PEMIMPIN DAN PEMAIN Pemimpin, statusnya diteguhkan dengan adanya pengikut-pengikut Pemain, statusnya diteguhkan dengan adanya pendukung-pendukung Salah satu tanda kepemimpinan adalah adanya pengikut-pengikut namun yang disebut pengikut tentunya berbeda dengan bebek yang mengikuti gembalanya kemana sang gembala menuntun mereka Pengikut adalah orang-orang yang meneladani sang pemimpin. Dengan kata lain mereka melakukan apa yang dilakukan sang pemimpin. Kalau mereka mendukung seseorang namun tidak melakukan apa yang dilakukan orang itu maka mereka bukan pengikut melainkan pendukung, penggembira atau suporter. Suporter yang mendukung seseorang bukanlah mendukung pemimpin karena suporter mendukung egonya sendiri dan mencari kepuasan dalam euforia yang diharapkannya, terlepas dari peranan apapun yang di'mainkan”. Ia puas kalau orang yang mereka dukung itu memperoleh kemenangan dan mereka sebagai pendukung merasakan euforia kemenangan itu. Euforia kemenangan dirasakan oleh adanya hormon yang mempengaruhi otak. Namun sifatnya tidak permanen. Kenikmatan euforia itulah yang mengakibatkan orang senang melihat dukungannya atau favoritnya meraih kemenangan. Apabila sang favorit tidak meraih kemenangan, mereka paling kecewa, kesal atau frustrasi. Dalam hal ekstrim mereka melampiaskan kekesalan mereka terhadap yang mereka anggap penyebab ketidakmenangan itu. Namun mereka akan berusaha mencari kenikmatan euforia itu lagi dengan segala kegiatan yang mereka harapkan dapat mencetuskan euforia tsb. Dalam hal kepemimpinan yang terutama adalah keteladanannya sehingga para pengikut akan mengambil teladannya dan mengikutinya sampai menjadi seperti dia dalam kehidupan sehariharinya. Dalam memilih seorang pemimpin perlu sekali setiap orang menyadari bahwa sang calon pemimpin harus memenuhi fungsinya sebagaimana diharapkan oleh para calon pengikutnya. Dan bilamana ia terpilih sebagi pemimpin maka para pemilihnya akan melakukan segala sesuatu untuk meneladaninya, menjadi seperti dia. Pemimpin atau Pemain? Seorang pemain favorit tidak akan diteladani oleh penonton dan suporternya meskipun mereka memberikan suport atau dukungan sekuat tenaga mereka, namun calon pemain mungkin akan meneladaninya agar dapat mencapai prestasi sang pemain favorit. Dalam hal itu maka sang pemain dapat dikatakan sebagai pemimpin yang diikuti oleh calon pemain yang meneladaninya. Maka sang Pemain juga adalah seorang pemimpin bagi pengikut-pengikutnya namun ia bukan pemimpin bagi penonton atau suporternya. Dalam memilih pemimpin kita harus pertama-tama menyadari apakah kita sedang memilih pemain favorit yang berprestasi hebat dalam permainannya atau sedang memilih seorang pemimpin yang akan kita teladani segala keahlian, performa dan prestasinya . Evaluasi Mari kita lihat tinjau sejenak “pemimpin” yang pernah kita pilih di-masa lalu, a. apakah kita meneladaninya, melakukan apa yang ia lakukan, mengambil bagian pada kegiatan2nya atau b. membiarkan ia melakukan pekerjaannya sementara kita memonitor, memuji, mengelu-elukan dan memberi komentar? Bila kita turut tersinggung terhadap komentar negatif tentang sang pemimpin maka kemungkinan besar kita telah salah persepsi tentang memilih seorang pemimpin dan mengacaukannya dengan memilih pemain favorit. Bila kita tetap obyektif atau bahkan berusaha melibatkan diri kita melakukan apa yang ia lakukan maka kita telah benar-benar memilih seorang pemimpin. PILIHAN kita Kita telah memilih pemimpin bila dasar-dasar pilihan kita obyektif dan bukan subyektif, untuk kepentingan orang banyak diatas kepentingan kita (kelompok, golongan, keluarga dlsb) sendiri. Kita menyadari sepenuhnya bahwa ia akan membuat kesalahan-kesalahan dan kita berusaha menutupi kesalahan dan kelemahannya dengan melibatkan diri kita melakukan hal-hal yang memberikan dukungan berupa tindakan langsung maupun tidak langsung sehingga kelemahan atau kesalahannya tidak berakibat dalam peningkatan prestasinya sebagai pemimpin kita. Apakah anda mau menjadi seperti 'pemimpin' yang telah anda pilih? Kalau jawaban anda mau maka anda sudah ketinggalan jaman, sebab bila anda telah memilih pemimpin, anda telah melakukan upaya-upaya supaya menjadi seperti dia segera setelah ia terpilih menjadi pemimpin. Pemimpin juga pasti mengajak dan/atau melibatkan anda dalam mencapai prestasi konkrit kepemimpinannya. Ia senantiasa membangkitkan semangat anda dengan motivasi-motivasi baru setiap saat. Anda akan mengutip kata-katanya dan menyampaikannya kepada orang-orang di sekitar anda. Anda akan merasa bahwa ia peduli dengan anda. Lalu anda akan dengan sukarela meresponi ajakan-ajakannya untuk bersama dengan dia melakukan hal-hal dalam kepemimpinannya. Anda akan menyadari bahwa ada yang dapat anda lakukan dilingkungan dimanapun anda berada yang sesuai dengan ajakannya. Anda akan menggunakan sebanyak mungkin kata-kata yang ia ucapkan, karena ia teladan anda. Kalau anda mulai memilih-milih apa yang baik dan apa yang tidak baik dari sang pemimpin, maka anda lupa peribahasa bahwa nila setitik merusak susu sebelanga. Namun kalau anda membenarkan kelemahan-kelemahan, kesalahan dan pelanggarannya karena anda menganggap banyak prestasi positifnya, maka anda sedang merusak karakter anda sendiri. Nilai-nilai kepemimpinan yang anda terapkan kepada seseorang menjadi pudar dan subyektif. Anda sedang mengkompromikan nilai-nilai kepemimpian yang sebenarnya dengan menjadi permisif. Biasanya anda mulai mengatakan: “ah tidak ada orang yang sempurna akan tetapi orang ini sudah memberikan prestasi yang lebih daripada orang lain” Anak-anak anda mulai anda didik bahwa bila melakukan banyak hal yang baik maka sedikit hal yang buruk dapat dimaafkan. Anda adang merusak akhlak anak anda. Kita tidak bisa menerima kesalahan dalam bentuk apapun dan oleh karena kesalahan akan selalu terjadi maka kita harus siap memperbaiki atau mengoreksi kesalahan-kesalahan, bukan dengan menoleransi dengan alasan cengeng pelakunya sudah banyak prestasi yang positif. (jangan-jangan anda sendiri juga sering melakukan pelanggaran-pelanggaran itu!) Ibarat pengendara kendaraan bermotor yang membiarkan pengendara lain melanggar peraturan lalulintas namun karena ia sendiri suka melanggar (subyektif) bukan karena ia toleran (obyektif). Karakter seorang pemimpin nilainya sangat tinggi, lebih daripada prestasinya. Seorang yang ingkar janji, melanggar sumpah, berkhianat kepada rekan-rekan seperjuangan yang telah banyak membantunya, bukanlah seorang pemimpin. Apabila seorang pemain yang populer memanfaatkan popularitasnya untuk mendapatkan dukungan untuk mencapai ambisinya (yang sangat mungkin bermanfaat bagi orang banyak) namun tidak mampu membina pengikutnya agar dapat bermain seperti dirinya, maka ia tetaplah hanya seorang pemain dan bukan pemimpin. Kalau seorang dalam posisi kepemimpinan dan populer memanfaatkan posisinya untuk dikonfrontir dengan orang lain dengan mengandalkan dukungan atas popularitasnya, maka ia seorang manipulator dan yang ancam-mengancam dalam konfrontasi tersebut adalah sekedar fans (bukan pengikut) yang sudah termanipulasi. Jadi kalau anda telah memilih sesorang yang anda harapkan menjadi pemimpin, maka anda dengan sendirinya anda akan mengingatkan dia bila ia melakukan kesalahan yang dapat merusak reputasinya sebagai pemimpin (tauladan). Bukan dengan menuduh orang yang mengkritiknya sebagai 'hater'. Juga bukan menuduh adanya pihak-pihak yang mencari-cari kesalahan sang idola melainkan membantu sang idola untuk tidak membuat kesalahan-kesalahan itu agar reputasinya terpelihara. Nasihat orang tua Saya teringat almarhumah ibu saya yang selalu mengingatkan kesalahan adalah sebuah proses menuju kesempurnaan namun cepat-cepatlah perbaiki kesalahanmu agar engkau tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk memanfaatkan kesalahanmu untuk menjatuhkanmu. Salah seorang pemimpin juga mengajarkan kepada saya:” Jangan peduli masa lalu seseorang lebih daripada kepedulianmu akan masa depannya. Dengan demikian orang akan selalu membantumu menuju masa depan yang lebih baik. Kita sering kali terjebak dalam menilai masa lalu seseorang namun kita lupa bahwa seburuk apapun seseorang ia masih memiliki nilai positif yang dapat diandalkan bagi masa depannya dan masa depan lingkungannya. Yang parah adalah kita termakan isu negatif dan fitnah atas masa lalu seseorang yang tidak dapat dibuktikan lalu kita ikut-ikutan dengan lantang menuduh masa lalu orang itu dan menyebarkan informasi tidak pasti itu dan membunuh karakternya yang sebenarnya memiliki bibit-bibit positif bagi perbaikan masa depannya dan lingkungannya. Country by design UUD 45 menetapkan demokrasi melalui perwakilan. Adalah sebuah ketetapan yang sangat bijak mengingat kesiapan setiap warga negara yang masih sangat rendah untuk menentukan pilihan. Oleh karena itu sistim penentuan kebijakan negara ditetapkan melalui sistim partai. (setiap partai memiliki platform partai yang dapat mewakili aspirasi masyarakat dengan. Ada yang dengan platform ideologis, platform etika, platform agama, platform sosial dlsb. Antidioksida masyarakat terbukti dengan tidak mampunya masyarakat menilai platform mana yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ia miliki sebagai batas untuk menentukan kebijakan. Perancangan dan perencanaan tersimpul dalam program yang akan dilaksanakan dalam mencapai cita-cita bangsa dalam hal sosial, budaya, ekonomi, kedaulatan dan kebijakan nasional. Ketidaksiapan yang akan senantiasa merongrong Ketidaksiapan masyrakat terbukti dengan tidak peduli masyarakat dengan pembangunan yang terencana dan terpancang demi kemaslahatan bangsa. Kemudian kaum yang memiliki kemampuan intelek dengan disiplin ilmu, pengetahuan dan profesi yang solid justru dilecehkan oleh para demagog ( orang-oramg yang dapat berbicara seolah benar wajar dan sederhana) namun tidak memiliki dasar yang kokoh ditunjang dengan empiri atau hipotetis sehingga hanya menyebabkan kegaduhan-kegaduhan di media dan memecah belah opini publik yang solid. Akibatnya publik cenderung subyektif emosional dan kehilangan kesadaran akan pentingnya fakta dan bukti. Ketika orang dijadikan tersangka oleh KPK maka ada opini yang menganggap KPK tidak benar ada juga opini yang justru sudah memvonis tersangka, semua tanpa dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Media sosial penuh dengan acungan jempol (like) dan 'shared information' yang tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan, Media konvensional yang berreputasi turut bermain dalam pemberitaan-pemberitaan yang sebenarnya hanya dugaan-dugaan yang tidak jelas, sekedar untuk memuaskan pembacanya yang haus akan informasi pembentukan subyektifitas mereka. Akibatnya kita melihat banyaknya subyektifitas-subyektivitas dalam informasi yang sebenarnya tidak memiliki nilai yang dapat diandalkan bagi pembangunan karakter nasional. Ketidaksiapan masyarakat juga terbukti dari ketidakmampuan menerima kritik sebagai masukan yang konstruktif bagi pembentukan karakter nasional. Bahkan mereka yang memiliki pikiranpikiran cemerlang di 'bully' ramai ramai (budaya tawuran) dan innalillahi ... karakter kebenarannya. Karena dianggap sebagai 'hater' daripada idolanya. Pasukan-pasukan 2 Cyber dibayar untuk membully “innocent clever netizen” agar masyarakat tetap subyektif dalam menilai idola yang dicitrakan (dengan biaya tidak murah, pastinya). Atas kemurahan illahi penulis mendapatkan banyak informasi tentang yang terjadi diluar radar media dan media sosial dan masyarakat. Istilah lainya “peristiwa2 dibelakang layar”. Sehinga seringkali kita melihat betapa melencengnya info yang beredar di masyarakat dari yang sebenarnya. Oleh karenanya sekali lagi saya menghimbau agar informasi yang tidak dapat diverivikasi obyektifitasnya sebaiknya dibuang sejauh-jauhnya, meskipun di sajikan oleh media yang ber reputasi. Kapan kita siap memilih dengan sepenuhnya menyadari dampak dari pilihan kita? Ini sulit untuk diungkapkan dalam kalimat yang singkat sederhana dan mudah dimengerti. Namun kita bisa melihat perilaku lalu lintas masyarakat. Ketika tertib lalulintasnya rendah, maka masyarakat belum siap untuk menilai dampak pilihannya terhadap dirinya dan orang banyak. Lalu lintas adalah konfrontasi kolektif antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang banyak. Peraturan lalulintas dibuat untuk melindungi seluruh pengguna jalan umum. Pelanggaran sekecil apapun menunjukkan ketidak-pedulian terhadap pengguna jalan selain dirinya. Memutuskan untuk melanggar dengan alasan apapun adalah memutuskan untuk tidak peduli dengan pengguna jalan lainnya. Hal itu merupakan sikap anti sosial dan anti solidaritas sesama anggota masyarakat yang pada saat bersamaan adalah pengguna jalan umum. Namun melalui sebuah survey para responden menyatakan tidak tahu bahwa mereka melanggar dan ketika akan di tilang oleh petugas mereka mengemukakan segala macam alasan. Yang lebih memprihatinkan adalah para pelanggar lebih takut kepada petugas dari pada kepada peraturannya (hahaha) padahal petugas hanya menjalankan tugasnya sedangkan aturan dibuat untuk perlindungan semua pengguna jalan. Ketidakmampuan mengambil sikap mementingkan kepentingan orang banyak diatas kepentingan sendiri yang terefleksi melalui sikap lalulintas juga menunjukkan ketidak mampuan memilih dengan dasar mementingkan kepentingan orang banyak diatas kepentingan sendiri. Sebagai akibat mereka memilih atas dasar citra sintetis atau atas dasar rekomendasi orang atau kelompok atau golongan. Perubahan Perubahan dimulai dengan kesadaran akan perlunya perubahan. Namun kesadaran itu baru muncul bila kita melihat apa yang salah (bukan siapa yang salah). Maka kita turut mengambil tanggungjawab untuk memperbaiki kesalahan itu. Selama ini banyak yang hanya kecewa terhadap keadaan namun berharap ada orang yang membereskan keadaan itu tanpa melibatkan dirinya. Itu sebabnya ada orang-orang baik dan bersih yang berani yang didukung oleh partai meskipun bukan kader partai untuk muncul tiba-tiba mendapat dukungan banyak orang karena mereka yakin kemunculan itu akan membuat perubahan tanpa melibatkan dirinya. Perubahan yang diharapkan sudah dipastikan tidak akan terjadi. Karena pendukung-pendukung itu hanya memilih pemain dan bukan pemimpin. Contoh: Penerapan 'Good Governance' (Tata kelola pemerintah yang baik) oleh si”pemain” di lapangan tetap saja 'yang mendukung' bayar pungli dan suap aparat. Sebuah perusahaan properti raksasa mendukung seorang ”pemain” yang berani, tegas dan bersih, tapi perusahaan yang sama juga menghalalkan suap. Akhirnya menyeret si”pemain” ke dalam putaran mesin pengering (proses hukum). Mari kita kembali kepada prinsip integritas, menjauhi kompromi terhadap pelanggaran etika dan hukum serta tidak menjadi permisif demi eforia. Kalau anda belum patuh hukum, aturan dan undang-undang maka pilihan anda kemungkinan juga tidak akan tepat bagi rakyat, bangsa dan negara. Omega Soemarso, April 2016