bab i pendahuluan - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Kerjasama yang baik antara
suami dan isteri dalam hal menjalankan hak dan kewajiban masing-masing pihak
sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan dari suatu perkawinan. Hak adalah
sesuatu yang seharusnya diterima seseorang setelah ia memenuhi kewajibannya,
sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang seharusnya dilaksanakan oleh
seseorang untuk mendapatkan hak. Suami isteri wajib saling setia dan mencintai,
hormat-menghormati, dan saling memberi bantuan secara lahir dan batin. Suami
wajib melindungi dan memenuhi keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
Dalam hubungan suami isteri maka suami sebagai kepala rumah tangga
dan isteri berkewajiban untuk mengurus rumah tangga sehari-hari dan pendidikan
anak. Akan tetapi, hal ini tidak berarti suami boleh bertindak bebas tanpa
memperdulikan hak-hak isteri. Apabila hal ini terjadi maka isteri berhak untuk
mengabaikannaya.
Selain hak dan kewajiban suami isteri, dalam suatu perkawinan juga
terdapat kedudukan suami isteri yang secara garis besar adalah sama, baik
1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
kedudukannya sebagai manusia maupun dalam kedudukannya dalam fungsi
keluarga. Tujuan dari pasal tersebut adalah agar tidak ada dominasi dalam rumah
tangga diantara suami isteri, baik dalam membina rumah tangga ataupun dalam
membina dan membentuk keturunan. 2
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa untuk dapat
menciptakan sebuah keluarga yang harmonis diharapkan bagi suami isteri untuk
menelaah lebih dalam dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari makna
dari sebuah perkawinan, termasuk hak dan kewajiban suami isteri. Dengan adanya
ikatan perkawinan yang sah maka diharapkan terbentuk lembaga rumah tangga
atau keluarga yang akan menjadi titik tolak tercapainya kebahagiaan, akan tetapi
pada kenyataannya tidak semua perkawinan berjalan dengan baik dan timbul
masalah yang diantaranya adalah mengenai harta bersama. 3
Perkawinan merupakan ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar
pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu
pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang
biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan
upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk
membentuk keluarga. Dalam kehidupan perkawinan, adala kalanya tidak memiliki
cukup uang untuk membiayai keperluan atau kegiatannya. Untuk dapat
mencukupi kekurangan uang tersebut, suami/istri dapat melakukan pinjaman
2
Komar Andasasmita, Notaris III – Hukum Harta Perkawinan dan Waris menurut
Undang-Undang Hukum Perdata (Teori dan Praktek), (Bandung : Sumur Bandung, 1992), hal.
36.
3
Moh Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, HukumKewarisan, Hukum Acara Peradilan
Agama dan Zakat, (Jakarta : Sinar Grafika 2006), hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
kepada pihak lain. Memang tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau
badan hukum yang ingin memperoleh pinjaman. Dari sumber-sumber dana itulah
kekurangan dana dapat diperoleh.
Apabila seserang atau suatu badan hukum memperoleh pinjaman dari
pihak lain (orang lain atau badan hukum), maka pihak yang memperoleh pinjaman
itu disebut Debitor sedangkan pihak yang memberikan pinajaman itu disebut
Kreditor. Pinjaman-pinjaman yang diberikan oleh Kreditor dapat berupa :
1. Kredit dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang
perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit atau perjanjian meminjam
uang
2. Surat-surat utang jangka pendek (sampai dengan 1 tahun), seperti misalnya
commercial paper yang pada umumnya berjangka waktu tidak lebih dari 270
hari.
3. Surat-surat utang jangka menengah (lebih dari 1 tahun sampai dengan 3 tahun)
4. Surat-surat utang jangka panjang (di atas 3 tahun), antara lain berupa obligasi
yang dijual melalui pasar modal atau dijual melalui direct placement.
Pada dasarnya pemberian kredit oleh Kreditor kepada Debitor dilakukan
karena Kreditor percaya bahwa Debitor akan mengembalikan pinjamannya itu
pada waktunya. Dengan demikian faktor pertama yang menjadi pertimbangan
bagi Kreditor adalah kemauan baik dari Debitor untuk mengembalikan utangnya.
Tanpa adanya kepercayaan (trust) dari Kreditor kepada Debitor tersebut, maka
niscayalah Kredtor tidak akan memberikan kredit atau pinjaman tersebut. Karena
Universitas Sumatera Utara
itulah mengapa pinjaman dari seorang Kreditor kepada Debitor disebut kredit
(credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan atau trust.
Untuk memantapkan keyakinan Kreditor bahwa Debitor akan secara nyata
mengembalikan pinjamanya setelah jangka waktu pinjaman sampai, maka hukum
memberlakukan beberapa asas. Salah satu asas tersebut menyangkut jaminan. 4
Dalam penjanjian hutang-piutang, jaminan atau agunan adalah aset pihak
peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat
mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi
pinjaman dapat memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan
sering menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan
ataupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan
satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya pinjaman.
Keberadaan jaminan kredit merupakan upaya guna memperkecil risiko,
dimana jaminan adalah sarana perlindungna bagi keamanan Kreditor yaitu
kepastian hukum akan pelunasan hutang Debitor atau pelaksanaan suatu prestasi
oeh Debitor atau oleh penjamin Debitor. 5 Pemberian jaminan kebendaan selalu
menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang (si pemberi jaminan) dan
menyediakan guna pemenuhan kewajiban (pembaaran hutang) seorang Debitor,
sedangkan jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara si pemberi piutang
4
Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening Juncto
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 5-7.
5
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang
Melekat Pada Tanah Dalam Konsep Penerapan Asas Pemisahan Hosrisontal, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
(Kreditor) dengan seorang ketiga, yang menjmin dipenuhinya kewajibankewajiban si berutang (Debitor). 6
Istilah “pailit”dijumpai dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Prancis,
Latin dan Inggris. Dalam bahasa Prancism istilah “failite” artinya pemogola atau
kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau
berhenti membayar utangnya disebut dengan Le Failili. Di dalam bahasa Belanda
dipergunakan istilah faillite yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda
dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan
dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failure. Di Negara-negara yang
berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah,
“bankrupt” dan bankruptcy. Terhadap perusahaan-perusahaan Debitor yang
berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan
“insolvency”.
Sedangkan pengertian Kepailitan adalah segala sesuatu yang menyangkut
peristiwa pailit. Dalam Black’s Law Dictionary, pailit atau “Bankrupt” adalah
“the state or conditional of a person (individual, partnership, corporation,
multicipality who is unable to pay it’s debt as the are, become due. The term
includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who
has filed a voluntary petition, or who has bed adjudged a bankrupt”.
Dari pengertian bankrupt yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary di
atas, diketahui bahwa pengertian “pailit” dihubungkan dengan “ketidakmampuan
untuk membayar” dari seorang Debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh
tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk
6
R.Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia
(Termasuk Hak Tangungan), ( Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
tidak dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut
harus disertai dengan proses pengajuan ke Pengadilan, baik atas permintaan
Debitor itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih Kreditornya.
Selanjutnya, pengadilan akan memeriksa dan memutuskan tentang
ketidakmampuan seorang Debitor. Putusan tentang pailitnya Debitor haruslah
berdasarkan Putusan Pengadilan, dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga yang
diberikan kewenangan untuk meNo.lak atau menerima permohonan tentang
ketidakmampuan Debitor. Putusan pengadilan ini diperlukan untuk memenuhi
asas publisitas, sehingga perihal ketidakmampuan seorang Debitor itu akan dapat
diketahui oleh umum. Seorang Debitor tidak dapat dinyatakan pailit sebelum ada
Putusan Pailit dari pengadilan yg berkekuatan hukum tetap.7
Dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak
mengambil kembali semua kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak
yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami
telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum dibayaar atau hasil penjualan
belum tercampur dalam harta pailit maka istri dan suami berhak mengambil
kembali uang hasi penjualan tersebut (Pasal 62 ayat (1) dan ayat (2) UU
Kepailitan).
Dalam Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa harta kekayaan
Debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada
7
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2010), hal.23.
Universitas Sumatera Utara
maupun yang aka nada dikemudian hari, menjadi agunan utangnya yang dapat
dijual untuk menjadi sumber pelunasan dari utang itu. Dalam hal Debitor yang
dimaksud adalah suami istri maka sesuai dengan hukum perkawinan bagi mereka
yang tunduk pada KUHPerdata (Burgelijk Wetboek) mengenal asas bahwa mulai
saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlaku pencampuran atau persatuan
, harta kekayaan antara suami dan istri, sepanjang tidak diperjanjian lain dalam
suatu perjanjian antara suami dan istri (Pasal 119 (1) KUHPerdata). Sepanjang
perkawinan, persatuan harta kekayaan itu tidak boleh ditiadakan atau diubah
dengan perjanjian diantara suami dan istri (Pasal 119 (2) dan Pasal 186 ayat (2)
KUHPerdata). Persatuan harta kekayaan itu hanya dapat diubah dengan
keputusahn hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (1) KUHPerdata.
Menurut ketentuan Pasal 186 ayat (1) KUHPerdata, tuntutan tersebut hanya dapat
diajukan oleh istri dan hanya apabila suami telah melakukan atau bersikap sebagai
berikut :
1. Jika suami karena kelakuannya yang nyata-nyata tidak baik yang telah
memboroskan harta kekayaan persatuan dan karena itu telah menghadapkan
segenap anggota keluarganya kepada bahaya keruntuhan.
2. Jika karena tidak tertibnya atau cara suami mengurus harta kekayaan tersebut
tidak baik dan sebagai akibatnya tidak ada lagi jaminan bagi harta kawin (harta
bawaan) istri dan bagi segala hak istri, atau jika karena kelalaian besar dari
suaminya dalam mengurs harta kawin istri maka harta kawin istri itu dalam
keadaan bahaya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut ketentuan Pasal 139 KUHPerdata, dengan mengadakan perjanjian
kawin, kedua calon suami-istri berhak melakukan penyimpangan terhadap
ketentuan
undang-undang
yang
menyangkut
persatuan
harta
kekayaan
(penyimpangan terhadap Pasal 119 KUHPerdata) sepanjang, perjanjian itu tidak
menyalahi kesusilaan, ketertiban umum dan ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Pasal-Pasal selanjutnya yang menyangkut perjanjian kawin.
Berkaitan dengan hal tersebut yaitu dimana kekuasaan suami atas harta
bersama adalah sangat luas, maka hukum positif memberikan perlindungan
hukum yang berupa peletakan sita jaminan terhadap harta bersama jika
dikhawatirkan pihak suami melakukan kecurangan, seperti mengalihkan sebagian
besar harta bersama kepada pihak ketiga dengan maksud ketika perceraian telah
terjadi, harta bersama yang di dapat pihak yang melakukan kecurangan tersebut
akan lebih banyak dari yang seharusnya. Sita jaminan terhadap harta bersama
tersebut dikenal dengan istilah sita marital yang dapat diletakkan atas harta yang
diperoleh baik masing-masing atau suami isteri secara bersama-sama selama
ikatan perkawinan berlangsung disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan
terdaftar atas nama siapapun. 8
Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis
dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Putusan
Pernyataan Pailit Suami/Istri Terhadap Perjanjian Kredit Bank.”
B. Perumusan Masalah
8
J. Satrio, 1993, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung : Citra Aditya Bhakti), hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan perjanjian kredit dalam pemberian kredit oleh bank?
2. Bagaimanakah akibat hukum putusan pernyataan pailit suami/istri?
3. Bagaimanakah akibat hukum putusan pailit suami/istri atas perjanjian kredit
bank?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaturan perjanjian kredit dalam pemberian kredit oleh
bank yang berlaku di Indonesia
b. Untuk mengetahui akibat hukum putusan pernyataan pailit suami/istri.
c. Untuk mengetahui akibat hukum putusan pailit suami/istri atas perjanjian
kredit bank.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
a. Secara Teoritis
Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum kepailitan, khususnya
mengenai aspek hukum perjanjian kredit bank pada suami atau istri sebagai dasar
permohonan kepailitan.
b. Secara Praktis
1) Agar masyarakat mengetahui harta pailit baik berupa harta dan kewajiban
Universitas Sumatera Utara
suami atau istri.
2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan pengertian dan
pemahaman tentang kewajiban Debitor pailit terhadap bank sebagai Kreditor
pailit.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkakan
pemgetahuan dan kemahaman mengenai hukum jaminan pada umumnya dan
hukum kepailitan terhadap suami/istri serta kedudukan Bank sebagai pemegang
jaminan kebendaan pada perjanjian kredit pada lembaga jaminan dan apabila
Debitor dalam keadaan pailit.
D. Keaslian Penulisan
Pengajuan judul yang disebutkan diatas telah melalui tahap penelusuran
pada data pustaka di lingkuangan Universitas Sumatera Utara dan perolehan
informasi bahwa belum adanya pengangkatan judul yang diajukan oleh peneliti
yaitu tentang Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
Suami/Istri Terhadap Perjanjian Kredit Bank.
Dari penelurusan yang dilakukan, baik judul, perumusan masalah tidak
sama dengan penelitian ini. Maka dapat dikatakan bahwa penelitian skripsi ini
adalah asli dan secara keilmuan akademik dapat dipertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan
Kepailitan merupakan
suatu proses dimana seorang Debitor yang
mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh
Universitas Sumatera Utara
pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan Debitor tersebut tidak
dapat membayar utangnya. Harta Debitor dapat dibagikan kepada para Kreditor
sesuai dengan peraturan pemerintah. 9
Pengertian pailit jika ditinjau dari segi istilah, dapat dilihat dalam
perbendaharan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang
berbeda-beda. Dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau
kemacetan dalam melakukan pembayaran sehingga orang yang mogok atau macet
atau berhenti membayar disebut lefailli. Dalam bahasa Belanda untuk arti yang
sama dengan bahasa Perancis juga digunakan istilah faillite, sedangkan di dalam
bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan dalam bahasa Latin dipergunakan istilah
fallire.10
Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary,
dapat dilihat pengertian kepailitan dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk
membayar“ dari seorang Debitor atas hutang-hutangnya yang jatuh tempo.
Ketidakmampuan ini harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk
mengajukan, baik secara sukarela oleh Debitor sendiri, maupun atas permintaan
pihak ketiga melalui permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. 11
Kepailitan adalah suatu lembaga hukum perdata Eropa sebagai asas
realisasi dari dua asas pokok dalam hukum perdata Eropa yang tercantum dalam
Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal
1131 KUHPerdata disebutkan bahwa semua benda bergerak dan tidak bergerak
9
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2004), hal. 64.
10
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
(Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 72.
11
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dari seorang Debitor, baik yang sekarang ada maupun yang akan diperolehnya
bertanggung jawab atas perikatan pribadinya. Sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata
menyebutkan benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para
Kreditornya bersama-sama dan hasil penjualan benda-benda itu akan dibagi
diantara mereka secara seimbang, menurut imbangan/perbandingan tagihantagihan mereka, kecuali bilamana diantara para Kreditor terdapat alasan-alasan
pendahulu yang sah.
Berdasarkan uraian kedua Pasal tersebut, maka dapat dilihat bahwa tujuan
kepailitan sebenarnya adalah suatu usaha bersama baik oleh Debitor maupun
Kreditor untuk mendapatkan pembayaran bagi semua Kreditor secara adil dan
proporsional. 12
Dalam hal seorang Debitor hanya mempunyai satu Kreditor dan Debitor
tidak membayar utangnya dengan suka rela, maka Kreditor akan menggugat
Debitor secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta
Debitor menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kredit tersebut. Hasil bersih
eksekusi harta Debitor dipakai untuk membayar kredit tersebut. Sebaliknya dalam
hal Debitor mempunyai banyak Kreditor dan harta kekayaan Debitor tidak cukup
untuk membayar lunas semua Kreditor, maka para Kreditor akan berlomba
dengan segala cara, baik yang halal maupun yang tidak, untuk mendapatkan
pelunasan tagihannya terlebih dahulu. 13
Kreditor yang datang belakangan mungkin sudah tidak dapat lagi
pembayaran karena harta Debitor sudah habis. Hal ini sangat tidak adil dan
12
13
Ibid, hal.34.
Ibid, hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
merugikan. Menurut Kartini Muljadi, hal inilah yang menjadi maksud dan tujuan
dari Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(selanjutnya disebut dengan UUKPKPU), yaitu untuk menghindari terjadinya
keadaan seperti yang dipaparkan di atas.14
Dari sudut sejarah hukum, UUKPKPU pada mulanya bertujuan untuk
melindungi para Kreditor dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk
menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. Dalam perkembangannya
kemudian, UUKPKPU juga bertujuan untuk melindungi Debitor dengan
memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa membayar secara
penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban utang. 15
Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para
Kreditor atas kekayaan Debitor oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh Kreditor dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan Debitor
dapat dibagikan kepada semua Kreditor sesuai dengan hak masing-masing. 16
Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang
memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila Debitor dalam keadaan
berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya
mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu:
14
Ibid, hal. 67.
Sidharta Gautama. Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia,
(Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 71.
16
Ibid, hal. 72.
15
Universitas Sumatera Utara
Pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada Kreditor
bahwa Debitor tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap
semua hutang-hutangnya kepada semua Kreditor. 17
Kedua, kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan
kepada Debitor terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh KreditorKreditornya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu
lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian
konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
1131 dan 1132 KUHPerdata. 18
Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan perwujudan adanya jaminan
kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah diadakan oleh Debitor
terhadap Kreditor-Kreditornya dengan kedudukan yang proporsional. Adapun
hubungan kedua Pasal tersebut adalah sebagai berikut: Bahwa kekayaan Debitor
(Pasal 1131) merupakan jaminan bersama bagi semua Kreditornya (Pasal 1132)
secara proporsional, kecuali Kreditor dengan hak mendahului (hak Preferens).
Adapun syarat-syarat dari kepailitan terdapat dalam undang-undang
kepailitan, persyaratan untuk dapat dipailitkan sungguh sangat sederhana. Pasal 1
ayat (1) UUKPKPU, menentukan bahwa yang dapat dipailitkan adalah Debitor
yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih Kreditornya.
17
18
Ibid, hal. 73
Ibid, hal.74.
Universitas Sumatera Utara
Dari paparan di atas, maka telah jelas, bahwa untuk bisa dinyatakan pailit,
Debitor harus telah memenuhi dua syarat yaitu: memiliki minimal dua Kreditor;
tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Kreditor yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk
mempailitkan Kreditor, tanpa melihat jumlah piutangnya. 19
Undang-Undang Kepailitan, sekali lagi memang sangat mempermudah
proses kepailitan. 20 Sebagai contoh, Pasal 6 ayat (3) UUKPKPU menentukan
bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) telah terpenuhi.
Bunyi pasal di atas dengan tegas menyatakan bahwa Hakim harus
mengabulkan, bukan dapat mengabulkan, jika telah terbukti secara sederhana.
Yang dimaksud terbukti secara sederhana adalah Kreditor dapat membuktikan
bahwa Debitor berutang kepadanya dan belum dibayarkan oleh Debitor
kepadanya padahal telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kemudian Kreditor
tersebut dapat membuktikan di depan pengadilan, bahwa Debitor mempunyai
Kreditor lain selain dirinya. Jika menurut hakim apa yang disampaikan Kreditor
atau kuasanya benar, tanpa melihat besar kecilnya jumlah tagihan Kreditor, maka
hakim harus mengabulkan permohonan kepailitan yang diajukan oleh Kreditor
tersebut.
19
Ibid, hal.76.
Jerry Hoff, Terjemahan Kartini Muljadi, Undang-undang Kepailitan di Indonesia,
(Jakarta : Tatatanusa, 2000), hal. 68.
20
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 memberikan perlindungan hukum
kepada Kreditor untuk mengajukan permohonan melakukan sita jaminan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 berikut ini : 21
1.
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap
Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau
Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk
:
a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan
Debitor; atau
b. Menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi :
1) Pengelolaan usaha Debitor; dan
2) Pembayaran kepada Kreditor, pengalihan atau pengangunan
kekayaan Debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang
kurator;
2.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikabulkan,
apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan Kreditor.
3.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dikabulkan, Pengadilan dapat menerapkan syarat agar Kreditor pemohon
memberikan jaminan yang dianggap wajar oleh Pengadilan.
Upaya pengamanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini bersifat
preventif dan sementara, dan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan bagi
Debitor melakukan tindakan terhadap kekayaannya, sehingga dapat merugikan
21
Sunarmi, Op.Cit, hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
kepentingan kredtior dalam rangka pelunasan utangnya. Namun demikian, untuk
menjaga keseimbangan antara kepentingan Debitor dan Kreditor, Pengadilan
dapat mempersyaratkan agar kredtor memberikan jaminan dalam jumlah yang
wajar apabila upaya pengamanan tersebut dikabulkan. Dalam menetapkan
persyaratan tentang uang jaminan atas keselurahan kekayaan Debitor, jenis
kekayaan Debitor dan besarnya uang jaminan yang harus diberikan sebanding
dengan kemungkinan besarnya kerugian yang diderita oleh Debitor apabila
permohonan pernyatan pailit ditolak oleh Pengadilan.
Menurut UUKPKPU, yang dapat menjadi Kurator adalah : 22
1.
Perorangan atau Persekutuan Perdata yang berdomisili di Indonesia, yang
memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau
membereskan harta pailit; dan
2.
Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman
Kurator yang diangkat itu harus independen dan tidak mempunyai
benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor.
Pasal 23 Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa apabila seseorang
dinyatakan pailit, maka yang pailit tersebut termasuk juga isteri atau suaminya
yang kawin atas dasar persatuan harta. Ketentuan Pasal ini membawa konsekuensi
yang cukup berat terhadap harta kekayaan. Suami atau isteri yang kawin atas
persatuan harta artinya bahwa seluruh harta isteri atau suami yang termasuk dalam
persatuan harta perkawinan juga terkena sita kepailitan dan otomatis masuk ke
dalam boedel pailit.
22
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal. 211
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa bank itu adalah
tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi masyarakat
yang membutuhkan. Berikut akan disampaikan dua definisi bank, sebagai berikut:
1. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan)
menyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
2. Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart mendefinisikan: Bank adalah suatu badan
yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dariorang lain
maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang
giral.
3. Somary berpendapat bahwa bank adalah suatu badan yang berfungsi sebagai
pengambil dan pemberi kredit, baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan
tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara
dalam lalu lintas pembayaran
Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan
pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekoNo.mi dan stabilitas nasional ke arah
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi bank dapat dibagi
menjadi sebagai berikut:
1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana
maka bank
memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga
sumber, yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal
waktu pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui
usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan
tabanas.
c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari
pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money
(dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang
meminjam)
2. Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan
dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan
kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar
untuk usaha. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan
mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk
pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh
sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti dan memenuhi persyaratan.
Universitas Sumatera Utara
3. Penyalur dana Dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga,
penyertaan, pemilikan harta tetap.
4. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas
pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain
pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Tujuan Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 4 UU Perbankan,
“Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka menigkatkan pemerataan, pertumbuhan ekoNo.mi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.Jenis-jenis
Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 5 UU Perbankan, Pasal 5 ayat (1),
berbunyi:
1. Bank Umum, adalah bank yang dapat memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan dalam
bentuk deposito berjangka dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.Pasal 5 ayat (2):
“Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan suatu
kegiatan tertentu dan memberikan perhatian yang lebih besar kepada
kegiatan tertentu”.
Universitas Sumatera Utara
Kredit merupakan tulang punggung pembangunan di bidang ekoNo.mi. 23
Itu berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek
pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi
dan lain sebagainya. Perkreditan juga memberikan perlindungan kepada golongan
ekoNo.mi lemah dalam pengembangan usahanya. 24 Sektor perkreditan merupakan
salah satu sarana pemupukan modal bagi masyarakat bisnis. Bagi kaum
pengusaha, mengambil kredit sudah merupakan faktor yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan bisnis. 25
Untuk melepaskan dunia bisnis dari kaitannya dengan pinjaman kredit
Bank sangatlah sulit. Namun bagi perbankan, setiap kredit yang disalurkan kepada
pengusaha selalu mengandung risiko. Oleh karena itu, bentuk pengamanan kredit
dalam praktik perbankan dilakukan dalam pengikatan jaminan.
Dalam perjanjian kredit Bank dengan nasabah (individu atau badan
hukum) diperlukan pengamanan yang seluruhnya tertuang dalam isi dari
perjanjian kredit tersebut. Untuk suami/istri yang terikat dalam perkawinan,
apabila salah satu pihak ingin melakukan perjanjian kredit dengan Bank, maka
kedua pihak suami dan istri wajib mengetahui isi dari perjanjian tersebut. Tidak
boleh suatu perjanjian kredit atas nama suami/istri tidak ditanda tangani secara
bersama-sama atau tanpa sepengetahuan suami/istri.
23
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Jakarta:
alumni,2006), hal.1.
24
Ibid, hal. 97.
25
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan dan Kepailitan, (Jakarta :Makalah Pembanding
dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, 2000),
hal.97.
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat
No.rmatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder
tersebut meliputi :
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum No.rmatif. 26
Langkah pertama dilakukan penelitian No.rmatif yang didasarkan pada
bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan perjanjian utang-piutang, dan Undang-undang
kepailitan. penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas
dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perjanjian kredit
suami istri sebagai dasar permohonan kepailitan.
2. Data dan Sumber Data
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 27:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai
kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan
mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku,
makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
26
27
SoejaNo. Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 9-10.
Ibid, hal. 51-52.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara 28 :
Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara
digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah,
internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah
yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.
Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif
analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I
:
PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar
Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan
Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan..
28
Ibid, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
:
PERJANJIAN
KREDIT
BANK
DALAM
PEMBERIAN
KREDIT OLEH BANK
Bab ini berisikan tentang pengertian perjanjian kredit dan dasar
hukumnya, para pihak dalam perjanjian kredit, dan isi dari
perjanjian pemberian kredit itu sendiri.
BAB III
:
AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT SUAMI/ISTRI
Bab ini berisikan tentang pernyataan pailit suami istri, harta
kekayaan suami istri dalam kepailitan, dan akibat pernyataan pailit
suami istri
BAB IV
:
AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT SUAMI ISTRI ATAS
PERJANJIAN KREDIT BANK
Bab ini menjelaskan tentang macam-macam Kreditor, kedudukan
bank sebagai pemegang hak separatis menurut UU No. 37 Tahun
2004, tanggung jawab suami istri sebagai Debitor dalam perjanjian
kredit bank serta penyelesaian kredit bank oleh Debitor Pailit.
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan
bab
penutup
dari
seluruh
rangkaian
bab-bab
sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
Universitas Sumatera Utara
Download