EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba

advertisement
Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015
Halaman 101 – 108
ISSN 2407 - 9049
EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)
(STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU
KECAMATAN KAPONTORI)
Marketing eficient’s of Jabon Wood (Anthocephalus cadamba)
(Case studies about Private Forest at Wambulu Village in District Kapontori)
Satya Agustina Laksananny, Arniawati, Ristamala Sari
Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO
Corespondence Author Email : [email protected]
ABSTRACT
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efisiensi pemasaran kayu jabon Hutan Rakyat di
Desa Wambulu dengan cara menghitung marjin pemasaran, margin keuntungan dan farmer
share (bagian harga yang diterima petani) pada setiap saluran pemasaran. Berdasarkan hasil
penelitian ditemukan bahwa terdapat 4 (empat) pola pemasaran kayu jabon di Desa Wambulu
yaitu: Jalur pemasaran I (Petani-pedagang perantara-pedagang penampung- konsumen akhir),
saluran II (Petani produsen-pedagang penampung- konsumen akhir), saluran III (Petani
produsen-pedagang perantara-konsumen akhir), dan saluran IV (Petani produsen-konsumen
akhir). Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran (produk yang dihasilkan adalah papan
dan balok) yang paling efisien adalah saluran pemasaran IV, karena besarnya marjin
pemasaran terendah, tingkat farmer share tertinggi dan marjin keuntungan terendah.
Keywords : Hutan Rakyat, Kayu Jabon, Efisiensi Pemasaran
PENDAHULUAN
Kayu jabon (Anthocephalus cadamba
Miq), merupakan jenis pohon tropis yang
berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Jenis ini juga telah
dibudidayakan di Jawa (terutama di Jawa
Barat dan Jawa Timur), Kalimantan
(terutama di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur), Sumatera (hampir
tersebar di seluruh provinsi), Sulawesi
(hampir tersebar di seluruh provinsi),
Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) dan Papua
(Irian Jaya)
Martawijaya
et
al.
(2005)
mengatakan
bahwa
kayu
jabon
(Anthocephalus cadamba Miq) mudah
dikerjakan, lunak dan ringan, berwarna putih
krim sampai sawo kemerah-merahan,
bersinar dan sedikit berpori dengan berat
jenis rata-rata 0,42 atau berkisar antara 0,29
sampai 0,56. Memiliki kelas kuat III (sedang)
dan kelas awet IV sampai V.
Salah satu daerah di Sulawesi
Tenggara yang banyak terdapat tegakan
jabon dan dibudidayakan adalah Desa
Wambulu, Kecamatan Kapontori, Kabupaten
Buton. Luas hutan rakyat di Desa Wambulu
(2009 – 2011) adalah 24,60 Ha untuk
seluruh jenis tanaman, dengan potensi
tegakan keseluruhan jenis 1.195 pohon,
sedangkan untuk jenis jabon (Anthocephalus
cadamba)
dengan
potensi
tegakan
keseluruhan jenis 589 pohon, luas tebangan
pohon jabon 11,27 Ha dan perkiraan volume
942,32 m3 (Dinas Kehutanan Kabupaten
Buton, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat Kapontori sangat
menggemari tanaman jabon ini, karena
hampir setengah areal hutan rakyat yang
dimiliki ditanami dengan tanaman jabon
(Anthocephalus cadamba).
Pertumbuhan jabon yang cepat dan
mudah dikelola serta permintaan pasar yang
cukup tinggi, menyebabkan masyarakat di
Desa Wambulu banyak yang mengusahakan
tanaman jabon, dimana bentuk atau produk
kayu jabon yang dipasarkan di Desa
Wambulu yaitu dalam bentuk kayu olahan
Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al.
yang terdiri atas dua jenis produk yaitu
papan dan balok. Proses pemasaran kayu
jabon ini
melibatkan berbagai lembaga
pemasaran yang dimulai dari golongan
produsen, pedagang perantara (middle man),
pedagang penampung dan konsumen,
sehingga akan terbentuk saluran pemasaran.
Secara umum hasil produksi kayu
rakyat memiliki volume atau jumlah yang
relatif kecil, letaknya yang bertebaran pada
kondisi topografi yang sulit, jauh dari
konsumen atau industri pengolahan, kualitas
kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan
dengan kualitas yang diharapkan oleh
konsumen, dan waktu panen yang tidak
menentu. Hal tersebut mendorong adanya
keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang
pengumpul atau lainnya dalam pemasaran
kayu rakyat yang berperan menghubungkan
petani dengan konsumen kayu rakyat,
sehingga jumlah pelaku pemasaran kayu
menjadi lebih banyak dan mengakibatkan
harga yang diterima petani menjadi lebih
rendah. Berdasarkan hal tersebut maka
perlu
dilakukan
penelitian
untuk
menganalisis efisiensi pemasaran kayu jabon
Hutan Rakyat di Desa Wambulu dengan cara
menghitung marjin pemasaran, margin
keuntungan dan farmer share (bagian harga
yang diterima petani) pada setiap saluran
pemasaran.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan di Desa
Wambulu Kecamatan Kapontori, Sulawesi
Tenggara pada bulan September sampai
Oktober 2012.
Penelitian ini menggunakan data
primer dan data sekunder, dimana pada awal
penelitian dilakukan identifikasi potensi
kayu jabon yang telah dipanen di Desa
Wambulu guna mengetahui jumlah produk
pemasaran.
Selanjutnya
dilakukan
identifikasi aspek pemasaran yang meliputi
saluran pemasaran, yang dimulai dari tingkat
petani hingga konsumen akhir.
Berdasarkan data primer yang
dimaksud, selanjutnya dilakukan penentuan
102
sampel petani dan pedagang secara sensus
dengan mewawancarai semua petani
maupun
pedagang
yang
melakukan
penjualan kayu jabon (Idrus, 2009).
Penentuan sampel petani berjumlah
18 orang, pedagang perantara berjumlah 5
orang, dan pedagang pengumpul berjumlah 3
yang berupa tempat Usaha Dagang (UD) di
Kota Baubau.
Analisis data dilakukan dengan
menggunakan pengkajian sebagai berikut;
1. Mendeskripsikan saluran pemasaran dan
lembaga pemasaran yang terlibat
meliputi produsen, pedagang perantara,
pedagang penampung, konsumen, dan
lembaga pemberi jasa.
2. Menurut Sundawati dan Nurrochmat
(2008), menghitung marjin pada setiap
saluran pemasaran dapat menggunakan
rumus:
a. Marjin Pemasaran (MP)
MP = Pr – Pf
Keterangan:
Mp = Marjin Pemasaran (Rp./m3).
Pr = Harga ditingkat konsumen
(Rp./m3).
Pf = Harga ditingkat produsen
(Rp./m3).
b. Marjin Keuntungan (Mki)
c.
Mki = Harga jual – (harga beli +
biaya)
Keterangan:
Mki = Marjin keuntungan (Rp./m3)
Bagian harga yang diterima petani
(Sp)
Sp =
Pf
Pr
x 100%
Keterangan:
Sp = Bagian harga yang diterima
petani (%)
Pf =Harga
ditingkat
petani
(Rp./m3)
Pr = Harga ditingkat konsumen
akhir (Rp./m3)
Ecogreen Vol. 1(1) April 2015, Hal 101 - 108
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Pohon Jabon di Hutan Rakyat
Kawasan
hutan rakyat Desa
Wambulu, Kecamatan Kapontori merupakan
kawasan hutan yang dimiliki secara turuntemurun oleh masyarakat, yang umumnya
digunakan oleh masyarakat sebagai tempat
berkebun, dan tumbuh dalam kelompokkelompok kecil.
Hutan rakyat ini juga
terkadang terdapat di pekarangan rumah
masyarakat
setempat,
sehingga
pengelolaannya lebih efektif dikarenakan
lokasinya mudah dijangkau. Tanaman jabon
yang berkembang di Desa Wambulu mulanya
tumbuh
secara
alami,
sehingga
penyebarannya cukup luas khususnya di
Desa
Wambulu.
Masyarakat
tertarik
terhadap
tanaman
jabon,
karena
pertumbuhannya sangat cepat dan jarang
terkena hama penyakit serta kayunya mudah
diolah, sehingga masyarakat mulai mencoba
membudidayakan tanaman jabon. Teknik
budidaya jabon dilakukan secara sederhana,
karena minimnya pengetahuan petani dalam
pengelolaan pohon tanaman jabon.
Petani
memanfaatkan
tanaman
jabon sebagai
pelindung tanaman
pertaniannnya, sedangkan kayu jabon
dijadikan papan untuk pembuatan papan
rumah, pagar rumah, dan rantingnya
dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
Kegiatan pemanenan yang dilakukan
meliputi pemeriksaan lokasi oleh pegawai
kehutanan daerah setempat, pembuatan
Surat Izin Tebang (SIT), penebangan,
pengukuran
log,
pembagian
dan
pembersihan batang, penyaradan dan
pengumpulan
kayu,
bongkar-muat,
pengangkutan, penimbunan kayu serta
pengolahan (penggergajian) kayu.
Luasan hutan rakyat di Desa
Wambulu adalah 46 Ha, sedangkan luas
untuk tanaman jabon adalah 24 Ha, dengan
jumlah petani sebanyak 18 orang. Jumlah
tegakan jabon sebanyak 5.200 pohon
Hasil produksi kayu jabon di Desa
Wambulu berupa kayu olahan yang mana
bentuk atau ukuran kayu yang dijual oleh
petani dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
No
.
1.
2.
3.
2.
Bentuk Kayu Olahan yang
dipasarkan oleh Petani Hutan
Rakyat.
Bentu
Jumlah
k
set/m3
Panjan Ukura
Kayu
(Lemba
g (cm) n (cm)
Olaha
r)
n
Papan
400
2 x 25
50
Balok
400
8 x 12
26
Balok
400
7 x 15
24
Kapasitas Produksi Kayu Olahan Jabon
Petani di Desa Wambulu menjual
kayunya dalam bentuk kayu olahan (balok
dan papan) dan menjualnya ke tempat yang
berbeda-beda, ada yang langsung menjual ke
penampung dan ada juga yang menjual lewat
pedagang perantara. Kapasitas produksi
kayu jabon di tingkat petani Desa Wambulu
yaitu sebesar 403 m3. Dan di tingkat
pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4. Kapasitas Produksi Kayu Olahan
Jabon
di
Tingkat
Pedagang
Perantara.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Nama
Siardin
Nasir
Tajura
Safiudin
Habarudi
Jumlah
Volume
Produksi
(m3)
127
104
16
119
37
403
Volume
Jual Beli
(m3/bulan)
10
10
10
10
10
50
Jumlah
Penjualan
12
10
1
11
3
37
Tabel 4 menjelaskan bahwa terdapat
lima pedagang perantara dimana dari
pedagang tersebut empat orang termasuk
sebagai petani, sedangkan satu orang
merupakan pedagang perantara yang berasal
dari luar desa Wambulu yaitu bernama Nasir.
Ketersediaan adanya penjualan kayu jabon
oleh pedagang perantara mendorong
munculnya Usaha Dagang (UD) di Daerah
Kota Baubau yaitu sebagai tempat
103
Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al.
penampungan kayu jabon yang akan dijual
kepada konsumen akhir (m3). Untuk melihat
kapasitas produksi kayu jabon di tingkat
pedagang penampung dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kapasitas Produksi Kayu Olahan
Jabon di Tempat Penampungan di
Kota Baubau.
No.
1.
2.
3.
Nama Unit
Usaha
Muda Jaya
Wolio Indah
Saharina
Jaya
Jumlah
Rata-Rata
Kapasitas
Produksi
(m3/bulan)
20
40
20
80
26,67
Realisasi
Penjualan
(m3/bulan)
18
37
18
73
24,33
Tabel
5
menjelaskan
bahwa
pedagang perantara di Desa Wambulu
menjual
kayunya
ditiga
tempat
penampungan yang berada diluar Desa
Wambulu, tepatnya di Kota Baubau.
Kapasitas produksi UD Wolio Indah untuk
kayu jabon lebih banyak dibandingkan unit
usaha lainnya. Ketiga unit usaha (UD)
tersebut memiliki rata-rata kapasitas
produksi kayu olahan jabon sebesar26,67
m3/bulan,
sedangkan
rata-rata
3
penjualannyasebesar 24,33m /bulan.Selain
penjualan di tingkat Kota Baubau, petani juga
menjual kayunya ditingkat desa/kecamatan
yang biasa disebut penjualan lokal oleh
konsumen/masyarakat
lokal.
Kapasitas
produksi kayu jabon di tingkat petani ke
masyarakat lokal disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kapasitas Penjualan Kayu Olahan
Jabon di Tingkat Petani ke
Masyarakat Lokal.
No.
Nama
Volume Jual (m3)
1.
Siardin
10
2.
Habarudin
10
Jumlah
20
Tabel 6 menjelaskan bahwa petani
yang melakukan penjualan lokal yaitu
sebanyak dua orang dari empat orang petani
104
yang sekaligus bertindak sebagai pedagang
perantara. Jumlah volume penjualan yang
dilakukan oleh petani mencapai 20 m3.
Pelaku/Lembaga Pemasaran Kayu Jabon
Produsen (Petani)
Petani yang memiliki lahan usaha
tanaman jabon adalah produsen kayu jabon.
Petani melakukan penjualan kayu atau
produk
kayu
pertukangan
yang
keseluruhannya memiliki sifat produk
terdiferensiasi (mulai dari jenis, bentuk dan
ukuran kayu atau produk kayu yang
dihasilkan) kepada pedagang perantara,
pedagang penampung dan konsumen
(masyarakat). Produk kayu yang dijual yaitu
dalam bentuk kayu olahan (balok dan
papan). Sistem penjualan didasarkan atas : a)
permintaan pedagang perantara, b) adanya
tingkat kebutuhan petani yang mendesak.
Pedagang Perantara
Pedagang perantara biasa juga
disebut pemegang kuasa yaitu orang yang
mengurus segala izin penebangan pohon
yang akan dijual. Pedagang perantara terbagi
atas dua sumber yaitu pertama berasal dari
petani tersebut dan kedua berasal dari
pedagang lain. Petani yang bertindak sebagai
pedagang perantara yaitu petani yang
mengolah kayunya sendiri atau dengan
bantuan tenaga kerja untuk siap dijual ke
tempat penampungan,sedangkan pedagang
perantara bukan petani yaitu pedagang yang
secara langsung membeli kayu dari petani
(produsen) dalam bentuk olahan, dengan
ketentuan biaya pemanenan di kelola oleh
pedagang tersebut.
Pedagang Penampung
Pedagang
penampung
yaitu
pedagang yang mendirikan usaha dagang
yang terletak di Kota Baubau, dengan nama
jenis perdagangan yaitu Unit Dagang (UD).
Pedagang penampung yang membeli kayu
jabon dari pedagang perantara yang berada
pada tingkat desa atau kecamatan yang
kemudian dijual ke konsumen setempat.
Ecogreen Vol. 1(1) April 2015, Hal 101 - 108
Konsumen Akhir
Konsumen akhir adalah seluruh
konsumen yang membeli produk kayu
olahan di tempat penampungan kayu.
Konsumen akhir dalam penelitian ini terdiri
dari 2 konsumen. Konsumen pertama
pembeli yang membeli kayu di dari petani di
Desa Wambulu atau pedagang perantara
yang melakukan penjualan lokal, sedangkan
konsumen kedua yaitu pembeli yang
membeli kayu ditempat penampungan kayu
yang berada di Kota Baubau. Konsumen
akhir dalam penelitian ini dibatasi sampai
konsumen dalam kota Baubau saja, yaitu
konsumen dari Kota Baubau.
Saluran Pemasaran Kayu Jabon
Saluran pemasaran kayu jabon hasil
hutan rakyat dari petani ke konsumen
akhirsecara umum terbagi dalam 4 (empat)
saluran pemasaran yaitu:
1.
2.
3.
Saluran Pemasaran I yaitu Petani,
pedagang
perantara,
Pedagang
Penampung dan Konsumen akhir.
Saluran Pemasaran II, yaitu Petani,
pedagang penampung dan konsumen
akhir.
Pada saluran pemasaran II
petani
berfungsi selain sebagai produsen,
petani juga berperan sebagai pedagang
perantara yang biasa disebut pemegang
kuasa.
Saluran Pemasaran III, yaitu Petani,
pedagang Perantara dan
Konsumen
akhir.
Saluran
pemasaran
III
pedagang
perantara selain berperan sebagai
pedagang perantara, juga berperan
sebagai pedagang penampung, atau
pedagang perantara memiliki usaha
4.
sendiri (tempat penampungan kayu yang
akan dijual kekonsumen akhir).
Saluran Pemasaran IV, yaitu dari Petani
langsung ke konsumen akhir.
Saluran pemasaran IV, petani (produsen)
langsung menjual ke konsumen yaitu
masyarakat setempat. Penjualan kayu
dilakukan di Desa Wambulu, sehingga
hanya diperlukan surat izin penebangan
di daerah setempat.
Pola saluran pemasaran kayu jabon di
Desa Wambulu dapat dibagi atas empat
sasaran konsumen akhir yaitu konsumen
lokal dan konsumen luar yang membentuk
suatu pola pemasaran yang terlihat seperti
pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema Pola Pemasaran Kayu
Jabon Hasil Hutan Rakyat Desa Wambulu
(Sumber : Data Primer Diolah, 2012)
Analisis Marjin Keuntungan, Marjin
Pemasaran, Farmer share, dan Volume
Penjualan Pada Saluran I, II, III, dan IV.
Analisis marjin keuntungan, marjin
pemasaran, farmer share, dan volume
penjualan kayu olahan jabon (papan dan
balok pada saluran I, II, III, dan IV) di Desa
Wambulu disajikan pada Tabel 7.
105
Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al.
Tabel 7. Analisis Marjin Keuntungan, Marjin Pemasaran, Farmer share, dan Volume Penjualan
pada Saluran Pemasaran di Desa Wambulu.
No.
1.
2.
3.
4.
No.
Saluran Pemasaran
Kriteria
Papan
Marjin Keuntungan
(Rp./pohon)
Marjin Pemasaran
(Rp./pohon)
Farmer share (%)
Volume Penjualan
(m3)
I
II
III
IV
Rp 796.632,20
Rp 892.872,40
Rp 796.632,20
Rp663.757,14
Rp1.896.632,20
Rp 1.392.872,40
Rp1.896.632,20
Rp663.757,14
0,18
183
26,69
116
0,18
104
33,62
20
Saluran Pemasaran
Kriteria
I
II
III
IV
Balok
1.
2.
3.
4.
Marjin
Keuntungan
(Rp./pohon)
Marjin
Pemasaran
(Rp./pohon)
Farmer share
(%)
Volume
Penjualan (m3)
Rp 696,632.20
Rp 792,872.40
Rp 696,632.20
Rp 463,757.14
Rp1,596,632.20
Rp 1,092,872.40
Rp1,596,632.20
Rp 463,757.14
0.21
31.70
0.21
42.03
183
116
104
20
Sumber :Data Primer Diolah, 2012
106
Ecogreen Vol. 1(1) April 2015, Hal 101 - 108
Tabel 7 menjelaskan bahwa marjin
keuntungan pada saluran pemasaran produk
papan yang tertinggi yaitu pada saluran
pemasaran II sebesar Rp.892.872,40/m3,
marjin pemasaran yang tertinggi yaitu
padasaluran pemasaran I dan III sebesar
Rp.1.896.632,20/m3, farmer share yang
tertinggi yaitu pada saluran pemasaran IV
sebesar 33,62%, dan volume penjualan yang
tertinggi yaitu pada saluran I sebesar 183 m3.
Sedangkan marjin keuntungan pada
saluran pemasaran produk papan yang
terendah yaitu pada saluran pemasaran IV
sebesar
Rp.663.757,14/m3,
marjin
pemasaran yang terendah yaitu pada saluran
pemasaran II sebesar Rp.663.757,14/m3,
farmer share yang terendah yaitu pada
saluran pemasran I dan III sebesar 0,18%,
dan volume penjualan yang terendah yaitu
pada saluran IV sebesar 20 m3.
Menurut Saliem (2004) Marjin
keuntungan yang tinggi menunjukan bahwa
saluran pemasaran tersebut memiliki
keuntungan yang lebih tinggi, sedangkan
nilai marjin pemasaran menunjukan bahwa
semakin tinggi marjin pemasaran maka
semkin tinggi pula biaya pemasaran yang
dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh
semakin rendah. Olehnya itu saluran
pemasaran II lebih efisien dibandingkan
saluran pemasaran IV, karena volume
produksi saluran pemasaran II lebih tinggi
dibandingkan pola saluran pemasaran IV dan
marjin keuntungannya juga lebih tinggi, serta
konsumen akhir antara saluran pemasaranII
dan IV berbeda, dimana konsumen pada
saluran pemasaran II merupakan konsumen
yang tak terbatas yang berada di Kota
Baubau yaitu rata-rata pembelian kayu
dipedagang penampung hampir setiap hari
terjadi proses jual beli, sedangkan konsumen
saluran pemasaran IV merupakan konsumen
terbatas yang berada di Kecamatan
Kapontori yaitu pembelian kayu yang tidak
menentu.
Berdasarkan analisis yang dilakukan
dapat dikatakan bahwa saluran pemasaran II
menunjukan tingkat efisien yang lebih tinggi,
karena marjin keuntungannya lebih tinggi
dibandingkan dengan saluran yang lainnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sundawati dan Nurrochmat
(2008) yaitu kriteria efisiensi yang
digunakan dalam penelitiannya adalah
marjin keuntungan, marjin pemasaran,
bagian dari petani, dan volume penjualan.
Marjin keuntungan pada saluran
pemasaran produk Balok yang tertinggiyaitu
pada saluran pemasaran II sebesar
Rp.792.872,40/m3, marjin pemasaran yang
tertinggi yaitu padasaluran pemasaran I dan
III sebesar Rp.1.596.632,20/m3, farmer share
yang tertinggi yaitupada saluran pemasaran
IV sebesar 42,03%, dan volume penjualan
yang tertinggi yaitu pada saluran I sebesar
183 m3. Sedangkan marjin keuntungan pada
saluran pemasaran produk balok yang
terendah yaitu pada saluran pemasaran IV
sebesar
Rp.463.757,14/m3,
marjin
pemasaran yang terendah yaitu padasaluran
pemasaran II sebesar Rp.463.757,14/m3,
farmer share yang terendah yaitupada
saluran pemasaran I dan III sebesar 0,21%,
dan volume penjualan yang terendah yaitu
pada saluran IV sebesar 20 m3. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa saluran pemasaran II
yang lebih efisien dibandingkan saluran
pemasaran IV karena volume produksi
saluran
pemasaran
II
lebih
tinggi
dibandingkan pola saluran pemasaran IV dan
marjin keuntungan yang lebih tinggi, serta
sifat dari konsumen akhir pada saluran
pemasaran IV yaitu terbatas adanya yaitu
masyarakat yang membeli kayu olahan jabon
sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat, sedangkan untuk konsumen akhir
saluran I, II, dan III tidak terbatas karena
sebelum ke konsumen akhir kayu olahan
terlebih
dulu
ditampung
ditempat
penampungan kayu.
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa saluran pemasaran II
menunjukan tingkat efisien yang lebih tinggi,
karena dilihat dari marjin keuntungan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan saluran
yang lainnya. Hal ini sejalan dengan
107
Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al.
penelitian yang dilakukan oleh Sundawati
dan Nurrochmat (2008) yaitu kriteria
efisiensi
yang
digunakan
dalam
penelitiannya adalah marjin keuntungan,
marjin pemasaran, bagian dari petani, dan
volume penjualan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
yang
telah
dilakukan
maka
dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pola pemasaran kayu jabon di Desa
Wambulu terdiri dari 4(empat) jalur
pemasaran, yaitu: Jalur pemasaran I
(Petani-pedagang
perantara-pedagang
penampung- konsumen akhir), saluran II
(Petani produsen-pedagang penampungkonsumen akhir), saluran III (Petani
produsen-pedagang perantara-konsumen
akhir), dan saluran IV (Petani produsenkonsumen akhir).
2. Berdasarkan
hasil analisis marjin
pemasaran (produk yang dihasilkan
adalah papan dan balok) yang paling
efisien adalah saluran pemasaran IV,
karena besarnya marjin pemasaran
terendah (Rp663.757,14 dalam bentuk
papan dan Rp463,757.14 dalam bentuk
balok), tingkat farmer share tertinggi
(33,62% dalam bentuk papan dan
42.03% dalam bentuk balok), tetapi
marjin
keuntungan
terrendah
(Rp663.757,14 dalam bentuk papan dan
Rp463,757.14 dalam bentuk balok).
DAFTAR PUSTAKA
BPS Buton, 2012. Kecamatan Kapontori
Dalam Angka. Kabupaten Buton.
Desa Wambulu, 2012. Papan Monografi Desa,
Keadaan pada Bulan Desember
2011. Desa Wambulu.
Dinas Kehutanan Kabupaten Buton, 2011.
Dokumen Pengukuran Kayu Rakyat
Desa Wambulu. Kabupaten Buton.
Idrus, M., 2009. Metode Penelitian Ilmu
Sosial. Gelora Aksara Pratama.
Yogyakarta.
108
Martawijaya, A., Kartasudjana, I., Mandang,
YI., Prawira, SA dan Kadir, K., 2005.
Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Litbang
Dephut. Bogor.
Saliem, H. P., 2004. Analisis Marjin
Pemasaran. Pusat Penelitian dan
Pengembangan
Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor.
Sundawati, L. dan Nurrochmat, D.R., 2008.
Pemasaran
Produk-Produk
Agroforestry. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor (IPB) dan
World Agroforestry Centre (ICRAF).
Bogor.
Download