pola penanganan guru pai dan bk terhadap penyimpangan

advertisement
POLA PENANGANAN GURU PAI DAN BK
TERHADAP PENYIMPANGAN MORALITAS SISWA
STUDI KASUS DI SMK SARASWATI
DAN SMK DIPONEGORO SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2013-2014
oleh
AHMAD MAS’UDI
NIM. M1.11.025
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Perkembangan moralitas siswa menjadi topik pembahasan utama dalam dunia
pendidikan, sangat disayangkan betapa semakin menipisnya penanaman konsep
kejujuran dan pembentukan karakter pada anak didik. Guru merupakan ujung dari
keberhasilan pendidikan. Bimbingan Konseling dan mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam merupakan salah satu bagian dalam upaya pembentukan moral para
siswa. Dalam hal ini, guru berperan dalam mengembangkan serta membantu siwa
dalam membentuk karakter yang baik sehingga tidak terjadi penyimpangan moralitas
siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan
moralitas siswa, faktor pendukung dan penghambat guru dalam membina siswa,
pelaksanaan guru BK dan PAI dalam membina siswa, dan bentuk perubahan sikap
serta moral siswa.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Lokasi penelitian di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah
Kejuruan Diponegoro Salatiga. Subjek penelitian ini adalah fenomena perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh siswa-siswa di Sekolah Menengah Kejuruan
Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Bentuk-bentuk penyimpangan siswasiswi SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga ialah membolos, merokok,
berkata kotor, berani sama guru ketika dinasehati, perkelahian antar teman, mabukmabukan, tawuran yang disebabkan karena faktor balas dendam, dan tindak asusila
seperti ciuman, gandengan tangan, dan pelukan. Penanganan guru BK dan guru PAI
adalah dengan membina melalui pelajaran dikelas secara klasikal, namun jika ada
siswa yang kurang bisa menerima dilakukan pembinaan secara mandiri setelah
pulang sekolah. Pola yang dilakukan guru BK dan guru PAI menggunakan dua pola
yaitu dengan pola preventif dan represif.
v
ABSTRACT
Student morality development becomes the main topic of discussion in
educational field. Unfortunately, the embedding of honesty concept and character
development to the student has decreased. Teacher becomes the determiners for the
success of education. Counseling and Islamic education subject become one of the
effort to develop students' morality. In this case, teacher has a role in order to help
students develope their character well, so there will be no moral deviation of the
students. The aim of this research is to know the students moral deviation forms, the
proponent and inhibitor factor of teacher in fostering students, the implementation of
counseling teacher and Islamic education in order to foster the students and to see the
form of students' attitude and morality changing.
Research method used in this research is a case study method. Research
location took place in SMK Diponegoro and SMK Saraswati in Salatiga. Subject of
the research is the phenomenom of attitude deviation carried out by the students in
SMK Saraswati and SMK Diponegoro Salatiga.
The result of this research show that the forms of deviations done by students
in SMK Saraswati and SMK Diponegoro are skip the class, smoking, swearing,
againt the teachers' adulces, fighting, drunk, engage in gang fighting caused by
revenge and immoral acts such as kissing, holding hands, hungging with their girl
friend or boyfriend. Counceling teacher and Islamic religious education teachers
handle those problems by doing advising through the lesson in class classically, but
if there are students who are unable to receive it, the advising will be done
individually after school. Counseling teacher and PAI teacher used two system,
preventive and repressive system.
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan hidayahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tesis ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam pada Program Pasca
Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Penyusunan Tesis ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah membantu
berupa bimbingan, saran maupun informasi yang sangat bermanfaat. Untuk itu,
penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua Institut Agama Islam
Negeri Salatiga yang telah memberi kesempatan kepad penulis dalam
menempuh studi di Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
2. Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Direktur Program Pasca
Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga beserta staf-stafnya yang telah
memberikan kesempatan dan menyediakan fasilitas kepada penulis dalam
menempuh studi di Program Magister Pendidikan Islam.
3. Bapak Dr. H. M. Zulfa, M.Ag. selaku pembimbing I yang telah memberi
arahan, bimbingan, motivasi, dan petunjuk dalam penyusunan tesis.
vii
4. Bapak Munajat, Ph.D. selaku pembimbing II yang telah dengan sabar, kritis,
dan teliti mengarahkan penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
5. Seluruh Dosen Program Studi
Pendidikan Agama Islam Program Pasca
Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberikan bekal
ilmu yang bermanfaat khususnya dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Drs. Daryanto selaku kepala SMK Saraswati Salatiga beserta para guru
dan staf, yang telah memberikan kesempatan dan kelonggaran waktunya untuk
memberikan informasi dan data pendukung lainnya dalam penyusunan tesis ini
sehingga berjalan dengan lancar.
7. Bapak Drs. Joko Anis Suwantoro, M.Pd.I selaku kepala SMK Diponegoro
Salatiga beserta para guru dan staf, yang telah berkenan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Alm. Bapak H. Nur Ihsan, Alm. Bapak Drs. Rifa‟i, Ibu Hj. Romimah, dan Ibu
Sri Widayati selaku orang tua yang senantiasa memberi dukungan dan doanya
sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
9. Istri, Kakak, dan anaku Taqiyya yang saya sayangi, yang telah memberi
motivasi dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
10. Teman-teman mahasiswa angkatan pertama 2011-2012 Program Pasca
Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberikan motivasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
viii
Penulis berharap semoga semua sumbangsih pemikiran dan motivasinya
mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Dan semua amal ibadahnya
diterima disisiNya dan kelak kita semua dikumpulkan kembali olehNya di surga.
Penulis juga menyadari bahwa hasil karya ilmiah berupa tesis ini masih belum
sempurna, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca kami harapkan. Semoga tesis ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu,
khususnya pada bidang Pendidikan Agama Islam.
Salatiga, 23 Februari 2015
Penulis
Ahmad Mas‟udi
NIM. M1.11.025
ix
MOTTO
Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada kepada keduanya perkataan „ah’ dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah menyayangi aku di waktu kecil'.” (QS. Al-Isra : 23-24)
x
PERSEMBAHAN
Untuk :
Orangtuaku yang selalu aku cintai dan hormati almarhum Bapak H. Nur
Ikhsan, Ibu Hj. Romimah, almarhum Bapak Drs. Rifai, dan Ibu Sri Widayati.
Semoga mereka senantiasa dirahmati Allah SWT, diampuni semua dosa-dosanya,
dimudahkan semua urusannya dan diberi keberkahan dalam hidupnya.
Istriku Santi Widyastuti, S.ST. yang selalu mendorong dan mendampingi
dengan tulus semua aktifitasku agar selalu mendapatkan hasil terbaik. Mutiara
hatiku, Injakhi Taqiyya Tasyakkuro Sa‟ida yang selalu kurindukan dan kusayangi.
Saudaraku Nurul Fadilah, Subhan, Muhammad Kharisul Qowim, Ifka Nur
Azizah, Lukmanul Hakim, Burhan Shahalla, Fadiel Furqon Naziel, yang telah
mensupportku sehingga semua langkah dan semangat terus ada untuk menyelesaikan
tugasku ini.
Semua teman-teman di Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga
yang senantiasa memberikan masukan dan dukungan agar semua dapat selesai secara
bersama-sama.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………..
ii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………..
iii
ABSTRAK ………………………………………………………….………
iv
PRAKATA …………………………………………………………………
vi
MOTTO ……………………………………………………………………
ix
PERSEMBAHAN ………………………………………………………….
x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………..
1
B. Rumusan dan Batasan Masalah ………………………………….
4
C. Signifikansi Penelitian ……………………………………………
6
D. Kajian Pustaka ………………………………………………...…
8
E. Sistematika Penulisan Tesis ……………………………………...… 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam ……………………………...……...….
13
xii
B. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam …..…….....
16
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam …………………...……..…......
19
D. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dan Guru BK ……........
23
E. Penyimpangan Moralitas Siswa ……………………….……..…
28
F. Pendekatan Penanganan Perilaku Menyimpang ……….……..…
34
G. Metode Penanganan Perilaku Menyimpang …………………..…
36
H. Pola Penanganan Perilaku Menyimpang ………………………...
39
I. Peranan PAI untuk menanggulangi penyimpangan moralitas siswa ... 44
J. Peranan BK untuk menanggulangi penyimpangan moralitas siswa … 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………………………………….
49
B. Subjek penelitian ………………………………………….……..
50
C. Lokasi Penelitian ………………………………………………..
50
D. Sumber Data …………………………………………………….
51
E. Prosedur Pengumpulan Data ……………………………….……
51
F. Tehnik Analisis Data …………………………………………….
54
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………...…….
57
B. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa …………………..…...……
65
C. Faktor Pendorong dan Penghambat ………………………………
76
D. Pelaksanaan pembinaan PAI oleh guru dan BK ……….………..
85
E. Pola penanganan guru PAI dan BK ………………………………
95
xiii
F. Bentuk perubahan sikap dan moral siswa …………………….…
104
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ……………………………………………………….....
109
B. Saran ……………………………………………………………….
111
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
112
LAMPIRAN …………………………………………………………………
116
BIOGRAFI PENULIS ………………………………………………….……
129
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1. Data siswa SMK Diponegoro Salatiga ……………………..…...
58
3.2. Data siswa SMK Saraswati Salatiga ………………………........
59
4.1. Data perilaku menyimpang di SMK Saraswati Salatiga …………
67
4.2. Data perilaku menyimpang di SMK Diponegoro Salatiga ……….
70
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
4.1. Prasarana Sekolah ………………………………………………..
61
4.2. Pelaksanaan pembinaan oleh guru PAI …………………………..
90
4.3. Penanganan Guru BK ………………………………………….…
94
4.4. Penanganan Guru PAI ……………………………………………..
97
4.5. Pola Penanganan Guru BK ………………………………………...
97
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Lembar Penilaian Siswa …………………………………………..
116
2. Berita Acara Ujian Proposal ………………………………………
117
3. Permohonan Izin Penelitian ………………………………………..
118
4. Permohonan Izin Penelitian ……………………………………….
119
5. Surat Keterangan telah melakukan penelitian ……………………..
120
6. Lembar bimbingan Tesis …………………………………………..
122
7. Lembar persetujuan pembimbing ……………………………….…
127
8. Berita Acara Ujian Tesis …………………………………………..
128
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan moralitas siswa menjadi topik pembahasan utama dalam
dunia pendidikan, sangat disayangkan betapa semakin menipisnya penanaman
konsep kejujuran dan pembentukan karakter pada anak didik.
Merebaknya isu-isu yang terjadi dikalangan siswa seperti
penggunaan narkotika, narkoba, tawuran antar siswa, pornografi, perkosaan,
perjudian, pelacuran, penipuan, pengguguran kandungan, pembunuhan, dan
lain-lain. Hal itu telah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum
dapat diatasi secara tuntas dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku
tersebut ialah terus berkembangnya kenakalan dikalangan siswa. 1
Kehidupan remaja saat ini dihadapkan pada berbagai masalah yang
komplek dan perlu mendapatkan perhatian serius, diantaranya semakin
menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik
kehidupan baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan sekitarnya. 2 Perilaku
tersebut berdampak terhadap timbulnya berbagai perbuatan negatif dan amoral
lainnya pada kalangan remaja seperti pencurian, perjudian, tindak asusila,
tawuran, pemakaian narkoba, dan seterusnya.
1
C. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, 1.
TB. Aat Syafaat, dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan
Remaja, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, 1.
2
1
2
Ditinjau dari aspek sosiologis, anak remaja dituntut secara moral memiliki
rasa solidaritas sosial yang tebal sehingga mereka merasa ikut memiliki
kehidupan sosial dan ikut bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban,
ketentraman, dan kedamaian dalam kelangsungan hidup kelompok sosialnya. 3
Kondisi psikologis seperti itu menjadikan remaja kehilangan kontrol dalam
melakukan aktifitas kesehariaannya, sehingga berkelanjutan timbul perilaku
yang menjadi dominasi lingkungan pergaulannya, seperti lahirnya geng montor,
pemerkosaan, perjudian, dan sebagainya.
Pengaruh arus era globalisasi yang cukup potensial juga membawa sinyal
kebebasan tanpa batas dan klaim hak asasi manusia yang mengakibatkan
terjadinya penyalahgunaan dan tindakan tidak terpuji. Pendidikan bagi kalangan
remaja pada esensinya memiliki tujuan untuk mencerdaskan manusia dengan
memperkaya ilmu serta mengembangkan intelektualnya demi menciptakan
keseimbangan kehidupannya.
Proses belajar mengajar yang bermakna, menyenangkan, yang komunikatif
dapat menghasilkan penanaman keilmuan serta moralitas yang baik kepada
siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak akan lepas dari tudingan
masyarakat jika ada kenakalan remaja atau perilaku negatif lainnya. Peristiwa
yang kerap terjadi seakan-akan merupakan kegagalan lembaga pendidikan untuk
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Terlebih lagi guru
agama dan guru bimbingan konseling selalu menjadi sasaran empuk yang
3
Sudarsono, Kenakalan Remaja, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, 6.
3
dituduh gagal membentuk moral siswa. Alhasil, apabila dilihat pengawasan serta
bimbingan atas perilaku siswa tidak hanya dibebankan pada guru disekolah
semata namun juga terhadap orangtua dan masyarakat.
Pengaruh sosial dan kultural memainkan peran yang besar dalam
pembentukan atau pengondisian tingkah laku kriminal remaja, perilaku tersebut
menunjukkan tanda-tanda tidak ada konformitas terhadap norma-norma sosial.4
Aat Syafaat dkk. menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam merupakan usaha
dalam upaya membimbing serta mengasuh anak agar kelak dapat memahami,
menghayati, mengamalkan, serta menjadikannya pedoman dalam hidupnya. 5
Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral mulai dan telah
meresahkan masyarakat secara luas. Krisis moral yang seringkali dihadapi
menyangkut permasalahan penindasan, adu domba, tawuran, mabuk-mabukan,
dan kasus-kasus pornografi serta tindak asusila dikehidupan masyarakat kita.
Maka dari itu diperlukan adanya bimbingan moral yang mencakup sikap dan
perilaku dalam proses pendidikan.
Terbentuknya perilaku menyimpang dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah faktor agama. Faktor ini dapat mempengaruhi pembentukan
penyimpangan yaitu ketika kehidupan individu tidak didasari oleh agama yang
kuat sehingga kehidupannya menjadi tanpa arah dan tujuan. Perilaku
menyimpang siswa pada dasarnya lahir dari ekspresi sikap kenakalan yang
4
5
TB. Aat Syafaat, dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam…, 75.
TB. Aat Syafaat, dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam…, 16.
4
muncul dari kalangannya. Secara fenomenologis gejala kenakalan timbul dalam
masa pubertas, dimana jiwa dalam keadaan labil sehingga mudah terseret oleh
lingkungan.
Maka dari itu penulis tertarik untuk mengkaji tentang “Pola Penanganan
Guru Pendidikan Agama Islam Dan Guru Bimbingan Konseling Terhadap
Penyimpangan Moralitas Siswa” studi kasus di Sekolah Menengah Kejuruan
Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga tahun
akademik 2013-2014.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
a. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini ialah:
1. Apa saja bentuk penyimpangan siswa Sekolah Menengah Kejuruan
Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga?
2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan akhlak kepada siswa di Sekolah
Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan
Diponegoro Salatiga?
3. Bagaimana pola penanganan Guru Pendidikan Agama Islam dan Guru
Bimbingan Konseling dalam masalah penyimpangan moralitas siswa di
Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah
Kejuruan Diponegoro Salatiga?
5
4. Bagaimanakah perubahan sikap moral siswa setelah mendapatkan
penanganan dari guru PAI dan BK ?
b. Batasan Masalah
Pendidikan agama memiliki dimensi yang dominan dalam upaya
pengarahan, bimbingan, dan pencegahan terhadap sikap dan perilaku siswa
dalam kesehariannya terutama di lingkungan sekolah. Tujuan dilakukan
bimbingan terhadap siswa yang mengalami masalah moralitas ialah untuk
membentuk siswa yang berperilaku baik, sopan, santun dalam bicara dan
bergaul, serta jujur atas semua tingkah laku kesehariannya.
Untuk memperoleh pemahaman tentang persoalan yang berkaitan
dengan kasus penyimpangan moralitas siswa, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai pola-pola penanganan yang dilakukan guru Pendidikan
Agama Islam dan guru Bimbingan Konseling dalam
penyimpangan
moralitas siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah
Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga.
Adapun lokasi penelitiannya akan dilakukan di Sekolah Menengah
Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga.
Lokasi tersebut dipilih karena keberadaan sekolahan tersebut memiliki latar
belakang yang bervarian dan cukup layak untuk melakukan kajian dan
penelitian dalam beberapa aspek pembelajarannya. Penelitian ini diharapkan
memberikan hasil yang dapat memberikan ilustrasi konkrit mengenai
permasalahan penyimpangan moralitas siswa pada era modern ini.
6
C. Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah :
a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan moralitas di Sekolah
Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan
Diponegoro Salatiga.
b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang telah dialami guru PAI dan BK
dalam mengatasi masalah moralitas siswa.
c. Untuk mengetahui beberapa pola yang telah diterapkan guru PAI dan BK
dalam menangani kasus moralitas siswa.
d. Untuk mencari pola-pola yang tepat bagi Guru PAI dan BK dalam
menghadapi arus era modernisme.
e. Untuk merumuskan konsep dasar dalam menangani kasus penyimpangan
moralitas siswa.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ialah
a. Memudahkan Guru PAI dan BK dalam mencari alternatif penyelesaian
dalam penanganan penyimpangan moralitas siswa.
b. Memudahkan penyelesaian mengenai proses penanganan terhadap
kejiwaan siswa yang menggalami masalah seperti pemakaian narkoba,
pergaulan bebas, tawuran, dan sebagaianya.
7
c. Meningkatkan
pengetahuan
dan
pemahaman
akan
pentingnya
Pendidikan Agama Islam serta bimbingan konseling bagi siswa,
terutama bagi mereka yang mengalami masalah dengan perilakunya
seperti penyalahgunaan narkoba, tindak asusila, berkelahi di sekolah,
membolos dan tawuran.
d. Memberikan khazanah keilmuan dalam penerapan penanganan kasuskasus siswa secara dini yaitu dengan cara bimbingan konseling,
wawancara persoalan siswa yang dihadapi, kemudian mendeteksi kasus
secara lebih tepat sesuai tahapan yang akan dicapai.
3. Kontribusi Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan
untuk :
a. Untuk memperkaya dan melengkapi kajian teoritik maupun praktis dalam
bidang ilmu pembelajaran pendidikan Agama Islam, sebagai upaya
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan cara pendekatan
pembelajaran deduktif dan induktif.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi tenaga pendidik khususnya PAI dan
BK dalam menentukan dan memilih pendekatan pembelajaran serta
penindakan perilaku siswa.
c. Untuk meningkatkan kualitas program pengajaran melalui pendekatan
pembelajaran dan pemilihan pola pembinaan terhadap perilaku
8
menyimpang siswa yang selanjutnya diharapkan mampu meningkatkan
hasil belajar siswa.
d. Sebagai landasan empirik atau kerangka acuan. Dari hal ini dapat
diketahui beberapa bentuk pola penanganan dan langkah-langkah
penyelesaian terhadap perilaku menyimpang siswa.
e. Untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan
dalam upaya meningkatkan kualitas moral siswa melalui proses belajar
dan kegiatan keagamaan agar dapat menjadikan siswa berakhlak mulia.
f. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemecah masalah dalam peningkatan
hasil belajar PAI, serta dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan.
D. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan beberapa
penelitian yang ada relevansinya dengan judul tesis “Pola Penanganan Guru PAI
dan Guru BK Terhadap Penyimpangan Moralitas Siswa” ini. Beberapa
penelitian itu antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Warsiyah tentang “Pengaruh Tingkat
Keimanan, Prokrastinasi Akademik dan Sikap terhadap Menyontek pada
Perilaku Menyontek Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo”. Dalam
penelitian ini menyimpulkan bahwa Tingkat Keimanan secara empiris memiliki
9
pengaruh langsung negatif sedangkan Prokrastinasi Akademik secara empiris
memiliki pengaruh langsung positif yang signifikan pada Sikap terhadap
menyontek. Akan tetapi, tingkat keimanan dan prokrastinasi akademik tidak
memiliki pengaruh langsung pada sikap terhadap menyontek. Meskipun
demikian, tingkat keimanan dan prokrastinasi akademik secara tidak langsung
(melalui Sikap terhadap menyontek) memiliki pengaruh yang signifikan pada
perilaku menyontek.6
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ainiyah pembentukan karakter melalui
pendidikan agama Islam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penanaman
karakter pada anak sejak dini berarti ikut mempersiapkan generasi bangsa yang
berkarakter, mereka adalah calon generasi bangsa yang diharapkan mampu
memimpin bangsa dan menjadikan negara yang berperadaban, menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur bangsa dengan akhlak dan budi pekerti yang baik serta
menjadi generasi yang berilmu pengetahuan tinggi dan menghiasi dirinya
dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) di sekolah sebagai salah satu upaya pembentukan karakter siswa sangatlah
penting. Pembentukan karakter anak akan lebih baik jika muncul dari kesadaran
keberagamaan bukan hanya karena sekedar berdasarkan prilaku yang
membudaya dalam masyarakat.7
6
Warsiyah, “Pengaruh Tingkat Keimanan, Prokrastinasi Akademik dan Sikap terhadap
Menyontek pada Perilaku Menyontek Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo”,TESIS, IAIN
Walisongo Semarang (2013): 45-60.
7
Nur Ainiyah. “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”. Jurnal Al-Ulum.
Volume 13 nomor 1, Juni, Semarang (2013): 25-38.
10
Penelitian yang dilakukan Inge Pudji Astuti tentang peran guru dalam
mengembangkan karakter siswa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa usia TK
merupakan masa yang tepat untuk menumbuh kembangkan pendidikan
karakter
anak.
Lima
cara
yang
dapat
dilakukan
sekolah
dalam
menumbuhkembangkan karakter best pada anak TK, ialah: teladan, fun, peka,
cerita, dan doa. Bagaikan lima jari: (1) jempol mengingatkan kita untuk
selalu berperan sebagai teladan bagi anak, (2) jari telunjuk mengingatkan kita
pada acara “Jari-jari” yang ceria
(fun), (3) jari
tengah
yang
tertinggi
mengingatkan kita untuk selalu peka melihat situasi sikap positif peserta didik,
(4) jari manis mengingatkan kita untuk memberikan hal-hal yang manis melalui
cerita atau dongeng pada anak, dan
(5) jari kelingking mengingatkan kita:
meski kecil, tapi kuat kuasanya, kuasa doa. Kelima
dilakukan secara
berkesinambungan
dan
cara
ini
terintegrasi dalam
sebaiknya
kegiatan di
sekolah sehari-hari. Kerja sama orang tua, guru, kepala sekolah, dan yayasan
harus terus dikembangkan untuk menumbuh kembangkan karakter best pada
anak.8
Dari beberapa penelitian di atas, belum ada penelitian yang mengambil
topik yang berkaitan dengan Pola Penanganan Guru PAI dan BK terhadap
Penyimpangan Moralitas Siswa. Maka peneliti bermahsud untuk melakukan
8
Inge Pudjiastuti. “Peran Guru Dalam Menumbuhkembangkan Karakter Best” Jurnal Pendidikan
Penabur. Nomor 12. Jakarta (2013): 13-22.
11
penelitian lebih lanjut terhadap beberapa permasalahan yang terkait dengan judul
peneliti tersebut.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman yang jelas dalam
membaca, peneliti susun sistematika penulisan tesis ini secara garis besar
sebagai berikut.
Di dalam penulisan tesis diawali dengan halaman judul, halaman
persetujuan, halaman pengesahan, halaman pernyataan, abstrak, prakata, daftar
tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.
Dalam pembahasan tesis, penulis membagi dalam bagian-bagian, tiap
bagian tediri bab-bab dan setiap bab terdiri dari sub-sub bab yang saling
berhubungan dalam kerangka satu kesatuan yang logis dan sistematis.
Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut:
a.
BAB I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan
masalah, signifikansi penelitian, kajian pustaka, dan sistematika
penulisan.
b.
BAB II Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berisi tentang hakikat pendidikan agama islam,
peranan guru PAI dan BK dalam penanganan penyimpangan moralitas,
12
faktor penyebab penyimpangan moralitas, jenis penyimpangan, dampak
penyimpangan,
pola
pendekatan,
dan
metode
serta
tehnik
penanganannya.
c.
BAB III Metode Penelitian
Menguraikan tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi
penelitian, sumber data penelitian, tehnik pengumpulan data, dan tehnik
analisis data.
d.
BAB IV Hasil Penelitian Dan Analisis
Berisi tentang pelaporan hasil penelitian dan analisis data. Hasil
penenlitian menyajikan hasil dari wawancara dengan responden,
deskripsi lokasi penelitian, hasil observasi dan hasil pengumpulan data
dari dokumentasi. Analisis data menguraikan hasil penelitian tersebut
dengan kaitannya konsep-konsep yang ada di dalam kajian pustaka yang
di gunakan sehingga memperoleh informasi yang bisa menjawab
permasalahan dalam penelitian ini.
e.
BAB V Penutup
Membahas simpulan dan saran. Kemudian diikuti dengan daftar
pustaka, lampiran-lampiran, dan biografi peneliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam
Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata
didik dan mendapat imbuhan pe dan akhiran an, maka kata ini mempunyai arti
proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. 9
Menurut kamus bahasa Arab, pendidikan diterjemahkan ke dalam kata tarbiyah
dengan kata kerjanya rabba yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.10
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 11
Dalam
sistem
pendidikan
tersebut
diartikan
sebagai
proses
pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan serta pemahaman yang
lebih tinggi dan optimal. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang
kemudian dapat memiliki implikasi terhadap siswa agar dapat memiliki pola
9
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2007, 263.
10
Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdhor, Kamus Bahasa Arab Kontemporer, Yogyakarta: Multi
Karya Grafika, 2003, 454.
11
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-undang
SisDiknas, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003, 34.
13
14
pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya melalui
kegiatan pembelajarannya.
Menurut Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah bimbingan
dan asuhan terhadap anak didik agar dapat memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai suatu
pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejateraan hidup di dunia
maupun di akhirat.12
Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah
bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yang
memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
Islam.13
Menurut Hasan Langgulung Pendidikan Islam ialah menyiapkan
generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat
pada masa yang akan datang, peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup
masyarakat sendiri, memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara
keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan
hidup (surviral) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilainilai keutuhan (integrity) dan kesatuan(integration) suatu masyarakat, maka
12
13
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, 25.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filasafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif, 1962, 23.
15
kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang
akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.14
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Qashash ayat 77:
Artinya : Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah SWT kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash : 77).15
Ayat tersebut memiliki makna bahwa manusia adalah makhluk utuh
yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok manusia.
Potensi tersebut perlu dikembangkan sesuai dengan bakat yang dimilikinya agar
ia memiliki kepribadian yang baik, santun dan berakhlak mulia.
Pendidikan dapat pula diartikan bimbingan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
akhlak yang utama.16 Oleh karena itu, pendidikan dipandang sebagai salah satu
14
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif,
1980, 38.
15
Mushaf Al-Quran, Depok: Neija, 2012, 394.
16
Zuhairini, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Malang: Universitas Islam
Negeri Malang, 2004, 1.
16
aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi muda agar
memiliki akhlak yang utama.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama
Islam (PAI) merupakan bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada
peserta didik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim
yang sejati. Pendidikan agama Islam merupakan bagian terpenting yang
berkenaan dengan aspek sikap dan nilai-nilai yang antara lain akhlak. Karena
pendidikan agama memberikan motivasi hidup dan kehidupan, dan juga
merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri, maka Pendidikan Agama
Islam (PAI) merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak
mulia, mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci Alquran dan
Hadis melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman.Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, ditentukan oleh
kemampuan guru karena faktor pendidik sangat menentukan keberhasilan anak
didik dalam upaya menciptakan peserta didik yang diharapkan yang memiliki
integritas serta akhlak mulia.
B. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Dasar pendidikan merupakan masalah yang sangat fundamental dalam
pelaksanaan pendidikan, sebab dari dasar pendidikan itu akan menentukan corak
misi pendidikan, dan dari tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana
17
peserta didik akan diarahkan atau dibawa. Pendidikan adalah masalah yang
sangat penting dalam kehidupan, karena pendidikan itu tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan
bernegara, sehingga pendidikan dijadikan suatu tola ukur terhadap maju
mundurnya suatu bangsa.
1. Dasar Yuridis
Landasan yuridis dapat diartikan sebagai bentuk peraturan baku yang
telah disahkan oleh pemerintah sebagai tempat berpijak atau titik tolak
dalam melaksanakan kegiatan - kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan
pendidikan. Landasan tersebut
bersumber dari peraturan perundang-
undangan yang belaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik
pendidikan dan studi pendidikan.
Dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 Sisdiknas pasal 30 nomor
3 pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan
formal, nonformal, dan informal.17 Dan terdapat pada pasal 12 No 1/a
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama. 18
Dengan demikian secara yuridis pendidikan adalah dasar atau fondasi
perundang-undangan
yang
menjadi
pijakan
dan
pegangan
dalam
pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya melalui
17
18
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional…, 36.
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional…, 36.
18
proses pembelajaran dalam rangka mewujudkan serta tercapainya cita-cita
hidupnya yang lebih baik.
2. Dasar Naqli
Dalil Naqli adalah dalil yang bersumber dari Al- Qur'an dan AlHadits. Al-Qur‟an adalah sumber kebenaran dalam Islam, kebenaran yang
sudah tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan sunnah Rasulullah SAW yang
dijadikan landasan pendidikan agama Islam adalah berupa perkataan,
perbuatan atau pengakuan Rasullullah SAW dalam bentuk isyarat.
Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam
Turmudzi:
Artinya: Menuntut ilmu adalah wajib bagi tiap-tiap orang-orang Islam
laki-laki dan perempuan. (H.R. Ibn Abdulbari)19
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan sebagai upaya
perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan
rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap
potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan
dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi.
19
Ibnu Abdul Bar, al-Istidzkar, Beirut: Darulkitab Alamiyah, 463, 2079.
19
Dari uraian diatas terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaranajarannya bersumber pada al-Qur‟an dan hadist sejak awal telah
menancapkan revolusi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah
ini sangat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia
agar mampu menuju kemajuan berfikir dan berakhlak mulia.
Dengan demikian dasar pendidikan agama Islam adalah sesuatu yang
menjadi landasan sebagai tempat berpijak untuk melaksanakan pendidikan
agama Islam, karena dalam ajaran Islam lebih sempurna untuk dipersiapkan
menjadi pedoman hidup sepanjang zaman. Sumber untuk mengatur masalah
pendidikan tersebut adalah al Qur‟an dan assunnah. Tanpa adanya dasar dari
pendidikan agama Islam, maka tujuan pendidikan agama Islam itu tidak
akan tercapai.
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pada umumnya tujuan pendidikan yaitu mengusahakan supaya tiap
orang sempurna pertumbuhan tubuhnya, sehat otaknya, baik budi pekerti dan
sebagainya. Sehingga ia dapat mencapai kesempurnaan dan bahagia hidupnya
lahir dan batin.
Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya
ia mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT
dalam surat adz-Dzariyat ayat 56 :
20
Artinya: Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka
beribadah kepada-Ku. (Q.S. adz-Dzariyat: 56).20
Tujuan Pendidikan Agama Islam tersebut untuk membina manusia
beragama berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama
Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan
dalam seluruh kehidupannya yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang
intensif dan efektif dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.21
Pendidikan sebagai salah satu proses pembentukan kepribadian menjadi
poin penting di dalam kehidupan manusia. Ia dinilai menjadi salah satu cara dan
media untuk mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya. Tujuan
pendidikan itu khususnya pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan
potensi manusia yang cenderung positif sehingga diharapkan akan terbentuk
kepribadian yang baik pula.22
Tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa: Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
20
Mushaf Al-Qur‟an…, 523.
Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, 172.
22
Dirjen Pendidikan Islam, UU RI Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen serta UU RI. No. 20
Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, Jakarta, 2006, 49.
21
21
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.23
Menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan agama Islam adalah
mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi orang
muslim sejati, beriman teguh, beramal soleh dan berakhlak mulia, sehingga ia
menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup hidup diatas kaki sendiri,
mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya bahkan
sesama umat manusia.24
Tujuan pendidikan agama islam adalah agar manusia memiliki
keyakinan yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pedoman hidupnya yaitu untuk
menumbuhkan pola kepribadian yang bulat dan melalui berbagai proses usaha
yang dilakukan. Selain itu Pendidikan Agama Islam merupakan suatu proses
bimbingan jasmani dan rohani yang berlandaskan ajaran Islam dan dilakukan
dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak didik menuju
perkembangan yang maksimal, sehingga terbentuk kepribadian yang memiliki
nilai-nilai Islam.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan
Agama Islam adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam dan
23
24
Dirjen Pendidikan Islam, UU RI Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen…, 56.
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: Hida Karya Agung, 1983, 40.
22
meningkatkan pengamalan ajaran Islam itu dalam kehidupan sehari-hari dalam
mewujudkan generasi yang beriman dan bertaqwa, beramal shaleh, berakhlak
mulia, serta mampu berdiri sendiri sebagai salah satu dari ciri kepribadian
muslim sejati. Dengan pengabdian itu manusia akan mendapat keseimbangan
hidup antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri. (QS.Luqman :18)25
Pendidikan sebagai salah satu proses pembentukan kepribadian menjadi
poin penting di dalam kehidupan manusia karena melalui pendidikan segenap
potensi yang dimiliki anak didik dapat dikembangkan melalui bimbingan dan
pengarahan supaya menjadi muslim yang beriman serta berakhlak mulia sebagai
refleksi dari keimanan yang telah diajarkan sebagai sasaran akhir dari
Pendidikan Agama tersebut.
25
Mushaf Al-Quran…, 412.
23
D. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dan Guru BK
1. Peranan guru PAI
Guru agama adalah seseorang yang mengajar dan mendidik
agama Islam dengan membimbing, menuntun, memberi tauladan dan
membantu mengantarkan anak didiknya kearah kedewasaan jasmani dan
rohani. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang hendak di
capai yaitu membimbing anak agar menjadi seorang muslim yang sejati,
beriman, teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia, serta berguna bagi
masyarakat, agama dan negara.26
Menurut Ngalim Purwanto, guru adalah orang yang telah
memberikan suatu ilmu atau kepandaian kepada yang tertentu kepada
seseorang atau kelompok orang. Guru pendidikan agama Islam merupakan
figur seorang pemimpin yang mana disetiap perkataan atau perbuatannya
akan menjadi panutan bagi anak didik, maka disamping sebagai profesi
seorang
guru
agar jangan
agama
hendaklah
menjaga
sampai seorang guru agama melakukan
bisa menyebabkan
hilangnya
kepercayaan
yang
kewibawaannya
hal-hal
telah
yang
diberikan
masyarakat.27
26
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, 45.
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007, 169-170.
27
24
Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa seorang guru adalah pendidik
profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan
memikul sebagian tanggung jawab pendidikan.28
Guru agama harus menghadapi keanekaragaman pribadi dan
pengalaman agama yang dibawa anak didik dari rumahnya masingmasing. Setiap orang yang mempunyai tugas sebagai guru harus
mempunyai akhlak, khususnya guru agama, disamping mempunyai akhlak
yang sesuai dengan ajaran Islam, guru agama seharusnya mempunyai
karakter yang berwibawa, dicintai dan disegani oleh anak didiknya,
penampilannya dalam mengajar harus meyakinkan karena setiap perilaku
yang dilakukan oleh guru agama tersebut menjadi sorotan dan menjadi
teladan bagi setiap anak didiknya.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik untuk membina
akhlak anak didiknya, seorang guru haruslah dapat membina dirinya
sendiri terutama seorang guru agama haruslah sabar dan tabah ketika
menghadapi berbagai macam ujian dan rintangan yang menghalangi, guru
haruslah dapat memberikan solusi yang terbaik ketika anak didiknya
sedang menghadapi masalah, terutama masalah yang berhubungan
langsung dengan proses belajar mengajar.
Kewajiban utama yang dilakukan oleh seorang guru adalah
berusaha menyayangi dan mencintai muridnya dan itu harus bersifat
28
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Akasara, 2011, 39.
25
pribadi. Guru harus mengenal anak didiknya terlebih dahulu, lalu mencoba
mendapati hal-hal positif yang ada pada mereka dan secara terus terang
menyatakan suatu penghargaan, selain itu juga ia harus mengetahui
kondisi keluarga masing-masing anak didik, kesulitan yang mereka hadapi
dan kebutuhan yang mereka perlukan.
Pengetahuan dan pengalaman seorang guru seharusnya luas,
karena hal ini merupakan faktor penunjang dalam mencapai keberhasilan
dalam mendidik dan membina anak didik tersebut, sikap terbuka, penuh
perhatian dan pengertian merupakan bekal yang tidak boleh ditinggalkan
bagi seorang guru.
Dengan demikian peran guru sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu
perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara
optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh
pserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantaun guru.
Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara
individual, karena antara peserta didik dengan yang lain memiliki
perbedaan yang sangat mendasar agar mampu memberikan kemudahan
belajar bagi seluruh peserta didik.
2. Peranan guru BK
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu
(peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan
26
diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan,
mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih
baik.29
Menurut Prayitno dan Erman Amti, bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang
atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.30
Bimo Walgito mendefinisikan bimbingan adalah bantuan atau pertolongan
yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu
dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. 31
Bimbingan ialah suatu proses bantuan yang diberikan terhadap
para siswa atau siswi dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan dan
kemungkinan-kemungkinan tentang adanya kesulitan-kesulitan yang
dihadapinya dalam rangka perkembangan yang sangat optimal, sehingga
mereka pun bisa memahami diri sendiri, bertindak, bersikap, dan
29
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, 1.
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta,
2004, 99.
31
Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 1997, 4-5.
30
27
mengarahkan dari yang sesuai dengan tuntutan dan keadaan sekolah,
masyarakat dan keluarga.32
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang
mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh klien.33
Adapun definisi konseling menurut Abdul Bari ialah proses
pemberian informasi obyektif dan lengkap yang dilakukan secara
sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal dengan tehnik
bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk
membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang
dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah
tersebut.34
Dengan demikian dapat dipahami bahwa konseling merupakan
upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh
konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya
dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Adapun
bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam
proses pendidikan sebagai suatu sistem. Guru mempunyai peranan dan
32
Yusuf Gunawan, Pengantar Bimbingan Konseling, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992,
40.
33
Prayitno dan Emran Anti, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta,
1999, 106.
34
Abdul Bari Saifudin, dkk., Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatus, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002, 28.
28
kedudukan kunci di dalam keseluruhan proses pendidikan, terutama
pendidikan formal.
Bimbingan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan
bantuan kepada peserta didik. Bantuan yang dimaksud adalah bantuan
yang
bersifat
psikologis
meliputi
tercapainya
penyesuaian
diri,
perkembangan optimal dan kemandirian. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan
yang
diberikan
kepada
individu
agar
dapat
mengembangkan
kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami
dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya, dan merealisasikan
dirinya.
E. Penyimpangan Moralitas Siswa
1. Pengertian Penyimpangan Moralitas Siswa
Masa remaja adalah masa perkembangan moral, seksual, sosial, dan
fisik. Perilaku menyimpang sering terjadi pada usia remaja, dimana remaja
belum memiliki tanggung jawab baik atas diri sendiri maupun orang lain,
dimana remaja masih merasa bebas tanpa beban. Remaja membutuhkan
proses sosial untuk belajar bertanggung jawab dan belajar menghadapi
berbagai prilaku sosial lain. Secara psikologis pelajar usia remaja merupakan
masa transisi dari remaja menuju kedewasaan diamana didalamnya terjadi
gejolak-gejolak batin dan luapan ekspresi kretivitas yang sangat tinggi.
29
Perilaku menyimpang siswa salah satunya disebabkan oleh minimnya
pendidikan moral dan agama. Hampir seluruh warga Indonesia khususnya
daerah Jawa percaya bahwa pendidikan moral terbaik adalah di Pondok
Pesantren. Hal
ini
menunjukkan bahwa
pendidikan agama
sangat
mempengaruhi moral seseorang. Karena dalam agama diajarkan untuk tidak
merugikan atau jahat terhadap diri sendiri dan orang lain dalam bentuk
apapun. Agama dapat menjadi salah satu faktor pengendali tingkah laku
remaja.
Karena
pendidikan
agama
memang
mewarnai
kehidupan
masyarakat.35
Perilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang dieskspresikan oleh
seorang atau beberapa orang anggota masyarakat yang secara disadari atau
tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan telah
diterima oleh sebagian anggota masyarakat.
2. Faktor Penyebab Penyimpangan Moralitas Siswa
Beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang, antara
lain sebagai berikut:
a. Sikap mental yang tidak sehat
Perilaku yang menyimpang dapat pula disebabkan karena sikap
mental yang tidak sehat. Sikap itu ditunjukkan dengan tidak merasa
bersalah atau menyesal atas perbuatannya, bahkan merasa senang.
b. Ketidakharmonisan dalam keluarga
35
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1997, 93.
30
Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi
penyebab terjadinya perilaku menyimpang.
c. Pelampiasan rasa kecewa
Seseorang yang mengalami kekecewaan apabila tidak dapat
mengalihkannya ke hal yang positif, maka ia akan berusaha mencari
pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya.
d. Dorongan kebutuhan ekonomi
Perilaku menyimpang yang terjadi karena dorongan kebutuhan
ekonomi.
e. Pengaruh lingkungan dan media massa.
Seseorang
yang
melakukan
tindakan
menyimpang
dapat
disebabkan karena terpengaruh oleh lingkungan kerjanya atau teman
sepermainannya. Begitu juga peran media massa, sangat berpengaruh
terhadap penyimpangan perilaku.
f. Kegagalan dalam proses sosialisasi
Perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat dapat
disebabkan karena seseorang memilih nilai sub kebudayaan yang
menyimpang
yaitu
suatu
kebudayaan
khusus
bertentangan dengan norma budaya yang dominan.36
36
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja..., 210.
yang
normanya
31
3. Jenis Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang pada remaja terbagi atas empat jenis,
diantaranya 37 :
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti
perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti perusakan,
pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain
seperti pelacuran, penyalahgunaan obat dan lain-lain.
d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak
sebagai pelajar dengan cara membolos.
4. Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
Berdasarkan permasalahan remaja yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka dapat dispesifikasikan bentuk- bentuk perilaku menyimpang atau
kenakalan remaja yang dibagi menjadi empat kelompok besar, 38 yaitu:
a. Delikuensi Individual
Delikuensi Individual adalah perilaku menyimpang yang berupa
tingkah laku kriminal yang merupakan gejala personal dengan ciri khas
“jahat“ yang disebabkan oleh prodisposisi dan kecenderungan
penyimpangan tingkah laku psikopat, neourotis, dan antisosial.
37
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, 83.
Endang Poerwanti dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2002, 141-143.
38
32
Penyimpangan perilaku ini dapat diperhebat dengan stimuli sosial yang
buruk, teman bergaul yang tidak tepat dan kodisi kultural yang kurang
menguntungkan. Perilaku menyimpang pada tipe ini seringkali bersifat
simptomatik karena muncul dengan disertai banyaknya konflik-konflik
intra psikis yang bersifat kronis dan disintegrasi pribadi.
b. Delinkuensi Situasional
Bentuk penyimpangan perilaku tipe ini pada umumnya
dilakukan oleh anak-anak dalam klasifikasi normal yang dapat
dipegaruhi oleh berbagai kekuatan situasional baik situasi yang berupa
stimuli sosial maupun kekuatan tekanan lingkungan teman sebaya yang
semuanya memberikan pengaruh yang “menekan dan memaksa“ pada
pembentukan perilaku menyimpang. Penyimpangan perilaku dalam
bentuk ini seringkali muncul sebagai akibat transformasi kondisi
psikologis dan reaksi terhadap pengaruh eksternal yang bersifat
memaksa. Dalam kehidupa remaja situasi sosial eksternal yang
menekan, terutama dari kelompok sebaya dapat dengan mudah
mengalahkan unsure internal yang berupa pikiran sehat, peraaan dan
hati nurani sehingga memunculkan tingkah laku delinkuen situasional.
c. Delinkuensi Sistematik
Perbuatan menyimpang dan kriminal pada anak-anak remaja
dapat berkembang menjadi perilaku menyimpang yang disestematisir,
dalam bentuk suatu organisasi kelompok sebaya yang berperilaku
33
seragam
dalam
penyimpangan.
Kumpulan
tingkah
laku
yang
menyimpang yang disestematisir dalam pengaturan status, norma dan
peranan tertentu kan memunculkan sikap moral yang salah dan justru
muncul rasa kebanggaan terhadap perbedaan-perbedaan dengan norma
umum yang berlaku.
Semua perilaku menyimpang yang seragam dilakukan oleh
anggota
kelompok
ini
kemudian
dirasionalisir
dan
dilakukan
pembenaran sendiri oleh seluruh anggota kelompok, sehingga perilaku
menyimpang yang dilakukan menjadi terorganisir dan sistematis
sifatnya. Dorongan berperilaku menyimpang pada kelompok remaja
terutama muncul pada saat kelompok remaja ini dalam kondisi tidak
sadar atau setengah sadar, karena berbagai sebab dan berada dalam
situasi yang tidak terawasi oleh kontrol diri dan kontrol sosial. Lama
kelamaan perilaku menyimpang ini diulang dan diulang kembali, dan
kemudian dirasakan enak dan menyenangkan yang kemudian
diprofesionalisasikan yang pada akhirnya kemudian digunakan untuk
menegakkan gengsi diri secara tidak wajar.
d. Delinkuensi Komulatif
Pada hakekatnya bentuk delikuensi ini merupakan produk dari
konflik budaya yang merupakan hasil dari banyak konflik kultural yang
kontroversial dalam iklim yang penuh konflik.
34
Dengan mencermati bentuk perilaku menyimpang yang dilihat dari
dimensi penyebabnya, maka wujud dari perilaku menyimpang dapat berupa
perilaku sebagai berikut :
a. Membolos sekolah.
b. Perkelahian antar individu, antar sekolah ataupun antar suku, yang
kesemuanya menunjukan akibat negatif.
c. Perilaku menyontek.
d. Mabuk-mabukan.
e. Melakukan perbuatan tindak asusila yang mengganggu ligkungan.
f. Kecanduan dan ketagihan obat terlarang yang erat kaitannya dengan
tindak kejahatan.
g. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan dengan taruhan yang
mengakibatkan ekses kriminalitas.
F. Pendekatan Penanganan Perilaku Menyimpang
Penyimpangan moral diakibatkan oleh budaya barat yang tidak disaring
dengan baik sehingga semuanya diserap oleh generasi muda. Dalam masa
pubertas, keinginan mereka untuk mencoba sangat besar dan sering mereka tidak
memikirkan resiko dari perbuatannya tersebut. Selain budaya barat, kondisi
keluarga juga menjadi penyebab dari penyimpangan moral pada kalangan
remaja. Mungkin orang tua lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah
untuk bekerja sehingga para remaja tersebut kurang kasih sayang, pengawasan
35
dan perhatian. Selain itu, mereka juga butuh pengertian dan dukungan dari
keluarga yang seharusnya mereka dapatkan sebagai seorang anak.
Untuk mengatasi penyimpangan moral pada remaja, peran orang tua
sangat penting. Dengan orang tua yang selalu mendampingi, mereka akan yakin
bahwa mereka tidak sendiri sehingga apapun kondisinya para remaja tersebut
akan berani terbuka pada orang tua. Selain itu, bimbinglah mereka dan arahkan
mereka dengan baik yaitu melalui arahan dan mendorong kepada para remaja
untuk menyalurkan bakat, minat, dan hobinya dalam hal-hal positif agar dapat
bermanfaat.39
Upaya mengantisipasi tersebut melalui:
1. Penanaman nilai dan norma yang kuat
Penanaman nilai dan norma pada seseorang individu melalui proses
sosialisasi. Adapun tujuan proses sosialisasi antara lain sebagai berikut:
a. Pembentukan konsep diri
b. Pengembangan keterampilan
c. Pengendalian diri
d. Pelatihan komunikasi
e. Pembiasaan aturan.
2. Pelaksanaan peraturan yang konsisten
Segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pada hakekatnya adalah
usaha mencegah adanya tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai
39
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja..., 83.
36
sarana penindak perilaku penyimpangan. Namun apabila peraturanperaturan yang dikeluarkan tidak konsisten justru akan dapat menimbulkan
tindak penyimpangan.
Pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu
jalan yang paling strategis yaitu dengan usaha-usaha pembinaan,
pengarahan, dengan memahami dan mengurangi permasalahan yang
berhubungan dengan perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik.
G. Metode Penanganan Perilaku Menyimpang
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mencegah perilaku penyimpangan
sosial dalam masyarakat. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dari berbagai
lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Diantaranya ialah:
1. Menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis
Upaya
pencegahan
perilaku
penyimpangan
sosial
di
rumah
memerlukan dukungan dari semua anggota keluarga, baik keluarga inti
maupun keluarga luas. Dalam hal ini, masing-masing anggota keluarga
harus mampu mengembangkan sikap kepedulian, kompak, serta saling
memahami peran dan kedudukannya masing-masing di keluarga. Meskipun
keterlibatan seluruh anggota keluarga sangat dibutuhkan, namun orang tua
memegang peran utama dalam membentuk perwatakan dan membina sikap
anak-anaknya. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan figur utama anak
37
yang dijadikan panutan dan tuntunan, sehingga sudah sepantasnya jika
orang tua harus mampu memberi teladan bagi anak-anaknya.
2. Meningkatkan Nilai Keimanan
Keluarga merupakan unit masyarakat yang paling mendasar. Oleh
karena itu, peningkatan nilai keimanan yang diajarkan keluarga sangatlah
penting.
Pengajaran
keimanan
yang
berasal
dari
keluarga
bisa
memperkokoh dan menjadi benteng pada saat mereka berinteraksi dengan
lingkungannya.
3. Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif ialah menjalin keakraban antara orang tua dan
anak. Dengan adanya keterbukaan antara anak dan orang tua diharapkan
segala persoalan akan mudah dipecahkan. Dengan demikian, anak terhindar
dari perbuatan yang menyimpang di tengah masyarakatnya.
4. Memenuhi Hak-Hak Anak
Salah satu tanggung jawab terberat orang tua adalah mendidik anakanak menjadi manusia takwa. Untuk mencapai harapan tersebut, orang tua
memiliki tugas, yakni memenuhi hak-hak anak, seperti mendidik, menjaga
kesehatan, kebersihan, dan menanamkan moral serta akhlak kepada anak.
Upaya mengatasi penyimpangan sosial dapat dilakukan pula dengan
mengoptimalkan fungsi lembaga pendidikan, baik sekolah maupun
perguruan tinggi. Untuk sekolah dilakukan dengan cara memasukan materi
pelajar yang berkaitan dengan akhlak atau budi pekerti ke dalam kurikulum,
38
serta menggalakan program-program ekstrakulikuler yang berlandaskan
nilai-nilai moral.40
Lingkungan
masyarakat
juga
dapat
membantu
mencegah
penyimpangan sosial, salahsatunya yaitu dengan menciptakan kontrol sosial
di lingkungan masyarakat berupa tata tertib yang di buat bersama, seperti
dengan mengadakan program siskamling; penyuluhan narkoba kepada
remaja, layanan konsultasi kesehatan, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan upaya pencegahan penyimpangan sosial
di lingkungan keluarga, orang tua dapat melakukan beberapa hal, seperti
berikut ini.
a. Menciptakan
suasana
harmonis,
perhatian,
dan
penuh
rasa
kekeluargaan.
b. Menanamkan nilai-nilai budi pekerti, kedisiplinan, dan ketaatan
beribadah.
c. Mengembangkan komunikasi dan hubungan yang akrab dengan anak.
d. Selalu meluangkan waktu untuk mendengar dan menghargai pendapat
anak, sekaligus mampu memberikan bimbingan atau solusi jika anak
mendapat kesulitan.
e. Memberikan punnish and reward, artinya bersedia memberikan teguran
atau bahkan hukuman jika anak bersalah dan bersedia memberikan
40
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik…, 190.
39
pujian atau bahkan hadiah jika anak berbuat baik atau memperoleh
prestasi.
f. Memberikan tanggung jawab kepada anak sesuai tingkat umur dan
pendidikannya.
Langkah-langkah tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan
orang tua agar tercipta suatu komunikasi yang baik dengan anak, sehingga
anak merasa terlindungi, memiliki panutan atau teladan, serta merasa
memiliki arti penting sebagai bagian dari keluarganya.
H. Pola Penanganan Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang
gagal dalam menjalani proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja
maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja
berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang
begitu cepat. Secara psikologis, penyimpangan remaja merupakan wujud dari
konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak
maupun remaja para pelakunya.41 Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam
masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya,
maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang
membuatnya merasa rendah diri.
41
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik…, 69.
40
Menurut Panut Panuju dan Ida Umami, pola penanganan perilaku
menyimpang melalui 3 tahap, yaitu : 1) tindakan preventif yakni
segala tindakan yang bertujuan mencegah timbulnya kenakalankenakalan, 2) tindakan represif yakni tindakan untuk menindas dan
menahan kenakalan remaja seringan mungkin atau menghalangi
timbulnya peristiwa kenakalan yang lebih hebat, 3) tindakan kuratif
dan rehabilitasi yakni memperbaiki akibat perbuatan nakal terutama
individu yang telah melakukan perbuatan tersebut.42
1. Tindakan Preventif
Tindakan preventif yakni segala tindakan yang mencegah timbulnya
kenakalan-kenakalan. Tindakan preventif untuk mencegah kenakalan remaja
dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum.
b) Berusaha mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja.
c) Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para
remaja. Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab
timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan.
d) Usaha pembinaan remaja, yang meliputi : menguatkan sikap mental
remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya,
memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengeluaran
dan ketrampilan, namun juga pendidikan mental dan pribadi melalui
pengajaran agama, budi pekerti dan etika, dan usaha memperbaiki
keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga, maupun
masyarakat dimana terjadi banyak kenakalan remaja.
e) Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja Secara Khusus.
42
171.
Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1999,
41
Penanaman pendidikan mental dilakukan oleh guru PAI maupun
guru pembimbing serta para pendidik lainnya. Usaha para pendidik harus
diarahkan dalam rangka mengamati, memberikan perhatian khusus, dan
mengawasi setiap penyimpangan tingkahlaku remaja.
Pemberian bimbingan terhadap para remaja dapat berupa pengenalan
diri sendiri yaitu dengan menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang
lain, penyesuaian diri yaitu mengenal dan menerima tuntutan dan
penyesuaian diri dengan tuntutan tersebut, dan orientasi diri yaitu dengan
mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan
sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan
etik.
2. Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat
dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap pelanggaran seperti
halnya:
a) Di lingkungan keluarga, remaja harus menaati peraturan dan tata cara
yang berlaku. Dan adanya hukuman yang dibuat orang tua terhadap
pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Dalam hal ini perlu
diperhatikan bahwa pelaksanaan tata tertib dan tata cara keluarga harus
dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus
dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
b) Di lingkungan sekolah, kepala sekolah dan guru yang berwenang dalam
melaksanakan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah.
Misalnya : Dalam pelanggaran tata tertib kelas dan peraturan yang
42
berlaku untuk pengendalian suasana pada waktu ulangan atau ujian.
Akan tetapi hukuman yang berat seperti “skorsing” maupun
pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Guru
dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai
pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif
diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun
tertulis kepada pelajar maupun orang tua, melakukan pengawasan
khusus oleh kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing dan
melarang bersekolah untuk sementara atau seterusnya tergantung dari
macam pelanggran tata tertib sekolah yang telah digariskan.
3. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan kuratif dan rehabilitasi dilakukan setelah tindakan
pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap mengubah tingkah laku
pelanggar tersebut dengan memberikan pendidikan kembali. Pendidikan
diulangi melalui pembinaan secara khusus, dan ditangani oleh lembaga
khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang tersebut.
Guru PAI juga memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan
pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Sebagai pembimbing,
guru PAI bertanggung jawab terhadap pembentukan pribadi siswa sesuai
dengan ajaran islam, pendidik juga bertanggung jawab terhadap Allah SWT.
Adapun upaya-upaya penanganan yang dilakukan guru PAI antara lain
dengan:
43
a) Penyuluhan kesadaran hukum bagi siswa
Urgensi dalam penyuluhan hukum kepada siswa mengandung
tujuan untuk mendidik siswa agar mereka mampu mematuhi dan
bertindak sesuai aturan-aturan hukum yang telah diatur sebagai
mestinya dengan sebaik-baiknya dalam upaya menyadarkan terhadap
dirinya baik di sekolah maupun di luar sekolah.
b) Rasa tanggung jawab sosial
Rasa tanggung jawab merupakan salah satu konsekuensi dari
masing-masing individu sebagai anggota yang hidup dalam masyarakat
yaitu akan adanya keutuhan dan kelancaran hidup sosial.
c) Kesadaran beragama
Kesadaran beragama juga banyak menunjang tercapainya
kehidupan yang damai tentram dan aman di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.43
Dengan demikian dapat dipahami bahwa penanganan perilaku
penyimpangan pada remaja perlu ditekankan karena dapat menentukan
pembentukan mental dan jiwa anak didik dalam rangka ditujukan ke
arah tercapainya kepribadian yang baik, dan dewasa. Hal tersebut
diharapkan
akan
menumbuhkan
karakter
anak
didik
berkepribadian kuat, teguh, dan memiliki akhlakul karimah.
43
Sudarsono, Kenakalan Remaja..., 93.
yang
44
I. Peranan PAI untuk menanggulangi penyimpangan moralitas siswa
Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia sebagai sub sistem
pendidikan Nasional, mempunyai peran yang sama dengan pendidikan pada
umumnya, dalam proses pembangunan Nasional. Pendidikan Agama Islam
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, yaitu
dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau
dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban
bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri yang
berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan
tujuan pendidikannya.
Pendidikan merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian.
Pergeseran zaman yang cepat mengakibatkan pengembangan dan perubahan
pada beragam aspek. Keseluruhan unsur pendidikan mengalami perubahan, arus
perubahan itu ikut merubah moral dan karakter tiap individu. Pendidikan
informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk
kepribadian terutama anak atau peserta didik.
Peran Pendidikan Agama Islam untuk pembentukan karakter sangat
berperan dalam pembentukan karakter anak guna membentuk anak menjadi
45
manusia dewasa yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berkpribadian muslim
dan pengaruh pendidikan agama islam pendidikan disertakan sebagai usaha
sadar untuk mengembangkan intelektualitas
dalam
arti
meningkatkan
juga
meningkatkan
kecerdasan
saja,
melainkan
bukan hanya
dan
mengembangkan aspek kepribadian manusia, yang mencakup aspek keimanan,
moral atau mental, perilaku dan sebagainya. Pendidikan Agama Islam berperan
sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah
keinginan yang berdaran emosi. jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikan
sebagai pedoman dalam kehidupannya sehari-hari dan sudah ditanamkannya
sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali dalam menghadapi
segala keinginannya yang timbul.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik untuk membina
kepribadian anak didiknya, seorang guru haruslah dapat membina dirinya sendiri
terutama seorang guru agama haruslah sabar dan tabah ketika menghadapi
berbagai macam ujian dan rintangan yang menghalangi, guru haruslah dapat
memberikan solusi yang terbaik ketika anak didiknya sedang menghadapi
masalah, terutama masalah yang berhubungan langsung dengan proses belajar
mengajar.44
Dalam dunia pendidikan, terbentuknya moral yang baik adalah
merupakan tujuan utama karena pendidikan merupakan proses yang mempunyai
44
127.
Zakiyah Darajat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1975,
46
tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku
tertentu pada anak didik atau seorang yang dididik. Memperhatikan masalahmasalah Pendidikan akhlak seperti juga memperhatikan pendidikan jasmani,
akal dan ilmi. Seorang anak kecil membutuhkan fisik yang kuat, akal yang kuat
dan akhlak yang tinggi, sehingga ia dapat mengurus dirinya, berfikir sendiri,
mencari hakikat, berkata benar, membela kebenaran, jujur dalam amal
perbuatannya, mau mengorbankan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan
bersama, berpegang pada keutamaan dan menghindari sifat-sifat yang tercela.
Dengan demikian materi pendidikan yang diberikan kepada anak didik
agar sesuai dengan perkembangan zaman yang dapat menjawab tantangan jiwa
anak didik tersebut. Materi pendidikan agama penting untuk anak didik dalam
upaya pembinaan kepribadiannya, pembinaan ini dilakukan dengan pemberian
materi tentang barbagai macam kehidupan anak didik misalnya mengenai tata
krama, sopan santun, cara bergaul, cara berpakaian, dan cara bermain yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam, disamping itu juga pelaksanaan ibadah yang
sesuai dengan syariat ajaran Islam, terutama tentang aqidah atau ketauhidan
kepada Allah SWT.
Kepribadian adalah kebiasaan, sikap-sikap dan sifat yang khas yang
dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan
orang lain. Seseorang disebut berkepribadian apabila seseorang tersebut siap
memberi jawaban positif dan tanggapan positif atas suatu keadaan. Apabila
seseorang
berkepribadian
teguh,
maka
akan
mempunyai
sikap
yang
47
melatarbelakangi tindakannya yaitu dengan penanaman nilai dan norma yang
kuat pada setiap individu.
J. Peranan guru BK dalam menanggulangi penyimpangan moralitas siswa
Dalam kelangsungan perkembangan dan pertumbuhan anak didik,
berbagai pelayanan di selenggarakan dengan tujuan agar dapat berguna dan
bermanfaat dalam proses perkembangan anak didik di sekolah. Dalam hal ini
guru BK berperan dalam upaya pemberian bantuan terhadap siswa agar bisa
berkembang secara mandiri dan dapat menyelesaikan permasalahanya yang
sedang dihadapi. Dengan adanya pelayanan bimbingan konseling, membantu
siswa agar memperoleh solusi dalam mencari akar masalah yang mereka hadapi
dan pembentukan karakter kepribadiannya.
Sardiman mengemukakan sembilan peran guru yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu:
a. Sebagai Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum.
b. Sebagai Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus,
jadwal pelajaran dan lain-lain.
c. Sebagai Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan
dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa,
48
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga
akan terjadi dinamika di dalam proses belajar dan pembelajaran.
d. Sebagai Direktur, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Sebagai Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Sebagai Transmitor, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
g. Sebagai Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar-mengajar.
h. Sebagai Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Sebagai Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak
didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga
dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.45
Adapun peran bimbingan konseling dapat diketahuai dengan melihat
fungsi-fungsi pelayanan bimbingan konseling seperti yang ada di bawah ini:
a. Fungsi pemahaman.
b. Fungsi pencegahan.
c. Fungsi pengentasan.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan.
45
142.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
G. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J.
Moleong, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.46
Penelitian dengan pendekatan ini memiliki karakteristik alami sebagai
sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil,
analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif
dan makna merupakan hal yang esensial.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus yaitu suatu
penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu,
kelompok, lembaga, atau masyarakat.
46
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, 84.
49
50
H. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah fenomena perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh siswa-siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan
Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Perilaku menyimpang adalah
perilaku yang melanggar aturan sekolah, perilaku yang menurut agam tidak baik
dan tidak boleh dilakukan selayaknya bagi seorang siswa.
I. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan
Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Hal ini didasarkan atas
beberapa pertimbangan:
a.
SMK
adalah
Sekolah
Menengah
Kejuruan
yang
memiliki
jam
pembelajaran agama yang minim, dalam 1 minggu hanya menerima
pengajaran dalam waktu 2 jam. Mengingat akan pentingnya pondasi yang
baik bagi perilaku siswa, maka hal itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut.
b.
Keberhasilan pendidikan agama islam tidak hanya dilihat dari keaktifan
siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas dan keaktifan mengikuti ekstra
keagamaan, tetapi perlu dilihat pula dari aspek kontrol diri pada siswa dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama di SMK perlu ditingkatkan untuk
memecahkan masalah penyimpangan tingkah laku yang dilakukan siswa,
maka guru atau konselor maupun orang tua mempunyai tugas untuk
51
mengusahakan cara tertentu untuk mencegah dan menanggulanginya serta
membina kearah yang lebih baik.
c.
Adanya doa bersama dan membaca asmaul husna tiap pagi sebelum
pembelajaran dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mendisiplinkan siswa
untuk lebih siap dalam belajarnya. Langkah ini memberikan kontribusi
terhadap mental siswa selain dibekali dengan fisik yang prima juga
ditambah dorongan doa dan melafadzkan beberapa asma Allah sebagai
sarana ketauhidan agar yang Maha Kuasa memberikan kemudahan dalam
menerima ilmu.
J. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah guru-guru PAI dan BK
yang ada di Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro dan Saraswati Salatiga.
K. Prosedur Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian kulitatif fenomena dapat
dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subjek
melalui wawancara mendalam dan observasi pada pokok masalah dimana
kejadian-kejadian tersebut berlangsung. Adapun untuk melengkapi data
diperlukan dokumentasi yang berkaitan dengan subjek penelitian berkaitan
dengan beberapa bahan yang diperlukan.
52
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan informan untuk mencari
informasi
tertentu.
Tujuan
dari
wawancara
ini
diantaranya
untuk
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, dan kepedulian.
Metode ini merupakan suatu proses tanya jawab lesan yang dilakukan
dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka
yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya. 47
Dalam wawancara peneliti mengajukan beberapa pertanyaan
secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan:
1. Apa bentuk-bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi pada
siswa-siswi di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga?
2. Bagaimana program yang dilakukan guru BP SMK Saraswati dan
SMK
Diponegoro
Salatiga
untuk
menangani
kasus-kasus
penyimpangan moral itu?
3. Apakah Guru PAI SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga
memberikan arahan khusus bagi para siswa yang melakukan
tindakan penyimpangan tersebut?
4. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan guru BP dan guru PAI
dalam membina akhlak siswa di SMK Saraswati dan SMK
Diponegoro Salatiga?
47
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., 88.
53
Adapun informan yang diambil antara lain :
1. Guru PAI SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga
2. Guru BK SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga
b. Tehnik Observasi
Metode observasi adalah metode pengamatan dan pencatatan
sesuatu obyek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. 48
Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum,
peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin.
Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang
terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang
diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola
perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu
sudah diketemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema
yang akan diteliti. Setidaknya, berdasarkan keterlibatan peneliti
dalam interaksi dengan objek penelitiannya, terdapat dua jenis
observasi.49
Observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan kepada
perilaku siswa-siswi di SMK Diponegoro dan SMK Saraswati untuk
melengkapi data-data atau informasi yang diperoleh daari wawancara.
c. Tehnik Dokumentasi
Tehnik Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya. 50 Tehnik dokumentasi
48
Sukandarrumidi Haryanto, Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2004, 69.
49
Hariwijaya, M., Metodologi Dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Yogyakarta:
Elematera Publishing, 2007, 74.
50
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2012, 27.
54
terdiri atas data yang bersumber dari rekaman dan dokumen. Rekaman
ini diwujudkan dalam bentuk tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan
oleh peneliti dengan tujuan untuk membuktikan adanya suatu peristiwa.
Sedangkan dokumen adalah hal-hal yang bersifat non rekaman
diantaranya: surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto, dan
sebagainya.
L. Tehnik Analisis Data
Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tehnik analisis kualitatif. Menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong51,
analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Tehnik analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
tehnik analisis kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman 52
mencakup tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu :
51
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., 248.
Matthew Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1992, 16-20.
52
55
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Selama
pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahap reduksi data atau proses
transformasi yang berlanjut terus sesudah penelitian lapangan sampai
laporan akhir lengkap tersusun.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif
pada masa yang lalu adalah bentuk teks naratif. Dalam penyajian
meliputi berbagai jenis matrik, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu
bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan demikian seorang
penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan
apakah menarik kesimpulan yang benar atauk terus melangkah
melakukan analisis yang menurut saran yang dikiaskan oleh penyajian
sebagai sesuatu yang mungkin berguna.
c. Pengambilan Kesimpulan atau Verifikasi
Peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan,
persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Dari
56
data tersebut peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat
dilakukan dengan keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian
data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam
penelitian.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran umum SMK Saraswati Salatiga
a. Sejarah singkat
SMK Saraswati Salatiga adalah Sekolah Menengah Kejuruan tertua
di kota Salatiga, berdiri tahun 1970 dengan alamat di Jl. Sukowati
Salatiga kemudian pada tahun 1990 pindah di Jl. Hasanudin No. 738
Salatiga sampai sekarang. Ada tiga orang pendiri yang 2 orang sudah
almarhum dan 1 orang masih aktif bekerja yaitu H. Harun Mustofa.
Tamatannya telah mengisi berbagai profesi di industry dan wirausaha,
termasuk di birokrasi baik sipil maupun militer ditingkat lokal, nasional
bahkan manca Negara. SMK Saraswati adalah satu-satunya amal usaha
milik Yayasan Pembina Rehabilitasi Dan Pembangunan Masyarakat
(YAPREMAS) Salatiga yaitu Yayasan yang bersifat umum atau
nasionalis
berlandaskan
Pancasila
dan
UUD-45.
Dengan
penyelenggaraan pendidikan agama sesuai dengan yang dianut oleh
masing-masing peserta didik, meliputi Agama Islam, Kristen, Katolik,
Budha, dan Hindu.
57
58
b. Visi Dan Misi
“Visi SMK Saraswati Salatiga ialah menjadi lembaga pendidikan
kejuruan terkemuka”.
Misi SMK Saraswati Salatiga adalah
1)
Menyelenggarakan pelayanan pendidikan dan pelatihan secara
professional untuk menghasilkan tamatan yang cerdas, terampil dan
kompetitif.
2)
Menyelenggarakan pelayanan kepada tamatan untuk disalurkan ke
dunia kerja atau industri melalui bursa kerja khusus.
c. Data siswa SMK Diponegoro dan SMK Saraswati Salatiga
1) SMK Diponegoro Salatiga
Data siswa SMK Diponegoro Tahun pelajaran 2013/2014
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.1.
Program Keahlian
JUMLAH
Akutansi dan
L
P
Jml
Penjualan
Jumlah
66
484
550
2) SMK Saraswati Salatiga
Data siswa SMK Saraswati Tahun pelajaran 2013/2014
dapat dilihat dalam tabel berikut:
59
Tabel 3.2.
Tingkatan Kelas
Laki-laki
Perempuan
Kelas X
446
32
Kelas XI
401
27
Kelas XII
400
34
Jumlah
1247
93
d. Ekstra Kurikuler
1) Program Ekstra Kurikuler
-
Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan, Pasukan Paskibra,
dan Palang Merah Indonesia.
-
Keterampilan meliputi: Rekayasa Enginering, Teknologi Tepat
Guna, Komputer, Multimedia, dan Stir Mobil.
-
Olahraga meliputi : Bola Volly, Footsal, Bola Basket, dan
Beladiri.
-
Kesenian : Band, dan Drum Band.
2) Program Sosial
Menyelenggarakan Program Career Center yaitu mendidik
anak-anak
putus
sekolah
untuk
dibekali
pengetahuan
dan
keterampilan dibidang Tehnik Otomotif dan Tehnik Pengelasan
mendapat sertifikat dan gratis. Bagi yang berprestasi dibekali
peralatan tehnik untuk bekal wirausaha.
60
e. Sarana
Sarana di SMK Saraswati Salatiga didukung SDM yang handal,
professional sesuai bidang keahliannya, dengan sarana pendidikan dan
pelatihan yang memadahi, terdiri dari :
1) Ruang kelas atau ruang belajar
2) Laboratorium meliputi :
- Lab. Bahasa
- Lab. Multimedia atau Internet
- Lab. Komputer
- Lab. Fisika
- Perpustakaan
3) Ruang Praktik atau Bengkel
- Bengkel Permesinan (Convensional)
- Bengkel Permesinan (CNC)
- Bengkel Chasis (Otomotif)
- Bengkel Engine (Otomotif)
- Bengkel Kelistrikan (Otomotif)
- Bengkel Mesin Listrik dan Otomasi
- Bengkel Instalasi Listrik
- Bengkel Rewinding (listrik)
- Bengkel kerja Plat dan Las (las gas, las busur, las mig)
- Bengkel Kerja Bangku dan Keterampilan Dasar
61
- Bisnis Center dan Teaching Factory
f. Prasarana Sekolah
Gambar 4.1.
Nama
Kondisi Saat Ini
Ruang/area
Jmlh Luas Total Ju Jml Rusak
Kerja
Ruang (m2) Luas m
(m2) la Seda Ber
ng
at
h
B
ai
k
Kebutuhan
Jml
Ruan
g
Luas(
m2 )
Total
Luas(
m2 )
Ruang
Kepala
Sekolah
& Wakil
1
30
30
1
0
0
1
50
50
Ruang
Guru
1
96
96
1
0
0
1
150
150
Ruang
Pelayanan
Administr
asi
3
16
48
3
0
0
3
40
120
Ruang
Perpustak
aan
1
64
64
1
0
0
1
80
80
Ruang
Unit
Produksi
1
20
20
0
0
0
1
0
0
Ruang
Pramuka,
Koperasi
dan UKS
1
9
9
1
0
0
1
20
20
62
Ruang
Ibadah
1
64
64
1
0
0
1
64
64
Ruang
Toilet
22
6
132
2
2
0
0
35
6
210
Ruang
Gudang
2
20
40
0
0
0
1
0
0
Ruang
Kelas
25
64
1600
2
3
2
0
30
64
1920
Ruang
Praktek/
Bengkel/
Workshop
1
64
64
0
0
0
1
0
0
Ruang
Lab.
Bahasa
1
64
64
1
0
0
1
0
0
Ruang
Praktek
Komputer
2
64
128
2
0
0
1
0
0
Ruang
Lab
Multimed
ia
1
64
64
1
0
0
2
64
128
Ruang
Praktek
Teknik
Instalasi
Tenaga
Listrik
2
64
128
2
0
0
2
64
128
Ruang
Praktek
Teknik
Otomasi
Industri
1
64
64
0
0
0
1
0
0
63
Ruang
Praktek
Teknik
Pemesina
n
1
64
64
1
0
0
1
0
0
Ruang
Praktek
Teknik
Pemelihar
aan
Mekanik
Industri
2
64
128
1
0
0
2
0
0
Ruang
Praktek
Teknik
Kendaraa
n Ringan
1
64
64
1
0
0
2
64
128
Ruang
Praktek
Teknik
Sepeda
Motor
2
120
240
0
0
0
1
0
0
Ruang
Praktek
Multi
Media
1
64
64
0
0
0
1
0
0
2. Gambaran Umum SMK Diponegoro Salatiga
a. Sejarah Singkat
SMK Diponegoro merupakan salah satu Sekolah Menengah
Kejuruan swasta di Salatiga dengan status diakui. SMK Diponegoro
Salatiga didirikan tahun 1997 diatas tanah seluas 5.000m2 di bawah
64
naungan Yayasan Imaratul Masajid Wal Madaris (YAIMAM) yang
berlokasi di jalan Kartini No. 2 Salatiga, berdampingan dengan MTs NU
sebelum menjadi Sekolah Menengah Kejuruan, dahulu adalah Madrasah
Aliyah NU. Selanjutnya pengurus YAIMAM mengganti nama Madrasah
Aliyah NU menjadi SMEA Diponegoro dengan surat keputusan No :
010/ YAIMAM/ II/ 1997. Nama SMEA berubah menjadi Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Diponegoro.
SMK Diponegoro memiliki siswa sejumlah 506 orang, ruang kelas
sebanyak 18 kelas dan di kepalai oleh Bapak Drs. Joko Anis Suwantoro.
Dalam penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan pendidikan,
SMK Diponegoro Salatiga berdasarkan ajaran Islam sehingga segala
tingkahlaku dan gerakan sekolah ini berdasarkan ajaran Islam. Walaupun
demikian siswa yang menimba ilmu di sekolah ini berasal dari berbagai
agama. Adapun program keahlian yang dimiliki oleh SMK Dipenegoro
Salatiga adalah Program Keahlian Akuntansi dan Program Keahlian
Penjualan
b. Visi, Misi, dan Tujuan SMK Diponegoro Salatiga
Visi menggambarkan kondisi yang akan diwujudkan dan ingin
dicapai suatu organisasi dimasa depan kea rah mana organisasi akan
dibawa. Visi bersama ini akan menjadi filosofi yang akan menjadi
keyakinan utama, menjadi arah, perekat
dan motivator dalam
pengembangan organisasi. Setiap organisasi umumnya memiliki visi.
65
Visi SMK Diponegoro Salatiga adalah “menyiapkan tenaga terampil,
kompetitif, mandiri, siap kerja, dan berakhlak mulia.”
Untuk mewujudkan dan mencapai visi tersebut diperlukan misi
yang merupakan cara atau jalan yang ditempuh untuk mewujudkan dan
mencapai visi. Misi sebagai dasar dan bertindak dan dijadikan inspirasi
untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kepentingan
bersama. Adapun misi SMK Diponegoro Salatiga sebagai berikut :
1) Mengembangkan sikap keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2) Membangun sikap profesiaonal, jujur dan bertanggung jawab.
3) Melaksanakan program diklat sesuai tuntutan kebutuhan dunia kerja,
meliputi aspek normatif, adaptif dan produktif.
4) Membangun jiwa kewirausahaan.
5) Mengoptimalkan peran serta masyarakat, potensi lingkungan dan
Unit Produksi.
B. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa
1. SMK Sarawati Salatiga
Wawancara dilakukan dengan tiga guru pendidikan agama islam yang
ada di SMK Saraswati Salatiga. Dari aspek bentuk-bentuk penyimpangan
66
moral dapat diketahui dari hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama
Islam yaitu sebagai berikut:
“Bentuk-bentuk penyimpangan yang ada di sekolah ini setahu
saya belum pernah seperti yang jenengan tanyakan mas, narkoba,
tindak asusila, tawuran belum pernah mas. Untuk penyimpangan
moral ya hanya membolos, berkata kotor dan berani sama guru ketika
dinasehati.”53
“Bentuk penyimpangan yang ada di SMK Saraswati yang saya
tahu selama saya mengajar di sekolah ini ya hanya membolos jika
akhir-akhir ini, untuk tawuran sudah tidak ada mas, jika dulu ada ya
karena faktor balas dendam.”54
“Bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi satu semester
terakhir ini di SMK Saraswati antara lain membolos, tawuran kemarin
dengan SMA Muhammadiyah Boyolali, merokok, tindak asusila.”55
“Bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi di SMK
Saraswati ini antara lain mabuk-mabukan meskipun di luar jam
sekolah, tindak asusila itu ketahuan ketika yang cewek sudah hamil,
perkelahian antar teman, tawuran antar sekolah, membolos.”56
Bardasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
bentuk-bentuk penyimpangan moral oleh siswa SMK Saraswati Salatiga
yang pernah terjadi adalah sebagai berikut :
a. Siswa membolos
Siswa dari rumah berangkat tetapi tidak sampai sekolah atau kadang
siswa pulang mendahului dari jam pelajaran yang ada.
b. Siswa berkata kotor
53
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agam Islam SMK Saraswati Salatiga
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Saraswati Salatiga
55
Hasil wawancara dengan guru BK SMK Saraswati Salatiga
56
Hasil wawancara dengan guru BK SMK Saraswati Salatiga
54
67
c. Siswa berani sama guru
d. Mabuk-mabukan
e. Tindak asusila
f. Tawuran antar sekolah
g. Perkelahian antar teman sendiri
“Dampak yang ditimbulkan karena membolos siswa menjadi
ketinggalan materi, akibatnya siswa tidak memahami materi
karena ketika berangkat lagi sudah materi yang berbeda, hal itu
berdampak pada saat ulangan, siswa tidak bisa mengerjakan soal
yang diberikan sehingga nilai siswa menjadi jelek tidak lulus
KKM.”57
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
Dampak dari penyimpangan sosial tersebut guru-guru menjelaskan adalah
siswa menajdi ketinggalan materi pelajaran. Selain itu siswa menjadi tidak
paham materi yang disampaikan guru karena ketika diajar siswa tidak ada
di kelas.
Adapun jumlah siswa yang melakukan perilaku menyimpang di
SMK Saraswati Salatiga dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.1.
Bentuk – Bentuk Penyimpangan
Siswa membolos
Siswa berkata kotor
57
Jumlah
96
Ada, Tidak tercatat
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Saraswati Salatiga
68
Siswa berani sama guru
Ada, Tidak tercatat
Mabuk-mabukan
Ada, Tidak tercatat
Tindak asusila
-
Tawuran antar sekolah
3
Perkelahian antar teman sendiri
-
2. SMK Diponegoro Salatiga
Wawancara dilakuakn dengan seorang guru PAI dan guru BK yang
ada di SMK Diponegoro Salatiga. Wawancara ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang bentuk-bentuk penyimpangan moralitas oleh
siswa. Wawancara tersebut dapat dilihat di bawah ini :
“Bentuk-bentuk penyimpangan sosial yang ada di SMK
Diponegoro adalah membolos, siswa dari rumah berangkat tetapi tidak
sampai sekolahan, terus kadang pulang mendahului waktu sebelum
pulang. Berkelahi dengan teman sekelas, kadang sekolahan jika antar
sekolah belum pernah yang saya tahu.”58
“Bentuk-bentuk penyimpangan moralitas ya yang banyak
membolos, ada dulu tindak asusila, tawuran juga tapi itu dulu ,
sekarang sudah tidak ada lagi mas.”59
“Bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi antara lain
membolos, tindak asusila, informasi dari yang bersangkutan karena
tidak masuk, rata-rata mereka masalahnya mabuk-mabukan.”60
58
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Diponegoro Salatiga
Hasil wawancara dengan guru BK SMK Diponegoro Salatiga
60
Hasil wawancara dengan guru BK SMK Diponegoro Salatiga
59
69
“Penyimpangan moral yang terjadi biasanya pada cewek adalah
berpakaian tidak kurang sopan atau kurang pantas. Berpakaian ketat,
terbuka auratnya yang dapat menimbulkan perilaku kurang baik.”61
Berdasarkan hasil wawancara di atas ditemukan data atau informasi
mengenai bentuk-bentuk perilaku menyimpang yang terjadi pada siswa di
SMK Diponegoro adalah sebagai berikut:
a. Membolos
b. Berkelahi antar teman
c. Mabuk-mabukan
d. Tawuran juga pernah
e. Tindak asusila
f. Berpakain kurang sopan (ketat, terbuka)
Berdasarkan bentuk-bentuk penyimpangan di atas, dampak yang
terjadi pada siswa adalah ketinggalan materi ketika membolos, dampak yang
paling berat adalah dikeluarkan dari sekolah ketika siswa ketahuan tawuran
dan dia ternyata yang salah. Sekolah tidak segan-segan untuk mengeluarkan
siswa yang melanggar masalah tersebut.
Masa remaja adalah masa-masa dimana anak masih mencari jati
dirinya, siswa belum diposisi stabil. Masih mudah terpengaruh oleh orang
lain, apalagi dengan pengaruh teman. Ketika berkumpul dengan teman yang
menyimpang maka bisa mungkin dia akan ikut menyimpang.
61
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Diponegoro Salatiga
70
Adapun jumlah siswa yang melakukan perilaku menyimpang di
SMK Diponegoro Salatiga dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.
Bentuk-Bentuk Penyimpangan
Membolos
Jumlah
117
Berkelahi antar teman
3
Mabuk-mabukan
4
Tawuran
1
Tindak asusila
1
Berpakain
kurang
sopan
(ketat,
Ada, tidak tercatat
terbuka)
Bentuk-bentuk penyimpangan siswa yang terjadi di SMK Saraswati
dan SMK Diponegoro Salatiga adalah membolos. siswa ketika bosan atau
jenuh dengan mata pelajaran, guru, teman sekelas atau dengan masalah dari
rumah berupa marahan orang tua maka hal itu akan membuat siswa menjadi
beban pikiran, akibatnya siswa merasa tidak nyaman untuk belajar disekolah,
kepuasan yang dianggap terbaik adalah dengan tidak masuk sekolah untuk
hari itu.
Bentuk penyimpangan yang terjadi seperti uraian di atas bisa
dikatakan bahwa penyimpangan moraliats siswa di atas karena adanya
kekecewaan siswa yang dirasakan. Peristiwa menyimpang yang dilakukan
71
oleh siswa-siswa SMK Saraswati kususnya dalam hal membolos, bisa terjadi
ketika dilihat dari hasil wawancara tersebut adalah karena menganut budaya
yang salah. Dalam ilmu sosiologi salah satu faktor penyebab terjadinya
penyimpangan sosial adalah menganut budaya yang salah. Siswa yang belum
punya pendirian yang kuat dalam kehidupan sehari-hari, maka dia akan
mudah mengikuti orang yang ada di sekitarnya tanpa berpikir panjang apakah
orang tersebut baik atau tidak benar atau salah sehingga tetap akan diikuti.
Bentuk penyimpangan moralitas yang terjadi di SMK Saraswati dan
SMK Diponegoro Salatiga adalah bentuk penyimpangan situasional.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut terjadi karena kondisi situasi yang ada
di sekitar siswa. Ketika teman membolos maka ikut membolos, ketika lagi
bosan untuk mengikuti pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, maka
membolos, jika lagi ada masalah dari keluarga dan tidak nyaman untuk
belajar maka membolos, bahkan ketika siswa sendiri belum mengerjakan PR
yang diberikan oleh guru, maka dengan memboloslah yang akan
menyelamatkan dari hukuman guru.
Selain itu bentuk penyimpangan moralitas tersebut juga bisa terjadi
karena proses sosialisasi nilai dan norma yang tidak sempurna, artinya proses
sosialisasi yang dilakukan oleh pihak sekolah masih ada warga sekolah yang
melanggar, misalnya masalah tata tertib kedisiplinan masuk sekolah. Guru
ketika masuk kelas untuk mengajar masih ada yang terlambat, maka bukan
hal yang tidak mungkin besok-besok akan ada siswa yang datang atau masuk
72
kelas terlabat. Berawal dari terlambat meskipun sederhana, justru hal itu akan
membuat pemikiran siswa menjadi tidak baik lagi. Siswa berpikir masuk
kelas terlambat itu tidak masalah karena juga masih ada bapak ibu guru yang
masuk terlambat. Dari pemikiran tersebut suatu hari siswa terlambat untuk
masuk sekolah dan ternyata sekolah tidak memberikan tindakan maka akan
membuat pemikiran siswa bahwa masuk sekolah terlambat tidak menjadi
masalah, akibatnya hal tersebut menjadi kebiasaan.
Siswa yang pada awalnya hanya masuk sekolah terlambat tidak
disengaja dan tidak menjadi masalah, maka di hari besoknya hal yang tidak
mungkin terjadi lagi siswa tersebut datang sekolah terlambat lagi. Proses
tersebut terjadi berulang-ulang akibatnya menjadi sebuah kebudayaan atau
kebiasaan siswa tersebut untuk terlambat datang ke sekolah.
Sama halnya dengan membolos, pada awalnya siswa hanya membolos
karena ajakan teman atau karena terpaksa membolos akibat bangun
kesiangan. Jika penyimpangan tersebut tidak dikondisikan dalam arti diberi
pengarahan dan teguran dari sekolah maka siswa akan berpikir bahwa
membolos itu adalah kegiatan yang wajar dan tidak dianggap sebuah
penyimpangan moralitas.
Dampak yang fatal akibat mengikuti budaya yang salah adalah
kebiasaan membolos tersebut akan menurun kepada adik-adik kelas yang ada
di sekolah tersebut. Kelas satu dan kelas dua akan meniru kakak kelasnya
yaitu kelas tiga. Bentuk-bentuk penyimpangan seperti itu akan terjadi secara
73
turun temurun jika tidak ada pengarahan dan pembinaan yang benar dari
pihak sekolah.
Bentuk penyimpangan tersebut bisa dikatakan bentuk sistematis
ketika mereka sutau hari akan membolos secara bersama-sama dan pergi dari
sekolah ke tempat yang di tuju membolos juga bersama-sama. Siswa yang
melakukan penyimpangan moralitas tersebut semua merasa benar, tidak
merasa salah. Kegiatan membolos saling dibenarkan oleh masing-masing
siswa tersebut.
Bentuk penyimpangan tersebut bisa menjadi
pemicu bentuk
penyimpangan komulatif yaitu bentuk penyimpangan moralitas adanya
konflik budaya. Berawal dari sekelompok siswa dari sekolah yang membolos,
ketika di jalan ketemu dengan siswa dari sekolah lain yang kebetulan juga
membolos, ditambah meraka ada perselisihan sebelumnya bukan tidak
mungki kedua kelompok siswa dari sekolah-sekolah yang berbeda tersebut
akan terjadi tawuran pelajar. Inilah salah satu ciri bentuk penyimpangan
komulatif karena adanya perbedaan kultural dimana dalam analogi ini adalah
perbedaan kultural sekolah yang ada.
Dampak dari peyimpangan moralitas oleh siswa di SMK Saraswati
dan SMK Diponegoro yang paling ringan adalah ketinggalan materi seperti
yang sudah dijelaskan pada hasil penelitian di atas. Namun dibalik
ketinggalan materi akan menimbulkan banyak dampak bagi siswa yang saling
berhubungan atau terkait saling mempengaruhi. Ketika ketinggalan materi
74
pelajaran, suatu saat mata pelajaran tersebut kususnya dalam hal ini adalah
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mengadakan ulangan harian ataupun
semesteran maka siswa yang ketinggalan materi pelajaran pasti tidak bisa
mengerjakan soal tes karena materi saja tidak punya. Hasil ulangan atau tes
siswa tersebut akibatnya menjadi rendah bahkan bisa sampai mendapat nilai
0. Jika hal itu terjadi maka bisa dipastikan siswa tersebut akan menanggung
malu kepada teman-temannya, kepada orang tuanya, kepada gurunya. Siswa
tersebut akan merasa tertekan dengan dampak tersebut. Bukan hanya dampak
secara tidak langsung saja dampak langsung juga akan dirasakan siwa
tersebut seperti ketika dikelas karena sering tidak masuk kelas karena
membolos, akibatnya siswa tersebut dikucilkan teman-teman sekelasnya.
Bahkan guru yang jengkel bisa juga ada sampai membencinya meskipun itu
sebenarnya salah.
Dampak selanjutnya ketika siswa melakukan penyimpangan kususnya
dalam hal ini adalah membolos, juga akan membawa dampak sosial. Siswa
merusak tata aturan sekolah yang dibuat oleh pihak sekolah, dengan adanya
siswa membolos maka ketika masyarakat mengetahui hal itu maka
masyarakat akan berpikiran bahwa aturan tata tertib yang ada di sekolahan
tersebut sudah rusak bahkan seperti dianggap tidak punya peraturan, buktinya
siswa-siswanya yang sekolah masih membolos. Masyarakat menilai sekolah
tersebut tidak bisa mengatur siswanya untuk disiplin dan menjadikan siswa
seperti tujuan pendidikan nasional negara Indonesia ini.
75
Siswa
yang
membolos
terkadang
juga
akan
menimbulkan
permasalahan-permasalahan baru di tempat umum kususnya tempat mereka
membolos. Biasanya juga melanggar ketertiban umum yang ada di sekitar
kehidupan siswa.
Dampak tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga berdampak pada
kedua orang tua yang menyekolahkannya atau membiayai sekolah anak.
Orang tua menjadi terkait atau berhubungan dengan sekolah gara-gara
anaknya membolos, bahkan ada yang paling parah ketika sudah membolos di
tempat umum dan sampai tawuran merusak fasilitas layanan publik maka
bukan tidak mungkin bisa dibawa ke polisi. Akibatnya akan membuat malu
dan merusak citra orang tuanya, meskipun awalnya cuma gara-gara
membolos.
Dampak bagi siswa yang selanjutnya adalah masa depannya yang
akan menjadi korban juga. Yang seharusnya masa depan cerah gara-gara
membolos menjadi tidak jelas. Seharusnya sekolah cukup 3 tahun kemudian
lulus, tapi gara-gara membolos siswa menjadi tidak naik kelas sehingga
belajarnya menjadi terhambat.
Dampak dari segi agama penyimpangan tersebut merupakan
penyimpangan yang akan membawa dampak buruk juga. Siswa melanggar
aturan agama, siswa seharusnya berpikir bahwa hal tersebut adalah perbuatan
dosa, merusak pola pikir manusia artinya gara-gara menyimpang moralitas
dan ternyata dia sudah melanggar maka siswa juga kesulitan dalam mengikuti
76
pelajaran. Akibatnya penyimpangan tersebut membuat celaka bagi diri
sendiri.
Siswa yang melakukan penyimpangan moralitas akan membawa
dampak ke akal sehat siswa, siswa menjadi pikiran karena perilakunya yang
salah. Dari semua itu maka akan mengganggu kejiwaan dan ketentraman
kehidupan siswa sehingga juga akan mengganggu ibadahnya.
C. Faktor Pendorong dan Penghambat
Wawancara dilakukan dengan guru PAI dan BK SMK Diponegoro dan
SMK Saraswati Salatiga didapatkan informasi sebagai berikut:
“Siswa yang melakukan penyimpangan moral dipengaruhi
beberapa faktor yaitu ikut teman ketika membolos, faktor teknologi
yaitu perkembangan internet yang bebas, karena letak kantin sekolah
yang diluar sekolah sehingga mudah untuk membolos, kesempatan
juga karena pakaian cewek yang terbuka sehingga akan memicu
penyimpangan tindak asusila”62
“Siswa membolos karena jenuh dengan pelajaran disekolah,
akibat ada masalah dirumah dari orang tuanya yang bertengkar atau
lagi cerai”63
“Penyebab siswa ikut membolos dan tawuran biasanya adalah
karena teman pergaulan yang salah, mereka bertemen dengan teman
62
63
Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga
Hasil wawancara dengan guru PAI Saraswati Salatiga
77
yang sudah bekerja, atau dengan teman yang suka mabuk-mabukan
sehingga mereka terpengaruh”64
Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan siswa berperilaku menyimpang adalah sebagai berikut:
1. Siswa bosan dengan pelajaran
2. Siswa baru ada masalah dari rumah
3. Siswa ada masalah dengan teman
4. Membolos diajak teman
5. Siswa dipanas-panasi untuk tawuran.
Berdasarkan faktor-faktor di atas yang menjadikan siswa melakukan
penyimpangan sosial menurut para guru PAI dan Guru BK yang menjadi
narasumber dalam wawancara ini. Guru menjelaskan bahwa faktor yang
terbanyak adalah ketika siswa memiliki masalah, hal itu membuat siswa sering
membolos. Masalah dari siswa sendiri, masalah dari orang tua yang tidak
harmonis atau dimarahi orang tua sehingga dibawa kesekolah. Akibatnya siswa
tidak nyaman belajar dan membolos.
Selain itu, siswa membolos juga karena diajak teman, sebagai contoh di
lingkungan SMK ada teman-teman SMP dulu yang tidak sekolah dan sudah
bekerja, maka kadang-kadang meraka diajak untuk bermain dan tidak masuk
sekolah. Teman satu sekolahan pernah terjadi ketika berangkat bersama-sama
dari rumah dan teman yang satunya ingin membolos karena malas berangkat
64
Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga
78
sekolah, temannya diajak untuk membolos padahal tadi dari rumah sendiri
tidak ada niat untuk membolos karena ajakan teman dia jadi membolos.
Secara umum faktor terjadinya penyimpangan moral ada dua yaitu
secara internal dan secara eksternal. Dari faktor internal siswa melakukan
penyimpangan moral karena faktor dari dalam diri sendiri siswa tersebut.
Faktor tersebut biasanya akan lebih kuat dari pada faktor dari luar. Ketika siswa
merasa jenuh, merasa bosan, merasa tidak nyaman pada suatu lingkungan maka
siswa tersebut akan pergi manjauh untuk meninggalkan lingkungan tersebut,
seperti halnya ketika siswa tersebut merasa bosan denga pelajaran bukan hal
yang tidak mungkin jika siswa tersebut akan membolos.
Motivasi dan minat seseorang untuk melakukan segala sesuatu tindakan
merupakan faktor paling penting, tanpa minat dan motivasi seseorang tidak
akan melakukan suatu tindakan. Jika seseorang sudah mempunyai motivasi
yang tinggi maka apapun akan dilakukan tindakan tersebut. Begitu pula dengan
motivasi siswa yang tinggi akan tidak melakukan perilaku menyimpang maka
siswa akan selalu berperilaku baik dan benar sesuai dengan aturan yang berlaku
di lingkungan tersebut yaitu sekolah. Sebaliknya ketika siswa tidak memiliki
motivasi berbuat baik maka setiap hari perilakunya hanyalah menyimpang.
Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu faktor yang yang berasal
dari luar siswa. Faktor tersebut karena lingkungan siswa yang kurang baik.
Seperti pada hasil wawancara di atas bahwa siswa membolos karena ikut-ikutan
teman atau diajak teman, hal itu karena siswa tersebut salah teman, dari dalam
79
siswa tidak ada niat atau rencana untuk membolos, tetapi karena ajakan teman
maka jadi membolos.
Selain faktor diajak teman, perilaku menyimpang yang pernah terjadi
adalah karena siswa memiliki masalah dari keluarga, dari rumah keluarga
mereka sedang bertengkar atau bercerai sehingga hal itu membawa ke psikis
anak terganggu akibatnya siswa tersebut malas untuk berangkat sekolah dan
menyendiri untuk menenangkan pikiran. Hal lain yang mungkin terjadi lagi
akibat psikis anak yang terguncang bisa terjadi minum-minuman keras bahkan
bisa mencapai penggunaan obat terlarang.
Tindak asusila bisa terjadi karena beberapa faktor seperti yang sudah
diutarakan pada hasil wawancara di atas perilaku tindak asusila terjadi karena
akibat siswa habis melihat video porno di internet, pakaian siswa perempuan
yang terbuka mengundang siswa cowok sehingga perilaku tindak asusila akan
terjadi. Dari hasil wawancara tersebut bahwa rata-rata faktor yang dominan
adalah faktor dari luar siswa. Faktor-faktor tersebut akan semakin
mempengaruhi siswa ketika dibiarkan, bahkan akan membawa korban baru.
1. Faktor-Faktor Pendukung
a. Pengaruh Teman
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan
satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai
mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman
dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota
80
itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun
anak orang terpandang lainnya. Di zaman sekarang, pengaruh kawan
bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan
juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya
mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal,
kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat
dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya.
Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup
yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak
mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka
anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja
kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat
terlarang, dan lain sebagainya.
Cara Mengatasi :
1) Mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai
2) Orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan
sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian
tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun
mengada-ada. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam
rumah akan dapat mengurangi waktu anak „kluyuran‟ tidak karuan
dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban
serta tanggung jawab dalam rumah tangga.
81
3) Dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari.
Mereka diddik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada
mereka tentang batasan teman yang baik.
b.
Tekanan Orang Tua Dalam Memilih Pendidikan
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu
tugas orangtua kepada anak, agar anak dapat memperoleh pendidikan
yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Terkadang hal ini yang
menjadikan orang tua berkeras hati untuk memasukan anaknya kesekolah
yang manurut orang tua adalah yang terbaik tapi belum tentu untuk anak
itu sendiri. Tak jarang dengan adanya selisih paham tentang pendidikan
anak menjadi lebih egois karena dia mempunyai tempat pendidikan
menurutnya terbaik. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir
dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang
berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit
pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan
akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi
bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal
waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat
terlarang.
Cara Mengatasinya :
1) Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang
merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih
82
perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan
pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah
agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan
bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua.
2) Biarkan Kepercayaan anak untuk memilih pendidikannya dan
orang tua mengawasi anak dan jangan terlalu membatasi
selama itu masih dalam batas kewajaran.
2. Faktor-Faktor Penghambat
a. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan
fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar
dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena
itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan
pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Keadaan
lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja
seperti keluarga yang broken home, rumah tangga yang berantakan
disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya, keluarga yang diliputi
konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan
sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja.
Dengan demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua
merupakan suatu dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang
remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja sehari-hari.
83
Jadi perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan faktor
penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b. Kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak remaja menjadi tidak
terpenuhi. Keinginan dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan
memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
c. Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat
diperlukan untuk hidup normal. Mereka tidak dibiasakan dengan
disiplin dan kontrol-diri yang baik.
d. Minimnya pemahaman tentang keagamaan.
Di dalam kehidupan berkeluarga kurangnya pembinaan agama
juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja Dalam
pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting
karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah
karena perubahan waktu dan tempat.
Dalam pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui
rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya
karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar
dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batas-batas ketentuan
moral dalam lingkungannya. Karena itu pembinaan moral pada
permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihan-latihan,
nasehat-nasehat yang dipandang baik. Maka pembinaan moral harus
dimulai dari orang tua baik perlakuan, pelayanannya kepada remaja
84
dapat memperlihatkan contoh teladan yang baik melaksanakan shalat
dan sebagainya yang merupakan hal-hal yang mengarah kepada
perbuatan positif karena apa yang diperoleh dalam rumah tangganya
akan dibawa kelingkungan masyarakat. Oleh karena itu pembinaan
moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk
menyelamatkan mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk
mempersiapkan hari depan generasi yang akan datang, sebab kesalahan
dalam pembinaan moral akan berakibat negatif terhadap remaja itu
sendiri.
Sebenarnya pemahaman tentang agama sebaiknya dilakukan
semenjak kecil, yaitu melalui kedua orang tua dengan cara memberikan
pembinaan moral dan bimbingan tentang keagamaan, agar nantinya
setelah mereka remaja bisa memilah baik buruk perbuatan yang ingin
mereka lakukan sesuatu di setiap harinya.
Dalam masyarakat sekarang yang sudah begitu mengagungkan
ilmu pengetahuan, kaidah-kaidah moral dan tata susila yang dipegang
teguh oleh orang-orang dahulu menjadi tertinggal dibelakang. Dan
didalam masyarakat yang telah terlalu jauh dari agama, kemerosotan
moral orang dewasa sudah lumrah terjadi. Kemerosotan moral, tingkah
laku dan perbuatan - perbuatan orang dewasa yang tidak baik menjadi
contoh atau tauladan bagi anak-anak dan remaja sehingga berdampak
timbulnya kenakalan remaja. Kekurangan spiritual termasuk ketidak
85
pahaman secara utuh tentang ajaran Islam sehingga mereka melakukan
apa saja yang menjadi keinginan serta kemauan mereka.
Pengaruh dari pada lingkungan sekitar, pengaruh budaya barat
serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhinya
untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya. Di dalam
kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan
mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan
budaya barat, pergaulan dengan teman sebayanya yang mana sering
mempengaruhi untuk mencoba. Sebagai mana kita ketahui bahwa para
remaja sangat senag dengan gaya hidup yang baru tanpa melihat faktor
negatifnya.
Karena
dianggap
ketinggalan
zaman
jika
tidak
mengikutinya.
D. Pelaksanaan pembinaan oleh guru PAI dan BK
1. Guru Pendidikan Agama Islam
a. Guru PAI SMK Saraswati
Wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam dalam aspek
pembinaan
atau
penanganan
guru
terhadap
siswa
berperilaku
menyimpang moralitas didapatkan data atau informasi sebagai berikut
dibawah ini :
86
“Penanganan yang saya lakukan selaku guru agama yang
melalui ketika pembelajaran dengan memberikan arahan bahwa
membolos itu tidak boleh, membolos itu akan ketinggalan materi
dengan teman-teman, terus kadang saya takut-takuti dengan nilai
bahwa jika membolos akan saya kurangi nilainya atau saya
memberi nilai jelek selain itu dengan pendekatan individu saya
Tanya ada mssalah apa kok membolos gitu.”65
“Penanganan saya dengan mengajak siswa membaca al-quran,
saya tanamkan nilai-nilai akhlak yang mulia, cerita sejarah nabinabi dengan sifat-sifat yang baik, selain itu dengan cerita-cerita
fakta yang ada di lapangan atau sekitar kehidupan masyarakat.
Menceritakan bahwa orang sukses bukan hanya karena pandai saja
dalam ilmu pengetahuan tetapi karena akhlak yang baik dan
benar.”66
“Penanganan yang saya lakukan biasanya saya lewat pelajaran
dengan memberikan nasehat-nasehat, arahanan dan motivasi untuk
belajar lebih giat lagi, jangan membolos, jangan melakukan tindak
asusila masa depan kalian masih panjang, sehingga saaya biarkan
mereka berenung untuk masa depan mereka masing-masing.”67
“Penanganan yang saya lakukan biasanya dengan pendekatan
personal dan sharing-sharing santai sehingga siswa bisa diambil
hatinya sehingga diharapkan bisa berubah.”68
“Penanganan yang saya lakukan jika ketahuan langsung pada
hari itu juga ya langsung saya tegur dan saya beri sanksi. Siswa
sebelum pembelajaran saya biasakan dengan membaca al-quran,
kerja sama dengan siswa yang baik sehingga nanti mampu menjadi
tangan panjang saya untuk menasehati dan mendapatkan informasi
tenatng siswa yang menyimpang tersebut.”69
“Penanganan perilaku menyimpang yang dilakukan siswa
adalah dengan pembelajaran klasikal, saya beri angket secara
65
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam di SMK Saraswati Salatiga
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam di SMK Saraswati Salatiga
67
Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga
68
Hasil wawancara guru PAI SMK Diponegoro Salatiga
69
Hasil wawancara guru BK SMK Diponegoro Salatiga
66
87
rahasia kemudian siswa yang bersangkutan saya panggil ke ruang
BK untuk saya bombing secara mandiri, selain itu saya juga dengan
bekerja sama dengan orang tua, wali kelas dan kesiswaan.”70
“Penanganan yang saya lakukan pertama saya memanggil anak
tersebut ke BK, kemudian saya beri arahan dan bimbingan serta
peringatan secara lisan, jika hak tersebut masih dilanggar lagi maka
saya memanggil orang tuanya dan jika sampai 3x masih juga
mengulang lagi penyimpangan moral maka dengan terpaksa
sekolah mengembalikan siswa ke orang tuanya.”71
“Penanganan yang saya lakukan selaku guru PAI ya melalui
pembelajaran di kelas dengan memberi arahan bahwa Allah itu
membenci perbuatan-perbuatan tercela, selain itu saya dengan
melakukan pembelajaran individu, ketika teman-teman mereka
libur dia harus berangkat sendiri selama seminggu tidak menerima
alasan apapun untuk tidak berangkat karena untuk menambah jam
pelajaran.”72
Berdasarkan hasil wawancara di atas mengenai penanganan guruguru Pendidikan Agama Islam didapatkan data atau informasi tentang
pelaksanaan penanganan siswa yang menyimpang di SMK Saraswati
Salatiga adalah sebagai berikut:
1)
Pembelajaran materi keagamaan kepada anak didik.
2)
Penyuluhan rohani dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan
dengan kearifan.
3)
Memberikan penjelasan berkaitan dengan pahala dan dosa dari
perbuatan yang dilakukan siswa.
70
Hasil wawancara guru BK SMK Saraswati Salatiga
Hasil wawancara guru BK Diponogoro Salatiga
72
Hasil wawancara guru PAI Diponegoro Salatiga
71
88
4)
Mengevaluasi bersama-sama dengan melibatkan langsung siswa
lainnya agar menjadi kontrol dan koreksi bersama.
5)
Secara berkala siswa diberi tugas PAI dengan harapan ketika diberi
tugas siswa akan tanggung jawab mengerjakan dan tidak akan
membolos.
6)
Memberikan motivasi dan arahan bahwa orang sukses itu tidak
cukup dengan pandai ilmu pengetahuan saja tetapi yang paling
penting sekarang adalah akhlak seseorang, jika akhlak seseorang
baik maka orang tersebut ketika akan mencari pekrjaan dalam hal
menuju kesuksesan maka akan dipermudah Allah SWT.
Berikut beberapa metode pembelajaran yang digunakan guru
Pendidikan Agama Islam di SMK Saraswati dalam membina siswasiswanya agar tidak melakukan tindakan menyimpang atau mengurangi
tingkat menyimpang moral:
1) Metode Ceramah
“Metode ceramah bertujuan untuk memberi nasehat, arahan,
serta memotivasi kepada siswa.”73
2) Metode Diskusi
“Metode diskusi ini digunakan untuk melatih sikap siswa
untuk saling menghargai pendapat antar teman sehingga setelah
pembelajaran siswa dapat menghargai pendapat orang lain yang
mana dapat mengurangi tindakan tawuran antar pelajar.”74
73
74
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga
89
3) Metode Tanya Jawab
“Pembelajaran dengan metode tanya jawab ini digunakan tola
ukur mengenai perkembangan siswa, hal ini akan memicu siswa
untuk lebih terbuka pada guru ketika ada permasalahan, sehingga
dapat mencegah terjadinya penyimpangan moral siswa tersebut
ketika sudah memuncak masalahnya.”75
4) Metode Pemberian Tugas
“Pembelajaran dengan metode pemberian tugas dapat
memberikan siswa pekerjaan dirumah, sehingga waktu untuk
bermain menjadi berkurang.”76
5) Metode Keteladanan
“Metode ini ialah dengan memberi contoh kepada siswa
dengan mahsud siswa meniru perilaku tokoh-tokoh yang baik dan
tidak melakukan tindakan yang kurang baik juga disampaikan
namun tujuannya memberikan arahan agar tidak ditiru perilaku
tersebut.”77
Pelaksanaan pembinaan oleh guru PAI dilakukan dengan cara
memasukan unsur ibadah dengan tujuan terbiasa hidup agamis dengan
pendekatan individu meningkatkan tingkat ibadah agar siswa nyaman
perasaannya dan kuat ketika menghadapi masalah yang berat. Hal ini
didasarkan dalam gambar 4.2.
75
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga
77
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga
76
90
Gambar 4.2.
b. Guru PAI SMK Diponegoro
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penanganan guru
Pendidikan Agama Islam
yang dilakukan kepada siswa yang
menyimpang didapatkan data atau informasi tentang pelaksanaan
penanganan siswa yang menyimpang di SMK Diponegoro Salatiga
adalah sebagai berikut:
1) Pemberian pengetahuan mengenai ajaran-ajaran agama terutama
berkaitan dengan akhlaqul karimah.
2) Bimbingan agama melalui pendekatan personal.
3) Membangun komunikasi dengan keluarga untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif.
4) Guru Pendidikan Agama Islam mengajak segenap guru, kepala
sekolah dan para staf untuk bersama-sama mengawasi dan
mengevaluasi setiap perkembangan perilaku keseharian siswa.
91
Berikut beberapa metode pembelajaran yang digunakan guru PAI
untuk mengajar siswa-siswa SMK Diponegoro, pembelajaran ini
berfungsi sekaligus sebagai salah satu cara pembinaan siswa agar tidak
melakukan penyimpangan moralitas.
1) Metode Ceramah
“Metode ceramah digunakan untuk dapat mengetahui ketika
ada siswa di kelasnya yang menyimpang dari aturan sehingga guru
bisa menegur dan menasehati bahkan bisa memberi peringatan.”78
2) Metode Diskusi
3) Metode studi kasus
“Pembelajaran dengan metode studi kasus diharapakan siswa
mampu mempelajari kasus-kasus yang ada di sekitar masyarakat
dan kususnya dikaitkan dengan kasus pelajar yang menyimpang
dari pembelajaran tersebut diharapkan siswa mampu mengontrol
diri ketika siswa berada pada kasus tersebut.”79
Guru Agama Islam adalah seseorang yang mengajar dan
mendidik agama Islam dengan membimbing, menuntun, memberi
tauladan dan membantu mengantarkan anak didiknya kearah kedewasaan
jasmani dan rohani. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang
hendak di capai yaitu membimbing anak agar menjadi seorang muslim
yang sejati, beriman, teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia, serta
berguna bagi masyarakat, agama dan negara.
78
79
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Diponegoro Salatiga
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Diponegoro Salatiga
92
Secara
moral
guru
sangat
bertanggung
jawab
dalam
pengembangan sikap dan moral siswa, hal itu menjadi kewajiban seorang
guru untuk membina dan mendidik siswa-siswanya sehingga menjadi
siswa yang memiliki akhlak mulia. Jika siswa dididik dengan benar
maka siswa tersebut tidak akan melakukan perilaku menyimpang, artinya
secara tidak langsung guru sudah melakukan penanganan siswa yang
melakukan tindakan penyimpangan moral jika guru benar-benar
menjalankan tugasnya dan tidak hanya sekedar mengajar atau
mentransfer ilmu atau pengetahuan saja semata.
2. Penanganan guru BK
a. Penanganan guru BK SMK Saraswati
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK didapatkan data
atau informasi tentang pelaksanaan penanganan siswa yang menyimpang
di SMK Saraswati:
“Pembelajaran klasikal dalam kelas, memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada siswa, melakukan koordinasi
dengan orang tua siswa untuk mengawasi segala bentuk dan
tingkahlakunya, komunikasi langsung dengan orang tua dalam
melihat perkembangan siswa dirumah, bekerjasama dengan guru
agama dan kesiswaan apabila mendapati siswa yang sulit
diarahkan.”80
80
Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Saraswati Salatiga
93
b. Penanganan guru BK SMK Diponegoro
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK didapatkan data
atau informasi tentang pelaksanaan penanganan siswa yang menyimpang
di SMK Diponegora Salatiga adalah sebagai berikut:
1) Memberikan materi konseling antara lain:
“Mengajarkan sikap dan kebiasaan belajar yang positif
seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar,
mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif
mengikuti semua kegiatan belajar.”81
“Mengajarkan kesadaran tentang potensi diri dalam aspek
belajar dan memahami berbagai hambatan yang mungkin
muncul dalam proses belajar yang dialaminya.”82
“Mengajarkan keterampilan untuk menetapkan tujuan dan
perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar,
mengerjakan tugas-tugas, dan berusaha memperoleh informasi
tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan
yang lebih luas.”83
2) Konsultasi langsung
Penanganan guru BK di SMK Diponegoro dilakukan
melalui konsultasi langsung dengan siswa yang bermasalah. Hal ini
didasarkan pada gambar 4.3.
81
Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga
Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga
83
Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga
82
94
Gambar 4.3.
3) Berkoordinasi dengan wali kelas
4) Berkoordinasi dengan orang tua
Mendidik bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi dengan
jumlah siswa yang dididik lebih banyak dan tidak imbang dengan jumlah
yang yang mendidik, begitu pula dengan pelaksanaan pembinaan siswa
yang menyimpang, di sekolah SMK Saraswati hampir kebanyakan adalah
siswa laki-laki sehingga tingkat perilaku menyimpang pasti akan lebih
besar dan tingkat menyebarnya perilaku menyimpang akan semakin
mudah. Jika jumlah guru yang menangani kurang maka hasil tidak akan
bisa maksimal, ditambah lagi guru juga tidak hanya mengurus siswa
sekolah saja tetapi juga memiliki keluarga juga yang membutuhkan
perhatian.
Dengan demikian peran guru sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu
perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara
95
optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki
oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan
guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara
individual, karena antara peserta didik dengan yang lain memiliki
perbedaan yang sangat mendasar agar mampu memberikan kemudahan
belajar bagi seluruh peserta didik
Bimbingan
merupakan
bantuan
kepada
individu
dalam
menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya.
Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya
setiap siswa lebih berkembang ke arah yang lebih baik. Bimbingan
menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan
sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah diantaranya terletak pada aspek yang menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya
atau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek
fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral.
E. Pola penanganan guru PAI dan BK
1. Pola Penanganan Guru PAI di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro
Salatiga
96
Wawancara dengan para guru PAI yang mengajar di SMK
Diponegoro dan SMK Saraswati adalah sebagai berikut:
“Pola penanganan yang saya lakukan lebih ke preventif yaitu
dengan memasukan unsur ibadah dengan tujuan terbiasa hidup
agamis.”84
“Pola yang saya lakukan selaku guru PAI adalah dengan
preventif yaitu mencegah terjadinya penyimpangan moral yaitu
dengan mengancam nilai agar tidak melakukan membolos siswa
tersebut, selain itu dengan pendekatan individu meningkatkan
tingkat ibadah agar siswa nyaman perasaannya dan kuat ketika
menghadapi masalah yang berat tidak frustasi.”85
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru-guru PAI yang mengajar
di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga, ditemukan bahwa pola
penanganan yang dilakukan oleh guru-guru pendidikan agama islam lebih ke
pola preventif, guru dalam meminimalisir peristiwa penyimangan sosial
yaitu yang terbanyak adalah siswa membolos, guru dengan mengancam pada
pemberian nilai siswa, sehingga dengan cara tersebut siswa yang akan
membolos menjadi berpikir ulang ketika akan membolos, karena siswa takut
dengan nilai yang jelek, maka siswa tidak jadi membolos. Selian dengan
ancaman nilai, guru pendidikan agama islam juga setiap sebelum mengajar,
siswa diajak ke mushola untuk membaca Al-qur‟an, sholat dhuha, membaca
asmaul husna, dan pengarahan-pengarahan akhlak dengan tujuan siswa dapat
menambah keimanan diri sehingga siswa menjadi lebih baik lagi.
84
85
Hasil wawancara dengan guru PAI SMK Saraswati Salatiga
Hasil wawancara dengan guru PAI SMK Saraswati Salatiga
97
Penanganan guru PAI dilakukan melalui pendekatan personal dan
pembelajaran secara klasikal. Hal ini didasarkan pada gambar 4.4.
Gambar 4.4.
2. Pola Penanganan Guru BK di SMK Diponegoro Salatiga
Pola penanganan yang dilakukan guru BK yaitu melalui penyuluhan,
penerangan, pengawasan, dan pengendalian. Hal ini sesuai pada gambar 4.5.
Gambar 4.5.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro
didapatkan data atau informasi sebagai berikut;
98
“Pola penanganan yang saya lakukan selaku guru pendidikan
agama islam di SMK Diponegoro dengan preventif yaitu melakukan
pembekalan secara pendekatan personal antar individu dan sharingsharing dengan siswa agar siswa mereka merasa nyaman ketika dekat
dengan guru.”86
Pola yang digunakan dalam penanganan penyimpangan yang
dilakukan siswanya adalah dengan dua pola. Pertama, dengan preventif,
yaitu guru BK memberi pengarahan secara langsung kepada siswa dengan
memberi pelajaran di kelas. BK di kedua SMK tersebut dimasukan jam
pelajaran, sehingga guru BK bisa langsung memberi pengarahan dan
motivasi kepada siswa untuk tidak melakukan penyimpangan kususnya
adalah membolos sekolah, guru juga memberi pengarahan secara personal
ketika ada siswa yang memiliki masalah dengan cara mengajak siswa secara
individu keruangan BK untuk diberi arahan dan nasehat secara lebih
mendalam lagi dengan tujuan dapat membantu siswa menyelesaikan masalah
siswa.
Kedua, guru BK menangani siswa yang menyimpang dengan
memberi sanksi, meskipun sebenarnya pola tersebut tidak diperbolehkan
dalam BK namun ketika siswa yang sudah keterlaluan penyimpangannya
dalam arti berulang-ulang dinasehati belum berubah, maka guru memberi
sanksi mulai dari teguran sampai memanggil orang tua jika siswa tersebut
tidak mengalami perubahan sikap dan moralnya.
86
Hasil wawancara dengan guru BK SMK Diponegoro
99
Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan sistem pembelajaran
yang selalu berkaitan dengan nilai-nilai moral keagamaan serta memuat
berbagai karakter positif sesuai dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri,
sehingga diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan
nasional.
Secara
komprehensif tujuannya
adalah untuk membentuk
kepribadian islami yang esensinya mengandung berbagai muatan moral yang
perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah,
keluarga, maupun masyarakat. Akan tetapi apabila diberikan dengan cara
yang kurang sistematis, maka akan timbul pada diri siswa tidak senang
dengan guru agamanya dan tidak senang dalam mempelajarinya.
Pembelajaran sebagai usaha sadar yang sistematik selalu bertolak dari
landasan dan mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas
tersebut sangat penting karena pembelajaran merupakan pilar utama terhadap
pengembangan manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan metode
yang tepat untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada
umumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya.
a. Bahan yang memerlukan pengamatan. Pengetahuan yang dimiliki oleh
anak pada umumnya diperoleh melalui pengamatan atau alat indera.
Contoh pengetahuan tentang shalat dan pelaksanaannya. Dengan
mendengar uraian guru murid dapat mengetahui belai indera pendengar,
dan begitu juga dengan membaca maka indera penglihatan yang
berfungsi dari contoh di atas maka metode yang cocok adalah metode
100
ceramah metode resitasi atau metode proyek (dalam hal ini proyek
tentang shalat).
b. Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu. Untuk
mengusai bahan sejenis ini seseorang terutama harus belajar secara
motoris (motor type of learning) contoh bahan pelajaran tentang jenazah
(mengkafani jenazah) untuk mengusai keterampilan itu guru harus
memberi kesempatan kepada murid melakukan serangkaian kegiatan
yang
berhubungan
dengan
gerakan-gerakan
atau
keterampilan
mengukur, menggunting, membungkus serta keterampilan membaca
doa atau bacaan yang berhubungan dengan jenazah. Dari contoh di atas
maka metode yang relevan adalah metode demonstrasi dan drill.
c. Bahan yang mengandung materi hafalan. Bahan pelajaran agama yang
seperti ini termasuk cukup banyak dan segera harus diketahui dan
dihafalkan karena akan digunakan dalam beribadah dan beramal untuk
mempelajari bahan hafalan ini diperlukan jenis belajar menghafal
(memory type of learning). Belajar dengan menghafal sering
menimbulkan penyakit verbalisme yaitu anak tahu cara penyebutan
kata-kata, definisi dan sebagainya, tetapi tidak dipahami. Untuk
menghindari anak dari penyakit tersebut perlu diperhatikan prinsipprinsip berikut : Bahan yang akan diajarkan hendaknya diusahakan agar
dipahami benar-benar oleh anak. Dan Bahan hafalan hendaknya
101
merupakan suatu kebulatan jadi untuk materi hafalan. Metode yang
relevan adalah metode resitasi dan tanya jawab.
d. Bahan yang mengandung unsur emosi. Bahan yang mengandung emosi
seperti kejujuran, keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang
dan sebagainya. Bahan seperti ini memerlukan jenis belajar tersendiri
yang disebut emosional type of learning, dibandingkan dengan jenis
belajar yang lain, jenis belajar emosi ini belum mendapat perhatian
sebagaimana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena jenis
belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaannya tidak mudah.
e. Penggunaan
metode
driil
dalam
pembelajaran
tingkat
SMA.
Metode drill adalah suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan
kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau
keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari. Dengan
demikian terbentuklah pengetahuan-siap atau keterampilan siap yang
setiap saat siap untuk di pergunakan oleh yang bersangkutan. Bentukbentuk metode drill dapat direalisasikan dalam berbagai bentuk tehnik,
yaitu sebagai berikut:
1) Tehnik Inquiry (kerja kelompok). Tehnik ini dilakukan dengan
cara mengajar sekelompok anak didik untuk bekerja sama dan
memecahakan masalah dengan cara mengerjakan tugas yang
diberikan.
102
2) Tehnik Discovery (penemuan). Dilakukan dengan melibatkan
anak didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar
pendapat, diskusi.
3) Tehnik Micro Teaching. Digunakan untuk mempersiapkan diri
anak didik sebagai calon guru untuk menghadapi pekerjaan
mengajar di depan kelas dengan memperoleh nilai tambah atau
pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagai guru.
4) Tehnik Modul Belajar. Digunakan dengan cara mengajar anak
didik
melalui
paket
belajar
berdasarkan
performan
(kompetensi).
5) Tehnik Belajar Mandiri. Dilakukan dengan cara menyuruh anak
didik agar belajar sendiri, baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu
sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang
ke arah yang lebih baik. Bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga
ahli dalam bidang tersebut.
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah diantaranya terletak pada aspek yang menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
103
mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek fisik,
emosi, intelektual, sosial, dan moral.
Konsultasi langsung dilakukan sebagai wujud perhatian guru kepada
siswa yang mengalami berbagai masalah, hal ini bertujuan untuk
meningkatkan intensitas komunikasi antar siswa dan guru sebagai kontrol
dalam pengawasan adalah suatu proses belajar-mengajar yang dilakukan
secara individu. Dengan metode ini, guru dapat mengajar secara intensif,
karena dapat disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang dihadapi siswa dan
kemampuan individu siswa. Prinsip yang digunakan dalam bimbingan
individual direalisasikan dengan menyediakan bahan ajaran untuk kegiatan
utama, juga disusun bahan ajar untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan.
Konsep belajar tuntas yang dilakukan dalam bimbingan individual sangat
menekankan pentingnya peranan umpan balik dari siswa. Kemajuan belajar
siswa segera dinilai, kemudian hasil penilaian tesebut menjadi umpan balik
bagi kegiatan perbaikan dan pengayaan. Perbaikan diberikan kepada siswa
yang belum menguasai bahan ajar secara tuntas, sedangkan pengayaan
diberikan kepada peserta didik yang perkembangan belajarnya cepat.
Pola yang dilakukan guru BK adalah dengan Pola preventif
(pencegahan), melalui penyuluhan, penerangan, pengawasan, pengendalian,
seni, dan keagamaan. Pola represif (penindakan), yaitu melalui proses
pendidikan dan proses peradilan hukum yang berlaku terutama bagi para
pelaku kenakalan remaja yang melanggar KUHP dan perundang-undangan
104
lainnya. Pola pembinaan khusus dan rehabilitasi terutama ditujukan kepada
korban penyalahgunaan narkotika, obat, dan alkohol. Bagi pelaku yang sudah
dianggap sangat menghawatirkan disidang dengan dihadirkan kedua
orangtuanya kemudian dikasih tawaran dua hal yaitu pengunduran diri atau
pindah sekolah. Seperti halnya, kasus tawuran yang berujung sampai ke
kepolisisan, kasus hamil pra nikah, dan tindakan perkelahian yang berujung
pidana.
F. Bentuk perubahan sikap dan moral siswa
Pada masa remaja, siswa mengalami gejolak batin dan perubahan
perilaku yang tidak menentu. Perubahan ini merupakan suatu kebutuhan
tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan suatu
pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman ini
untuk menumbuhkan identitas diri,kepribadian yang matang dan menghindarkan
diri dari konflik-konflik yang selalu terjadi di masa ini. Nilai-nilai keagamaan
perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengatur tingkah laku baik buruk.
Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu lingkungan yang lebih bersifat mengajak,
mengundang, atau memberi kesempatan akan lebih efektif daripada lingkungan
yang ditandai dengan adanya larangan- larangan yang bersifat serba membatasi.
Wawancara dengan para guru PAI dan guru BK adalah sebagai berikut:
105
“Setelah diberi binaan baik dari wali kelas, guru PAI siswa yang
awalnya sering membolos menjadi tidak membolos lagi, awalnya tidak
sholat sekarang Alhamdulillah sudah mau sholat sunah dan wajib
berjamaah di mushola sekolahan ini, ya mudah-mudahan itu berlaku
juga ketika siswa di rumah”87
“Untuk hasil dari binaan ya dipengaruhi juga corpoarate orang tua
mas, ada yang sekarang sudah berubah menjadi lebih baik tidak
menyimpang lagi karena orang tuanya juga ikut andil dalam
penanganan ini, ada juga yang sampai sekarang belum berubah masih
tahap pemantauan karena orang tuanya sudah tidak mau tahu lagi
urusannya mas, mau sekolah mau tidak silakan hal ini karena orang
tuanya yang mau cerai dan belum ada kepastian mas sehingg anaknya
menjadi pelampiasan tersebut”88
Berdasarkan
hasil
penelitian di
atas, siswa
yang melakukan
penyimpangan moralitas kususnya dalam hal membolos setelah diberi
pengarahan, penanganan baik dari guru PAI dan guru BK, tingkat membolos
siswa menjadi berkurang atau menuru, artinya penanganan guru-guru di kedua
sekolah tersebut cukup berhasil dalam membentuk sikap dan moral baru bagi
siswa yang melakukan penyimpangan moralitas.
Keberhasilan guru-guru dalam menangani siswa-siswanya yang
melakukan penyimpangan moralitas itu karena adanya akomunikasi yang efektif
baik dengan siswa sendiri, dengan guru lainnya, dengan wali kelas, dengan
kesiswaan ataupun dengan orang tua siswa. Dengan adanya penanganan tersebut
jumlah siswa yang melakukan penyimpangan moralitas berkurang dari bulan ke
bulan.
87
88
Hasil wawancara dengan guru PAI SMK Diponegoro Salatiga
Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga
106
Perilaku menyimpang siswa salah satunya disebabkan oleh minimnya
pendidikan moral dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan agama
sangat mempengaruhi moral seseorang. Karena dalam agama diajarkan untuk
tidak berbuat tindakan tercela atau jahat terhadap diri sendiri dan orang lain
dalam bentuk apapun. Agama dapat menjadi salah satu faktor pengendali
tingkah laku remaja. Karena pendidikan agama memang mewarnai kehidupan
masyarakat.
Beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang ialah
perilaku yang menyimpang dapat pula disebabkan karena sikap mental yang
tidak sehat, tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi penyebab
terjadinya perilaku menyimpang, seseorang yang mengalami kekecewaan
apabila tidak dapat mengalihkannya ke hal yang positif, maka ia akan berusaha
mencari pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya, perilaku menyimpang yang
terjadi karena dorongan kebutuhan ekonomi, dan disebabkan karena terpengaruh
oleh lingkungan kerjanya atau teman sepermainannya. Begitu juga peran media
massa, sangat berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku.
Upaya mengantisipasi tersebut melalui penanaman nilai dan norma
yang kuat melalui proses sosialisasi dan pelaksanaan peraturan yang konsisten.
Hal ini bertujuan untuk pembentukan konsep diri, pengembangan keterampilan,
pengendalian diri, pelatihan komunikasi, dan pembiasaan aturan. Segala bentuk
peraturan yang dikeluarkan pada hakekatnya adalah usaha mencegah adanya
tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai sarana penindak perilaku
107
penyimpangan. Namun apabila peraturan-peraturan yang dikeluarkan tidak
konsisten justru akan dapat menimbulkan tindak penyimpangan.
Dalam pembinaan perlu didahului dengan pemberian informasi tentang
nilai-nilai dan moral. Tidak hanya memberikan evaluasi, tetapi juga merangsang
anak tersebut supaya lebih aktif dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan
keputusan. Di lingkungan keluarga, teman sepergaulan, serta organisasi atau
kelompok. Sedangkan disekolah misalnya anak diberi kesempatan untuk diskusi
kelompok, sehingga anak berperan secara aktif dan tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan. Anak tidak hanya harus mendengarkan tetapi juga harus
dirangsang agar lebih aktif.
Misalnya mengikutsertakan ia dalam pengambilan keputusan di
keluarga dan pemberian tanggung jawab dalam kelompok sebayanya. Karena
nilai-nilai kehidupan yang dipelajari barulah betul-betul berkembang apabila
telah dikaitkan dalam konteks kehidupan bersama.
Secara moral guru sangat bertanggung jawab dalam pengembangan
sikap dan moral siswa, hal itu menjadi kewajiban seorang guru untuk membina
dan mendidik siswa-siswanya sehingga menjadi siswa yang memiliki akhlak
mulia. Jika siswa dididik dengan benar maka siswa tersebut tidak akan
melakukan perilaku menyimpang, artinya secara tidak langsung guru sudah
melakukan penanganan siswa yang melakukan tindakan penyimpangan moral
jika guru benar-benar menjalankan tugasnya dan tidak hanya sekedar mengajar
atau mentransfer ilmu atau pengetahuan saja semata.
108
Bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi SMK Saraswati Salatiga
seperti membolos, merokok, berkata kotor, berani sama guru ketika dinasehati,
perkelahian antar teman, mabuk-mabukan, tawuran yang disebabkan karena
faktor balas dendam, dan tindak asusila, setelah mendapatkan pengarahan dan
bimbingan dari guru PAI maupun BK, perilakunya menyimpangnya secara
berangsur-angsur dapat berkurang sehingga dapat dikendalikan sesuai harapan
para guru dan orang tuanya.
Adapun bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi SMK Diponegoro
Salatiga meliputi membolos, siswa dari rumah berangkat tetapi tidak sampai
sekolahan kemudian
pulang sebelum waktunya, berkelahi dengan teman
sekelas, mabuk-mabukan, tawuran, dan tindak asusila seperti ciuman, gandengan
tangan serta pelukan, dapat dikondisikan seiring dengan pengawasan dan
bimbingan yang selalu dimonitoring dari para guru khususnya dari guru BK.
Bentuk perubahan sikap dan moral yang terbentuk dari setelah dapat
penanganan dari guru PAI tidak hanya berubah tidak membolos lagi, namun
juga siswa yang biasanya tidak sholat, setelah dapat penanganan dari guru siswa
sedikit-sedikti sudah mau menjalankan sholat wajibnya. Perubahan sikap dan
moral siswa yang awalnya melakukan perilaku menyimpang setelah mendapat
penanganan dari guru PAI dan guru BK baik secara klasikal atau mandiri ratarata mengalami perubahan yang yang cukup baik. Menurut guru BK SMK
Diponegoro, perubahan siswa yang telah ditangani mencapai 75% menjadi lebih
baik dibandingkan sebelumnya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi
SMK Saraswati Salatiga ialah
membolos, merokok, berkata kotor, berani sama guru ketika dinasehati,
perkelahian antar teman, mabuk-mabukan, tawuran yang disebabkan karena
faktor balas dendam, dan tindak asusila.
2. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi SMK Diponegoro Salatiga adalah
membolos, siswa dari rumah berangkat tetapi tidak sampai sekolahan
kemudian
pulang sebelum waktunya, berkelahi dengan teman sekelas,
mabuk-mabukan, tawuran, dan tindak asusila seperti ciuman, gandengan
tangan serta pelukan.
3. Penanganan guru PAI dan BK dengan cara pendekatan personal dan
pembelajaran secara klasikal ketika melakukan pembelajaran di kelas.
4. Pola penanganan yang dilakukan guru PAI SMK Diponegoro Salatiga adalah
dengan pola preventif. Pola preventif yang dilakukan ialah dengan
melakukan pembekalan secara pendekatan personal antar individu dan
sharing.
5. Pola penanganan yang dilakukan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga
adalah dengan pola preventif dan represif. Pola preventif (pencegahan)
109
110
melalui penyuluhan, penerangan, pengawasan, pengendalian, seni, dan
keagamaan. Pola represif (penindakan) yaitu melalui proses pendidikan dan
proses peradilan hukum yang berlaku terutama bagi para pelaku kenakalan
remaja yang melanggar KUHP dan perundang-undangan lainnya.
6. Pola penanganan yang dilakukan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga ialah
dengan pola preventif yaitu dengan memasukan unsur ibadah dengan tujuan
terbiasa hidup agamis dengan pendekatan individu meningkatkan tingkat
ibadah agar siswa nyaman perasaannya dan kuat ketika menghadapi masalah
yang berat tidak frustasi, serta dengan cara mencegah terjadinya
penyimpangan moral yaitu dengan mengancam nilai agar tidak membolos.
7. Pola penanganan yang dilakukan guru BK di SMK Saraswati Salatiga dengan
dua pola. Pertama, dengan pola preventif, yaitu guru BK memberi
pengarahan secara langsung kepada siswa dengan memberi pelajaran di
kelas, sehingga guru BK bisa langsung memberi pengarahan dan motivasi
kepada siswa untuk tidak melakukan penyimpangan kususnya membolos.
Guru juga memberi pengarahan secara personal ketika ada siswa yang
memiliki masalah dengan cara mengajak siswa secara individu keruangan
BK untuk diberi arahan dan nasehat secara lebih mendalam lagi dengan
tujuan dapat membantu siswa menyelesaikan masalah siswa. Kedua, guru BK
menangani siswa yang menyimpang dengan memberi sanksi, meskipun
sebenarnya pola tersebut tidak diperbolehkan dalam BK namun ketika siswa
yang sudah keterlaluan penyimpangannya dalam arti berulang-ulang
111
dinasehati belum berubah, maka guru memberi sanksi mulai dari teguran
sampai memanggil orang tua jika siswa tersebut tidak mengalami perubahan
sikap dan moralnya.
B. SARAN
1. Sebaiknya dalam penanganan siswa yang menyimpang tidak hanya pada guru
PAI dan BK saja tetapi semua guru memiliki kewajiban yang sama.
2. Guru BK sebaiknya ketika ada siswa yang tidak masuk sekolah beberapa hari
tanpa keterangan, guru BK perlu datang kerumah siswa.
3. Perlu adanya penerapan penilaian bobot masalah kepada siswa agar dapat
diketahui secara lebih rinci dan terarah terhadap saksi yang harus diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bar, Ibnu. Al-Istidzkar. Beirut: Darulkitab Alamiyah, 463.
Ahmadi, Abu, & Widodo, Supriyono. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang undang SisDiknas. Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003.
Budiningsih, C. Asri. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan
Bintang, 1975.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009.
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.
Dirjen Pendidikan Islam. UU RI Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen serta UU RI,
No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. Jakarta, 2006.
Endang, Poerwanti, & Nur, Widodo. Perkembangan Peserta Didik. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang, 2002.
Gunawan, Yusuf. Pengantar Bimbingan Konseling. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992.
112
113
Hariwijaya, M.. Metodologi Dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Yogjakarta: Elematera Publishing, 2007.
Haryanto, Sukandarrumidi. Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2004.
Inge, Pudjiastuti, “Peran Guru Dalam Menumbuhkembangkan Karakter Best”,
Jurnal Pendidikan Penabur 12 (2013):13-22.
Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: AlMa‟arif, 1980.
Marimba, Ahmad, D.. Pengantar Filasafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma‟arif,
1962.
Miles, Matthew, & A. Michael, Huberman. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1992.
Moleong, Lexy, J.. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011.
Muhdhor, Atabik, Ali, Ahmad, Zuhdi. Kamus Bahasa Arab Kontemporer.
Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003.
Mushaf, Al-Quran. Depok: Neija, 2012.
Nur, Ainiyah., “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”, Jurnal
Al-Ulum Semarang (2013): 25-38.
Panuju, Panut, & Ida, Umami. Psikologi Remaja. Yogyakarta : Tiara Wacana, 1999.
Prayitno, & Erman, Anti. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta, 1999.
114
Prayitno. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Saifudin, Abdul, Bari, dkk.. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatus. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002.
Sarwono, Sarlito, Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997.
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994.
Sudarsono. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.
Syafaat, Aat, dkk.. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan
Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2007.
Walgito, Bimo. Pengantar psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset, 1997.
Warsiyah., “Pengaruh Tingkat Keimanan, Prokrastinasi Akademik dan Sikap
terhadap Menyontek pada Perilaku Menyontek Mahasiswa Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo”, TESIS IAIN Walisongo Semarang (2013): 4560.
Yunus, Mahmud. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: Hida Karya Agung,
1983.
115
Zuhairini. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Malang: Universitas
Islam Negeri Malang, 2004.
Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
BIOGRAFI PENULIS
Nama
:
Ahmad Mas‟udi
Tempat Tanggal Lahir : Kabupaten Semarang, 28 Oktober 1987
Pekerjaan
:
Wiraswasta
Alamat
:
Dusun Semowo RT.04 RW.01 Desa Semowo,
Kecamatan
Pabelan,
Kabupaten
Semarang,
Jawa Tengah, Indonesia
Pendidikan
:
1. RA Al-Ittihad Semowo, lulus tahun 1993
2. MI Al-Ittihad Semowo, lulus tahun 1999
3. MTs Al-Manar Bener, lulus tahun 2002
4. MAK Al-Manar Bener, lulus tahun 2005
5. S1 Tarbiyah STAIN Salatiga, lulus tahun 2009
6. S2 IAIN Salatiga, lulus tahun 2015
Pengalaman
Organisasi
1. LPM Dinamika STAIN Salatiga tahun 2005-2007
:
2. Resimen Mahasiswa STAIN Salatiga tahun 2005
3. PMII Salatiga tahun 2005-2007
4. Ketua Karangtaruna Desa Semowo 2010 – 2012
Keluarga
:
Istri : Santi Widyastuti, S.ST.
Anak : Injakhi Taqiyya Tasyakkuro Sa‟ida
Download