Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 101 – 108 ISSN 2407 - 9049 EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Marketing eficient’s of Jabon Wood (Anthocephalus cadamba) (Case studies about Private Forest at Wambulu Village in District Kapontori) Satya Agustina Laksananny, Arniawati, Ristamala Sari Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Corespondence Author Email : [email protected] ABSTRACT Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efisiensi pemasaran kayu jabon Hutan Rakyat di Desa Wambulu dengan cara menghitung marjin pemasaran, margin keuntungan dan farmer share (bagian harga yang diterima petani) pada setiap saluran pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat 4 (empat) pola pemasaran kayu jabon di Desa Wambulu yaitu: Jalur pemasaran I (Petani-pedagang perantara-pedagang penampung- konsumen akhir), saluran II (Petani produsen-pedagang penampung- konsumen akhir), saluran III (Petani produsen-pedagang perantara-konsumen akhir), dan saluran IV (Petani produsen-konsumen akhir). Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran (produk yang dihasilkan adalah papan dan balok) yang paling efisien adalah saluran pemasaran IV, karena besarnya marjin pemasaran terendah, tingkat farmer share tertinggi dan marjin keuntungan terendah. Keywords : Hutan Rakyat, Kayu Jabon, Efisiensi Pemasaran PENDAHULUAN Kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq), merupakan jenis pohon tropis yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Jenis ini juga telah dibudidayakan di Jawa (terutama di Jawa Barat dan Jawa Timur), Kalimantan (terutama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur), Sumatera (hampir tersebar di seluruh provinsi), Sulawesi (hampir tersebar di seluruh provinsi), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) dan Papua (Irian Jaya) Martawijaya et al. (2005) mengatakan bahwa kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq) mudah dikerjakan, lunak dan ringan, berwarna putih krim sampai sawo kemerah-merahan, bersinar dan sedikit berpori dengan berat jenis rata-rata 0,42 atau berkisar antara 0,29 sampai 0,56. Memiliki kelas kuat III (sedang) dan kelas awet IV sampai V. Salah satu daerah di Sulawesi Tenggara yang banyak terdapat tegakan jabon dan dibudidayakan adalah Desa Wambulu, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton. Luas hutan rakyat di Desa Wambulu (2009 – 2011) adalah 24,60 Ha untuk seluruh jenis tanaman, dengan potensi tegakan keseluruhan jenis 1.195 pohon, sedangkan untuk jenis jabon (Anthocephalus cadamba) dengan potensi tegakan keseluruhan jenis 589 pohon, luas tebangan pohon jabon 11,27 Ha dan perkiraan volume 942,32 m3 (Dinas Kehutanan Kabupaten Buton, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kapontori sangat menggemari tanaman jabon ini, karena hampir setengah areal hutan rakyat yang dimiliki ditanami dengan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba). Pertumbuhan jabon yang cepat dan mudah dikelola serta permintaan pasar yang cukup tinggi, menyebabkan masyarakat di Desa Wambulu banyak yang mengusahakan tanaman jabon, dimana bentuk atau produk kayu jabon yang dipasarkan di Desa Wambulu yaitu dalam bentuk kayu olahan Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al. yang terdiri atas dua jenis produk yaitu papan dan balok. Proses pemasaran kayu jabon ini melibatkan berbagai lembaga pemasaran yang dimulai dari golongan produsen, pedagang perantara (middle man), pedagang penampung dan konsumen, sehingga akan terbentuk saluran pemasaran. Secara umum hasil produksi kayu rakyat memiliki volume atau jumlah yang relatif kecil, letaknya yang bertebaran pada kondisi topografi yang sulit, jauh dari konsumen atau industri pengolahan, kualitas kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen, dan waktu panen yang tidak menentu. Hal tersebut mendorong adanya keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang pengumpul atau lainnya dalam pemasaran kayu rakyat yang berperan menghubungkan petani dengan konsumen kayu rakyat, sehingga jumlah pelaku pemasaran kayu menjadi lebih banyak dan mengakibatkan harga yang diterima petani menjadi lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis efisiensi pemasaran kayu jabon Hutan Rakyat di Desa Wambulu dengan cara menghitung marjin pemasaran, margin keuntungan dan farmer share (bagian harga yang diterima petani) pada setiap saluran pemasaran. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan di Desa Wambulu Kecamatan Kapontori, Sulawesi Tenggara pada bulan September sampai Oktober 2012. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, dimana pada awal penelitian dilakukan identifikasi potensi kayu jabon yang telah dipanen di Desa Wambulu guna mengetahui jumlah produk pemasaran. Selanjutnya dilakukan identifikasi aspek pemasaran yang meliputi saluran pemasaran, yang dimulai dari tingkat petani hingga konsumen akhir. Berdasarkan data primer yang dimaksud, selanjutnya dilakukan penentuan 102 sampel petani dan pedagang secara sensus dengan mewawancarai semua petani maupun pedagang yang melakukan penjualan kayu jabon (Idrus, 2009). Penentuan sampel petani berjumlah 18 orang, pedagang perantara berjumlah 5 orang, dan pedagang pengumpul berjumlah 3 yang berupa tempat Usaha Dagang (UD) di Kota Baubau. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pengkajian sebagai berikut; 1. Mendeskripsikan saluran pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat meliputi produsen, pedagang perantara, pedagang penampung, konsumen, dan lembaga pemberi jasa. 2. Menurut Sundawati dan Nurrochmat (2008), menghitung marjin pada setiap saluran pemasaran dapat menggunakan rumus: a. Marjin Pemasaran (MP) MP = Pr – Pf Keterangan: Mp = Marjin Pemasaran (Rp./m3). Pr = Harga ditingkat konsumen (Rp./m3). Pf = Harga ditingkat produsen (Rp./m3). b. Marjin Keuntungan (Mki) c. Mki = Harga jual – (harga beli + biaya) Keterangan: Mki = Marjin keuntungan (Rp./m3) Bagian harga yang diterima petani (Sp) Sp = Pf Pr x 100% Keterangan: Sp = Bagian harga yang diterima petani (%) Pf =Harga ditingkat petani (Rp./m3) Pr = Harga ditingkat konsumen akhir (Rp./m3) Ecogreen Vol. 1(1) April 2015, Hal 101 - 108 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Pohon Jabon di Hutan Rakyat Kawasan hutan rakyat Desa Wambulu, Kecamatan Kapontori merupakan kawasan hutan yang dimiliki secara turuntemurun oleh masyarakat, yang umumnya digunakan oleh masyarakat sebagai tempat berkebun, dan tumbuh dalam kelompokkelompok kecil. Hutan rakyat ini juga terkadang terdapat di pekarangan rumah masyarakat setempat, sehingga pengelolaannya lebih efektif dikarenakan lokasinya mudah dijangkau. Tanaman jabon yang berkembang di Desa Wambulu mulanya tumbuh secara alami, sehingga penyebarannya cukup luas khususnya di Desa Wambulu. Masyarakat tertarik terhadap tanaman jabon, karena pertumbuhannya sangat cepat dan jarang terkena hama penyakit serta kayunya mudah diolah, sehingga masyarakat mulai mencoba membudidayakan tanaman jabon. Teknik budidaya jabon dilakukan secara sederhana, karena minimnya pengetahuan petani dalam pengelolaan pohon tanaman jabon. Petani memanfaatkan tanaman jabon sebagai pelindung tanaman pertaniannnya, sedangkan kayu jabon dijadikan papan untuk pembuatan papan rumah, pagar rumah, dan rantingnya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Kegiatan pemanenan yang dilakukan meliputi pemeriksaan lokasi oleh pegawai kehutanan daerah setempat, pembuatan Surat Izin Tebang (SIT), penebangan, pengukuran log, pembagian dan pembersihan batang, penyaradan dan pengumpulan kayu, bongkar-muat, pengangkutan, penimbunan kayu serta pengolahan (penggergajian) kayu. Luasan hutan rakyat di Desa Wambulu adalah 46 Ha, sedangkan luas untuk tanaman jabon adalah 24 Ha, dengan jumlah petani sebanyak 18 orang. Jumlah tegakan jabon sebanyak 5.200 pohon Hasil produksi kayu jabon di Desa Wambulu berupa kayu olahan yang mana bentuk atau ukuran kayu yang dijual oleh petani dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel No . 1. 2. 3. 2. Bentuk Kayu Olahan yang dipasarkan oleh Petani Hutan Rakyat. Bentu Jumlah k set/m3 Panjan Ukura Kayu (Lemba g (cm) n (cm) Olaha r) n Papan 400 2 x 25 50 Balok 400 8 x 12 26 Balok 400 7 x 15 24 Kapasitas Produksi Kayu Olahan Jabon Petani di Desa Wambulu menjual kayunya dalam bentuk kayu olahan (balok dan papan) dan menjualnya ke tempat yang berbeda-beda, ada yang langsung menjual ke penampung dan ada juga yang menjual lewat pedagang perantara. Kapasitas produksi kayu jabon di tingkat petani Desa Wambulu yaitu sebesar 403 m3. Dan di tingkat pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kapasitas Produksi Kayu Olahan Jabon di Tingkat Pedagang Perantara. No. 1. 2. 3. 4. 5. Nama Siardin Nasir Tajura Safiudin Habarudi Jumlah Volume Produksi (m3) 127 104 16 119 37 403 Volume Jual Beli (m3/bulan) 10 10 10 10 10 50 Jumlah Penjualan 12 10 1 11 3 37 Tabel 4 menjelaskan bahwa terdapat lima pedagang perantara dimana dari pedagang tersebut empat orang termasuk sebagai petani, sedangkan satu orang merupakan pedagang perantara yang berasal dari luar desa Wambulu yaitu bernama Nasir. Ketersediaan adanya penjualan kayu jabon oleh pedagang perantara mendorong munculnya Usaha Dagang (UD) di Daerah Kota Baubau yaitu sebagai tempat 103 Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al. penampungan kayu jabon yang akan dijual kepada konsumen akhir (m3). Untuk melihat kapasitas produksi kayu jabon di tingkat pedagang penampung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kapasitas Produksi Kayu Olahan Jabon di Tempat Penampungan di Kota Baubau. No. 1. 2. 3. Nama Unit Usaha Muda Jaya Wolio Indah Saharina Jaya Jumlah Rata-Rata Kapasitas Produksi (m3/bulan) 20 40 20 80 26,67 Realisasi Penjualan (m3/bulan) 18 37 18 73 24,33 Tabel 5 menjelaskan bahwa pedagang perantara di Desa Wambulu menjual kayunya ditiga tempat penampungan yang berada diluar Desa Wambulu, tepatnya di Kota Baubau. Kapasitas produksi UD Wolio Indah untuk kayu jabon lebih banyak dibandingkan unit usaha lainnya. Ketiga unit usaha (UD) tersebut memiliki rata-rata kapasitas produksi kayu olahan jabon sebesar26,67 m3/bulan, sedangkan rata-rata 3 penjualannyasebesar 24,33m /bulan.Selain penjualan di tingkat Kota Baubau, petani juga menjual kayunya ditingkat desa/kecamatan yang biasa disebut penjualan lokal oleh konsumen/masyarakat lokal. Kapasitas produksi kayu jabon di tingkat petani ke masyarakat lokal disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kapasitas Penjualan Kayu Olahan Jabon di Tingkat Petani ke Masyarakat Lokal. No. Nama Volume Jual (m3) 1. Siardin 10 2. Habarudin 10 Jumlah 20 Tabel 6 menjelaskan bahwa petani yang melakukan penjualan lokal yaitu sebanyak dua orang dari empat orang petani 104 yang sekaligus bertindak sebagai pedagang perantara. Jumlah volume penjualan yang dilakukan oleh petani mencapai 20 m3. Pelaku/Lembaga Pemasaran Kayu Jabon Produsen (Petani) Petani yang memiliki lahan usaha tanaman jabon adalah produsen kayu jabon. Petani melakukan penjualan kayu atau produk kayu pertukangan yang keseluruhannya memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis, bentuk dan ukuran kayu atau produk kayu yang dihasilkan) kepada pedagang perantara, pedagang penampung dan konsumen (masyarakat). Produk kayu yang dijual yaitu dalam bentuk kayu olahan (balok dan papan). Sistem penjualan didasarkan atas : a) permintaan pedagang perantara, b) adanya tingkat kebutuhan petani yang mendesak. Pedagang Perantara Pedagang perantara biasa juga disebut pemegang kuasa yaitu orang yang mengurus segala izin penebangan pohon yang akan dijual. Pedagang perantara terbagi atas dua sumber yaitu pertama berasal dari petani tersebut dan kedua berasal dari pedagang lain. Petani yang bertindak sebagai pedagang perantara yaitu petani yang mengolah kayunya sendiri atau dengan bantuan tenaga kerja untuk siap dijual ke tempat penampungan,sedangkan pedagang perantara bukan petani yaitu pedagang yang secara langsung membeli kayu dari petani (produsen) dalam bentuk olahan, dengan ketentuan biaya pemanenan di kelola oleh pedagang tersebut. Pedagang Penampung Pedagang penampung yaitu pedagang yang mendirikan usaha dagang yang terletak di Kota Baubau, dengan nama jenis perdagangan yaitu Unit Dagang (UD). Pedagang penampung yang membeli kayu jabon dari pedagang perantara yang berada pada tingkat desa atau kecamatan yang kemudian dijual ke konsumen setempat. Ecogreen Vol. 1(1) April 2015, Hal 101 - 108 Konsumen Akhir Konsumen akhir adalah seluruh konsumen yang membeli produk kayu olahan di tempat penampungan kayu. Konsumen akhir dalam penelitian ini terdiri dari 2 konsumen. Konsumen pertama pembeli yang membeli kayu di dari petani di Desa Wambulu atau pedagang perantara yang melakukan penjualan lokal, sedangkan konsumen kedua yaitu pembeli yang membeli kayu ditempat penampungan kayu yang berada di Kota Baubau. Konsumen akhir dalam penelitian ini dibatasi sampai konsumen dalam kota Baubau saja, yaitu konsumen dari Kota Baubau. Saluran Pemasaran Kayu Jabon Saluran pemasaran kayu jabon hasil hutan rakyat dari petani ke konsumen akhirsecara umum terbagi dalam 4 (empat) saluran pemasaran yaitu: 1. 2. 3. Saluran Pemasaran I yaitu Petani, pedagang perantara, Pedagang Penampung dan Konsumen akhir. Saluran Pemasaran II, yaitu Petani, pedagang penampung dan konsumen akhir. Pada saluran pemasaran II petani berfungsi selain sebagai produsen, petani juga berperan sebagai pedagang perantara yang biasa disebut pemegang kuasa. Saluran Pemasaran III, yaitu Petani, pedagang Perantara dan Konsumen akhir. Saluran pemasaran III pedagang perantara selain berperan sebagai pedagang perantara, juga berperan sebagai pedagang penampung, atau pedagang perantara memiliki usaha 4. sendiri (tempat penampungan kayu yang akan dijual kekonsumen akhir). Saluran Pemasaran IV, yaitu dari Petani langsung ke konsumen akhir. Saluran pemasaran IV, petani (produsen) langsung menjual ke konsumen yaitu masyarakat setempat. Penjualan kayu dilakukan di Desa Wambulu, sehingga hanya diperlukan surat izin penebangan di daerah setempat. Pola saluran pemasaran kayu jabon di Desa Wambulu dapat dibagi atas empat sasaran konsumen akhir yaitu konsumen lokal dan konsumen luar yang membentuk suatu pola pemasaran yang terlihat seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Skema Pola Pemasaran Kayu Jabon Hasil Hutan Rakyat Desa Wambulu (Sumber : Data Primer Diolah, 2012) Analisis Marjin Keuntungan, Marjin Pemasaran, Farmer share, dan Volume Penjualan Pada Saluran I, II, III, dan IV. Analisis marjin keuntungan, marjin pemasaran, farmer share, dan volume penjualan kayu olahan jabon (papan dan balok pada saluran I, II, III, dan IV) di Desa Wambulu disajikan pada Tabel 7. 105 Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al. Tabel 7. Analisis Marjin Keuntungan, Marjin Pemasaran, Farmer share, dan Volume Penjualan pada Saluran Pemasaran di Desa Wambulu. No. 1. 2. 3. 4. No. Saluran Pemasaran Kriteria Papan Marjin Keuntungan (Rp./pohon) Marjin Pemasaran (Rp./pohon) Farmer share (%) Volume Penjualan (m3) I II III IV Rp 796.632,20 Rp 892.872,40 Rp 796.632,20 Rp663.757,14 Rp1.896.632,20 Rp 1.392.872,40 Rp1.896.632,20 Rp663.757,14 0,18 183 26,69 116 0,18 104 33,62 20 Saluran Pemasaran Kriteria I II III IV Balok 1. 2. 3. 4. Marjin Keuntungan (Rp./pohon) Marjin Pemasaran (Rp./pohon) Farmer share (%) Volume Penjualan (m3) Rp 696,632.20 Rp 792,872.40 Rp 696,632.20 Rp 463,757.14 Rp1,596,632.20 Rp 1,092,872.40 Rp1,596,632.20 Rp 463,757.14 0.21 31.70 0.21 42.03 183 116 104 20 Sumber :Data Primer Diolah, 2012 106 Ecogreen Vol. 1(1) April 2015, Hal 101 - 108 Tabel 7 menjelaskan bahwa marjin keuntungan pada saluran pemasaran produk papan yang tertinggi yaitu pada saluran pemasaran II sebesar Rp.892.872,40/m3, marjin pemasaran yang tertinggi yaitu padasaluran pemasaran I dan III sebesar Rp.1.896.632,20/m3, farmer share yang tertinggi yaitu pada saluran pemasaran IV sebesar 33,62%, dan volume penjualan yang tertinggi yaitu pada saluran I sebesar 183 m3. Sedangkan marjin keuntungan pada saluran pemasaran produk papan yang terendah yaitu pada saluran pemasaran IV sebesar Rp.663.757,14/m3, marjin pemasaran yang terendah yaitu pada saluran pemasaran II sebesar Rp.663.757,14/m3, farmer share yang terendah yaitu pada saluran pemasran I dan III sebesar 0,18%, dan volume penjualan yang terendah yaitu pada saluran IV sebesar 20 m3. Menurut Saliem (2004) Marjin keuntungan yang tinggi menunjukan bahwa saluran pemasaran tersebut memiliki keuntungan yang lebih tinggi, sedangkan nilai marjin pemasaran menunjukan bahwa semakin tinggi marjin pemasaran maka semkin tinggi pula biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh semakin rendah. Olehnya itu saluran pemasaran II lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran IV, karena volume produksi saluran pemasaran II lebih tinggi dibandingkan pola saluran pemasaran IV dan marjin keuntungannya juga lebih tinggi, serta konsumen akhir antara saluran pemasaranII dan IV berbeda, dimana konsumen pada saluran pemasaran II merupakan konsumen yang tak terbatas yang berada di Kota Baubau yaitu rata-rata pembelian kayu dipedagang penampung hampir setiap hari terjadi proses jual beli, sedangkan konsumen saluran pemasaran IV merupakan konsumen terbatas yang berada di Kecamatan Kapontori yaitu pembelian kayu yang tidak menentu. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dikatakan bahwa saluran pemasaran II menunjukan tingkat efisien yang lebih tinggi, karena marjin keuntungannya lebih tinggi dibandingkan dengan saluran yang lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sundawati dan Nurrochmat (2008) yaitu kriteria efisiensi yang digunakan dalam penelitiannya adalah marjin keuntungan, marjin pemasaran, bagian dari petani, dan volume penjualan. Marjin keuntungan pada saluran pemasaran produk Balok yang tertinggiyaitu pada saluran pemasaran II sebesar Rp.792.872,40/m3, marjin pemasaran yang tertinggi yaitu padasaluran pemasaran I dan III sebesar Rp.1.596.632,20/m3, farmer share yang tertinggi yaitupada saluran pemasaran IV sebesar 42,03%, dan volume penjualan yang tertinggi yaitu pada saluran I sebesar 183 m3. Sedangkan marjin keuntungan pada saluran pemasaran produk balok yang terendah yaitu pada saluran pemasaran IV sebesar Rp.463.757,14/m3, marjin pemasaran yang terendah yaitu padasaluran pemasaran II sebesar Rp.463.757,14/m3, farmer share yang terendah yaitupada saluran pemasaran I dan III sebesar 0,21%, dan volume penjualan yang terendah yaitu pada saluran IV sebesar 20 m3. Dapat ditarik kesimpulan bahwa saluran pemasaran II yang lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran IV karena volume produksi saluran pemasaran II lebih tinggi dibandingkan pola saluran pemasaran IV dan marjin keuntungan yang lebih tinggi, serta sifat dari konsumen akhir pada saluran pemasaran IV yaitu terbatas adanya yaitu masyarakat yang membeli kayu olahan jabon sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, sedangkan untuk konsumen akhir saluran I, II, dan III tidak terbatas karena sebelum ke konsumen akhir kayu olahan terlebih dulu ditampung ditempat penampungan kayu. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran II menunjukan tingkat efisien yang lebih tinggi, karena dilihat dari marjin keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan saluran yang lainnya. Hal ini sejalan dengan 107 Efisiensi Pemasaran Kayu Jabon – Satya Agustina et al. penelitian yang dilakukan oleh Sundawati dan Nurrochmat (2008) yaitu kriteria efisiensi yang digunakan dalam penelitiannya adalah marjin keuntungan, marjin pemasaran, bagian dari petani, dan volume penjualan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pola pemasaran kayu jabon di Desa Wambulu terdiri dari 4(empat) jalur pemasaran, yaitu: Jalur pemasaran I (Petani-pedagang perantara-pedagang penampung- konsumen akhir), saluran II (Petani produsen-pedagang penampungkonsumen akhir), saluran III (Petani produsen-pedagang perantara-konsumen akhir), dan saluran IV (Petani produsenkonsumen akhir). 2. Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran (produk yang dihasilkan adalah papan dan balok) yang paling efisien adalah saluran pemasaran IV, karena besarnya marjin pemasaran terendah (Rp663.757,14 dalam bentuk papan dan Rp463,757.14 dalam bentuk balok), tingkat farmer share tertinggi (33,62% dalam bentuk papan dan 42.03% dalam bentuk balok), tetapi marjin keuntungan terrendah (Rp663.757,14 dalam bentuk papan dan Rp463,757.14 dalam bentuk balok). DAFTAR PUSTAKA BPS Buton, 2012. Kecamatan Kapontori Dalam Angka. Kabupaten Buton. Desa Wambulu, 2012. Papan Monografi Desa, Keadaan pada Bulan Desember 2011. Desa Wambulu. Dinas Kehutanan Kabupaten Buton, 2011. Dokumen Pengukuran Kayu Rakyat Desa Wambulu. Kabupaten Buton. Idrus, M., 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Gelora Aksara Pratama. Yogyakarta. 108 Martawijaya, A., Kartasudjana, I., Mandang, YI., Prawira, SA dan Kadir, K., 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Litbang Dephut. Bogor. Saliem, H. P., 2004. Analisis Marjin Pemasaran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Sundawati, L. dan Nurrochmat, D.R., 2008. Pemasaran Produk-Produk Agroforestry. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.