bio.unsoed.ac.id

advertisement
4
II. TELAAH PUSTAKA
Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah
beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon
juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka, Nepal, Laos, Myanmar, Thailand, China dan
Papua New Guinea. Jabon kemudian diintroduksi ke Afrika Selatan, Puertorico,
Suriname, Taiwan dan Negara sub tropis lainnya. Persebaran Jabon Putih di
Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Papua. Sedangkan
penyebaran Jabon Merah di Indonesia yang meliputi Sulawesi, Maluku dan Papua
(Soerianegara and Lemmens, 1994).
Klasifikasi Jabon menurut Croncuist (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Sub-kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembulu)
Super-division: Spermatophyta ( menghasilkan biji)
Division
: Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga)
Class
: Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
Sub-class
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Family
: Rubiaceae
Genus
: Neolamarckia
Spesies
: Neolamarckia cadamba (Roxb) Bosser (Jabon Putih )
Neolamarckia macrophyllus (Roxb) Boser (Jabon Merah)
Beberapa ciri morfologi yang membedakan Jabon Putih dan Jabon Merah
dapat dilihat (Tabel 2.1.).
Tabel 2.1. Perbedaan ciri morfologi Jabon Putih dan Jabon Merah
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Karakteristik
Tunas daun muda
Pangkal daun
Urat daun primer
Batang muda
Batang
pohon
dewasa
Warna buah
Jabon Putih
Berwarna coklat muda
Rata
Berwarna hijau kekuningan
Berwarna hijau kecoklatan
Berwarna coklat kelabu
bio.unsoed.ac.id
Buah
masak
berwarna kuning
Jabon Merah
Berwarna merah
Runcing
Berwarna merah
Berwarna merah kehitaman
Berwarna kehitaman
fisiologis Buah masak fisiologis
berwarna coklat kemerahan
(Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 2011)
5
Pemanfaatan Jabon Putih adalah sebagai pohon hias atau peneduh atau
untuk reboisasi dan pertanian hutan. Daun dan kulit digunakan sebagai obatobatan tradisional. Bunga dan buah dapat dimakan. Sedangkan Jabon Merah
bagian yang dimanfaatkan adalah kulit digunakan sebagai obat tradisional, serta
daun digunakan sebagai piring dan penyaji makanan.
Secara ekologis Neolamarckia sp. adalah tanaman yang sering ditemukan
di hutan sekunder. Kondisi paling penting untuk pertumbuhan adalah cahaya.
Jabon tidak toleran dengan teduhan. Dalam habitat alaminya, suhu maksimal 43oC
dan suhu minimal 3oC. Curah hujan tahunan rata-rata berkisar antara 1500-5000
mm. Jabon dapat ditemukan hingga ketinggian 1000 m dpl. Jabon tumbuh di
beragam tanah, namun lebih dominan di tanah subur yang diaerasi dengan baik
(Soerianegara and Lemmens, 1994).
Studi keragaman genetik suatu jenis perlu diketahui untuk melaksanakan
program pemuliaan pohon (Al-Khairi, 2008). Menurut Lowe et al. (2004),
keragaman genetik menggambarkan besarnya variasi karakter genetik yang
terdapat dalam suatu populasi. Keragaman genetik di dalam suatu populasi
dipengaruhi oleh kombinasi faktor-faktor genetik, karakter ekologi dan sejarah
hidup seperti proses evolusi, adaptasi, dan seleksi yang secara bersama-sama
membentuk struktur genetik suatu populasi. Karakter struktur genetik suatu
populasi dapat di ketahui dengan menggunakan parameter geografis yang mampu
menggambarkan pola variasi yang disebabkan perbedaan letak geografis dari
suatu populasi.
Menurut Zobel dan Talbert (1984) dalam Leksono (1998), jenis-jenis
tanaman tahunan memperlihatkan variasi atau perbedaan sifat. Perbedaan tersebut
terlihat pada kemampuan beradaptasi, pertumbuhan, bentuk batang dan sifat-sifat
yang lainnya, sehingga pada kenyataannya tidak akan ditemukan tanaman tahunan
bio.unsoed.ac.id
atau ditemukan pohon dengan fenotipe yang hampir sama. Variasi ini terjadi
karena di dalam suatu pohon terdapat variasi antar provenan (antar geografis),
variasi lokal (antar tempat tumbuh), variasi antar pohon pada suatu tempat
tumbuh, dan variasi di dalam pohon, dengan kata lain fenotipe suatu pohon
dipengaruhi oleh potensi genetik dan kualitas lingkungan tanaman tersebut.
Provenan atau ras geografik merupakan area geografi alamiah benih tanaman
6
yang dikumpulkan. Adanya provenan ini disebabkan oleh suatu jenis tanaman
yang mempunyai sebaran alami dibeberapa tempat dan mempunyai kondisi
lingkungan yang sangat spesifik, sehingga memberikan penampilan yang berbeda
diantara populasi tanaman tersebut (Leksono, 1998). Ukuran keragaman genetik
yang biasa digunakan untuk menghitung parameter geografis adalah pertama
polimorfisme, yaitu menggambarkan proporsi variasi alel dari semua lokus gen,
kedua heterosigositas rata-rata (h), yaitu menggambarkan proporsi dari semua
lokus gen yang heterosigositas dalam individu pada suatu populasi yang ada
disampel (Lowe et al. 2004). Menurut Lestyaningsih (2005) Suatu lokus dikatakan
polimorfik jika frekuensi alel yang sering muncul kurang dari 0,95%. Menurut
Nei (1987) dalam Lestyaningsih (2005) menyatakan bahwa frekuensi alel atau
frekuensi gen merupakan parameter dasar dalam mempelajari evolusi, selama
perubahan genetik yeng terjadi dalam suatu populasi dapat digambarkan oleh
perubahan frekuensi gen populasi tersebut.
Keragaman genetik populasi dibentuk oleh empat kekuatan alam dalam
bentuk proses yaitu mutasi, gene flow, genetic drift, dan seleksi. Mutasi dan gene
flow merupakan kekuatan yang mengakibatkan peningkatan variabilitas genetik,
sedangkan genetic drift dan seleksi merupakan kekuatan yang mengakibatkan
penurunan variabilitas genetik. Mutasi adalah perubahan dalam bahan genetik
yang menjadi sumber utama dan dasar bagi keragaman genetik. Pada umumnya,
mutasi bersifat resesif dan terjadi secara acak, sehingga hanya berpengaruh kecil
pada suatu fenotipe. Mutasi biasanya berjalan lambat sehingga tidak berperan
signifikan dalam proses pembentukan keragaman dalam waktu singkat. Gene flow
merupakan proses perpindahan atau migrasi gen atau alel dari suatu populasi ke
populasi lain. Perpindahan yang terjadi dapat disebabkan oleh perpindahan serbuk
sari melalui proses hibridisasi, dan perpindahan biji atau migrasi fisik dengan
bio.unsoed.ac.id
bantuan alam. Hibridisasi menciptakan kombinasi genotipe baru, sedangkan
perpindahan biji atau migrasi fisik menyebabkan perubahan proporsi alel menjadi
beragam. Gene flow berjalan dengan laju yang lebih cepat dibandingkan mutasi
dan berperan penting dalam membentuk keragaman genetik populasi dalam waktu
yang singkat (Lowe et al. 2004).
7
Suharyanto, (2002) menyatakan bahwa hubungan kekerabatan dapat
ditunjukkan dengan kenampakan fenotipe dan susunan genetik antar tanaman.
Semakin tinggi kesamaan kenampakan fenotipe dan susunan genetik maka
semakin dekat hubugan kekerabatannya. Novarianto, (1994) menyatakan bahwa
untuk membandingkan tanaman apakah masih dalam satu spesies atau tidak
biasanya dilakukan berdasarkan pada karakter morfologi karena mudah dilihat.
Namun hal ini masih sulit dipastikan bedanya karena faktor lingkungan sulit
dieliminasi. Virk et al. (1995) menambahkan bahwa sampai saat ini identifikasi
dari sifat yang muncul dilakukan dengan membandingkan karakter morfologi
pada beberapa lingkungan yang bervariasi.
Keragaman genetik dan hubungan kekerabatan dapat dianalisis berdasarkan
sifat morfologi dan fisiologi. Namun analisis ini mengalami kesulitan dan hasil
pengelompokkannya menjadi bias jika jumlah individu yang dianalisis kecil dan
sifat yang dapat dengan jelas membedakan jumlahnya terbatas. Disamping itu,
evaluasi keragaman genetik dengan penanda morfologi sering mengalami
kesulitan karena pengaruh faktor lingkungan yang sulit dieliminasi. Oleh karena
itu untuk identifikasi keragaman genetik, sifat yang tidak terlihat langsung lebih
dapat dipercaya seperti suatu enzim atau yang lebih jauh lagi langsung ke materi
genetiknya yaitu DNA (Suharyanto, 2002).
Pada dekade terakhir ini cara penilain keragaman genetik dengan cara
membandingkan anatomi, morfologi, embriologi, dan fisisologi telah berkembang
cepat dengan teknik molekuler. Teknik ini menganalisis komposisi kimia tanaman
dan karakteristik dari mikro molekulnya. Teknik ini disebut penanda molekuler
yang didasari atas polimorfisme yang ditemukan didalam protein atau DNA
(Weising et al. 1995).
Teknologi penanda molekuler adalah seperangkat cara yang dihasilkan dari
bio.unsoed.ac.id
teknik biologi molekuler yang memberikan perbedaan dalam materi genetik dari
organism-organisme yang diuji. Seperti penanda morfologi, penanda molekuler
dapat digunakan sebagai penanda genetik. Teknologi penanda molekuler juga
dapat digunakan untuk menghubugkan berbagai bahan genetik, mengklasifikasi,
mengelola plasma nutfah dalam filogeni yang bersesuaian sebagai bahan untuk
8
pemuliaan,
menyaring,
dan
memanipulasi
sifat
yang
berguna
dalam
pembudidayaan.
Penanda molekuler memberikan suatu kemungkinan untuk mendapatkan
hubungan genetik yang lebih akurat dibandingkan penanda-penanda lain karena
pertama secara potensial memiliki jumlah penanda yang tidak terbatas ; kedua
tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan ; ketiga dapat diarahkan untuk analisis
keterpautan ; keempat dapat mengidentifikasi bahan persilangan dalam jumlah
yang banyak ; kelima menyeleksi sifat yang sulit, mahal, atau memerlukan waktu
untuk menanda sifat fenotipe (morfologi, akar, ketahanan terhadap hama, toleran
pada sterabiotik seperti kekeringan garam, kekurangan atau keracunan mineral);
keenam dapat diidentifikasi pada stadia awal pertumbuhan ; ketujuh efek epistasis
dapat mendeteksi efek epistasis (Nienhuis et al. 1994 dalam Tanskley et al. 1983).
Teknik biologi molekuler PCR digunakan pada pemuliaan tanaman untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi keturunan individu suatu spesies. PCR
merupakan suatu teknik yang dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1987
dan memenangkan hadiah nobel bidang kimia. PCR adalah sebuah metode in vitro
yang menghasilkan berjuta kopi dari fragmen DNA. Reaksi PCR menggunakan
dua primer oligonukleotida yang mengkopi untai yang berlawanan dari sebuah sisi
DNA target yang diamplifikasi. Primer berfungsi sebagai titik awal sintesis DNA
yang disebut enzim DNA polymerase yang diperoleh dari bakteri Thermus
aquaticus (Suharyanto, 2002).
Penggunaan teknik RAPD memang memungkinkan untuk mendeteksi
polimorisme fragmen DNA yang diseleksi dengan menggunakan satu primer
arbitrary, terutama karena amplifikasi DNA secara in vitro dapat dilakukan secara
baik dan cepat karena adanya PCR (Aryani et al. dalam Suryanto, 2003).
Meskipun RAPD mudah dan cepat dalam aplikasinya, namun memiliki kestabilan
bio.unsoed.ac.id
hasil yang lebih rendah dibanding penanda molekuler lain seperti RFLP (White et
al. 2007). Meskipun metode ini kurang sempurna dan memiliki kelemahan dalam
konsistensi produk amplifikasi, namun kelemahan ini dapat diatasi dengan
mengoptimalkan ekstraksi dan kondisi PCR serta pemilihan primer yang tepat
(Poerba, 2008).
Download