BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Kerjasama yang baik antara suami dan isteri dalam hal menjalankan hak dan kewajiban masing-masing pihak sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan dari suatu perkawinan. Hak adalah sesuatu yang seharusnya diterima seseorang setelah ia memenuhi kewajibannya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang seharusnya dilaksanakan oleh seseorang untuk mendapatkan hak. Suami isteri wajib saling setia dan mencintai, hormat-menghormati, dan saling memberi bantuan secara lahir dan batin. Suami wajib melindungi dan memenuhi keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Dalam hubungan suami isteri maka suami sebagai kepala rumah tangga dan isteri berkewajiban untuk mengurus rumah tangga sehari-hari dan pendidikan anak. Akan tetapi, hal ini tidak berarti suami boleh bertindak bebas tanpa memperdulikan hak-hak isteri. Apabila hal ini terjadi maka isteri berhak untuk mengabaikannaya. Selain hak dan kewajiban suami isteri, dalam suatu perkawinan juga terdapat kedudukan suami isteri yang secara garis besar adalah sama, baik 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1 Universitas Sumatera Utara kedudukannya sebagai manusia maupun dalam kedudukannya dalam fungsi keluarga. Tujuan dari pasal tersebut adalah agar tidak ada dominasi dalam rumah tangga diantara suami isteri, baik dalam membina rumah tangga ataupun dalam membina dan membentuk keturunan. 2 Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa untuk dapat menciptakan sebuah keluarga yang harmonis diharapkan bagi suami isteri untuk menelaah lebih dalam dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari makna dari sebuah perkawinan, termasuk hak dan kewajiban suami isteri. Dengan adanya ikatan perkawinan yang sah maka diharapkan terbentuk lembaga rumah tangga atau keluarga yang akan menjadi titik tolak tercapainya kebahagiaan, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua perkawinan berjalan dengan baik dan timbul masalah yang diantaranya adalah mengenai harta bersama. 3 Perkawinan merupakan ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Dalam kehidupan perkawinan, adala kalanya tidak memiliki cukup uang untuk membiayai keperluan atau kegiatannya. Untuk dapat mencukupi kekurangan uang tersebut, suami/istri dapat melakukan pinjaman 2 Komar Andasasmita, Notaris III – Hukum Harta Perkawinan dan Waris menurut Undang-Undang Hukum Perdata (Teori dan Praktek), (Bandung : Sumur Bandung, 1992), hal. 36. 3 Moh Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, HukumKewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat, (Jakarta : Sinar Grafika 2006), hal. 60. Universitas Sumatera Utara kepada pihak lain. Memang tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau badan hukum yang ingin memperoleh pinjaman. Dari sumber-sumber dana itulah kekurangan dana dapat diperoleh. Apabila seserang atau suatu badan hukum memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum), maka pihak yang memperoleh pinjaman itu disebut Debitor sedangkan pihak yang memberikan pinajaman itu disebut Kreditor. Pinjaman-pinjaman yang diberikan oleh Kreditor dapat berupa : 1. Kredit dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit atau perjanjian meminjam uang 2. Surat-surat utang jangka pendek (sampai dengan 1 tahun), seperti misalnya commercial paper yang pada umumnya berjangka waktu tidak lebih dari 270 hari. 3. Surat-surat utang jangka menengah (lebih dari 1 tahun sampai dengan 3 tahun) 4. Surat-surat utang jangka panjang (di atas 3 tahun), antara lain berupa obligasi yang dijual melalui pasar modal atau dijual melalui direct placement. Pada dasarnya pemberian kredit oleh Kreditor kepada Debitor dilakukan karena Kreditor percaya bahwa Debitor akan mengembalikan pinjamannya itu pada waktunya. Dengan demikian faktor pertama yang menjadi pertimbangan bagi Kreditor adalah kemauan baik dari Debitor untuk mengembalikan utangnya. Tanpa adanya kepercayaan (trust) dari Kreditor kepada Debitor tersebut, maka niscayalah Kredtor tidak akan memberikan kredit atau pinjaman tersebut. Karena Universitas Sumatera Utara itulah mengapa pinjaman dari seorang Kreditor kepada Debitor disebut kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan atau trust. Untuk memantapkan keyakinan Kreditor bahwa Debitor akan secara nyata mengembalikan pinjamanya setelah jangka waktu pinjaman sampai, maka hukum memberlakukan beberapa asas. Salah satu asas tersebut menyangkut jaminan. 4 Dalam penjanjian hutang-piutang, jaminan atau agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan sering menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya pinjaman. Keberadaan jaminan kredit merupakan upaya guna memperkecil risiko, dimana jaminan adalah sarana perlindungna bagi keamanan Kreditor yaitu kepastian hukum akan pelunasan hutang Debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oeh Debitor atau oleh penjamin Debitor. 5 Pemberian jaminan kebendaan selalu menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang (si pemberi jaminan) dan menyediakan guna pemenuhan kewajiban (pembaaran hutang) seorang Debitor, sedangkan jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara si pemberi piutang 4 Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 5-7. 5 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsep Penerapan Asas Pemisahan Hosrisontal, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 23. Universitas Sumatera Utara (Kreditor) dengan seorang ketiga, yang menjmin dipenuhinya kewajibankewajiban si berutang (Debitor). 6 Istilah “pailit”dijumpai dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Prancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Prancism istilah “failite” artinya pemogola atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le Failili. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillite yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failure. Di Negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah, “bankrupt” dan bankruptcy. Terhadap perusahaan-perusahaan Debitor yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvency”. Sedangkan pengertian Kepailitan adalah segala sesuatu yang menyangkut peristiwa pailit. Dalam Black’s Law Dictionary, pailit atau “Bankrupt” adalah “the state or conditional of a person (individual, partnership, corporation, multicipality who is unable to pay it’s debt as the are, become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has bed adjudged a bankrupt”. Dari pengertian bankrupt yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary di atas, diketahui bahwa pengertian “pailit” dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar” dari seorang Debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk 6 R.Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia (Termasuk Hak Tangungan), ( Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 15. Universitas Sumatera Utara tidak dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan proses pengajuan ke Pengadilan, baik atas permintaan Debitor itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih Kreditornya. Selanjutnya, pengadilan akan memeriksa dan memutuskan tentang ketidakmampuan seorang Debitor. Putusan tentang pailitnya Debitor haruslah berdasarkan Putusan Pengadilan, dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga yang diberikan kewenangan untuk meNo.lak atau menerima permohonan tentang ketidakmampuan Debitor. Putusan pengadilan ini diperlukan untuk memenuhi asas publisitas, sehingga perihal ketidakmampuan seorang Debitor itu akan dapat diketahui oleh umum. Seorang Debitor tidak dapat dinyatakan pailit sebelum ada Putusan Pailit dari pengadilan yg berkekuatan hukum tetap.7 Dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum dibayaar atau hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka istri dan suami berhak mengambil kembali uang hasi penjualan tersebut (Pasal 62 ayat (1) dan ayat (2) UU Kepailitan). Dalam Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa harta kekayaan Debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada 7 Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2010), hal.23. Universitas Sumatera Utara maupun yang aka nada dikemudian hari, menjadi agunan utangnya yang dapat dijual untuk menjadi sumber pelunasan dari utang itu. Dalam hal Debitor yang dimaksud adalah suami istri maka sesuai dengan hukum perkawinan bagi mereka yang tunduk pada KUHPerdata (Burgelijk Wetboek) mengenal asas bahwa mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlaku pencampuran atau persatuan , harta kekayaan antara suami dan istri, sepanjang tidak diperjanjian lain dalam suatu perjanjian antara suami dan istri (Pasal 119 (1) KUHPerdata). Sepanjang perkawinan, persatuan harta kekayaan itu tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan perjanjian diantara suami dan istri (Pasal 119 (2) dan Pasal 186 ayat (2) KUHPerdata). Persatuan harta kekayaan itu hanya dapat diubah dengan keputusahn hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (1) KUHPerdata. Menurut ketentuan Pasal 186 ayat (1) KUHPerdata, tuntutan tersebut hanya dapat diajukan oleh istri dan hanya apabila suami telah melakukan atau bersikap sebagai berikut : 1. Jika suami karena kelakuannya yang nyata-nyata tidak baik yang telah memboroskan harta kekayaan persatuan dan karena itu telah menghadapkan segenap anggota keluarganya kepada bahaya keruntuhan. 2. Jika karena tidak tertibnya atau cara suami mengurus harta kekayaan tersebut tidak baik dan sebagai akibatnya tidak ada lagi jaminan bagi harta kawin (harta bawaan) istri dan bagi segala hak istri, atau jika karena kelalaian besar dari suaminya dalam mengurs harta kawin istri maka harta kawin istri itu dalam keadaan bahaya. Universitas Sumatera Utara Menurut ketentuan Pasal 139 KUHPerdata, dengan mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami-istri berhak melakukan penyimpangan terhadap ketentuan undang-undang yang menyangkut persatuan harta kekayaan (penyimpangan terhadap Pasal 119 KUHPerdata) sepanjang, perjanjian itu tidak menyalahi kesusilaan, ketertiban umum dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal-Pasal selanjutnya yang menyangkut perjanjian kawin. Berkaitan dengan hal tersebut yaitu dimana kekuasaan suami atas harta bersama adalah sangat luas, maka hukum positif memberikan perlindungan hukum yang berupa peletakan sita jaminan terhadap harta bersama jika dikhawatirkan pihak suami melakukan kecurangan, seperti mengalihkan sebagian besar harta bersama kepada pihak ketiga dengan maksud ketika perceraian telah terjadi, harta bersama yang di dapat pihak yang melakukan kecurangan tersebut akan lebih banyak dari yang seharusnya. Sita jaminan terhadap harta bersama tersebut dikenal dengan istilah sita marital yang dapat diletakkan atas harta yang diperoleh baik masing-masing atau suami isteri secara bersama-sama selama ikatan perkawinan berlangsung disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. 8 Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Suami/Istri Terhadap Perjanjian Kredit Bank.” B. Perumusan Masalah 8 J. Satrio, 1993, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung : Citra Aditya Bhakti), hal. 27. Universitas Sumatera Utara Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan perjanjian kredit dalam pemberian kredit oleh bank? 2. Bagaimanakah akibat hukum putusan pernyataan pailit suami/istri? 3. Bagaimanakah akibat hukum putusan pailit suami/istri atas perjanjian kredit bank? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui pengaturan perjanjian kredit dalam pemberian kredit oleh bank yang berlaku di Indonesia b. Untuk mengetahui akibat hukum putusan pernyataan pailit suami/istri. c. Untuk mengetahui akibat hukum putusan pailit suami/istri atas perjanjian kredit bank. 2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum kepailitan, khususnya mengenai aspek hukum perjanjian kredit bank pada suami atau istri sebagai dasar permohonan kepailitan. b. Secara Praktis 1) Agar masyarakat mengetahui harta pailit baik berupa harta dan kewajiban Universitas Sumatera Utara suami atau istri. 2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan pengertian dan pemahaman tentang kewajiban Debitor pailit terhadap bank sebagai Kreditor pailit. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkakan pemgetahuan dan kemahaman mengenai hukum jaminan pada umumnya dan hukum kepailitan terhadap suami/istri serta kedudukan Bank sebagai pemegang jaminan kebendaan pada perjanjian kredit pada lembaga jaminan dan apabila Debitor dalam keadaan pailit. D. Keaslian Penulisan Pengajuan judul yang disebutkan diatas telah melalui tahap penelusuran pada data pustaka di lingkuangan Universitas Sumatera Utara dan perolehan informasi bahwa belum adanya pengangkatan judul yang diajukan oleh peneliti yaitu tentang Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Suami/Istri Terhadap Perjanjian Kredit Bank. Dari penelurusan yang dilakukan, baik judul, perumusan masalah tidak sama dengan penelitian ini. Maka dapat dikatakan bahwa penelitian skripsi ini adalah asli dan secara keilmuan akademik dapat dipertanggungjawabkan. E. Tinjauan Kepustakaan Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang Debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh Universitas Sumatera Utara pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan Debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta Debitor dapat dibagikan kepada para Kreditor sesuai dengan peraturan pemerintah. 9 Pengertian pailit jika ditinjau dari segi istilah, dapat dilihat dalam perbendaharan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran sehingga orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar disebut lefailli. Dalam bahasa Belanda untuk arti yang sama dengan bahasa Perancis juga digunakan istilah faillite, sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan dalam bahasa Latin dipergunakan istilah fallire.10 Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary, dapat dilihat pengertian kepailitan dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar“ dari seorang Debitor atas hutang-hutangnya yang jatuh tempo. Ketidakmampuan ini harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik secara sukarela oleh Debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga melalui permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. 11 Kepailitan adalah suatu lembaga hukum perdata Eropa sebagai asas realisasi dari dua asas pokok dalam hukum perdata Eropa yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebutkan bahwa semua benda bergerak dan tidak bergerak 9 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 64. 10 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 72. 11 Ibid Universitas Sumatera Utara dari seorang Debitor, baik yang sekarang ada maupun yang akan diperolehnya bertanggung jawab atas perikatan pribadinya. Sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para Kreditornya bersama-sama dan hasil penjualan benda-benda itu akan dibagi diantara mereka secara seimbang, menurut imbangan/perbandingan tagihantagihan mereka, kecuali bilamana diantara para Kreditor terdapat alasan-alasan pendahulu yang sah. Berdasarkan uraian kedua Pasal tersebut, maka dapat dilihat bahwa tujuan kepailitan sebenarnya adalah suatu usaha bersama baik oleh Debitor maupun Kreditor untuk mendapatkan pembayaran bagi semua Kreditor secara adil dan proporsional. 12 Dalam hal seorang Debitor hanya mempunyai satu Kreditor dan Debitor tidak membayar utangnya dengan suka rela, maka Kreditor akan menggugat Debitor secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta Debitor menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kredit tersebut. Hasil bersih eksekusi harta Debitor dipakai untuk membayar kredit tersebut. Sebaliknya dalam hal Debitor mempunyai banyak Kreditor dan harta kekayaan Debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua Kreditor, maka para Kreditor akan berlomba dengan segala cara, baik yang halal maupun yang tidak, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. 13 Kreditor yang datang belakangan mungkin sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta Debitor sudah habis. Hal ini sangat tidak adil dan 12 13 Ibid, hal.34. Ibid, hal. 66. Universitas Sumatera Utara merugikan. Menurut Kartini Muljadi, hal inilah yang menjadi maksud dan tujuan dari Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut dengan UUKPKPU), yaitu untuk menghindari terjadinya keadaan seperti yang dipaparkan di atas.14 Dari sudut sejarah hukum, UUKPKPU pada mulanya bertujuan untuk melindungi para Kreditor dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. Dalam perkembangannya kemudian, UUKPKPU juga bertujuan untuk melindungi Debitor dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa membayar secara penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban utang. 15 Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para Kreditor atas kekayaan Debitor oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh Kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan Debitor dapat dibagikan kepada semua Kreditor sesuai dengan hak masing-masing. 16 Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila Debitor dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu: 14 Ibid, hal. 67. Sidharta Gautama. Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 71. 16 Ibid, hal. 72. 15 Universitas Sumatera Utara Pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada Kreditor bahwa Debitor tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua Kreditor. 17 Kedua, kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada Debitor terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh KreditorKreditornya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. 18 Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan perwujudan adanya jaminan kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah diadakan oleh Debitor terhadap Kreditor-Kreditornya dengan kedudukan yang proporsional. Adapun hubungan kedua Pasal tersebut adalah sebagai berikut: Bahwa kekayaan Debitor (Pasal 1131) merupakan jaminan bersama bagi semua Kreditornya (Pasal 1132) secara proporsional, kecuali Kreditor dengan hak mendahului (hak Preferens). Adapun syarat-syarat dari kepailitan terdapat dalam undang-undang kepailitan, persyaratan untuk dapat dipailitkan sungguh sangat sederhana. Pasal 1 ayat (1) UUKPKPU, menentukan bahwa yang dapat dipailitkan adalah Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih Kreditornya. 17 18 Ibid, hal. 73 Ibid, hal.74. Universitas Sumatera Utara Dari paparan di atas, maka telah jelas, bahwa untuk bisa dinyatakan pailit, Debitor harus telah memenuhi dua syarat yaitu: memiliki minimal dua Kreditor; tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kreditor yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk mempailitkan Kreditor, tanpa melihat jumlah piutangnya. 19 Undang-Undang Kepailitan, sekali lagi memang sangat mempermudah proses kepailitan. 20 Sebagai contoh, Pasal 6 ayat (3) UUKPKPU menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) telah terpenuhi. Bunyi pasal di atas dengan tegas menyatakan bahwa Hakim harus mengabulkan, bukan dapat mengabulkan, jika telah terbukti secara sederhana. Yang dimaksud terbukti secara sederhana adalah Kreditor dapat membuktikan bahwa Debitor berutang kepadanya dan belum dibayarkan oleh Debitor kepadanya padahal telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kemudian Kreditor tersebut dapat membuktikan di depan pengadilan, bahwa Debitor mempunyai Kreditor lain selain dirinya. Jika menurut hakim apa yang disampaikan Kreditor atau kuasanya benar, tanpa melihat besar kecilnya jumlah tagihan Kreditor, maka hakim harus mengabulkan permohonan kepailitan yang diajukan oleh Kreditor tersebut. 19 Ibid, hal.76. Jerry Hoff, Terjemahan Kartini Muljadi, Undang-undang Kepailitan di Indonesia, (Jakarta : Tatatanusa, 2000), hal. 68. 20 Universitas Sumatera Utara Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 memberikan perlindungan hukum kepada Kreditor untuk mengajukan permohonan melakukan sita jaminan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 berikut ini : 21 1. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk : a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor; atau b. Menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi : 1) Pengelolaan usaha Debitor; dan 2) Pembayaran kepada Kreditor, pengalihan atau pengangunan kekayaan Debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator; 2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikabulkan, apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan Kreditor. 3. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikabulkan, Pengadilan dapat menerapkan syarat agar Kreditor pemohon memberikan jaminan yang dianggap wajar oleh Pengadilan. Upaya pengamanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini bersifat preventif dan sementara, dan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan bagi Debitor melakukan tindakan terhadap kekayaannya, sehingga dapat merugikan 21 Sunarmi, Op.Cit, hal. 72. Universitas Sumatera Utara kepentingan kredtior dalam rangka pelunasan utangnya. Namun demikian, untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan Debitor dan Kreditor, Pengadilan dapat mempersyaratkan agar kredtor memberikan jaminan dalam jumlah yang wajar apabila upaya pengamanan tersebut dikabulkan. Dalam menetapkan persyaratan tentang uang jaminan atas keselurahan kekayaan Debitor, jenis kekayaan Debitor dan besarnya uang jaminan yang harus diberikan sebanding dengan kemungkinan besarnya kerugian yang diderita oleh Debitor apabila permohonan pernyatan pailit ditolak oleh Pengadilan. Menurut UUKPKPU, yang dapat menjadi Kurator adalah : 22 1. Perorangan atau Persekutuan Perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan 2. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Kurator yang diangkat itu harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor. Pasal 23 Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa apabila seseorang dinyatakan pailit, maka yang pailit tersebut termasuk juga isteri atau suaminya yang kawin atas dasar persatuan harta. Ketentuan Pasal ini membawa konsekuensi yang cukup berat terhadap harta kekayaan. Suami atau isteri yang kawin atas persatuan harta artinya bahwa seluruh harta isteri atau suami yang termasuk dalam persatuan harta perkawinan juga terkena sita kepailitan dan otomatis masuk ke dalam boedel pailit. 22 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal. 211 Universitas Sumatera Utara Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa bank itu adalah tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkan. Berikut akan disampaikan dua definisi bank, sebagai berikut: 1. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) menyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2. Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart mendefinisikan: Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dariorang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral. 3. Somary berpendapat bahwa bank adalah suatu badan yang berfungsi sebagai pengambil dan pemberi kredit, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara dalam lalu lintas pembayaran Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekoNo.mi dan stabilitas nasional ke arah Universitas Sumatera Utara peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi bank dapat dibagi menjadi sebagai berikut: 1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu: a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian. b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas. c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam) 2. Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti dan memenuhi persyaratan. Universitas Sumatera Utara 3. Penyalur dana Dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap. 4. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya. Tujuan Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 4 UU Perbankan, “Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka menigkatkan pemerataan, pertumbuhan ekoNo.mi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.Jenis-jenis Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 5 UU Perbankan, Pasal 5 ayat (1), berbunyi: 1. Bank Umum, adalah bank yang dapat memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.Pasal 5 ayat (2): “Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dan memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu”. Universitas Sumatera Utara Kredit merupakan tulang punggung pembangunan di bidang ekoNo.mi. 23 Itu berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi dan lain sebagainya. Perkreditan juga memberikan perlindungan kepada golongan ekoNo.mi lemah dalam pengembangan usahanya. 24 Sektor perkreditan merupakan salah satu sarana pemupukan modal bagi masyarakat bisnis. Bagi kaum pengusaha, mengambil kredit sudah merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis. 25 Untuk melepaskan dunia bisnis dari kaitannya dengan pinjaman kredit Bank sangatlah sulit. Namun bagi perbankan, setiap kredit yang disalurkan kepada pengusaha selalu mengandung risiko. Oleh karena itu, bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan dalam pengikatan jaminan. Dalam perjanjian kredit Bank dengan nasabah (individu atau badan hukum) diperlukan pengamanan yang seluruhnya tertuang dalam isi dari perjanjian kredit tersebut. Untuk suami/istri yang terikat dalam perkawinan, apabila salah satu pihak ingin melakukan perjanjian kredit dengan Bank, maka kedua pihak suami dan istri wajib mengetahui isi dari perjanjian tersebut. Tidak boleh suatu perjanjian kredit atas nama suami/istri tidak ditanda tangani secara bersama-sama atau tanpa sepengetahuan suami/istri. 23 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Jakarta: alumni,2006), hal.1. 24 Ibid, hal. 97. 25 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan dan Kepailitan, (Jakarta :Makalah Pembanding dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, 2000), hal.97. Universitas Sumatera Utara F. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat No.rmatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi : 1. Tipe Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum No.rmatif. 26 Langkah pertama dilakukan penelitian No.rmatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perjanjian utang-piutang, dan Undang-undang kepailitan. penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perjanjian kredit suami istri sebagai dasar permohonan kepailitan. 2. Data dan Sumber Data Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 27: a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet. 3. Teknik Pengumpulan Data 26 27 SoejaNo. Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 9-10. Ibid, hal. 51-52. Universitas Sumatera Utara Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara 28 : Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.. 28 Ibid, hal. 24. Universitas Sumatera Utara BAB II : PERJANJIAN KREDIT BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK Bab ini berisikan tentang pengertian perjanjian kredit dan dasar hukumnya, para pihak dalam perjanjian kredit, dan isi dari perjanjian pemberian kredit itu sendiri. BAB III : AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT SUAMI/ISTRI Bab ini berisikan tentang pernyataan pailit suami istri, harta kekayaan suami istri dalam kepailitan, dan akibat pernyataan pailit suami istri BAB IV : AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT SUAMI ISTRI ATAS PERJANJIAN KREDIT BANK Bab ini menjelaskan tentang macam-macam Kreditor, kedudukan bank sebagai pemegang hak separatis menurut UU No. 37 Tahun 2004, tanggung jawab suami istri sebagai Debitor dalam perjanjian kredit bank serta penyelesaian kredit bank oleh Debitor Pailit. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran. Universitas Sumatera Utara