kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang
terkait.
Adapun Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Sekretariat Komisi
Penyiaran Indonesia, juga diatur dalam Pasal 17 Peraturan Komisi
Penyiaran Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Kelembagaan Komisi
Penyiaran Indonesia. Dalam pasal itu disebutkan bahwa:
(1) Sekretariat KPI merupakan bagian perangkat kelembagaan pemerintah
baik di pusat maupun di daerah.
(2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPI dibantu oleh sekretariat
yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang dibiayai oleh APBN untuk
KPI Pusat dan APBD untuk KPI Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Struktur organisasi sekretariat KPI yang diatur dalam Peraturan KPI
ditetapkan melalui Keputusan Menteri untuk KPI Pusat dan Peraturan
Gubernur dan atau Peraturan Daerah untuk KPI Daerah.
Dalam pasal 18 disebutkan pula bahwa:
(1) Sekretaris KPI Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
pejabat yang diusulkan oleh KPI Pusat dan ditetapkan oleh Menteri.
35
(2) Sekretaris KPI Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
pejabat yang diusulkan oleh KPI Daerah dan ditetapkan oleh
Gubernur.
(3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Sekretaris bertanggung
jawab kepada Ketua KPI dan mematuhi setiap keputusan pleno.
Pejabat Sekretariat KPI Pusat/KPI Daerah adalah pejabat struktural
disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
2. Aturan-aturan dalam Tubuh KPI
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control dan
perekat social. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Maka dari itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga
penyiaran memiliki aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan contohnya
saja dalam hal perizinan penayangan suatu tayangan. KPI akan
memberikan izin siaran apabila:
a. Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:
1) Izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun
2) Izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun.
b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b masingmasing dapat diperpanjang.
36
c. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga
radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan
dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba
siaran paling lama 1 (satu) tahun.
d. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada
pihak lain,
e. Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena :
1) Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan
2) Melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah
jangkauan siaran yang ditetapkan
3) Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa
pemberitahuan KPI
4) Dipindahtangankan kepada pihak lain
5) Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan
persyaratan teknis perangkat penyiaran,atau
6) Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah
adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum
tetap,
7) Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis
masa izin dan tidak diperpanjang kembali.
Selain itu Komisi Penyiaran Indonesia juga menetapkan pedoman
perilaku penyiaran yang harus ditaati oleh para stasiun televisi ataupun
rumah produksi, antara lain:
37
a. Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggara stasiun ditetapkan
oleh KPI
b. Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun dan bersumber pada:
1) Nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
2) Norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat
umum dan lembaga penyiaran.
c. KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku
penyiaran kepada lembaga penyiaran dan masyarakat umum,
d. Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang
sekurang-kurangnya berkaitan dengan:
1) Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan
2) Rasa hormat terhadap hal pribadi
3) Kesopanan dan kesusilaan
4) Pembatasan adegan seks,kekerasan, dan sadisme
5) Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan
6) Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak
7) Penyiaran program dalam bahasa asing
8) Ketetapan dan kenetralan program berita
9) Siaran langsung dan,
10) Siaran iklan
e. KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran
38
Bagi televisi yang melanggar aturan yang telah ditentukan oleh
KPI akan mendapatkan sanksi administratif oleh KPI yaitu:
a. Teguran tertulis
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui
tahap tertentu
c. Pembatasan durasi dan waktu siaran
d. Denda administratif
e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu
f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran
g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran
3. Struktur Organisasi Pengurus KPI
KPI Pusat periode kedua ini ditetapkan melalui Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2007 tertanggal 31 Maret
2007, dan KPI Pusat efektif bekerja awal Juni 2007. Sedangkan penetapan
Ketua dan Wakil Ketua KPI Pusat dilaksanakan pada 16 April 2007
dengan menetapkan struktur keanggotaan sebagaimana tersebut.
Komisioner Periode 2007-2010:
Ketua
: Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, PhD
Wakil Ketua
: Fetty Fajriati Miftach, MA
Bidang Kelembagaan
: Dr.S. Sinansari Ecip, Mochamad Riyanto,M.Si
Bidang Pengawasan
: Yazirwan Uyun
Isi Siaran
: Sasa Djuarsa Sendjaja, Fetty Fjriati Miftach
39
Bidang Perizinan
: Izzul Muslimin,SIP, Dr. Amar Achmad,M.Si
dan Bimo Nugroho Sekundatmo,M.Si
Komisioner Periode 2010-2013:
Ketua
: Dadang Rahmat Hidayat
Wakil Ketua
: Nina Mutmainnah
Anggota
: Ezki Tri Rezeki Widianti, Mochamad Riyanto,
Azimah, Idy Muzayyad, Iswandi Syahputra,
Judhariksawan dan Yazirwan Uyun.
Dalam menjalankan tugasnya-tugasnya, KPI Pusat dibantu oleh
tenaga ahli sebagaimana amanat UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran pasal 9 ayat 4: “KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang
dibiayai oleh APBN.” Dan ayat 5: “Dalam melaksanakan tugasnya, KPI
dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.”
Susunan Sekretariat KPI Pusat sebagai berikut:
Sekretaris KPI Pusat
Ir. Oemar Edi Prabowo, MM
Kepala Bagian Perencanaan dan Hukum
Kepala Subbag Perencanaan
Kepala Subbag Perancangan Peraturan
Kepala Subbag Pengaduan
Deki Santosa, SE
Imam Waluyu, S.Sos
Surahmawati, SH
Dra. Sinar Ria Bellawati
Kepala Bagian Administrasi Perizinan
Kepala Subbag Fasilitas Proses Perizinan
Kepala Subbag Fasilitas Kajian Teknologi
Drs. Ismet Imawan, MM
Heryadi Purnama, S.Sos
Alfrida Berlini
Kepala Bagian Komunikasi
Kepala Subbag Humas Antar Lembaga
Kepala Subbag Fasilitas Monitoring
Budi Taruna
Wijanarko, SE
Drs. Bambang Siswanto, M.Si
Kepala Bagian Umum
Kepala Subbag Tata Usaha dan Kepegawaian
Kepala Subbag Keuangan
Kepala Subbag Dokumentasi dan Kepustakaan
Drs. Henry A.R. Patandianan
Sudaryadi. B.Sc
Imam Romersono, SE
H.Sardjono, SH
40
Kelompok jabatan Fungsional
Agatha Lily, M.Si
Ria Aprianti
Tris Finalia
Intantri Kusmawarni, M.Si
Rizky Riyadu Taufik
Joaquim Rohi
Hariqo Wibawa Satria
Arie Andyka
Fera Ariefah
Asisten Ahli:
Pengelola Website
Redaktur Pelaksana
Sofyan Herbowo, SIP
Redaktur
Rianzi Gautama, S.Sos
Aditya Nur Fahmi, MM
Shuci Trisna Permata, S.Kom
4. Program Kerja KPI
a. Penyusunan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan
berupa
peraturan kelembagaan KPI dan P3SPS.
KPI telah mengeluarkan Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2007
tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia yang mengatur
keanggotaan,
struktur
kelembagaan,
kesekretariatan,
rapat
kelembagaan, tata hubungan KPI Pusat dan KPID, Kerjasama,
Honorarium dan Tunjangan. Pada 2009, peraturan tersebut digantikan
oleh Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2009 sebagai output dari hasil
Sidang Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Peraturan KPI Bidang
Kelembagaan yang pernah diadakan di Bogor, 2-4 JuIi 2009. Peraturan
tersebut direvisi untuk lebih memperjelas eksistensi lembaga negara
yang bersifat independen ini.
41
Penyusunan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) adalah produk
KPI yang mengandung ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh
dan tidak boleh dalam proses pembuatan program siaran. Penyusunan
Standar Program Siaran (SPS) adalah produk KPI yang mengandung
ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh ter-saji
dalam isi siaran. P3 dan SPS yang berlaku saat ini adalah Peraturan
Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran; Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03
Tahun 2009 tentang Standar Program Siaran. Dalam peraturan terbaru
ini, aturan-aturan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran dijelaskan secara lebih rinci.
b. Rapat-rapat Koordinasi seperti Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional),
Rapim (Rapat Pimpinan), Raker (Rapat Kerja) dan Rapat Pleno.
Sementara itu untuk penguatan kelembagaan dan koordinasi
kegiatan program, seperti yang terdapat pada BAB V Peraturan KPI
Nomor 01 tahun 2009 tentang kelembagaan, bahwa yang termasuk
dalam rapat-rapat kelembagaan KPI adalah Rapat Koordinasi Nasional
(Rakornas), Rapat Pimpinan (Rapim), Rapat Kerja (Raker) dan Rapat
Pleno.
-
Rapat
pimpinan
bertujuan
untuk
melakukan
konsolidasi
kelembagaan secara menyeluruh dalam upaya meningkatkan
kinerja
dalam
melaksanakan
pengaturan,
pengawasan
dan
pengembangan dalam bidang penyiaran sebagaimana diamanatkan
oleh UU Penyiaran.
42
-
Rakornas ini sesuai dengan Peraturan KPI No. 01 Tahun 2009
tentang Kelembagaan KPI pasal 33 ayat (1) yang berbunyi: Rapat
Koordinasi Nasional merupakan forum tingkat nasional yang
berfungsi untuk menetapkan peraturan dan keputusan berkenaan
dengan wewenang, tugas, kewajiban dan fungsi KPI.
-
Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan oleh KPI, baik di
tingkat Pusat (Rakernas) dan di tingkat Daerah (Rakerda), dan
diikuti oleh koordinator bidang dari seluruh KPI Daerah.
-
Rapat Pleno adalah rapat yang diselenggarakan secara berkala dan
merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di
masing-masing KPI Pusat dan KPI Daerah.
c. Program pembinaan dan koordinasi dengan KPID
d. Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI
e. Kerjasama antarlembaga seperti dengan Pemda, KPID dan lembaga
lainnya.
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat melakukan kerjasama
dengan berbagai pihak dalam menjalankan amanat UU Nomor 32
tahun 2002 tentang Penyiaran. Kerjasama ini dilakukan untuk
meningkatkan komunikasi dan mendukung terlaksananya tugas-tugas
KPI. Seperti bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia,
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI), Dewan Pers, Yayasan 28, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Anak, Universitas
43
Atmajaya Yogyakarta, Universitas Veteran Yogya-karta, Universitas
Muhammadiyah Malang, dll. Bentuk kerjasama yang dilakukan KPI
dengan lembaga-lembaga penyiaran atau lembaga lain-nya yang terkait
penyiaran pada umumnya berupa kerjasama yang menitikberatkan
pada literasi media dan pengawasan isi siaran. Selain menjalin
hubungan kerjasama dalam negeri, KPI mempunyai program untuk
melakukan kunjungan ke beberapa negara yang dipan-dang maju
dalam hal penyiaran, dalam rangka menjalin kerjasama internasional.
Beberapa Negara yang telah dikunjungi KPI adalah China, Hongkong,
Malaysia, Singapore, Inggris, Amerika Serikat.
f. Penandatanganan
MoU
(Memorandum
of
Understanding)/Nota
Kesepahaman.
E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia
1. Infotainmen dalam Jurnalisme
Infotainmen merupakan jenis tayangan televisi yang popular dewasa
ini. Tingginya popularitas jenis tayangan ini bisa dibuktikan dengan semakin
beragamnya nama tayangan infotainmen yang menemui pemirsa. Walaupun
semakin beragamnya nama tayangan infotainmen, namun keberagaman nama
ini tidak diikuti oleh keberagaman
format acara infotainmen. Anehnya
ditengah kualitas infotainmen yang begitu-begitu saja, infotainmen tetap
44
digandrungi para pemirsa. Pada waktu prime-time 2 infotainmen juga tidak
terlewat ikut meramaikan kompetisi perebutan rating tinggi.
Arti sesungguhnya dari infotainmen, yaitu informasi yang dikemas
dalam balutan entertainment, maka seharusnya porsi informasi lebih banyak
daripada porsi hiburan. Faktanya, kini infotainmen lebih mengutamakan unsur
hiburan daripada unsur informasi. Ini terkait dengan kandungan informasi
misalnya bobot informasi atau penting tidaknya informasi tersebut
disampaikan kepada publik.
Mengacu pada theory agenda setting, maka sebenarnya medialah
yang telah mengonstruksi pikiran publik sehingga informasi yang sebenarnya
tidak penting menjadi penting. Dalam teori yang dikemukan oleh
M.E.Mc.Combs and D.L. Shaw tersebut dikatakan bahwa jika media
memberikan
tekanan
pada
suatu
peristiwa,
maka
media
itu
akan
mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Mereka menjelaskan
bahwa ada korelasi positif yang cukup signifikan antara penekanan berita dan
penilaian berita oleh khalayak. 3
Dengan kata lain, media membuat sesuatu yang tidak penting menjadi
penting, misalnya penekanan dengan porsi penayangan berita yang besar.
Seperti wartawan infotainmen mencari berita mengenai perceraian artis , cara
berpacaran artis, gaya hedonisme mereka, pernikahan terselubung, pisah
ranjang hingga perselingkuhan mereka. Kenapa kehidupan “ranjang” artis
2
Prime-time adalah waktu terbaik untuk menyuguhkan program siaran yang top,
mengingat waktu tersebut ditonton oleh sebagian besar penonton.Lihat RM Soenarto. Programa
Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran. ( Jakarta:FFTV-IKJ Press,2007), h.66
3
Burhan Bungin,.Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. (Jakarta: Kencana, 2006) cet ke- 1,h. 280
45
mesti dipublikasikan? Yang membuatnya menjadi penting adalah penekanan
pada unsur artis/figure yang ditampilkan serta frekuensi penayangan informasi
tersebut. Terlepas dari unsur pentingnya informasi, hal yang demikian juga
telah melanggar ruang privasi artis.
Diffusion of Innovation theory semakin mempercepat persebaran
informasi. Teori ini menunjukan bahwa media massa semakin mempercepat
jalannya arus informasi hingga mencapai khalayak dalam jumlah yang besar.
Pada tayangan infotainmen, adopsi inovasi dari gaya hidup para selebritas
akan berpengaruh pada khalayak karena diperolehnya pengetahuan tersebut
akan dipengaruhi pula oleh karakteristik sosial.
Menurut Val E. Limburg dalam bukunya Electronic Media Ethics
(1994: 125), gambar (visual) lebih mampu berbicara banyak daripada bahasa
lisan maupun tertulis, karena itu persoalan etika menjadi semakin penting.
Dalam tayangan berita di televisi, termasuk juga infotainmen, menurutnya ada
dua gatekeepers yang berperan dalam persoalan etika yang berkaiatan dengan
visualisasi di layar televisi, yaitu kamerawan yang mengarahkan kameranya
pada sumber berita dan editor yang berkuasa untuk memilih visualisasi yang
layak disiarkan atau tidak. 4
Dilihat dari kaidah jurnalistik, infotainmen dapat dikategorikan sebuah
karya jurnalistik. Para wartawan infotainmen melakukan reportase di
lapangan, mewawancarai narasumber, mengedit, kemudian menyiarkannya
untuk khalayak ramai. Namun dilihat dari standar dan prosedur jurnalistik
4
http://.artikeljurnalinfotainmen.pdf
46
tersebut, infotainmen yang ada secara umum merupakan produk jurnalistik
yang buruk kualitasnya.
Selama ini yang menjadi keluhan para selebritis terhadap infotainmen
adalah dimasukinya wilayah privat mereka oleh para kru infotainmen.
Berbagai perseteruan selebritis dengan kru infotainmen seperti tersebut di atas
menjadi penanda dari pereseturuan ini. Walaupun demikian konsep wilayah
privat sendiri perlu dirumuskan kembali karena bukankan selebritis adalah
public figure yang kemanapun melangkah pasti selalu menarik minat khalayak
untuk mengetahuinya (public right to know). Yang lebih mendesak untuk
segera diperhatikan adalah kesadaran penerapan etika jurnalisme saat meliput
berita yang akan dijadikan konsumsi infotainmen.
Pada kenyataannya, kondisi yang terjadi berkebalikan dan semakin
ironis karena etika jurnalisme yang semakin tidak dipedulikan dalam
infotainmen, sehingga wajar saja jika kemudian berkembang wacana bahwa
infotainmen sekedar “berita sampah” yang hanya berorientasi kepada segi
entertainment untuk mereguk keuntungan dengan mengorbankan hak-hak dan
kepentingan sumber berita.
Yons Achmad, seorang pemerhati media dan aktivis Communicare
Institute (CoIn) Jakarta memiliki beberapa catatan tentang kelemahan dari
produksi sampai program terkait tayangan infotainmen yang ditayangkan ke
publik yaitu: Pertama, di dalam dunia jurnalistik pertama kali yang harus
dibangun adalah sumber berita berdasarkan fakta. Sementara di dalam acara
infotainmen kerap sekali berita hanya berdasarkan gosip dan informasi yang
47
simpang siur. Kedua, dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya, wartawan
infotainmen kerap memaksa nara sumber (artis) untuk angkat bicara. Bahkan,
sampai menginap di sekitar rumah para artis. Fenomena ini kerap menjadikan
trauma tersendiri di kalangan artis. Maka wajar jika ada penilaian bahwa
pekerja infotainmen itu bukan wartawan. Ketiga, wartawan infotainmen kerap
berdalih bahwa apa yang mereka lakukan itu sah-sah saja. Mencegat nara
sumber dan seenaknya memaksa nara sumber untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan. Ketika tidak berhasil sering terjadi pemaksaan disertai ancaman
bahwa menghalang-halangi kerja peliputan bisa berurusan dengan hukum atas
nama UU Pers No 40 1999. Keempat, berkenaan dengan status kewartawanan
banyak yang masih mempertanyakan apakah awak infotainmen layak disebut
wartawan. Karena, mereka tidak semua bekerja pada stasiun televisi tetapi
karyawan sebuah production house. Kelima, terkait dengan muatan berita
yang buruk dan layak dikategorikan sebagai berita sampah (junk news),
misalnya terkesan asal tayang dan menyiarkan wawancara nara sumber yang
tidak kompeten untuk berbicara di ranah publik. 5
Program infotainmen di stasiun-stasiun televisi bukan merupakan karya
jurnalistik, demikian menurut disertasi Doktor Ilmu Komunikasi Universitas
Indonesia (UI), Mulharnetti Syas yang berjudul Relasi Kekuasaan dalam
Budaya Industrti Televisi di Indonesia (Studi Budaya Televisi pada Program
Infotainmen).
5
http://communicareinstitute.com. 3 Januari,2007
48
Beliau mengatakan, hasil disertasinya menyimpulkan bahwa tayangan
infotainmen banyak melanggar kode etik jurnalistik, karena menampilkan
gossip atau isu bukan fakta yang ada. Tayangan infotainmen hanya sebagai
hiburan semata bagi pemirsa televisi, sehingga kurang bermanfaat bagi
masyarakat. Ia juga menilai bahwa pekerja infotainmen bukan wartawan,
karena hasil kerjanya bukan produk jurnalistik. 6
Lain halnya dengan pandangan
Pakar Komunikasi Universitas
Indonesia Dr. Effendy Ghozali, MA menilai, karakter infotainmen di
Indonesia adalah over explosive, over simplified dan over claim. Over
explosive karena tayangan infotainmen sudah terlalu banyak, semua stasiun
televisi di Indonesia memiliki program acara serupa. Akibatnya, infotainmen
justru menjadi sarana sinisme bukannya menjadi media informasi yang
mencerdaskan masyarakat. Sementara over simplified, ditunjukkan dengan
cara kerja para jurnalis infotainmen yang terlalu mudah menyederhanakan dan
menyimpulkan sebuah persoalan. Sedangkan over claim, media infotainmen
selalu mengklaim demi kepentingan publik. seolah-olah publik harus
mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada artis. 7
Antropolog Universitas Negeri Semarang, Nugroho Trisnu Brata
menilai tayangan infotainmen berakar pada budaya masyarakat yang bermula
dari
kebiasaan
“ngerumpi”.
Kebiasaan
tersebut
ternyata
mengikuti
perkembangan zaman yang mulai mengenal media komunikasi yang lebih
canggih, yakni televisi hingga akhirnya ada tayangan infotainmen. Ia
6
7
Depok (Antara News), Selasa 13 Juli 2010
http://detiknews.com/ibnughifari
49
mengatakan kebiasaan “ngerumpi” sudah menjadi budaya sebagian masyrakat
sehingga menjadi bebas nilai dan tidak dapat dinilai salah atau benar, sebab
kebudayaan adalah sesuatu yang bebas nilai. Tayangan infotainmen tak akan
pernah sepi dari iklan yang mengindikasikan hal itu merupakan peluang untuk
meraih pendapatan besar di dunia pertelevisian. 8
Pihak yang mengkritik tayangan infotainmen umumnya berkeberatan
terhadap isi yang melulu pada gossip ataupun fakta yang tidak berbobot dan
tidak sehat. Tayangan-tayangan di televisi seyogyanya berisi informasi yang
membawa masyarakat kepada
proses pembelajaran yang mendidik dan
bertumpu pada nilai etika, kesopanan, maupun kecakapan dalam ilmu dan
teknologi.
2. Pandangan Ormas Islam Terhadap Infotainmen
Di selenggarakannya Musyawarah Nasional Alim Ulama dan
Konferensi Besar NU di Surabaya akhir Juli 2006 lalu akhirnya
merekomendasikan
bahwa
NU
mengeluarkan
fatwa
haram
tentang
infotainmen karena memasuki wilayah ghibah alias gunjingan bahkan fitnah
yang tak terbukti kebenarannya atas persoalan-persolan pribadi yang
diberitakannya.
Ketua PBNU Prof Dr. KH Said Aqil Siradj menyatakan, langkah NU
mengeluarkan fatwa haram bagi infotainmen yang cenderung membuka aib
seseorang semata untuk mengajak umat pada kebaikan dan meninggalkan
keburukan, namun NU tak akan memaksa masyarakat untuk mengikuti fatwa
8
Semarang (Antara News), Jumat 30 Juli 2010
50
tersebut. Beliau menjamin fatwa yang dihasilkan dari proses Musyawarah
Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Surabaya akhir Juli lalu itu
tidak akan diikuti dengan aksi sweeping terhadap orang-orang yang tidak
mengikuti fatwa tersebut. 9
Pada Juli 2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa
haram untuk tayangan infotainmen, baik bagi televisi yang menayangkannya
maupun masyarakat yang menontonnya. Fatwa tersebut disahkan dalam rapat
pleno Komisi C Bidang Fatwa Musyawarah Nasional (Munas) VIII MUI di
Jakarta. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi Fatwa MUI KH. Ma’ruf Amin.
Bagi pihak yang menayangkan dan menyiarkan atau mengambil
keuntungan dari berita yang berisi tentang aib, kejelekan, gossip dan hal-hal
lain sejenis terkait juga dinyatakan haram oleh MUI. Sementara status haram
itu bisa batal dengan beberapa alasan yang dibenarka secara syar’i, yakni
tayangan
infotainmen
tersebut
untuk
kepentingan
penegak
hokum,
memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan,
meminta pertolongan atau meminta fatwa hukum.
MUI merekomendasikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
untuk meregulasi tayangan infotainmen untuk menjamin hak masyarakat
memperoleh tayangan yang bermutu serta melindungi dari hak-hak negatif.
Lembaga Sensor Film (LSF) juga diminta mengambil langkah proaktif untuk
9
http://www.tempointeraktif.com/ Veven Wardhana, Januari 2007
51
menyensor tayangan infotainmen guna menjamin terpenuhinya hak-hak publik
dalam menikmati tayangan bermutu. 10
Dalam Firman Allah SWT:
ٌ‫ﻦ إِﺛْﻢ‬
‫ﻈﱢ‬
‫ﺾ اﻟ ﱠ‬
َ ْ‫ن َﺑﻌ‬
‫ﻦ ِإ ﱠ‬
‫ﻈﱢ‬
‫ﻦ اﻟ ﱠ‬
َ ‫ﻦ َﺁ َﻣﻨُﻮا اﺟْ َﺘ ِﻨﺒُﻮا َآﺜِﻴﺮًا ِﻣ‬
َ ‫“ﻳَﺎ أَ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ‬
‫ﻞ َﻟﺤْ َﻢ‬
َ ‫ﺣ ُﺪ ُآﻢْ َأنْ َﻳﺄْ ُآ‬
َ ‫ﺐ َأ‬
‫ﺤ ﱡ‬
ِ ‫ﻀ ُﻜﻢْ َﺑﻌْﻀًﺎ َأ ُﻳ‬
ُ ْ‫ﺴﺴُﻮا وَﻟَﺎ َﻳﻐْ َﺘﺐْ َﺑﻌ‬
‫ﺠﱠ‬
َ ‫َوﻟَﺎ َﺗ‬
.”ٌ‫ن اﻟﱠﻠﻪَ ﺗَﻮﱠابٌ رَﺣِﻴﻢ‬
‫َأﺧِﻴ ِﻪ ﻣَﻴْﺘًﺎ َﻓ َﻜ ِﺮ ْه ُﺘﻤُﻮ ُﻩ وَاﺗﱠﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ ِإ ﱠ‬
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjing-kan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging sau-daranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertak-walah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q.S. Al Hujuraat: 12)
Hadits Nabi s.a.w yang diriwayatkan Imam al-Bukhori: 11
‫ﺻﺐﱠ ﻓِﻲ ُأ ُذ َﻧﻴْ ِﻪ‬
ُ َ‫ﺚ َﻗﻮْ ٍم َو ُهﻢْ َﻟ ُﻪ آَﺎرِهُﻮن‬
ِ ‫ﺣﺪِﻳ‬
َ ‫َو َﻣﻦْ اﺳْ َﺘ َﻤ َﻊ إﻟَﻰ‬
.‫ﻚ‬
ُ ‫اﻟْﺂ ُﻧ‬
Artinya: “Barang siapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum, sedangkan
mereka membeci pembicaraan itu, maka akan dicurahkan timah
yang meleleh pada telinga orang tersebut (di akherat).”
Dalil-dalil diatas mengandung kesimpulan bahwa seseorang dilarang
untuk melakukan tujuh perkara:
1. Dzon (dugaan buruk atau buruk sangka pada orang lain).
2. Tajassus (mengintai atau mengejar berita).
3. Ghibah (ngerasani) yang diharamkan seperti mengungkap aib seseorang
dengan segala macam bentuknya (dengan li-san, tulisan, isyarah dan lainlain atau dengan hati).
10
11
http://www.detiknews.com/2010/07/27/04513/1396755/mui:gossip-haram
Himpunan hadist pilihan hadist shahih bukhari. (Surabaya: Al-ikhlas)
52
4. Buhtan (mendustakan orang lain)
5. Ifkun (membicarakan sesuatu yang didengar yang belum ada kejelasan).
6. Tasmi’ (memperdengarkan perbuatannya untuk mendapat popularitas) dan
Riya’ (pamer untuk dipuji).
7. Membuka aib sendiri atau orang lain tanpa ada tujuan yang dibenarkan. 12
Hukum penayangan dan proses infotainmen :
1. Jika ada unsur-unsur perkara di atas, maka hukum penayangannya adalah
haram.
2. Jika tidak ada unsur-unsur tersebut, seperti tahadduts binni’mah
(membicarakan kenikmatan yang diberikan Allah), sebagai panutan agar
diikuti amal kebaikannya dan agar dimanfaatkan karya Ilmiahnya, maka
hukum penayangnya diperbolehkan.
Hukum menontonnya:
1. Haram, jika panayangannya hukumnya haram (karena setuju dengan
kemungkaran), kecuali ada tujuan taghyirul mungkar (mengubah
kemungkaran) atau meninggalkan.
2. Tidak haram, jika penanyangannya hukumnya tidak haram.
12
Rachmat Syafe’I. Al-Hadist: Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum. 2003, (Bandung: CV.
Pustaka Setia,)cet ke2 h.188
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL
A. Peranan KPI Pusat terhadap Tayangan Infotainmen
Komisi penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga independen yang
mengatur hal-hal mengenai penyiaran yang tugas, fungsi dan wewenangnya
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Komisi Penyiaran Indonesia adalah suatu lembaga yang bergerak
dalam bidang penyiaran. Semua tugas serta fungsi KPI bertujuan untuk
memperbaiki semua siaran yang ada di Indonesia. Tugas lain dari KPI adalah
mengawasi kegiatan penyiaran dan memberikan sanksi kepada stasiun televisi
yang melakukan tindakan pelanggaran. Hal tersebut merupakan wujud peran
KPI dalam mengawasi tayangan-tayangan yang ada di televisi.
Kegiatan komisi penyiaran Indonesia dalam mengawasi isi siaran ini
masuk kepada yang ketiga yaitu pengawasan isi siaran karena pada dasarnya
KPI dibagi menjadi tiga bidang yaitu bidang kelembagaan, bidang struktur
penyiaran dan bidang pengawasan isi siaran.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memiki beberapa kegiatan
dalam mengawasi tayangan-tayangan di televisi yaitu menampung, meneliti
dan menindaklanjuti keluhan akan isi siaran, pemantauan langsung, dan
memberikan sanksi.
53
54
1. KPI melakukan kajian dalam bidang masing-masing
Pada dasarnya setiap komisioner memiliki tim kajian masing-masing.
Kajian dilakukan setiap satu bulan sekali oleh para tim pengkaji. Kajian ini
bertujuan memantau pelanggaran yang dilakukan stasiun-stasiun TV yang
bersiaran nasional terhadap UU no 32/2002 tentang Penyiaran serta P3SPS
yang ditetapkan KPI. Kegiatan pengkajian ini berguna untuk mengoreksi serta
meneliti suatu tayangan yang melakukan pelanggaran. Kegiatan pengkajian
sangat
penting dilakukan sebab, secara tidak langsung kegiatan ini bisa
dijadikan tolok ukur seberapa jauh suatu tayangan melakukan tindakan
pelanggaran.
2.
KPI menerima aduan dari masyarakat.
Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya
pelanggaran terhadap standar program siaran dapat mengadukan
pelanggaran tersebut kepada Komisi Penyiaran Indonesia, KPI juga
menerima aduan melalui media internet yakni dengan membuka situs web
www.kpi.go.id. Dan jejaring sosial Facebook dengan akun komisi
penyiaran indonesia.
Selain itu KPI menerima aduan dalam bentuk
lainnya seperti melalui call centre dan SMS, dari sanalah KPI mengetahui
aduan yang masuk dari masyarakat untuk KPI. KPI menampung, meneliti,
dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi
masyarakat
terhadap
penyelenggaran
penyiaran.
Pengaduan
dari
masyarakat merupakan inti yang sangat penting mengingat masyrakat
merupakan orang yang paling sering mengonsumsi tayangan televisi
55
sehari-hari. Sehingga masyarakat paling banyak mengetahui serta
merasakan tayangan apa yang memberikan dampak negatif serta
melanggar aturan penyiaran. Pada tahun 2009 ada 163 aduan (khusus
untuk tayangan infotainmen saja) yang masuk ke KPI dan pada tahun 2010
jumlah aduan yang masuk tidak berbeda jauh sekitar 31.98% dari total
aduan yang masuk. Dengan demikian masyarakat merupakan sumber yang
cukup diperhitungkan
3. KPI melakukan pengawasan langsung.
Pengawasan secara langsung yaitu dengan mengawasi melalui fasilitas
monitoring selama 24 jam penuh, pengawasan ini berlaku untuk semua
stasiun televisi, dan fasilitas monitoring dapat merekam semua siaran yang
ada di seluruh stasiun televisi. Kegiatan monitoring sangatlah penting,
karena kegiatan tersebut ditujukan untuk mengawasi kegiatan penyiaran,
sekaligus dapat megoreksi tayangan yang melakukan pelanggaran.
Kegiatan monitoring dilakukan oleh 9 tim dan dibantu 11 tim ahli dan
ditambah dengan beberapa panel dari beberapa universitas terkemuka
yakni UI dan universitas lainnya.
Komisioner
memberikan
melakukan
pemberdayaan
kajian
khususnya
serupa
agar
tayangan
memberikan
konsen
edukasi
masyarakat. Selain itu KPI juga mengadakan pengawasan yakni dengan:
1. KPI mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran
untuk
56
2. Pedoman perilaku penyiaran harus menjadi pedoman lembaga penyiaran
dalam memproduksi suatu program siaran,
3. Pedoman perilaku penyiaran wajib dipatuhi oleh semua lembaga
penyiaran.
Beberapa kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan-tayangan televisi
di atas merupakan kegiatan yang rutin dilakukan oleh KPI. KPI memiliki
peran yang sangat penting dalam dunia penyiaran, KPI ibarat sebuah rem yang
dapat mengendalikan sebuah mobil, sebab semua kegiatan yang dilakukan
oleh KPI adalah kegiatan yang dapat mengontrol semua kegiatan yang
terdapat dalam bidang penyiaran. Bukan tidak mungkin jika KPI tidak ada
maka tayangan-tayangan menjadi tidak terkontrol, dan layar televisi dipenuhi
dengan tayangan yang kurang baik, serta mengkhawatirkan. Karena tidak
adanya kontrol serta pengawasan langsung terhadap dunia penyiaran.
Sesuai amanat Undang-undang No 32 Tahun 2002 KPI menyusun
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang berisi
apa yang boleh dan tidak disiarkan oleh lembaga penyiaran. P3SPS yang
berlaku adalah peraturan KPI no 2/2009 tentang P3 dan no.3/2009 tentang
SPS.
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dikenal
dengan P3SPS merupakan peraturan KPI yang senantiasa mengalami
penyempurnaan sesuai dengan dinamika yang ada. Di tengah persaingan antar
industri yang begitu ketat, ide-ide kreatif yang muncul tak jarang
mengesampingkan norma-norma dan aturan yang berlaku di dalam
57
masyarakat yang berujung pada penyuguhan tayangan yang merugikan
kepentingan masyarakat khususnya anak dan remaja.
KPI menetapkan standar program siaran, hal ini tentunya sangatlah
berguna, karena jika KPI tidak menetapkan standar program siaran maka
lembaga penyiaran akan menyiarkan tayangan secara semena-mena dan
memberikan tayangan yang tidak bertanggung jawab, sebab tidak ada standar
serta ketentuan yang harus dipatuhi oleh lembaga penyiaran, jadi dengan
adanya standar pedoman perilaku penyiaran, lembaga penyiaran tidak bisa
semena-mana dalam memberikan tayangan kepada pemirsanya.
Fungsi KPI sebagai lembaga penyiaran sangat bermanfaat bagi
kegiatan penyiaran di negeri kita ini. Sebagai warga Negara yang baik
hendaknya para pembuat acara ikut membantu
KPI dalam menjalankan
fungsinya, yakni dengan menyajikan tayangan yang bermanfaat untuk
masyarakat.
Tugas dan kewajiban KPI
adalah menjamin masyarakat untuk
memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia,
adalah tugas yang tidak mudah apalagi ditambah tugas-tugas yang lain. Dari
penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwasannya KPI memiliki peran yang
sangat penting dalam dunia penyiaran. Kendala yang dihadapi antara lain
beragamnya program televisi dengan kualitas dan kuantitas yang beragam
pula.
Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang
merupakan tugas yang cukup sulit. Disini KPI harus mensosialisasikan kepada
58
lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran dapat memberikan informasi yang
adil, merata dan seimbang. Sesuai pasal 36 ayat (4) isi siaran wajib dijaga
netralitasnya dan tidak boleh mementingkan kepentingan golongan tertentu. 1
Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan isi pedoman perilaku
penyiaran kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses produksi,
pembelian, penayangan, dan pendanaan program siaran, baik asing maupun
lokal dari lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Bila terjadi pelanggaran atas pedoman perilaku penyiaran, maka yang
bertanggung jawab adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang
mengandung dugaan pelanggaran tersebut. Seperti halnya pada tayangan
infotainmen yang diduga melakukan pelanggaran terhadap standar program
siaran, tayangan ini juga dianggap memberikan dampak negatif serta dapat
meresahkan,
maka
pemberian
sanksi
dijatuhkan
kepada
lembaga
penyiarannya, bukan pada pihak PH-nya. Hal ini karena setiap lembaga
penyiaran berhak memilih tayangan mana saja yang akan tayang di lembaga
penyiaran tersebut.
Kemudian ketentuan dalam ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis
program, baik factual maupun non-faktual, program yang diproduksi sendiri
maupun yang dibeli dari pihak lain atau asing. Program yang dihasilkan dari
suatu kerjasama produksi maupun yang di sponsori oleh pihak asing. 2
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran terhadap
Pedoman Perilaku Penyiaran akan dicatat dan direkam oleh KPI dan akan
1
Undang-undang Nomor 32/2002 Bab IV bagian Pertama mengenai Pelaksanaan
Penyiaran
2
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 47
59
menjadi bahan pertimbangan bagi KPI dalam memberikan keputusankeputusan yang menyangkut lembaga penyiaran, termasuk keputusan dalam
hal perpanjangan izin siaran. 3
Penetapan yang dilakukan oleh KPI sangatlah bermanfaat serta
memberikan implikasi yang baik terhadap dunia penyiaran, hal ini sangat
perlu dilakukan mengingat lembaga penyiaran di Indonesia masih banyak
melakukan pelanggaran dalam memberikan tayangan kepada masyarakat,
yakni dengan memberikan tayangan yang berdampak negatif.
KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku
penyiran kepada lembaga penyiaran dan masyrakat umum. Hal ini bertujuan
agar lembaga penyiaran dan masyrakat tahu mengenai batasan-batasan yang
diberlakukan KPI dalam dunia penyiaran. Dengan begitu masyarakat bisa
memberikan aduan kepada KPI apabila lembaga penyiaran tertentu melakukan
tindak pelanggaran. Sebagai warga Negara yang baik hendaknya kita harus
mengadukan
tayangan-
tayangan
yang
diduga
melakukan
tindakan
pelanggaran kepada KPI. Dengan begitu kita memiliki dua keuntungan, selain
membantu tugas KPI juga ikut mengurangi tayangan yang kurang bermutu.
Selain itu, KPI juga melakukan kegiatan sosialisasi hasil pemantauan.
Kegiatan sosialisasi hasil pemantauan berupaya membuat masyarakat paham
akan fungsi dan tugas KPI, utamanya dalam mengawasi isi siaran. Sementara
pemantauan yang dilakukan KPI terhadap isi siaran mencakup materi yang
mengandung: kekerasan, pornografi, mistik, etika jurnalistik dan infotainmen.
3
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 54
60
Harapannya, jika masyarakat paham/melek media, maka masyarakat
dapat lebih aktif dan kritis untuk dapat memilah atau mengindikasikan
tayangan mana saja yang sehat untuk dikonsumsi dan mana yang tidak sehat.
Sehingga masyarakat juga dapat menjadi kontrol sosial terhadap media.
Program sebulan sekali yang dilakukan di beberapa daerah ini biasanya
melibatkan masyarakat, industri penyiaran televisi nasional/ lokal, instansi
pemerintah provinsi dan lain-lain.
Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang
sekurang-kurangnya berkaitan dengan rasa hormat terhadap pandangan
keagamaan hal ini sangat perlu mengingat agama merupakan landasan bagi
kehidupan masyarakat. Selain itu agama merupakan sesuatu yang dianggap
sacral sehingga segala sesuatu apapun yang ada dan ditetapkan oleh Negara
harus mempertimbangkan norma-norma agama yang berlaku. 4 Rasa hormat
terhadap hal pribadi kesopanan dan kesusilaan merupakan hal yang tidak
kalah penting mengingat bangsa Indonesia sangat memegang teguh budaya
ketimuran, kesopanan dan kesusilaan. 5
Perlindungan
terhadap
anak-anak,
remaja,
dan
perempuan. 6
Merupakan salah satu tujuan KPI. Semuanya ditujukan agar hak-hak anak,
remaja, dan perempuan dapat dipenuhi dengan baik. Semua peraturan yang
diberlakukan memang memilki tujuan untuk melindungi kalangan di atas dari
tayangan-tayangan yang dapat merugikan.
4
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 6
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 Pasal 8
6
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 10
5
61
Terdapat pula pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme.
Merupakan hal yang sangat penting karena adegan-adegan tersebut
dikhawatirkan dapat mempengaruhi pemirsa penikmat tayangan televisi.
Adegan seks dan kekerasan dikhawatirkan dapat memepengaruhi pemirsa.
Karena sudah banyak contohnya, konon beberapa pelaku kriminal mengaku
bahwasannya kejahatan yang mereka lakukan setelah pengambilan contoh dari
tayangan yang mengandung unsur kekerasan serta adegan seks. 7
Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak 8 agar para
orang tua dapat mengidentifikasi tayangan khusus anak mereka. Semua itu
diberlakukan agar tidak menonton tayangan khusus dewasa. Selain itu masih
banyak yang lainnya seperti penyiaran program dalam bahasa asing ketepatan
dan kenetralan program berita siaran langsung dan iklan.
Pedoman perilaku penyiaran dan standar program ditetapkan untuk:
1. Memperoleh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang
beriman dan bertakwa, mencerdaskan kkehidupan bangsa, memajukan
kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,
demokratis, adil dan sejahtera.
2. Mengatur program-program isi siaran dari lembaga penyiaran, sehingga
pemanfaatannya
harus
senantiasa
ditujukan
masyarakat sebesar-besarnya.
7
8
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 Pasal 13 dan 14
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 Pasal 17
untuk
kemaslahatan
62
3. Mengatur program dan isi siaran yang dibuat oleh lembaga penyiaran agar
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat.
Pedoman perilaku penyiaran ditetapkan untuk memperkokoh integrasi
nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa serta mengatur programprogram isi siaran dari lembaga penyiaran, sehingga lembaga penyiaran dapat
memebrikan siaran yang positif terhadap masyarakat. Selain itu penetapan ini
memiliki tujuan yang baik bagi masyarakatnya.
Adapun Standar Program Siaran (SPS) yang berdampingan dengan
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3). Standar Program Siaran adalah ketentuan
yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia bagi Lembaga Penyiaran
untuk menghasilkan program siaran yang berkualitas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Standar Program Siaran merupakan
panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam
penayangan program siaran.
Ketentuan atau pasal-pasal dalam SPS tidak berbeda dengan P3 hanya
saja lebih detail mengarah kepada acara atau program siaran, seperti adanya
bagian-bagian berisi penghormatan pada suku, agama, ras dan antar
golongan. 9
Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau
kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan
martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina
9
Standar Program Siaran 2009 Pasal 7,8 dan 9
63
agama dan Tuhan. Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan
mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah,
baik diungkapkan secara verbal maupun nonverbal. 10
Dalam SPS juga terdapat bagian yang memuat perlindungan terhadap
anak-anak, remaja, dan perempuan. 11 Ditetapkan pula mengenai pelarangan
dan pembatasan program siaran seks. 12 SPS juga memuat bagian mengenai
pelarangan kekerasan dan sadisme. 13
Pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS)
ditetapkan agar lembaga penyiaran dapat menjalankan fungsinya sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan serta control dan perekat sosial dan
pemersatu bangsa.
Pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran diarahkan
agar:
1. Lembaga penyiaran taat dan patuh hokum terhadap segenap peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia;
2. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
3. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi norma dan nilai agama budaya
bangsa multicultural;
4. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi HAM;
5. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi prinsip jurnalistik;
10
11
12
13
Standar Program Siaran 2009 Pasal 27
Standar Program Siaran 2009 Pasal 13 dan 14
Standar Program Siaran 2009 Pasal 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24
Standar Program Siaran 2009 pasal 25 dan 26
64
6. Lembaga penyiaran melindungi kehidupan anak-anak, remaja dan kaum
perempuan;
7. Lembaga penyiaran melindungi kaum marginal;
8. Lembaga penyiaran melindungi dari pembodohan dan kejahatan; dan
9. Lembaga penyiaran menumbuhkan demokratisasi.
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)
diarahkan agar lembaga penyiaran tidak semena-mena dalam memberikan
tayangan
kepada
masyarakat.
Lembaga
penyiaran
diharapkan
dapat
melindungi kehidupan anak-anak, remaja dan kaum perempuan. Serta
melindungi dari pembodohan dan kejahatan dan lain-lain. Sebab sudah
menjadi rahasia umum jika lembaga penyiaran ingin mendapatkan rating yang
tinggi serta mengambil keuntungan dari suatu tayangan, salah satunya dengan
menyajikan tayangan yang disukai oleh masyarakat walaupun tayangan
tersebut memberikan pengaruh yang buruk terhadap masyarakat itu sendiri.
Hal ini merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Contohnya seperti
tayangan yang tidak memiliki unsur informasi, edukasi dan lain-lain. Karena
yang terpenting bagi lembaga penyiaran adalah rating yang tinggi serta
keuntungan yang melimpah.
Agar P3 dan SPS berlaku secara efektif, rangkaian upaya yang
dilakukan oleh KPI adalah mendorong lembaga penyiaran agar secara
bertanggungjawab melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam P3 dan SPS,
antara lain dengan melakukan diskusi terbuka dan diskusi terbatas dengan
komunitas media penyiaran, dan mendorong masyarakat penonton dan
65
lembaga-lembaga masyarakat yang peduli dengan media massa untuk
berinisiatif turut mengamati isi siaran dan menyampaikan hasil pengamatan,
keluhan, kritik mereka kepada KPI dan melakukan pemantauan secara
sistematis dan berkelanjutan terhadap isi siaran.
KPI telah melakukan berbagai cara agar lembaga penyiaran tidak
melanggar ketentuan. Bila masih ada lembaga penyiaran yang melakukan
tindakan pelangggaran terhadap P3SPS adalah menjadi tanggung jawab
lembaga penyiaran tersebut. KPI hanya bisa melakukan perannya semaksimal
mungkin. Namun bagi siapa saja yang melanggar tentunya akan mendapat
sanksi.
KPI memberikan kesempatan kepada lembaga penyiaran yang diduga
melakukan pelanggaran atas pedoman perilaku penyiaran untuk melakukan
klarifikasi berupa hak jawab, baik dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk
didengar langsung keterangannya sebelum keputusan ditetapkan. 14
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran terhadap
pedoman perilaku penyiaran akan dicatat dan direkam oleh KPI dan akan
menjadi bahan pertimbangan bagi KPI dalam hal memberikan keputusankeputusan yang menyangkut lembaga penyiaran, termasuk keputusan dalam
hal perpanjangan izin siaran. 15
Penetapan sanksi bagi lembaga penyiaran yang terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
14
15
P3 pasal 51 dan SPS pasal 72 tahun 2009
P3 pasal 54 dan SPS pasal 68 tahun 2009
66
Siaran dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 16
Sesuai Undang-undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran Bab VIII
tentang sanksi administratif dan bab X tentang ketentuan Pidana yakni:
1. Pasal 55 ayat (2) sanksi administratif dapat berupa:
a. Teguran tertulis,
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui
tahap tertentu,
c. Pembatasan durasi dan waktu siaran ,
d. Denda administratif,
e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu,
f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran,
g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
2. Pasal 57 yang berisi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang :
a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (3)
b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2)
c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1)
d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (5)
16
SPS Pasal 67 tahun 2009
67
e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (6)
3. Pasal 58: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyiaran
radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran
televisi, setiap orang yang :
a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1)
b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (1)
c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4)
d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (3) 17
B. Pelanggaran Infotainmen di Televisi :
Tahun 2009
1. 27 Juni 2009, Go Spot (RCTI) ditegur karena menayangkan seseorang
yang mengenakan baju dengan symbol palu arit (simbol dari komunitas
yang terlarang di Indonesia).
2. 04 September 2009, seluruh infotainmen (semua stasiun televisi) dihimbau
karena melakukan wawancara terhadap anak dibawah umur mengenai
persoalan rumah tangga atau perceraian orang tuanya.
3. 03 Desember 2009, Insert Investigasi (Trans TV) karena menimbulkan
keresahan dan ketakutan sebagian masyarakat.
17
UU No 32 tahun 2002
68
Tahun 2010
1. 08 Juni 2010, seluruh infotainmen (semua stasiun televisi) mendapat
peringatan karena menayangkan berita dan infotainmen mengenai
beredarnya video cabul yang diduga melibatkan artis terkenal.
2. 11 Juni 2010, Go Spot (RCTI) ditegur karena menampilkan gambar anakanak ketika orangtuanya diwawancarai soal video mirip artis Ariel
Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari.
3. 11 Juni 2010, I Gosip Pagi (Trans 7), Obsesi (Global TV), Kiss Plus
(Indosiar) ditegur karena menayangkan adegan cuplikan video porno artis
yang sudah dilarang disebarluasakan.
4. 11 Juni 2010, Kiss Plus (Indosiar) ditegur karena menayangkan berulangulang seorang anak saat meminta komentar orangtua anak mengenai
keterlibatan Cut Tari.
5. 18 Juni 2010, Expresso (ANTV) ditegur karena menyangkan vox pop
masyarakat tentang keterlibatan beberapa artis lain (yang juga digosipkan
ada rekaman video pornonya), tanpa ada konfirmasi dari artis yang
digosipkan.
6. 18 Juni 2010, Kabar Kabari (RCTI) ditegur karena menayangkan gambar
close-up dan menyebutkan identitas seorang anak ketika orangtua anak
diminta komentar tentang keterlibatan Cut Tari.
7. 18 Juni 2010, Cek & Ricek (RCTI) ditegur karena menyangkan adegan
cuplikan video porno mirip artis.
69
8. 18 Juni 2010, Was-was (SCTV) ditegur karena memuat adegan seorang
anak secara berulang-ulang ketika meminta komentar orangtua anak
mengenai keterlibatan Cut Tari.
9. 22 Juli 2010, I Gosip Siang dan I Gosip Sore (Trans TV), Kiss (Indosiar),
Insert Siang dan Insert Pagi (Trans TV), Was-was (SCTV) ditegur karena
menyangkan adegan ciuman bibir antara artis Krisdayanti dan Raul Lemos
serta konflik keluarga.
C. Aktivitas KPI terhadap Tayangan Infotainmen
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) khususnya bidang kelembagaan
tayangan infotainmen melakukan beberapa kegiatan yakni telah menerima
aduan dari masyarakat (163 aduan) untuk tayangan infotainmen di tahun 2009
dan 31,98% dari total aduan yang masuk di tahun 2010, mengadakan kajian,
dan memberikan sanksi berupa sanksi administratif yaitu teguran.
1. Kajian Tayangan Infotainmen Sepanjang Tahun 2009
Seperti tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2009, kembali dilakukan
kajian terhadap program infotainmen. Kegiatan ini bertujuan memantau
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan stasiun-stasiun televisi yang
bersiaran nasional terhadap Undang-undang No. 32 Tahun 2002 Tentang
Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
(P3-SPS) yang ditetapkan KPI pada tahun 2009. Kajian terhadap tayangan
ini dilakukan secara rutin setiap bulan sejak Maret 2009 hingga Desember
2009 dengan total 195 sampel tayangan infotainmen.
70
Pengamatan dilakukan terhadap sembilan stasiun televisi swasta
bersiaran nasional yang menayangkan program tersebut, yakni SCTV, RCTI,
Trans TV, Global TV, Trans 7, Indosiar, TPI, ANTV, dan TV One.
2. Metode Kajian Infotainmen 2009
Metode analisis tayangan infotainmen ini adalah metode analisis isi,
dimana bentuk-bentuk pelanggaran dalam program tersebut diidentifikasi
berdasarkan pasal-pasal dalam UU Penyiaran dan SPS 2009 yang telah
ditetapkan oleh KPI.
Dari pasal-pasal dalam SPS 2009 tersebut, jenis pelanggaran dapat
dibagi menjadi tiga kelompok besar.
Kelompok
pertama
adalah
pelanggaran
yang
terkait
dengan
penayangan muatan seksualitas dan sensualitas. Termasuk dalam kelompok ini
antara lain adalah penyajian tayangan close-up bagian-bagian tubuh yang
berpotensi membangkitkan birahi (Pasal 27 ayat 3), adegan yang
menggambarkan atau diasosiasikan dengan aktivitas seks (Pasal 19 ayat 1),
serta adegan yang secara jelas didasarkan atas hasrat seksual, seperti
berciuman (Pasal 18).
Kelompok kedua adalah pelanggaran yang disebabkan oleh aktivitas
peliputan yang mengabaikan hak-hak narasumber. Pengabaian hak-hak ini
antara lain dapat berupa pelanggaran privasi (Pasal 50), tidak mengindahkan
hak narasumber untuk tidak menjawab pertanyaan (Pasal 44 ayat 2),
menyiarkan materi siaran tanpa persetujuan dan konfirmasi narasumber (Pasal
45), menyorot luka korban kekerasan secara close-up (Pasal 30 ayat b), serta
71
mewawancarai anak dan remaja di bawah 18 tahun tentang hal-hal yang
berada di luar kapasitas mereka (Pasal 46). Sedangkan kelompok ketiga adalah
pelanggaran yang disebabkan oleh muatan perilaku yang tak patut ditiru,
misalnya melecehkan golongan tertentu (Pasal 12), melontarkan kata-kata
kasar dan makian (Pasal 13), serta menggunakan alkohol, rokok (Pasal 16),
dan NAPZA (Pasal 15).
Beberapa catatan penting mengenai kategori pelanggaran serta contohcontoh pelanggarannya yang ditemukan selama melakukan kajian terhadap
program infotainmen sepanjang tahun 2009 :
a. Eksploitasi Bagian Tubuh Perempuan
Salah satu bentuk pelanggaran kategori Seksualitas dan Sensualitas
yang selalu ada dalam setiap periode pengamatan adalah tayangan yang
mengeksploitasi bagian tubuh perempuan. Penayangan adegan ini
melanggar Pasal 27 ayat 2 SPS yang secara jelas melarang lembaga
penyiaran menyajikan tayangan yang mengeksploitasi, antara lain dengan
menyorot secara close up bagian-bagian tubuh perempuan yang lazim
dianggap membangkitkan birahi, seperti bagian payudara, paha, dan
pantat.
Kerap kali adegan close up bagian tubuh perempuan ini sengaja
ditampilkan dalam durasi cukup lama, maupun dimainkan zoom-in dan
zoom-out gambarnya agar pandangan tertuju pada bagian tubuh tersebut.
Pada contoh kali ini ditampilkan satu adegan dari tayangan Kasak-Kusuk
di SCTV pada tanggal 11 Mei 2009.
72
b. Mendorong Hasrat Seksual
Selain bagian tubuh perempuan, adegan-adegan yang secara jelas
didasarkan atas hasrat seksual juga dikategorikan sebagai pelanggaran.
Adegan ini dapat berupa foto maupun cuplikan video orang berciuman,
berpelukan, bermesraan, dan sejenisnya. Foto maupun cuplikan video jenis
ini kerap ditampilkan berulang-ulang dalam pemberitaan infotainmen,
sehingga jika diakumulasi, total durasinya akan menjadi cukup panjang.
Adegan-adegan ini biasanya muncul berkaitan dengan percintaan
pasangan selebriti, film terbaru yang dibintangi yang juga mengandung
adegan berhasrat seksual, maupun foto-foto sejenis yang kerap ditemukan
di dunia maya maupun beredar lewat media komunikasi lainnya. Beberapa
ada yang disensor, namun ada pula yang tidak disensor sama sekali
sehingga terlihat dengan jelas. Dalam P3 dan SPS, adegan semacam ini
dikenai Pasal 18 ayat 1.
c. Berita seksualitas
Tayangan infotainmen kerap menyisipkan berita tentang selebriti
dari beberapa surat kabar untuk memperkuat kesan heboh pada liputannya.
Berita yang diambil sebagian besar dari judul berita, dan cuplikan dari
sebagian isinya yang dianggap dapat memperbesar kehebohan terse-but.
Sebagian besar berkisar soal seksualitas, seperti selebriti yang dicekal
karena sensualitasnya, maupun kasus lain seperti detil-detil perselingkuhan
seperti ditunjukkan tayangan I Gosip News” di Trans7 tanggal 24 Agustus
2009.
73
d. Wawancara Anak di bawah 18 tahun
Terutama dalam kasus konflik keluarga, peliput infotainmen beberapa kali ditemukan mewawancarai anggota keluarganya, termasuk
anak. Padahal, mewawancarai anak di bawah 18 tahun tentang konflik
keluarga yang dialaminya adalah hal yang tidak sesuai dengan
perkembangan kejiwaan anak. Tim peliput infotainmen seharusnya
memperhatikan dampak yang diakibatkan terhadap anak tersebut.
Contohnya wawancara anak pasangan selebriti tentang perselingkuhan
yang dilakukan salah satu orangtuanya pada tayangan Obsesi” di Global
TV tanggal 1 September 2009.
e. Menampilkan Adegan Merokok
Banyak selebriti maupun narasumber lain yang tertangkap kamera
tengah
merokok,
namun
adegan
itu
justru
tidak
dihilang-kan.
Menampilkan adegan penggunaan rokok dilarang dalam Pasal 16 P3 dan
SPS. Contohnya adegan merokok dari tayangan Silet” di RCTI tanggal 11
April 2009.
f. Pemberitaan Seks di luar nikah
Ditemukan beberapa potongan judul berita dan artikel di surat
kabar yang juga ikut diliput infotainmen demi mengumbar kehebohan
berita. Biasanya potongan judul dan artikel yang diambil berupa kata-kata
yang mengumbar sensasi, sebagaimana ditunjukkan tayangan I Gosip Pagi
di Trans7 tanggal 24 April 2009 . Potongan berita tersebut mengemukakan
perilaku tak terpuji dari suami seorang selebriti yang diklaim kerap
membeli jasa penjaja seks.
74
g. Stereotipe Negatif
Dalam satu episode tayangan Kasak-Kusuk” di SCTV tanggal
13 April 2009 topik yang dibahas adalah para selebriti yang menjanda.
Banyak ade-gan di dalamnya yang menggunakan kata-kata berhuruf
dan berukuran besar di atas foto seorang selebriti yang berstatus janda.
Tulisannya terasa provokatif dan ingin memperkuat stereotipe negatif
yang telah ada di masyarakat tentang para janda, seperti Kisah Lain
Para Janda, Kontroversi Para Janda, Asmara Janda-Janda, Para Janda
Doyan Brondong, Citra Penggoda Para Janda, Gosip Miring Janda
Kembang, Menguak Tabir Sisi Lain Kehidupan Para Janda, Sisi Lain
Seorang Janda, dan Stigma Para Janda. Terkadang para pem-bawa
acara juga kerap melontarkan narasi yang bernada stereotipe. Semua
kata-kata bernada stereotipe negatif seperti ini melanggar Pasal 12 ayat
2 P3 dan SPS.
3. Hasil kajian infotainmen pada tahun 2009:
Pertama, stasiun televisi belum menampilkan klasifikasi program sesuai
dengan jam tayang, terutama untuk melindungi anak dan remaja dari tontonan
yang bukan diperuntukkan bagi usia mereka.
Kedua, kategori pelanggaran yang layak mendapat perhatian adalah
kategori perilaku tak patut ditiru, kategori sensualitas dan seksualitas. Tampilan
perilaku tersebut secara berulang-ulang dapat menimbulkan kesan biasa dan
lazim dilakukan sehingga memicu orang untuk melakukannya.
75
Ketiga, Pelanggaran yang kerap terjadi adalah pengabaian atas hak-hak
narasumber. Tayangan infotainmen harus lebih menghormati hak-hak
narasumber, serta bersikap adil. Dalam meliput konflik keluarga, infotainmen
juga perlu dihimbau untuk melindungi kepentingan anak-anak yang berusia di
bawah 17 tahun agar tidak terimbas pemberitaan yang kurang baik terhadap
keluarga mereka.
D. Langkah KPI dalam Menindaklanjuti Pelanggaran Infotainmen
Tayangan Infotainmen yang semakin marak dan tidak terkontrol
membuat KPI bertindak untuk memberikan himbauan, teguran dan bahkan
peringatan kepada stasiun-stasiun TV tersebut. Pada tahun 2010, KPI telah
mengeluarkan 14 surat teguran kepada stasiun-stasiun TV seperti RCTI, Trans
7, Global TV, Indosiar, ANTV, SCTV, dan Trans TV khusus untuk program
infotainmen. 18
Saat KPI melakukan Rakornas di Bandung tanggal 5-8 Juli 2010 dalam
kepengurusan baru periode 2010-2013, terdapat tiga rekomendasi yang salah
satunya adalah meninjau ulang status infotainmen apakah akan masuk ke
dalam tayangan faktual atau non-faktual. Infotainmen banyak melanggar
privasi, mencampuradukan fakta dan opini.
19
Pertimbangan lainnya
Infotainmen banyak melanggar norma agama, sosial, etika moral, kode etik
jurnalistik, maupun peraturan KPI tentang P3SPS. Apabila memasukkan
Infotainmen ke dalam tayangan non-faktual maka konsekuensinya adalah
18
19
Data Rekap Teguran & Himbauan 2010 KPI Pusat
Menurut Wakil Ketua KPI Nina Muthmainnah, Jumat 9 Juli 2010,di TV One
76
tayangan tersebut akan melewati gunting lembaga sensor sebelum
ditayangkan.
Dewan Pers sependapat dengan usulan yang berkembang di Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) yang akan memasukkan tayangan Infotainmen
kedalam golongan non-faktual.
20
Infotainmen mungkin saja masuk pada
golongan faktual dengan ketentuan mematuhi kode etik.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 14 Juli 2010 di Gedung
DPR RI , Komisi I DPR, bersama Dewan Pers dan Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) menyepakati perubahan status Infotainmen menjadi tayangan
non-faktual.
Komisi I DPR mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang
dilakukan KPI untuk merevisi P3SPS terutama kategorisasi program siaran
Infotainmen dari faktual menjadi non-faktual. DPR mendesak Infotainmen
harus mulai jaga etika dalam setiap penayangan senelum sensor diterapkan.
Jika Infotainmen tidak memperhatikan etika, sanksi yang paling berat yaitu
dilarang tayang. 21 Keputusan diambil karena ketiga lembaga menilai kerap
kali siaran Infotainmen melakukan pelanggaran terhadap norma agama, etika
moral, norma social, Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS KPI. Pada saat
bersamaan
Dewan Pers meyakinkan status kategori program menjadi
kewenangan KPI. 22
20
http://bataviase.co.id/node/30558
Penjelasan Pimpinan Rapat, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hassanudin saat RDP
bersama KPI dan Dewan Pers, di TV One
22
Penjelasan anggota Dewan Pers Uni Lubis, Rabu 14 Juli 2010, di situs bataviase
21
77
Sementara Ketua KPI Dadang Hidayat menegaskan bahwa KPI akan
segera mengubah pedoman penyiaran. Dengan demikian maka akan ada
sejumlah aturan tambahan untuk memperketat Infotainmen dan kemudian
akan disosialisasikan kepada Infotainmen. KPI berwenang memberhentikan
tayangan Infotainmen yang tidak lolos sensor dan dibicarakan kembali dengan
Lembaga Sensor Film (LSF). 23
Adapun 4 (empat) poin kesepakatan antara DPR, Dewan Pers dan KPI
terkait status dan konsekuensi Infotainmen setelah ditetapkan sebagai
tayangan non-faktual, yaitu:
1. Komisi I DPR bersama KPI dan Dewan Pers bersepakat bahwa program
siaran infotainmen dan reality show dan sejenisnya banyak melakukan
pelanggaran terhadap norma agama, etika moral, norma social, kode etik
jurnalistik, dan P3SPS KPI;
2. Komisi I DPR mendukung sepenuhnya upaya langkah-langkah yang
dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia untuk merevisi P3SPS terutama
pengkategorisasian program siaran infotainmen, reality show dan program
sejenisnya dari program tayangan faktual menjadi non-faktual;
3. Komisi I DPR menghargai dan menyambut baik sikap Dewan Pers yang
menyatakan bahwa kewenangan KPI untuk memutuskan status program
infotainmen, reality show, dan sejenisnya sesuai dengan UU No 32 tahun
2002 tentang penyiaran;
23
http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/14764/DPR-sepakati-sensorinfotainment.jp
78
4. Komisi I DPR menegaskan bahwa KPI mempunyai kewenangan untuk
menjatuhkan sanksi administratif terhadap lembaga penyiaran yang
melanggar UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan peraturan
pemerintah terkait serta P3SPS.
Langkah yang akan dijalankan oleh KPI terkait perubahan status
infotainmen menjadi program non-faktual adalah merevisi Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2009 terutama kategorisasi
program siaran infotainmen.
Program infotainmen diharapakan tetap dapat menyampaikan inti
berita dengan tetap mengindahkan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Jika
memang infotainmen merasa perlu menyertakan adegan atau gambar yang
mengandung sensualitas dan seksualitas untuk mendukung pemberitaan, akan
lebih baik jika dilakukan teknik blur dan memindahkan jam tayangnya
menjadi di atas pukul 22:00 hingga 03:00 seperti tertera dalam SPS 2009.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
bab
ini
penulis
mengemukakan
beberapa
kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian yaitu:
1. Kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam
mengawasi tayangan infotainmen di televisi adalah menampung aduan
dari
masyarakat.
Kemudian
KPI
khususnya
komisioner
bidang
infotainmen melakukan kajian. Kajian tersebut bertujuan memantau
pelanggaran yang dilakukan stasiun TV yang bersiaran nasional terhadap
Undang-undang No 32 Tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh KPI. Selain
melakukan kajian, KPI juga memiliki wewenang untuk memberikan
sanksi terhadap pelanggaran peraturan P3SPS. Sanksi yang diberikan
adalah sanksi administratif berupa teguran dan penghentian tayangan.
2. Apabila terjadi pelanggaran tayangan khususnya infotainmen, KPI telah
memberikan sanksi berupa teguran. Teguran diberikan kepada stasiun TV
yang melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti perilaku tak patut ditiru,
kategori sensualitas dan seksualitas, serta pengabaian atas hak-hak
narasumber. Pergantian pengurus dalam KPI periode 2010-2013 saat
melakukan Rakornas di Bandung, menghasilkan tiga rekomendasi salah
satunya adalah memasukkan tayangan infotainmen ke dalam program non-
79
80
faktual dengan konsekuensi tayangan akan melewati guntingan lembaga
sensor sebelum tayang. Rekomendasi tersebut telah sepakati oleh Komisi I
DPR RI, dan menjadikan infotainmen ke dalam kategori program nonfaktual. KPI juga akan melakukan revisi terhadap P3SPS 2009 terutama
kategorisasi program siaran infotainmen.
B. Saran-saran
1. KPI perlu meningkatkan kapasitas pemantauan agar lebih maksimal dalam
memantau siaran-siaran di televisi.
2. KPI diharapkan lebih konsisten dan tegas dalam menegakkan ramburambu dalam P3SPS yang telah direvisi.
3. Media televisi mesti lebih mengetatkan penegakan etika penyiaran agar
lebih profesional dalam menyajikan tayangan di stasiun-stasiun televisi.
4. Tayangan infotainmen diharapkan menjadi semacam jurnalisme alternatif
yang tidak semata berisi kehidupan seorang selebriti, tetapi juga
berdampak positif
dan menyajikan berita untuk kepentingan penegak
hukum, menyampaikan pengaduan serta tidak mengabaikan norma-norma
yang berlaku di masyarakat dan peraturan yang ditetapkan oleh KPI.
5. Masyarakat diharapkan lebih bersikap selektif dalam memilih tayangan di
televisi karena berkaitan dengan jumlah rating suatu tayangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Bakri. Komunikasi Internasional: Peran dan Permasalahannya. 2003.
Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta IISIP
Ardianto, Elvinaro, dkk. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi Revisi. 2007.
Jakarta: Simbiosa Rekatama Media
------------------------------. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi Revisi.
2007. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. 2006. Jakarta: Kencana
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
1996. Jakarta: Balai Pustaka
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. 2006. Bandung:
Remaja Rosdakarya
--------------------------------. Kamus Komunikasi. 1989. Bandung: Mandar Maju
Gerungan, WA. Psikologi Sosial. 1998. Bandung: PT. Eresso
Hiryawan, Hari. Dasar-dasar Hukum Media. 2007. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Televisi. 2005.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Komisi Penyiaran Indonesia. Undang-Undang tentang Penyiaran No 32/20002
Lilweri, Alo. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyrakat. 1991.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Masson, N. Gross WS and AW Mc. Eachem. Exploration in Role Analysis. 1995.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Moleong, Lexy. J. Metodologi Penelitian Kualitatif. 2001. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Mufid, Muhammad. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. 2007. Jakarta: Kencana
Nasuhi, Hamid, dkk,. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2007. Jakarta: CeQDA
Nasution, Zulkarnaen. Sosiologi Komunikasi Massa. 1993. Jakarta: Universitas
Terbuka
81
82
Nugroho, Bimo dan Teguh Imawan, dkk. 2005. Infotainmen. Jakarta: Komisi
Penyiaran Indonesia
Nurudin. Komunikasi Massa. 2003. Malang: Cespur
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran 2009
Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori- teori Psikologi Sosial. 2005. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Soenarto, RM. Programa Televisi dari Penyusunan sampai Pengaruh Siaran.
2007. Jakarta: FFTV-IKJ Press
Soejono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. 2003. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sutisno, PCS. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio. 1993.
Jakarta: Grafindo
Syafe’I, Rachmat. Al-Hadist: Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum. 2003.
Bandung: CV.Pustaka Setia
Syahputra, Iswandi. Jurnalistik Infotainmen: Kancah Baru Jurnalistik dalam
Industri Televisi. 2006. Yogyakarta: Pilar Media
Website:
http://artikeljurnalinfotainmen.pdf
http://bataviase.co.id
http://communicareinstitute.com
http://www.detiknews.com
http://www.google.com/pengertianperan
http://gunheryanto.blogspot.com
http://jktpress.com
http://kpi.go.id
http://petrachristianuniversitylibrary.ak.id/ikom.pdf
http://tempointeraktif.com
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1.1 Tabel Teguran/Himbauan tahun 2009:
No
Program Acara
1. Talk Show
2. Sinetron/Film
3. Variety Show
4. Iklan
5. Program Anak
6. Reality Show
7. Komedi
8. Infotainment
9. Features
10 Musik / Klip Musik
11 Blocking Time Pemilu
12 Quick Count
13 Berita
14 Lain-Lain
JUMLAH
Jumlah
Teguran/
Himbauan
5
40
8
20
2
11
8
4
1
7
8
1
5
8
128
Pertanyaan
1. Apa yang melatar belakangi berdirinya KPI?
2. Kapan KPI berdiri?
3. Apa visi dan misi KPI?
4. Apa tugas dan kewajiban KPI?
5. Apa saja aturan-aturan yang terdapat dalam tubuh KPI?
6. Berapa lama masa jabatan di KPI?
7. Apa upaya yang dilakukan KPI dalam menjalankan programnya?
8. Bagaimana tanggapan anda tentang infotainment di televisi?
9. Masalah infotainment yang diputar setiap pagi, siang dan sore secara terusmenerus akan berdampak terhadap masyarakat, sehingga perlu ada
regulasi KPI, seperti apa?
10. Apa yang sudah dilakukan KPI terhadap tayangan infotainment di televisi?
11. Apakah seluruh infotainment saat ini banyak melakukan pelanggaran kode
etik?
12. Apa saja stasiun televisi yang melakukan pelanggaran khususnya saat
program tayangan infotainment?
13. Bagaimana dengan infotainment yang mengklaim mereka sebagai
jurnalisme dan diakui oleh salah satu organisasi profesi wartawan?
14. Bagaimana KPI mengetahui ada atau tidaknya tayangan yang layak atau
tidak layak di televisi?
15. Siapa yang mendapat teguran bila ada penyimpangan dengan peraturan
KPI dalam suatu tayangan, PH atau stasiun tv?
16. Jika ditemukan hal-hal yang menyimpang dengan peraturan KPI dalam
suatu tayangan, apa sanksi yang diberikan terhadap PH atau stasiun
televisi tersebut?
17. Sudah ada standar baku yang ditetapkan, yaitu P3SPS, Bagaimana
menurut Anda dengan hal ini? Dan bagaimana KPI seharusnya berperan?
18. Bagaimana harapan Anda terhadap apa yang telah dilakukan oleh KPI
sendiri?
19. Bagaimana harapan KPI terhadap tayangan-tayangan infotainment di
televisi?
20. Apakah peran KPI sudah sesuai dengan kapasitasnya, bagaimana
tanggapan Anda?
Hasil Wawancara dengan Komisioner Bidang Infotainment
(Bapak Bimo Nugroho Sekundatmo, SE, MSi)
Selasa, 3 Mei 2010
1. Apa yang melatar belakangi berdirinya KPI?
Jawab : Undang-undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 merupakan
dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah
publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari
campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.
2. Kapan KPI berdiri?
Jawab: KPI berdiri pada tanggal 26 Desember 2003, KPI berdiri 1 tahun
setelah undang-undang disepakati. Sesuai dengan UU no 32 pasal 61 yang
bebrbunyi, KPI harus segera berdiri selambat-lambatnya 1 tahun setelah
diundang-undangkannya hal tersebut. KPI telah berjalan dua periode,
periode pertama yakni 2003-2006 dan periode kedua tahun 2007-2010.
3. Apa Visi dan Misi KPI?
Jawab : Visi dari KPI yaitu terwujudnya sistem penyiaran nasional yang
berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahtaraan masyarakat. Sedangkan
Misi KPI yaitu antara lain
membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata
dan seimbang. Bisa dilihat di website KPI.
4. Apa wewenang ,tugas dan kewajiban KPI?
Jawab: Sesuai dengan Undang-undang no 32/2002 pasal 8 ayat (2) dan
(3) yakni wewenang KPI adalah menetapkan standar program penyiaran,
menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran,
mengawasi pelaksanaan peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran (P3SPS), memberi sanksi terhadap pelanggaran
peraturan dan P3SPS, dan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan
pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat.
Tugas dan kewajiban KPI adalah diantaranya menjamin masyarakat untuk
memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi
manusia, menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan,
serta
kritik
masyarakat
terhadap
penyelenggaran
penyiaran,
dan
selengkapnya lihat dalam UU no 32/2002 pasal 8 ayat (3).
5. Apa saja aturan-aturan yang terdapat dalam tubuh KPI?
Jawab : Dapat dilihat dalam Undang-Undang No 32 tahun 2002 Bab III
bagian kesebelas tentang perizinan.
6. Berapa lama masa jabatan di KPI?
Jawab :Masa jabatan dalam kelembagaan di KPI adalah 3 tahun.
7. Apa upaya yang dilakukan KPI dalam menjalankan programnya?
Jawab :KPI melakukan beberapa upaya dalam mengawasi tayangan layar
Indonesia di televisi. Upaya yang dilakukan KPI diantaranya dengan
melakukan kajian, menerima aduan masyarakat, menindaklanjuti keluhan
akan isi siaran, memberikan sanksi, dan melakukan kegiatan monitoring.
Selain itu juga KPI mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran.
Secara berkala juga menyempurnakan atau merevisi Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Pedoman perilaku
penyiaran harus menjadi pedoman lembaga penyiran dalam memproduksi
suatu program siaran. Pedoman perilaku penyiaran wajib dipatuhi oleh
semua lembaga penyiaran.
8. Bagaimana tanggapan Anda tentang infotainment di televisi?
Jawab :Hingga saat ini, tayangan infotainment di layar televisi Indonesia
masih terhitung kontroversi. Keberadaan infotainment yang mungkin pada
awalnya bertujuan untuk menyajikan berita-berita seputar perkembangan
dunia
entertainment
Indonesia,
saat
ini
lebih
cenderung
untuk
menampilkan gosip-gosip yang sensasional. Bahkan, berita yang belum
jelas kebenarannya pun sudah dipublikasikan secara besar-besaran.
Sementara kita sendiri bisa menilai berita yang disajikan infotainment
sebagian besar lebih bersifat sensasional ketimbang fakta.
Apalagi
belakangan muncul kasus perseteruan antara seorang artis dengan para
pekerja infotainment di jejaring sosial.
9. Masalah infotainment yang diputar pagi, siang, dan sore secara terusmenerus berdampak terhadap masyarakat. Menurut saya perlu ada regulasi
KPI, seperti apa?
Jawab :Sesuai amanat UU no 32/2002 KPI menyusun P3SPS yang berisi
apa yang boleh dan tidak boleh disiarkan oleh lembaga penyiaran. KPI
melakukan penyaringan pada semua program termasuk infotainment.
10. Apa yang sudah dilakukan KPI terhadap tayangan infotainment di televisi?
Jawab :Tahun 2009 KPI telah menerima 163 aduan mengenai
infotainment. Setelah itu dilakukan kajian tayangan infotainment dengan
metode analisis isi. Kajian terhadap tayangan infotainment dilakukan sejak
bulan Maret hingga Desember 2009 dengan total 195 sampel tayangan
infotainment. Pengamatan dilakukan kepada Sembilan stasiun televisi
yaitu: SCTV, RCTI, Trans TV, Global TV, Trans 7, Indosiar, TPI, ANTV,
dan TV One. KPI memberikan sanksi berupa teguran dan himbauan
kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran.
11. Apakah seluruh infotainment saat ini banyak melakukan pelanggaran kode
etik?
Jawab :Selama tahun 2009, terdapat
pelanggaran dengan kategori
perilaku tak patut ditiru, kategori seksualitas dan sensualitas serta yang
paling banyak dilakukan adalah pelanggaran dengan kategori pengabaian
hak-hak nara sumber.
12. Apa saja stasiun TV yang melakukan pelanggaran khususnya saat program
tayangan infotainment?
Jawab :Tahun 2009, yang melakukan pelanggaran adalah SCTV, Trans 7,
RCTI, dan Global TV. Tahun 2010, yaitu SCTV, Trans TV, Indosiar,
Trans 7, RCTI, ANTV, dan Global TV.
13. Bagaimana dengan infotainment yang mengkliam sebagai jurnalisme dan
diakui oleh salah satu organisasi profesi wartawan?
Jawab :Dalam P3SPS memang saat ini infotainment masih tergolong
dalam kategori tayangan faktual. Apabila termasuk dalam bagian dari
tayangan faktual maka harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik yang
disepakati oleh Dewan Pers. Ada kemungkinan untuk nantinya mengganti
status infotainment dilihat dari isi siaran tayangan infotainment sekarang
yang malanggar norma-norma, etika moral, Kode Etik Jurnalistik, maupun
P3SPS.
14. Bagaimana KPI mengetahui ada atau tidaknya tayangan yang layak atau
tidak layak di televisi?
Jawab :Kontent tentang layak dan tidak layak tidak hanya terkait dengan
masalah kekerasan, seks, pornografi namun konten siaran itu harus
memuat isi yang cerdas, sehat, dan berkualitas. Cerdas disini maksudnya
sesuai proporsi waktu penayangannya. KPI mengetahui adanya tindak
pelanggaran melalui kegiatan pengkajian yang dilakukan terhadap
tayangan. Selain itu KPI juga menerima aduan dari masyarakat. Dari
aduan tersebutlah KPI mengetahui adanya tindakan pelanggaran. Yang
terakhir melalui kegiatan montoring yang dilakukan 24 jam. KPI Pusat
memperkerjakan 4 orang analis yang memantau rata-rata 3-4 jam per hari.
15. Siapa yang mendapat teguran bila ada penyimpangan dengan peraturan
KPI dari suatu tayangan, PH atau stasiun TV?
Jawab :Yang mendapatkan teguran atas adanya dugaan pelanggaran
adalah lembaga penyiaran atau stasiun televisinya. Karena mereka adalah
yang menentukan tayangan apa saja yang akan disiarkan pada stasiunnya,
sedangkan PH hanya menawarkan saja.
16. Jika ditemukan hal-hal yang menyimpang dengan peraturan KPI dalam
suatu tayangan, apa sanksi yang diberikan kepada PH atau stasiun TV
tersebut?
Jawab :Langkah pertama yang dilakukan KPI adalah memberikan sanksi
administrative berupa teguran tertulis. KPI memberikan hak jawab
terhadap pelaku. Namun apabila tidak ada perbaikan maka akan
dilanjutkan dengan sanksi yang selanjutnya, yang sudah ditentukan oleh
undang-undang no 32/2002.
17. Sudah ada standar baku yang ditetapkan, yaitu P3SPS, Bagaimana
menurut Anda dengan hal itu dan Bagaimana KPI harusnya berperan?
Jawab: Sesuai Undang-undang No 32 tahun 2002, KPI menyusun P3SPS.
P3SPS yang berlaku adalah peraturan KPI no.2/2009 tentang pedoman
perilaku penyiaran dan no.3/2009 tentang Standar Program Siaran.
Menurut pasal 48 dan 53 UU no 32/2002 jelas P3SPS melibatkan peran
serta masyarakat melalui Permendagri juga menguatkan peran KPI.
18. Bagaimana harapan Anda terhadap apa yang telah dilakukan KPI sendiri?
Jawab :Saya hanya berharap masyrakat puas dengan apa yang telah
dilakukan oleh KPI, KPI juga berharap agar lembaga penyiaran
memberikan tayangan yang baik kepada pemirsanya. Dengan begitu KPI
tidak perlu memberi sanksi-sanksi. Masyarakatlah yang kembali menilai.
19. Bagaimana harapan Anda terhadap tayangan-tayangan infotainment di
televisi?
Jawab :Program infotainment diharapakan tetap dapat menyampaikan inti
berita dengan tetap mengindahkan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Jika memang infotainment merasa perlu menyertakan adegan atau gambar
yang mengandung sensualitas dan seksualitas untuk mendukung
pemberitaan, akan lebih baik jika dilakukan teknik blur dan memindahkan
jam tayangnya menjadi di atas pukul 22:00 hingga 03:00 seperti tertera
dalam SPS.
20. Apakan peran KPI sudah sesuai dengan kapasitasnya, bagaimana menurut
Anda?
Jawab :KPI Pusat memegang peran penting untuk meminimalisasi
dampak yang tidak pas dari media penyiaran yang melenakan khususnya
terhadap anak, remaja dan masyarakat. Disinilah tugas utama KPI untuk
mendorong pengelola media menciptakan media sebagai ruang publik.
Sesuai UU no 32/2002 pasal 53 KPI bertanggung jawab kepada Presiden
dan menyampaikan laporan kepada DPR. Hanya saja kapasitas
pemantauan KPI sebenarnya tergolong
rendah, karena hanya mampu
memantau 20% dari total siaran-siaran stasiun televisi.
Jakarta, 3 Mei 2010
(Devi Rahayu)
(Bpk. Bimo Nugroho S, MSi)
Komisioner KPI Periode 2010-2013:
Dadang Rahmat Hidayat (Ketua)
Dipercaya menjabat ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Jawa
Barat sejak 2004, Dadang memotori gerakan Gerakan Media Sehat dna
Pemirsa Cerdas (GEMAS PEDAS) sebagai gerakan unggulan KPI Daerah
Jawa Barat. Popularitas dan kapasitasnya yang tidak diragukan lagi oleh
kalangan rekan-rekan KPI Daerah membawa ayah dua anak ini dipilih oleh
DPR sebagai Anggota KPI Pusat periode 2010-2013. Pengalamannya yang
mumpuni sebagai pengajar di Universitas Padjajaran membuatnya dipilih
sejawatnya sebagai Ketua KPI Pusat periode 2010-2013.
Nina Mutmainnah (Wakil Ketua)
Pengajar tetap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI ini memang sudah
tidak asing lagi di dunia media dan penyiaran. Akademisi yang aktif menulis
di berbagai kolom ini sejak lama memiliki perhatian terhadap isu-isu media
dan anak, dampak media., dan literasi media. Untuk itu, DPR tidak ragu
memilih pendiri dan aktivis Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA)
ini sebagai Anggota KPI Pusat periode 2010-2013. Ibu dua anak yang juga
kandidat doktor dari Universitas Indonesia ini juga dikenal sebagai salah
satu penggagas pendidikan media di sekolah. Karena rekam jejaknya yang
sangat baik tersebut, Nina dipercaya rekan-rekannya menjadi Wakil Ketua
KPI Pusat periode 2010-2013.
Mochamad Riyanto
Dosen tetap fakultas hukum Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag)
Semarang ini, terbilang sangat aktif di beberapa lembaga swadaya
masyarakat untuk pengawasan beberapa program sektor pertanian dan
perkebunan di lingkup wilayah Jawa Tengah. Khusus dibidang penyiaran,
suami dari Retno Winarni ini pernah menjabat sebagai ketua KPID Jawa
Tengah dan pembina student media watch (SMW). Ayah dua anak ini juga
aktif menerbitkan beberapa karya ilmiah tentang penyiaran seperti peran
media dalam politik lokal, urgensi radio komunitas, spektrum hukum
lembaga penyiaran dan karya-karya ilmiah lainnya. Selain itu, Riyanto juga
merupakan salahsatu anggota KPI Pusat dari periode sebelumnya yang
terpilih kembali menjabat di periode 2010-2013.
Ezki Tri Rezeki Widianti
Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini dipilih DPR RI sebagai
anggota KPI Pusat periode 2010-2013 mewakili organisasi wartawan karena
dianggap sebagai aktivis media yang mumpuni. Peraih Master International
Develepmont Studies dari Ohio State University, AS ini telah menekuni
dunia jurnalistik sejak 1990 dan bekerja di berbagai media cetak maupun
elektronik. Selain itu, pengalamannya juga dipenuhi aktivitas penelitian dan
pelatihan baik di yang diselenggarakan berbagai organisasi lokal dan
internasional baik di dalam maupun luar negeri.
Azimah
Aktif di berbagai lembaga swadaya masyarakat, ibu tiga anak ini kritis
menyuarakan agar tayangan TV di Indonesia menjadi sehat. Ketua
Masyarakat Tolak Pornografi ini juga aktif melakukan penyuluhan literasi
media kapada masyarakat. Karena aktivitasnya ini, Azima yang juga pernah
menjadi Analis di The Habibie Center dan KPI Pusat ini dipercaya DPR
menjadi salahsatu dari tiga perempuan yang menjadi anggota KPI Pusat
periode 2010-2013.
Idy Muzayyad
Mengawali karir di dunia pers dan mulai bersentuhan dengan dunia
komunikasi dengan menjadi wartawan Surat Kabar Harian Bernas
Yogyakarta (2000-2003). Sebelumnya aktif di pers kampus di IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Mendalami ilmu komunikasi di Pasca Sarjana Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia (2004-2007), dan menjadi pengajar pada
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta (2009sekarang). Aktif berorganisasi semenjak mahasiswa baik intra maupun
ekstra kampus. Menapaki karir organisasi di lingkungan NU dari bawah
sebelum akhirnya menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama/IPNU (2006-2009). Bersama aktifis muda lintas agama
mendirikan dan mengetuai Dewan Muda Lintas Agama/DMLA (2009sekarang)
Iswandi Syahputra
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Yogyakarta yang juga
staf pengajar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak
2004 ini sudah malang melintang di dunia media sejak lama. Sederet
pengalaman di berbagai lembaga media sudah dienyamnya. Iswandi yang
merupakan Kandidat Doktor kajian budaya dan media Universitas Gajah
Mada pernah bekerja di Pan Asia Research & Communication Service,
Radio Elshinta News & Talk, dan Indonesia Syndicate serta masih aktif
sampai sekarang di Media Literacy Circle Yogyakarta sebagai Public Affair
Director. Meninggalkan Yogya, ayah dua anak ini sekarang kerap di Jakarta
karena menjabat Anggota KPI Pusat periode 2010-2013.
Judhariksawan
Pakar hukum telekomunikasi dan informatika ini sudah sejak lama
berkecimpung di dunia radio lokal di Makassar. Berbagai posisi di radio
pernah diembannya hingga terakhir menjadi Direktur Radio Prambors pada
1999. Setelah itu, Doktor Ilmu Hukum ini secara penuh waktu mengajar di
Universitas Hasanuddin sambil mengikuti beberapa kursus dan pelatihan
yang salahsatunya di Utrecht University dan Bosewell Institute Utrecht,
Belanda dan . Akhirnya, hingga 2013 ini dipercaya DPR menjadi Anggota
KPI Pusat sejak 2010.
Yazirwan Uyun
Lama berkarir di TVRI, Pria kelahiran Bukittinggi ini sempat menduduki
jabatan Direktur Utama TVRI (Persero) pada 2004-2006. Semasa di TVRI,
Uyun yang juga lulusan Publistik Universitas Padjajaran tahun 1981 aktif
mengikuti berbagai pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. Uyun
juga sempat mendapatkan berbagai penghargaan, diantaranya dari CNN dan
Sekretaris Presiden. Pengalamannya di TVRI dan KPI Pusat periode 20072010 ini membuatnya kembali dipercaya DPR untuk menjadi anggota KPI
Pusat periode 2010-2013.
Download