“PENDIDIKAN FILSAFAT AKAL DAN HATI

advertisement
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU
“PENDIDIKAN FILSAFAT AKAL DAN HATI”
KARYA Prof. Dr. Ahmad Tafsir, MA.
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
Alin Mujtamiah
111-12-211
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU
“PENDIDIKAN FILSAFAT AKAL DAN HATI” KARYA
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, MA.
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
Alin Mujtamiah
111-12-211
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Alin Mujtamiah
NIM
: 111-12-211
Fakultas
:Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
sendiri, bukan jiplakan dari hasil orang lain. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga , Maret 2017
Yang menyatakan,
Alin Mujtamiah
NIM. 111 12 211
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi, dan diperbaik, maka skripsi saudara:
Nama
: ALIN MUJTAMIAH
NIM
: 111-12-211
Fakultas/Jurusan
: FTIK/PAI
Judul
:PENDIDIKAN
KARAKTER
DALAM
BUKU
“FILSAFAT
PENDIDIKAN AKAL DAN HATI” KARYA Prof. Dr. Ahmad Tafsir,
M.A.
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga , Maret 2017
Pembimbing
Drs. Abdul Syukur, M.Si.
NIP.19670307 199403 1002
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716
Website : tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: [email protected]
SKRIPSI
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU “PENDIDIKAN FILSAFAT AKAL DAN
HATI” KARYA Prof. Dr. Ahmad Tafsir, M.A.
DISUSUN OLEH
ALIN MUJTAMIAH
NIM : 111-12-211
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada
tanggal 31 Maret 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Dr. Fatchurrahman, M.Pd.
Sekretaris Penguji
: Drs. Abdul Syukur, M.Si.
Penguji I
: Dr. H. Muh Saerozi, M.Ag.
Penguji II
: Imam Mas Arum, M.Pd.
Salatiga , ….. April 2017
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK)
Suwardi, M.Pd
NIP. 196701121 199923 1 003
MOTTO
“ Pendidikan adalah seni untuk membuat manusia semakin berkarakter”
“Jadikanlah karakter kita layaknya air, siapapun, apapun, dan sampai
kapanpun akan terus dibutuhkan”
(http//kumpulan kata-kata motivasi.id)
PERSEMBAHAN
Atas berkah rahmat Allah SWT, karya skiripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku ayahku Nasrodin & ibuku Siti Maemonah yang selalu mendoakan dan
memberikan semangat dukungan materil serta moral hingga aku seperti sekarang.
2. Kedua kakakku Hidayatur Rofina & Imatus Sholekhat serta adikku Cita Chotmillati yang
selalu memberi dukungan dan memberikan motivasi untuk maju sukses.
3. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan berbagai Ilmu Pengetahuan
Agama dan Ilmu Umum lainnya.
4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan
motivasi, pengarahan yang baik dan bimbingan dalam skripsi ini.
5. Semua teman-temanku di IAIN Salatiga khususnya PAI angkatan 2012 yang selalu
mendukungku, dan banyak melukis kenangan indah dihidupku.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat hidayah-NYA sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pendidikan Karakter dalam Buku Filsafat
Pendidikan Akal dan Hati Karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir, M.A.” Sholawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW, beserta sahabat-sahabat
Nabi Muhammad SAW yang selalu setia kepada beliau baginda Rasul. Dengan diutusnya
beliau menjadi Rasul utusan Allah untuk membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah
sampai pada zaman modern saat ini dan menyempurnakan Agama Islam agar manusia berada
dijalan Allah yaitu dijalan yang lurus. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapat gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama
Islam di IAIN Salatiga.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis mendapatkan pengarahan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala rendah hati penulis ini
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN
Salatiga.
4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Bapak Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd. selaku pembimbing akademik.
6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang memberikan banyak ilmu kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu karyawan Perpustakaan IAIN Salatiga yang memberikan layanan serta
bantuan dalam menyelesaikan skripsi.
8. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi
kepada penulis, baik moral maupun spiritual.
9. Sahabat-sahabat seperjuanganku yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
Demikian ucapan trimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa
semoga bentuan dan bimbingan dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT sebagai
amal Ibadah yang baik dan bisa menolong di hari kiamat kelak. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi saya dan pembaca
pada umumnya. Dengan keterbatasan pengetahan dan kemampuan, skripsi ini sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
ABSTRAK
Mujtamiah, Alin. 2017. 11112211.Pendidikan Karakter Dalam Buku Filsafat Pendidikan Akal
Dan Hati Karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir, M.A. Fakultas Tarbiyah. Jurusan Pendidikan
Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Abdul Syukur,
M.Si.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan karakter dalam buku
filsafat pendidikan akal dan hati karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Kemudian untuk
mengetahuu relevansi pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari dalam buku
filsafat pendidikan akal dan hati karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir.
Jenis penelitian ini penulis mengunakan jenis penelitian (Library Research)
dengan menggunakan deskriptif analisis. Diskriptif analisis ini mengenai blibliografi,
hasil ide pemikiran orang lain dengan cara mencari, menganalisis. Penelitian ini
menggunakan metode studi tokoh yaitu usaha untuk menemukan, mengembangkan,
mengumpulkan data-data dan informasi dan pengetahuan. Sebagai pendekatan sejarah
(historical approach).
Hasil dari penelitian ini adalah pendidikan karakter menurut Ahmad Tafsir
sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku.
Maksudnya pendidikan karakter ini di fokus pada tujuan-tujuan etika, moralitas yang
mulia serta kecakapan dalam perkembangan sosial siswa. Pendidikan karakter sangat
relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menumbuhkan jiwa yang berbudi
luhur terhadap sesama, memiliki jiwa sosial yang baik, sikap toleransi yang perlu
dicontoh. Dan pendidikan karakter yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tidak
lepas dari pendidikan keluarga serta pendidikan agama Islam di sekolah.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… iii
KEASLIAN PENULISAN………………………………………………... iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………… v
PENGESAHAN…………………………………………………………… vi
MOTTO……………………………………………………………………. vii
PERSEMBAHAN………………………………………………………… viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. x
ABSTRAK………………………………………………………………… xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………... 6
C. Tujuan Penelitian……………………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………….. 6
E. Metode Penelitian………………………………………………7
F. Penegasan Istilah…………………………………………….. 9
G. Sistematika Penulisan Skripsi………………………………… 10
BAB II BIOGRAFI AHMAD TAFSIR DAN KARYA-KARYANYA
A. BIOGRAFI AHMAD TAFSIR…………………………………..12
1. Latar Belakang Masalah…………………………………..12
2. Karya-karya Ahmad Tafsir………………………………..13
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHMAD TAFSIR…36
1.
Pengertian Pendidikan……………………………………...36
2.
Pengertian Karakter…………………………………………41
3.
Pengertian pendidikan karakter……………………………..46
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………….58
A. RELEVANSI PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA MENURUT AHMAD
TAFSIR…………………………………………….…58
1. Pendidikan Karakter dalam Sudut Pandang Islam…………58
2. Pendidikan karakter di Indonesia………………………….63
BAB V
PENUTUP……………………………………………………….69
A. Kesimpulan………………………………………………………69
B. Saran-Saran………………………………………………………71
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia,
pendidikan terutama Islam dengan berbagai coraknya yang berorientasi
memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebhagaiaan
dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu
diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan
zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan
Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati tetapi
kebahagiaan hidup didunia juga bisa diraih.
Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa lepas dari pendidikan, yaitu
sebagai pelaku pendidikan itu sendiri (menjadi pendidik atau peserta didik).
Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses
pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya
sendiri (Sukardjo dan Ukim, 2009:1). Inilah menjadi titik beda antara pemberian
akal dari Allah kepada manusia dan pemberian akal kepada binatang atau yang
lainnya. Kita harus menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memperbaiki
moral, lebih tegasnya yakni “memanusiakan manusia”.
Manusia sebagai individu merupakan objek bagi campur tangan sebuah
tindakan
pendidikan.
Dengan
campur
tangan
itu
manusia
mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Struktur antropologinya yang terbuka pada
lingkungan memungkinkan terjadinya intervensi entah sadar atau tidak yang
berasal dari luar dirinya yang menjadikan manusia itu menjadi berpendidikan dan
berpengetahuan (Doni Koesoema, 2011:109). Yang paling utama tujuan yang
paling mendasar dalam pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi
good and smart.
Nurani Soyomukti mengatakan, dalam buku teori-teori pendidikan
bahwa aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan dalam pendidikan
antara lain: penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, perubahan perilaku
(Soyomukti, 2010:27). Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan
dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya,
kecakapannya
serta
ketrampilannnya
kepada
generasi
muda
usaha
menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun
rohaniah (Poerbakawatja, 1982:257).
Tindakan preventif pemerintah Indonesia demi terlaksananya
pendidikan karakter, yaitu dengan menumbuhkan dalam tiap mata pelajaran
berupa pendidikan karakter. Tindakan tersebut membutuhkan proses yang
panjang, tetapi hal itu tidaklah bisa terlaksana tanpa adanya komitmen bersama
dari masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah menggalakkan program penanaman pendidikan karakter sejak
usia dini. Hal yang paling penting adalah menumbuhkan kesadaran tiap-tiap
individu untuk menerapkan dan mengaplikasikan pendidikan karakter minimal
dalam diri dan keluarga.
Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya
ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan
oleh kualitas sumber daya manusiannya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
“Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu
sendiri (Ahmad Tafsir, 2004:2).
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa
dan
negara.
Individu
yang
bisa
membuat
keputusan
dan
siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Pembuatan
karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas
tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah
mengembanggkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian
dan akhlak mulia. Dalam dunia pendidikan sekarang ini banyak dijumpai mata
pelajaran yang berkenaan dengan dengan karakter dan budi pekerti. Sehingga
banyak menimbulkan masalah bangsa yang yang semakin kompleks yang
mengacu pada masalah akhlak dan moral dikalangan peserta didik pada berbagai
level atau tingkatan (Nurul Zuriah, 2008:118).
Pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik,
sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil (Ratna Megawangi, 2004:23). Dalam
pendidikan islam semua aspek kebaikan bersumber dari Allah Swt. Yaitu AlQur’an dan As-Sunnah (hadist Nabi). Al-Qur’an merupakan sumber referensi
agama islam dalam menentukan berbagai hukum. Dalam surat Al-Baqarah ayat
(1-2):
(۲) ‫ﯿﻦ‬
َ ِ‫ْﺐ ﻓِﯿ ِﮫ ھُﺪًى ﻟِ ْﻠ ُﻤﺘﱠﻘ‬
َ ِ‫( َذﻟ‬۱) ‫اﻟﻢ‬
َ ‫ﻚ ْاﻟ ِﻜﺘَﺎبُ ﻻ َرﯾ‬
“ Alif Laam miin. Kitab (Al Qur;an) ini tidak ada keraguan padanya:
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. “(Departemen Agama, 1990:8) Islam
menyebutkan orang yang berperilaku baik dan positif itu mereka orang-orang
yang bertakwa yang tidak meragukan Al-Qur’an. Allah juga menyebutkan bahwa
Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang yang bertakwa yang pada dasarnya
adalah mereka yang mempunyai karakter dan bertujuan untuk menjadikan
manusia yang seutuhnya (insan kamil).
Memahami sejarah sebuah konsep sungguh sangat penting untuk dapat
memahami dalam konteks apa konsep lahir, dan untuk apa konsep itu
diperjuangkan. Merujuk pada pendapat para tokoh, pemimpin dan pakar
pendidikan dunia yang menyepakati pembentukan karakter
sebagai tujuan
pendidikan, maka sejarah pendidikan karakter sama tuanya dengan itu sendiri.
Namun dalam perjalanannya pendidikan karakter sempat tenggelam dan
terlupakan dari dunia pendidikan terutama sekolah. Dalam sejarah islam, sekitar
tahun 1400 tahun yang lalu, Muhammad SAW. Nabi Muhammad menegaskan
bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan
akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character).
Tujuan utama pendidikan tetap pada wilayah serupa, yakni pembentukan
kepribadian manusia yang baik. Bahwa moral dan akhlak atau karakter
merupakan tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Kecerdasan dan
karakter itulah tujuan yang benar dari pendidikan.
Dalam Islam penggagas pendidikan karakter yang sudah ada sejak zaman
dahulu adalah Nabi Muhammad SAW, yang merupakan teladan bagi umat
manusia seluruh alam. Di dunia ini tidak ada satu makhlukpun yang lebih
berkarakter dari pada Nabi Muhammad. Sebagai umat beliau kita wajib
mencontoh keteladanan beliau dalam menanamkan karakter kepada umatnya.
Tulisan-tulisan yang membahas tentang adanya pendidikan karakter sudah
banyak, yang meliputi beberapa aspek dari pendidikan karakter yang sudah
disebutkan di atas. Keterkaitan penulis dalam mengkaji dan memahami ajaran
Islam secara mendalam menginspirasi penulis untuk menuangkan ide dan
memberikan sedikit sumbangsih ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan yang
sedang mengalami kemerosotan, karena tidak adanya tindakan nyata dari
Pemerintah. Pendidikan karakterlah yang sangat diperlukan ketika seseorang
sudah tidak ada lagi kepedulian akan tindakan nyata.
Melihat latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul penelitian skripsi
“PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU FILSAFAT UMUM AKAL
DAN HATI TAHUN 2004 TELA’AH PROF. DR.AHMAD TAFSIR
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan,
sebagai berikut:
1) Bagaimana pendidikan karakter dalam buku filsafat pendidikan akal dan hati
karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir ?
2) Relevansi pendidikan karakter di Indonesia dalam buku filsafat pendidikan
hati dan akal karya Prof.Dr.Ahmad Tafsir ?
C.
TUJUAN PENELITIAN
1)
Mengetahui pendidikan karakter dalam buku filsafat umum hati dan akal
tela’ah Prof. Dr. Ahmad Tafsir.
2)
Mengetahui tinjauan islam tentang pendidikan karakter di Indonesia dalam
buku filsafat umum akal dan hati tela’ah Prof.dr.Ahmad Tafsir.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Secara teoritis
a. Menambah wawasan biografi penulis buku.
b. Menambah dan memperkaya keilmuan media sebagai sarana pendidikan.
c. Bagi pembaca di harapkan dapat mengambil nilai-nilai yang tersirat dalam
pendidikan karakter dalam prespektif islam.
2. Secara praktis
a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui pendidikan
karakter secara praktis.
b. Mendorong kepada pembaca, terutama tenaga pendidik dan pemerintah untuk
lebih mendalami pendidikan karakter dalam prespektif islam.
E. METODE PENELITIAN
Pengertian metode, berasal dari kata mothodos (Yunani) yang dimaksud
adalah cara atau suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau subjek
penelitian,
sebagai
upaya
untuk
menemukan
jawaban
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya (Ruslan,
2010:24).
1.
Jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan
(library research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive
of analyze research). Deskriptif analisis ini mengenai blibliografi yaitu pencarian
fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis,
membuat interprestasi serta melekukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang
di lakukan (Moleong, 2005:29). Prosedur dari penelitian ini adalah untuk
menghasilkan data dekriptif yang berupa data tertulis setelah dilakukan analisis
pemikiran (content analyze) dari suatu teks (Robert B & Steven J, dalam Moleong,
1995:31).
2. Metode Study Tokoh
Usaha untuk menemukan, mengembangkan, mengumpulkan data-data dan
informasi tentang seorang tokoh secara sistematik guna untuk meningkatkan atau
menghasilkan informasi dan pengetahuan. Sebagai pendekatan sejarah (historical
approach). Study ini sering kali dibicarakan oleh tokoh yang bersangkutan. Dan
metode study tokoh inu memerlukan suatu analisis tersendiri.
3. Sumber data
a. Data primer
Sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku filsafat umum akal
dan hati kajian Prof. Dr. Ahmad Tafsir.
b. Data sekunder
Sebagai sumber data sekunder dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber
yang lain dengan cara mencari, menganalisis buku-buku, internet, dan informasi
lainnya yang berhubungan dengan judul penelitian skripsi ini.
4. Teknik Analisis Data
a. Metode deskriptif analisis
Metode ini digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data,
menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Metode ini
digunakan pula untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap
suatu obyek penelitian, yaitu menguraikan dan menjelaskan pemikiran Ahmad
Tafsir.
b. Metode komparatif
Yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan beberapa pendapat
para ahli, mengulas, kemudian menarik kesimpulan dari pendapat-pendapat yang
dikutip tersebut. Dalam hal ini pendapat para pakar pendidikan karakter yaitu FW
Foerester.
F.
Penegasan istilah
Untuk mempermudah pembaca memperoleh pemahaman dan gambaran
yang pasti terhadap istilah tersebut, maka penulis akan menjabarkan terlebih
dahulu yaitu:
1. Pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada manusia yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan,
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi insan kamil (Sri Narwanti, 2011:14). Jadi banyak aspek yang terkait
dengan nilai-nilai pendidikan karakter menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
2. Prespektif Islam
Merupakan suatu pendapat atau sebuah pandangan yang dikemukakan
seseorang yang mana suatu pandangan tersebut yang berkaitan berdasarkan
Islam tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam. Sebab Islam merupakan agama
dari Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan
kepada umatnya.
G.
Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian,
yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
1. Bagian awal terdiri dari:
Sampul,
lembar
berlogo,
halaman
judul,
halaman
persetujuan
pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas,
halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak,
halaman daftar isi, halaman daftar lampiran.
2. Bagian inti atau isi
BAB I :
PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian,
penegasan
istilah,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II :
BIOGRAFI AHMAD TAFSIR DAN KARYA-KARYANYA
Bab ini akan memaparkan yang terdiri dari Biografi Ahmad
tafsir,
dari latar belakng kehidupan beliau, serta menjelaskan isi karyakarya Ahmad Tafsir.
BAB III :
DESKRIPSI PEMIKIRAN
Bab ini akan memaparkan tentang pemikiran Ahmad tafsir
tentang pendidikan karakter dalam prespektif Islam.
BAB IV :
PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas tinjauan islam tentang pendidikan karakter
di Indonesia dalam pandangan Ahmad Tafsir
BAB V :
PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran
BAB II
BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA AHMAD TAFSIR
A. Biografi Ahmad Tafsir
1. Latar Belakang Ahmad Tafsir
Ahmad Tafsir, lahir di Bengkulu 19 April 1942. Pendidikannya diawali di
sekolah rakyat (sekarang SD) di Bengkulu, melanjutkan sekolah di PGA
(Pendidikan Guru Agama) 6 tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di Fakultas
Tarbiyah IAIN Yogyakarta, dan menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun
1969. Tahun 1975-1976 (selama 9 bulan) mengambil kursus Filsafat di IAIN
Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil Program S2 di IAIN Jakarta. Tahun 1987
sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta juga. Sejak tahun 1970, Ahmad Tafsir
mengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung, sampai sekarang. Tahun 1993, guru
besar Ilmu Pendidikan ini memelopori berdirinya Asosiasi Sarjana Pendidikan
Islam (ASPI). Sejak januari 1997 diangkat menjadi guru besar di Fakultas
Tarbiyah IAIN Bandung (Ahmad tafsir, 2006:343). Saat ini beliau masih hidup,
kini beliau mengajar di salah satu Universitas besar di Bandung yaitu sering kita
dengar dengan Universitas Islam Bandung (UNISBA). Beliau saat ini menjadi
seorang dosen di fakultas Tarbiyah jurusan PAI.
B. Karya-Karya Ahmad Tafsir
Ahmad Tafsir sebagai guru besar telah banyak mencurahkan pemikirannya
dengan menyusun beberapa karya tulis. Di tengah kesibukannya ia mampu
menuangkan gagasan dan pemikirannya yang dapat dilihat dan dikaji, diantaranya
karya tulis yang sudah di publikasikan antara lain:
1. Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)
Buku ini berisi sepuluh bab dan diantara bab tersebut yang diletakkan
sebagai bab pertama adalah tentang hakikat manusia. Sebabnya dijadikan bab
pertama adalah menurut Ahmad Tafsir harus dibicarakan lebih dahulu tentang siapa
manusia itu sebenarnya. Yang berarti pula harus berbicaratentang hakikat
manusia.Pendidikan yang baik harus didesain sesuai dengan pengertian kita tentang
hakikat manusia.Apa hakikat manusia? Penjelasan yang terbaik tentang hakikat
manusia ialah penjelasan dari pencipta manusia itu.Penjelasan oleh rasio manusia
mempunyai kelemahan karena akal itu terbatas kemampuannya. Bukti terbaik
tentang keterbatasan akal ialah akal itu tidak mengetahui apa akal itu sebenarnya
(Ahmad Tafsir, 2006:14).
Berikut dijelaskan hakikat manusia menurut Al-Qur’an adalah kitab yang
secara ilmiah terbukti memuat firman Allah. Menurut Al-Qur’an, manusia adalah
makhluk ciptaan Allah.Jadi manusia itu berasal dan datang dari Allah. Bila ada
argumen yang kuat untuk membuktikan bahwa manusia bukan ciptaan Tuhan dan
argument itu lebih kuat ketimbang argument bahwa manusia adalah ciptaan Allah,
maka yang akan kita ambil ialah pendapat yang mengatakan bahwa manusia bukan
ciptaan Allah. Dan bila itu yang diambil maka harus juga dijelaskan bagaimana cara
munculnya manusia itu. Kemungkinan ini (manusia bukan ciptaan Tuhan) sangat
tidak mungkin.
Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia itu mempunyai unsur
jasmani (material).Sebagaimana disyaratkan dlam Al-Qur’an. Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah kepada orang lain. Sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan (QS. Al-Qashah:77) (Soenarjo, 1992:623). Di
dalam surat Al-A’raf ayat 31 Allah berfirman
ْ ‫ﺴ ِﺠ ٍﺪ َو ُﻛﻠُﻮا َوا‬
َ‫ﺴ ِﺮﻓِﯿﻦ‬
ْ ‫ﺴ ِﺮﻓُﻮا ۚ إِﻧﱠﮫُ َﻻ ﯾُ ِﺤ ﱡﺐ ا ْﻟ ُﻤ‬
ْ ُ‫ﺷ َﺮﺑُﻮا َو َﻻ ﺗ‬
ْ ‫ﯾَﺎ ﺑَﻨِﻲ آ َد َم ُﺧ ُﺬوا ِزﯾﻨَﺘَ ُﻜ ْﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪ ُﻛ ﱢﻞ َﻣ‬
Yang artinya: “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang idah di setiap
(memasuki) masjid makan dan minulah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. (QS.Al-A’raf :
31) Yang mengatakan bahwa makan dan minum bagi manusia adalah suatu
keharusan. Ini suatu indikasi bahwa manusia itu memiliki unsur jasmani.
Pentingnya fungsi jasmani dalam islam terlihat juga di dalam surat Al-Baqarah ayat
57, 60.
Yang artinya: “Dan kami naungi kamu dengan awan, dan kami turunkan kepadamu
“salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah kami berikan
kepadamu.Dan tidaklah menganiaya diri mereka sendiri.(QS. Al-Baqarah:57)
(Soenarjo, 1992:18).
Dan ingatlah ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Allah berfirman
"(QS.Al-Baqarah:60) (http//alqur’anonlinebaiturrahman.com).
2. Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2002)
Buku ini terdiri dari sepuluh bab, yang mana buku ini diuraikan
pengertian “metodologi” yang dihubungkan dengan “pengajaran agama islam”.
Menurut Ahmad Tafsir bahwa pengalamannya banyak orang menerjemahkan
atau menyamakan pengertian “metode” dengan “cara”. Ini tidak seluruhnya
salah. Memang metode jug adapt diartikan dengan cara. Untuk mengetahui
pengertian metode secara tepat dapat melihat penggunaan kata metode dalam
bahasa Inggris.Dalam bahasa Inggris ada kata way dan ada kata method. Kedua
kata tersebut sering diterjemahkan cara dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya
yang lebih layak diterjemahkan cara adalah kata way itu,bukan kata method
(Ahmad Tafsir, 2002:9).
Jika saya bertanya “bagaimana cara jalan ke Jakarta?” Maka disini saya
tidak dapat menggunakan kata method, untuk kata cara, saya harus menggunakan
kata way. Jika saya bertanya “bagaimana cara yang paling tepat mengajarkan
shalat pada siswa kelas 1 SD?” Maka disini
untuk kata cara saya harus
menggunakan kata method, bukan way. Jadi apa sebenarnya apa metode itu?
Metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “ cara
yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”. Ungkapan “ paling cepat
dan tepat “ itulah yang membedakan method dengan way (yang juga berarti
cara) dalam bahasa Inggris.
Karena metode berarti cara yang paling tepat dan cepat. Maka dalam
urutan kerja dalam suatu metod harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah.
Karena itulah suatu metode selalu merupakan hasil dari eksperimen. Kita tahu
bahwa suatu konsep yang dieksperimenkan haruslah telah lulus uji teori, dengan
kata lain suatu konsep yang telah diterima secara teoritis yang boleh
dieksperimenkan. Berdasarkan uraian diatas itu dapat disimpulkan bahwa
metode pengjaran agama islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam
mengajarkan agama islam. Kata tepat dan cepat inilah yang sering diungkapkan
dalam ungkapan “efektif dan efisien”. Kalau begitu metode pengajaran agam
islam ialah cara yang efektif dan efisien dalam mengerjakan agama islam.
Pengajaran yang efektif artinya pengajaran yang dapat dipahami siswa secara
sempurna.
Dalam ilmu pendidikan sering juga dikatakan bahwa pengajaran yang tepat ialah
pengajaran yang yang berfungsi untuk setiap siswa.Yang mana arti dari
berfungsi ialah menjadi milik siswa, pengajaran itu membentuk dan
mempengaruhi pribadinya.Adapun pengajaran yang cepat ialah pengajaran yang
tidak memerlukan peralatan yang mahal.
Bila peralatan itu tidak tersedia maka terpaksa konsep itu diajarkan
kurang cepat. Misalnya saja pengajaran shalat di sekolah dasar, ini akan cepat
bila guru menggunakan rekaman video sholat. Apabila peralatan itu tidak
tersedia maka terpaksalah guru mengajarkannya melalui metodedemonstrasi,
hasilnya akan cepat juga, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama.
Bagaimana cara yang tepat dan cepat dalam mengajarkan agama
islam? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Justru menurut Ahmad Tafsir buku
ini adalah usaha menjawab pertanyaan itu setelah membaca seluruh isi buku ini
akan tahu juga bahwa isi buku ini belum menjawab secara keseluruhan.
Bagaimana cara yang cepat dan tepat dalam mengajarkan agama islam? Untuk
menjawab pertanyaan ini perlu diperjelas dahulu beberapa konsep.Pertama siapa
yang diajar?Anak-anak, remaja, atau orang tua?Kedua, berapa jumlahnya?Satu
orang, tiga orang, satu kelas 50 orang, pengajian umum yang dihadiri 200 orang?
Ketiga, seberapa dalam agam islam itu diajarkan? Mendalam, sedang-sedang
saja, atau sekilas berupa pengantar?Dan masih banyak lagi pertanyaan lain, jadi
jelaslah bahwa pertanyaan tadi tidak mudah dijawab. Buku ini hanya
memberikan teori-teori (itupun pasti belum lengkap) mengajarkan agama islam
di rumah tangga yang dilaksanakan oleh ayah dan ibu. Jadi, buku ini hanya
mencoba menjawab sebagian kecil saja dari pertanyaan itu, itupun pasti belum
lengkap. Anda bertanya, mengapa tidak dilengkapkan sekalian. Saya beri tahu
anda: ilmu tidak pernah lengkap.
Bilamembicarakan metode mengajar, umumnya orang menjelaskan
terlebih dahulu berbagai macam metode mengajar secara umum.Ini disebut
metode pengajaran umum atau metode umum.Banyak sekali macamnya, seperti
metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan, karya wisata,
dan lain-lain.Bila diteruskan maka jumlahnya 20-an, dan itu dapat bertambah
terus, hal tersebut dapat disebut dengan metode umum.Dikatakan umum karena
dapat digunakan dalam mengajarkan apapun juga. Apakah metode-metode
umum itu dapat digunakan dalam mengajarkan agama islam? Bisa dikatakan
mungkin bisa dan mungkin saja tidak bisa, mungkin sebagian iya dan sebagian
tidak.
Maka dari itu kita harus membahas metode itu satu demi satu, dan
pembahasan metode-metode itulah antara lain yang menjadi isi metodologi
pengajaran pengajaran agama islam. Tetapi buku ini tidak membicarakan hal itu.
Jadi apa yang dibahas dalam buku ini? Buku ini membahas cara yang paling
tepat dan cepat cara mengajarkan agam islam di SMP dan SMA. Tetapi tidak
membahas macam-macam metode umum, tidak juga membahas metode umum
yang mana yang dapat digunakan untuk mengajarkan agama islam. Buku ini
mengambil jalan pintas.Yang dibahas dalam buku ini ialah langkah mengajar
atau teaching steps.Memang pembicaraan mengenai langkah-langkah mengajar
juga dapat dimasukkan dalam metodologi pengajaran.
Langkah-langkah mengajar dimulai dengan membuat lesson
plan.Lesson plan itu dibuat sebelum mengajar.Lesson plan itu banyak macamnya
itu ditentukan oleh banyak hal, sepertioleh tujuan pengajaran, kemampuan guru,
peralatan yang tersedia, waktu, tempat, dan lain-lain.Namun ada teori dasar
dalam membuat lesson plan. Teori dasar itu adalah apa yang disebut basic
teaching model (model pengajaran dasar).Teori ini diambil dari Robbert Glaser.
Inilah induk dari semua model lesson plan.Teori Glaser berisi empat langkah
dalam membuat lesson plan. Langkah pertama dalam pembuatan lesson plan
adalah merumuskan tujuan. Ini dibahas secara mendalam dalam buku
ini.Sekalipun telah dicoba disederhanakan, tetap saja cukup banyak konsep yang
harus dibahas disini.Langkah kedua adalah entering behavior.
Bagian ini membahas tentang bagaimana memulai pelajaran
inti.Salah memulai pengajaran, dapat berakibat fatal pada siswa.Yang paling
penting pada bagian ini adalah mengetahui apakah siswa telah siap menerima
pelajaran baru, apakah konsep-konsep pre-requisitenya telah dikuasai siswa.Dan
ingatlah itu karena itu bukan pre-test.Yang ketiga adalah teaching steps itu
sendiri.Pembahasan disini luas sekali karena bagian inilah adalah bagian pokok
lesson plan itu.Langkah-langkah mengajar banyak sekali variannya.
Langkah-langkah dalam pengajaran ketrampilan akan berbeda
dengan langkah-langkah pengajaran kognitif. Langkah dalam pengajaran
ketrampilan itupun tidak satu macam, demikian juga dalam pengajaran
kognitif.Terakhir
ialah
evaluasi
pada
akhir
pengajaran
hari
demi
hari.Pembahasan yang empat inilah yang disebut dengan Metodologi Pengajaran
Agama Islam. Dengan demikian Metodologi Pengajaran Agama Islam ialah
pembasan tentang cara-cara membuat lesson plan agama islam.
Kelihatannya mudah saja, toh hanya langkah-langkah. Tidak juga
karena orang baru mungkin mampu membuat lesson plan (yang intinya langkahlangkah mengajar) bila ia banyak mengetahui banyak hal seperti menguasai
bahan pengajaran,mengetahui berbagai metode mengajar umum, mengetahui
psikologi pendidikan, mengetahui teori-teori belajar, memahami penggunaan
alat, mampu mengatur waktu dan lain-lain. Dengan demikian, tidak mungkin
hanya menguasai teori cara membuat lesson plan saja.
Secara ringkas, metodologi ialah pembahasan tentang metode atau
metode-metode. Metodologi pengajaran agama islam adalah pembahasan tentang
metode atau metode-metode pengajaran agam islam. Sedangkan metodologi
pengajaran agama islam yang dibahas dalam buku ini ialah teori –teori tentang
langkah-langkah dalam pengajaran agama islam kenyataannya yang dibahas
ialah teori-teori membuat lesson plan agama islam.
3. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004)
Buku ini berjumlah empat bab. Dalam buku ini diuraikan Ahmad
Tafsir bahwa orang-orang yang mempelajari bahasa Arab mengalami sedikit
kebingungan dalam menghadapi kata “ilmu”, dalam bahasa Arab al-ilm
berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan kata “ilmu” dalam bahasa
Indonesia biasanya merupakan terjemahan science. Imu dalam arti science
seharusnya diterjemahkan sains saja.Maksudnya agar orang-orang yang
mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata ilmu (sain) dengan
kata al-ilm yang berarti knowledge.
Dalam buku ini yang diuraikan tidak hanya pengetahuan sains
(science), diuraikan juga seluruh yang disebut pengetahuan termasuk
pengetahuan yang “aneh-aneh” seperti pellet, kebal, santet, dan lain-lain. Apa
yang disebut dengan pengetahuan itu? Menurut Ahmad Tafsir pengetahuan
ialah semua yang diketahui. Menurut Al-Qur’an, tatkala manusia dalam perut
ibunya, ia tidak tahu apa-apa.
Kalaupun bayi yang baru lahir itu menangis barangkali bayi itu
kaget saja, mungkin matanya merasakan silau atau badannya merasa dingin.
Dalam rahim bayi tidak merasakan silau maupun kedinginan, lantas ia
menangis. Tatkala bayi itu menjad orang dewasa, katakanlah ketika ia telah
berumur 40 tahunan pengetahuannya sudah banyak sekali.
Begitu banyaknya sampai-sampai ia tidak tahu lagi berapa banyak
pengetahuannya dan tidak tahu lagi apa saja yang diketahuinya, bahkan
kadang-kadang ia juga tidak tahu apa sebenarnya pengetahuan itu. Semakin
bertambah umur manusia itu semakin banyak pengetahuannya.
Dilihat dari segi motifnya pengetahuan itu dapat diperoleh dari dua
cara. Yang pertama, pengetahuan pengetahuan yang diperoleh begitu saja,
tanpa niat, tanpa motif, tanpa keingintahuan dan tanpa usaha. Tanpa ingin tahu
lantas ia tahu-tahu ia mngerti dan faham. Yang kedua, pengetahuan yang
didasari dengan motif ingin tahu, pengetahuan diperoleh karena diusahakan
biasanya karena belajar (Ahmad Tafsir, 2004:3).
Dari mana rasa ingin tahu?Saya tidak tahu dari mana dari
mana.Barangkali rasa ingin tahu yang ada pada manusia itu sudah built-in
dalam pencipataan manusia, jadi rasa ingin tahu itu sudah takdir. Manusia
ingin tahu dengan cara ia selau mencari. Dan pada akhirnya manusia tahu
akan sesuatu.Yang pada intinya pengetahuan itu adalah semua yang diketahui.
Salah satu tujuan perkuliahan filsafat pengetahuan ialah ia agar memahami
kapling tentang pengetahuan akan dapat memperlakukan.
Masing-masing pengetahuan itu sesuai dengan kaplingnya. Yang
akan dibahas berikut ini hanyalah pengetahuan yang diushakan. Seseorang
ingin tahu, jika jeruk ditanam buahnya apa. Ia menanam bibit jeruk. Ia tunggu
beberapa tahun, dan ternyata buahnya jeruk.
Tahulah ia bahwa jeruk berbuah jeruk. Pengetahuan jenis inilah yang disebut
penetahuan sain (scientific knowledge).
3. Filsafat Pendidikan Akal dan Hati (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,
2004)
Buku ini berjumlah lima bab. Dalam buku ini diuraiakn bahwa
maanusia membawa sejak lahir (innate) kata hati(suara hati) yang bersifat
imperative. Suara hati adalah suara yang selalu mengajak menjadi orang yang
baik. Akhlak itu sifat baik buruknya terdapat didalam diri seseorang. Mereka
memiliki akhlak yang berbeda-beda.Akhlak itu ada pada diri seseorang bukan
bawaan dari Allah.Akhlak tumbuh dengan hati yang bersih, tidak lepas
dengan karakter, karakter itu bisa dikatakan dengan sifat. Sifat seseorang itu
berbeda beda ada yang memiliki sifat keras, lemah lembut mudah bergaul,dan
sebagainya. Karakter merupakan watak atau tabi’at seseorang yang memiliki
perbedaan dengan yang lain. Karakter bisa dikatakan dengan khas seseorang.
Karakter muncul disebabkan adanya faktor lingkungan disekitar. Yang mana
membawa dampak pada diri seseorang dengan berbagai macam karakter khas
seseorang.
Begitu juga dengan rasa moral, rasa moral itu bukan ciptaan dari
Allah
yang ditanamkan pada dalam diri manusia.Moral itu tidak
absolute.Moral itu adalh aturan berbuat yang bervariasi sesuai dengan variasi
kelompok masyarakat. Dengan kata lain, mereka ingin mengatakan bahwa
moral yang imperative itu sesungguhnya muncul setelah manusia bergaul
dengan masyarakat (lingkungannya).Moral itu dibentuk oleh pengaruh
lingkungan. Demikian kata mereka persoalan ini dapat dilihat dengan cara
lain.
Suara hati itu merupakan antenna ketiga manusia. Manusia
memiliki tiga antenna: indera, akal, hati atau rasa. Daerah ketiga ini tidak
dapat dimasuki oleh antenna kedua (akal), apalagi oleh antenna pertama
(indera). Al-Ghazali telah menyatakan lebih jauh tatkala ia membicarakan
cara menghidupkan suara hati agar ia mampu memahami rahasia daerah ghaib
tersebut.Cara menghidupkan suara hati itu, menurut Al-Ghazali ialah dengan
menghentikan kemaksiatan atau perbuatan yang menimbulkan dosa (tobat),
berbuat baik, perenungan, dan menghentikan kerja logika.Inilah yang disebut
dengan thariqah atau metode Al-Ghazali (Ahmad Tafsir, 2004: 249). Di dalam
islam, misalnya ada satu contoh yang baik untuk memperlihatkan salah satu
persoalan yang hanya dapat dipahami oleh suara hati, yaitu mengenai takdir
atau nasib manusia.
4. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam (Bandung: PT Rosdakarya,
2004)
Buku ini berjumlah lima bab. Dalam buku ini diuraikan bahwa
Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah
teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Jika membuka buku ilmu bumi,
akan ditemukan teori-teori tentang bumi. Ilmu sejara berisi tentang ilmu
sejarah. Maka isi dari ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan
berdasarkan ajaran islam. Apakah ada teori yang tidak berdasarkan
Islam?Inilah salah satu persoalan yang perlu dibahas di dalam ilmu
pendidikan Islam. Akan tetapi, apakah isi ilmu hanya kumpulan teori? Secara
esensial emang ya, tetapi sebenarnya secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah
hanya teori. Jadi lengkapnya isi ilmu adalah:
1) Teori.
2) Penjelasan tentang teori itu sendiri.
3) Pendukung dari penjelasan.
Apabila
membuka
buku
tentang
ilmu
pendidikan
Islam,
sewajarnyalah menemukan tiga macam isi tersebut.Ilmu pendidikan Islam
adalah ilmu yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi tentang seperangkat ajaran tentang
kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada
Al-Qur’an dan Hadis serta akal.Jika demikian, maka ilmu pendidikan Islam
adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis serta akal.
Penggunaaan dasar ini haruslah berurutan , maka Al-Qur’an yang
terlebih dahulu bila tidak ada atau tidak jelas di dalam A-Qur’an maka harus
dicari di dalam hadis, apabila kurang jelas atau tidak ada di dalam hadis,
barulah menggunakan akal (pemikiran) tapi temuan akal itu tidak boleh
bertentangan dengan jiwa Al-Qur’an atau Hadis. Oleh karena itu, teori dalam
pendidikan Islam haruslah dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis
serta argument (akal) yang menjamin teori tersebut.Jadi pembuatan dan
penulisan teori dalam ilmu pendidikan Islam tidak jauh berbeda dari
pembuatan dan penulisan teori dan fikih.
Pada uraian diatas sudah mulai jelas apa sebenarnya ilmu pendidikan
Islam itu. Agar lebih jelas ada beberapa konsep yang bersangkutan dengan itu
yang perlu diuraikan lebih lanjut yaitu:
1) Apa sebenarnya perbedaan antara ilmu pendidikan Islam dan filsafat
pendidikan Islam.
2) Bagaimana penjelasan bahwa isi ilmu adalah teori, dan apa sebenarnya
yang dimaksud dengan teori.
3) Mengapa ilmu pendidikan Islam harus berdasarkan Islam.
Pertanyaan-pertanyaan di atas sesungguhnya amat mendasar.
Jawaban terhadap pertanyaan itu akan merupakan landasan epistemologis
untuk ilmu pendidikan Islam, sekurang-kurangnya untuk sebagian. Uraian
tentang jawaban pertanyaan itu juga akan memperjelas posisi ilmu Pendidikan
Islam terhadap filsafat pendidikan Islam yang selama ini dirasakan belum
begitu jelas. Jawaban itu juga akan memperlihatkan posisi teknik pendidikan
Islam terhadap filsafat dan ilmu pendidikan Islam. Jawaban terhadap ketiga
pertanyaan di atas juga akan menghapus kebingungan selama ini dalam
membedakan konsep filsafat, ilmu, dan teknik itu sendiri secara umum.
Tegasnya akan dapat diketahui dengan mudah mana teori filsafat pendidikan
Islam, mana teori pendidikan Islam, dan mana teknik pendidikan Islam
(Ahmad Tafsir, 2004:12).
Di dalam buku atau artikel yang membicarakan (katanya) filsafat
pendidikan Islam tidak jarang akan ditemukan uraian atau pembahasan selain
filsafat pendidikan Islam, juga ilmu pendidikan Islam: bahkan kadang-kadang
teknik pendidikan Islam menyelip juga di sana. Apabila membuka buku yang
berjudul atau artikel yang membahas ilmu pendidikan Islam, juga akan
menemukan selain uraian tentang ilmu pendidikan Islam, juga pembahasan
tentang filsafat pendidikan Islam, kadang-kang teknik pendidikan Islam juga
terselip juga di sana. Sebenarnya uraian seperti itu tidaklah amat salah boleh
saja membuat uraian seperti itu.Kadang-kadang memang tidak dapat begitu
konsisten hanya membuat uraian yang 100% filsafat yang didalamnya
kadang-kadang harus berbicara juga tentang konsep-konsep ilmu (sains)
bahkan tentang teknik.Akan tetapi sebaliknya, bila tentang filsaat konsep sains
atau teknik itu hanya digunakan sebagai pembantu dalam menjelaskan. Di
pihak lain pembaca harus mempunyai kriteria terlebih dahulu tentang mana
filsafat, sains, dan teknik.
Apa sebelumnya perbedaan antara filsafat dan ilmu (sains) itu?
Berikut ini Ahmad Tafsir menjelaskan dengan menggunakan matriks
pengetahuan manusia.Pengetahuan ialah semua yang diketahui.Semua yang
diketahui manusia, dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok sebagai
berikut.Pengetahuan manusia jenis pertama ialah pengetahuan sains.Ini adalah
terjemahan tepat untuk kata dalam bahasa Inggris science.Bila science
diterjemahkan dengan ilmu, maka timbullah kebingungan. Ilmu bagi orang
Indonesia, yang umumnya telah dipengaruhi rasa bahasa Arab dapat berarti
pengetahuan (knowledge).
Anehnya di Indonesia dikenal juga ilmu filsafat.Jelas, bagi orang
Indonesia pada umumnya ilmu diartikan pengetahuan.Oleh karena itu,
alangkah baiknya bila science itu di Indonesiakan menjadi sains seperti orang
Malaysia yang melakukannya. Jadi untuk ilmu pendidikan pakai saja sains
pendidikan. Akan tetapi, di sini mengalami kesulitan karena kata ilmu
pendidikan telah dibakukan di dalam kurikulum sekolah-sekolah. Di dalam
buku ini diguanakan istilah “ilmu pendidikan” tetapi dalm ilmu sains
pendidikan.
Ilmu sains adalah sejenis pengetahuan manusia yang diperoleh
dengan riset terhadap objek-objek yang empiris benar tidaknya suatu teori
sains (ilmu) ditentukan oleh logis tidaknya dan ada tidaknya bukti empiris.
Bila teori itu logis ia adalah pengetahuan filsafat. Bila tidak logis, tetapi ada
bukti empiris, itu namanya pengetahuan khayal. Contohnya: bila ada gerhana,
pukullah kentongan, gerhana itu akan menghilang.Pernyataan ini benar dalam
arti dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja bila ada gerhana pukul terus
kentongan, lama kelamaan gerhana akan menghilang. Akan tetapi ini tidak
logis: apa hubungan antara gerhana dengan kentongan yang dipukul? Ternyata
kentongan tidak dipukul pun gerhana menghilang juga.Oleh karena itu, karena
tidak logis sekalipun ada bukti empiris, pengetahuan jenis ini bukan sains.
Pengetahuan ini dinamakan dengan pengetahuan khayal.Akan
tetapi pengetahuan jemis ini banyak juga dimiliki oleh masyarakat, mengapa?
Sulit untuk dijawab apa alasanya, jadi kesimpulnnya sains(ilmu) adalah
pengetahuan yang logis dan mempunyai bukti yang empiris. Kaidah ini
diguanakan dalam ilmu pendidikan Islam haruslah dapat diuji secara logis dan
sekaligus empiris. Bila kurang satu saja, maka ia bukan ilmu pendidikan
Islam.Adapun filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis saja,
tentang objek-objek yang abstrak.Bisa saja objek penelitiannya kongkrit,
tetapi yang ingin diketahuinya adalah bagian abstraknya. Suatu teori filsafat
benar bila ia dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan untuk selamalamanya tidak akan dapat dibuktikan secara empiris, maka ia segera berubah
menjadi ilmu. Berdasarkan itu maka filsafat pendidikan Islam adalah
kumpulan teori pendidikan Islam yang hanya dapat dipertanggungjawabkan
secara logis dan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris.
Untuk
melengkapinya
dalam
buku
ini
diuraiakan
sekaligus
pengetahuan jenis ketiga, yaitu pengetahuan mistik.Kata mistik adalah istilah
yang
digunakan
sementara
sebelum
ditemukan
istilah
yang
tepat.Pengetahuan mistik ialah pengetahuan tentang objek-objek abstrak
lebih
supralogis, atau suprarasional, atau metarasional.Pengetahuan ini bukan
diperoleh dengan indera seperti pada sains, bukan pula dengan akal seperti
pengetahuan filsafat.Bukan dengan akal supraakal, di atas akal. Pengetahuan
jenis ini diketahui dengan dengan cara merasakan,mempercayai begitu saja.
Rasa itullah yang bekerja untuk menerima dan memperoleh pengetahuan jenis
ini.Pengetahuan tentang Tuhan, surga, neraka, dan sebangsanya bukan
diperoleh lewat akal, melainkan diperoleh lewat iamn, iamn itu adalah
hakikatnya adalah rasa.Untuk memperjelas pengertian ketiga macam
pengetahuan itu Ahmad memberikan contoh sederhana sebagai berikut ini:
siapa yang membuat hukum itu? Setelah ditemukan bahwa yang membuat
hukum itu pasti yang maha pintar.
Pengetahuan bahwa gene itu dibuat oleh yang mahapintar masih
merupakan pengetahuan filsafat karena diperoleh dengan berpikir, dan tidak
mungkin dapat dibuktikan secara empiris.Yang mahapintar itu di sebut
Tuhan.Kata Tuhan di sini hanyalah suatu istilah, bukan filsafat. Teori-teori di
dalam filsafat pendidikan Islam adalah teori-teori seperti itu: logis dan tidak
mungkin dibuktikan secara empiris. Batas ini mulai jelas: kapling sains ialah
logis-empiris, kapling filsafat (juga filsafat pendidikan Islam) ialah logis saja
tuhan tidak dapat dipahami dengan akal untuk mengetahui Tuhan mesti
banyak potensi yang lain yaitu hati atau rasa (qalbu).
Kerja hati pada dasarnya adalah iman.Untuk mencapai iman
diperlukan pelatihan.Pelatihan itu dalam bahasa Arab adalah riyadlah.Dengan
melakukan pelatihan secara intensif, konon ada orang yang mampu melihat
Tuhan, mampu berhasil melihat surga, neraka dan sebagainya. Pengetahuan
jenis ini sungguh amat subjektif, sama subjektifnya dengan mengukur
manisnya gula, rasa naik sepeda, rasa sedih dan gembira. Oleh karena itu sulit
diukur dengan menggunakan ukuran yang disepakati.
Cara mengukurya adalah dengan mengalami seperti yang
dilakukan oleh orang yang telah mencapai pengetahuan itu.Jadi ada tiga
macam pengetahuan yaitu sains, filsaft, dan mistik.Mengenai pengetahuan
seni,
ini
belum
dapat
diselesaikan
secara
memuaskan.Kelihatannya
pengetahuan jenis ini merupakan pengetahuan hasil kerja indera, akal, dan
hati, dan hati mengambil porsi yang paling terbesar. Bagaimana dengan teknik
pendidikan Islam?Teknik yang dimaksud di sini bukanlah teknologi, teknologi
masih berada pada daerah sains, selevel dengan sains.Teknik adalah juklak
(petunjuk pelaksanaan) teori-teori sains. Yang dimaksud dengan teknik adalah
manual, yaitu cara operasional dalam melaksanakan ajaran-ajaran teori.
Bagaimana kedudukan teknik ini dalam struktur pengetahuan tadi? Bagi umat
muslim sumber pengetahuan adalah Allah, tidak ada pengetahuan selain yang
datang dari Allah. Allah berfirman dalam surah al-baqarah:32.
Yang artiya: Mereka menjawab: maha suci engkau tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami sesungguhnya
engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana (al-baqarah:32)
(http//Al-Qur’an online.com)
Sumber pertama ini sekarang sudah ada di dalam Al-Qur’an dan
hadis Rasul Saw. Inilah kebenaran yang pertama (kebenran tingkat
pertama).Manusia menafsirkan ayat atau hadis itu.Sudah sewajarnya
penafsiran itu tidak satu macam.Oleh karena itu terdapatlah lebih dari satu
tafsir. Tafsir ini sebenarnya berada pada tingkat kedua: ini adalah tingkat
filsafat.Filsafat dapat melahirkan lebih dari satu teori pada tingkat sains, dan
satu teori sains dapat melahirkan lebih dari satu manual.Manual inilah yang
sering disebut dengan teknik.Jadi jika wahyu berada pada tingkat pengetahuan
yang paling atas, maka manual merupakan pengetahuan pada tingkat yang
paling bawah: wahyu paling baah dan manual yang paling kongkrit.
Sistem pengetahuan barat kelihatannya hampir sama dengan sistem
pengetahuan Islami, bedanya ialah dengan pengetahuan barat biasanya level
satu (wahyu) tidak dimasukkan sebagai satu tingkat pengetahuan.Teori
kebenaran dan rasionalisme, materialism, semuanya itu tidak mempunyai
tempat di dalam sistem pengetahuan Islami itu.Jadi teknik atau manualmanual itu sebenarnya tidaklah liar tetapi mempunyai gantungan ke atas. Jika
firman Allah itu level pertama dan teori filsafat level kedua bersifat universal,
berlaku diamana saja dan kapan saja, maka teori sains level tiga tingkat ke
universalannya mulai menurun. Sebuah teori sains dapat saja berlaku pada
masa tertentu, tetapi salah pada masa yang lain: benar di tempat tertentu tetapi
tidak benar di tempat lain. Sekalipun demikian tingkat”keumumannya” jauh
lebih tinggi dibandingakan dengan keuniversalan teknik (manual). Teknik
benar-benar terbatas keuniversalannya.Teknik dapat berubah dengan cepat,
hanya berlaku pada lokasi-lokasi tertentu. Pemikiran Ahmad Tafsir tidak
hanya seputar pendidikan Islam dalam arti sempit, melainkan juga ia sebagai
salah seorang pakar pendidikan Islam dapat dilihat pemikirannya tentang
ekonomi dan social. Dalam sector ekonomi, Ahmad Tafsir melihat bahwa
krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia adalah disebabkan
oleh:Sistem ekonomi Indonesia yang tidak berorientasi kerakyatan.
Rapuhnya fundamental ekonomi Indonesia disebabkan sikap
ketergantungan pada luar negeri dan hutang negara yang demikian tinggi
sehingga untuk menutupi bunganya saja sudah kesulitan, hal itu tampak
manakala sudah jatuh tempo maka Indonesia selalu meminta re scheduling
(penjadwalan baru jatuh tempo hutang).Tingginya tingkat korupsi di kalangan
birokrasi di Indonesia.Lemahnya sumber daya manusia. Moralitas bangsa
yang semakin merosot
Dalam aspek social, Ahmad Tafsir melihat kenyataan masih
banyaknya orang yang kurang peduli terhadap sesamanya, hal itu terbukti dari
semakin pudarnya sikap gotong royong dan makin menipisnya ikatan batin
antara anggota masyarakat. Ahmad Tafsir melihat masyarakat Indonesia
makin terjebak pada budaya individualitas tanpa memperdulikan sesame
sehingga satu sama lain kurang mengenal dan tidak terjadinya hubungan yang
harmonis.
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN AKAL
DAN HATI KARYA AHMAD TAFSIR
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia, pendidikan
terutama Islam dengan berbagai coraknya yang berorientasi memberikan bekal
kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebhagaiaan dunia dan akhirat. Oleh
karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui konsep dan
aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan
temporal, agar peserta didik dalam pendidikan islam tidak hanya berorientasi pada
kebahagiaan hidup setelah mati tetapi kebahagiaan hidup didunia juga bisa diraih.
Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa lepas dari pendidikan, yaitu
sebagai pelaku pendidikan itu sendiri (menjadi pendidik atau peserta didik). Dengan
kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan,
baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo
dan Ukim, 2009:1).
Inilah menjadi titik beda antara pemberian akal dari Allah kepada
manusia dan pemberian akal kepada binatang atau yang lainnya. Kita harus
menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memperbaiki moral, lebih tegasnya yakni
“memanusiakan manusia”.
Manusia sebagai individu merupakan objek bagi campur tangan sebuah
tindakan pendidikan. Dengan campur tangan itu manusia mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Struktur antropologinya yang terbuka pada lingkungan
memungkinkan terjadinya intervensi entah sadar atau tidak yang berasal dari luar
dirinya yang menjadikan manusia itu menjadi berpendidikan dan berpengetahuan
(Doni Koesoema, 2011:109). Yang paling utama tujuan yang paling mendasar dalam
pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart.
Nurani Soyomukti mengatakan, dalam buku teori-teori pendidikan bahwa
aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan dalam pendidikan antara lain:
penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, perubahan perilaku (Soyomukti, 2010:27).
Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua
untuk
mengalihkan
pengetahuannya,
pengalamannya,
kecakapannya
serta
ketrampilannnya kepada generasi muda usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi
fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah (Poerbakawatja, 1982:257).
Kata “Islam” dalam pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan
tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam. Apa pendidikan itu menurut Islam?
Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu dibahas definisi pendidikan menurut
para pakar, setelah itu barulah dibahas apa pendidikan itu dalam prespektif atau
sering kita dengar dalam pandangan Islam Pembahasan tentang apa pendidikan itu
menurut Islam terutama di dalam Al-Qur’an dan
hadis, serta diambil juga dari pendapat para pakar pendidikan islam maupun pakar
pendidikan umum (Maulana, 2000: 4).
Pendidikan menurut orang awam, adalah mengajari murid di sekolah,
melatih anak hidup sehat, melatih silat, menekuni penelitian, membawa anak ke
masjid atau ketempat beribadah, melatih anak dalam seni dan lain-lain. Menurut
Ahmad Tafsir pendidikan mengawali dengan mengutip definisi dari Ahmad D
Marimba yang menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh di pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si
terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1998: 20).
Menurut Ahmad Tafsir bahwa di Indonesia agaknya definisi ini telah
begitu mapan. Boleh menanyai mahasiswa yang belajar ilmu pendidikan tentang
definisi pendidikan. Akan tetapi definisi itu masih terlalu sempit, belum mencakup
seluruh kegiatan yang disebut pendidikan. Pendidikan itu terbatas pada kegiatan
pengembangan pribadi anak didik oleh pendidik berupa ora, jadi ada yang mendidik.
Kenyataanya dalam proses pengembangan yang sempurna itu seseorang tidak hanya
dipengaruhi oleh orang lain ia juga menerima pengaruh (entah bimbingan, entah
bukan, tidak menjadi soal) dari selain manusia, itu dapat diterima dari kebudayaan,
alam fisik dan lain-lainnya, maka dari situlah menyatakan bahwa pendidikan itu
menyangkut seluruh pengalaman (Lodge, 1974:23).
Bagaimana dengan definisi Marimba? Definisi itu baik, tetapi belum
mencakup semua yang dikenal sebagai pendidikan.
Definisi itu mencukupi bila membatasi pendidikan hanyalah yang berupa pengaruh
seseorang kepada orang lain dengan sadar dan sengaja. Pendidikan oleh diri sendiri,
pendidikan oleh lingkungan tidak dimasukkan sebagai pendidikan. Pengaruhpengaruh yang disebut terakhir ini disebut pengaruh saja bukan pendidikan. Jadi
pengaruh dari orang disebut pendidikan sedangkan pengaruh dari selain orang disebut
pengaruh saja (Zahra Idris, 1981:9). Di sini pendidikan itu malahan sudah amat
sempit pengertiannya: pendidikan adalah pengajaran. Jika hendak mengambil
pengertian pendidikan yang sempit. Alfred North Whitehead mengambil pengertian
pendidikan yang sempit. Ia menyatakan bahwa pendidikan adalah pembinaan
ketrampilan menggunakan pengetahuan. Lodge menyatakan bahwa pendidikan dalam
pengertian sempit malahan sekadar pendidikan di sekolah. Akan tetapi harus
konsisten, bila pengertian yang sempit yang digunakan, maka pengaruh selain dari
seseorang kepada orang lain harus dianggap bukan pendidikan itu bisa berpengaruh
(Syaiful Bahri, 2000:22).
Menurut Ahmad Tafsir sulitnya merumuskan definisi pendidikan
disebabkan antara lain oleh:
1. Banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan
2. Luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan.
Kegiatan pendidikan dalam garis besarnya dapat dibagi tiga macam yaitu:
Adapun binaan pendidikan dalam garis besarnya mencakup tiga daerah
diantaranya adalah daerah jasmani, daerah akal, daerah hati. Kemudian tempat
pendidikan juga ada tiga pokok yaitu, di dalam rumah, di dalam masyarakat, dan di
sekolah. Sebenarnya, definisi pendidikan dapat saja disusun, tetapi definisi itu akan
panjang sekali. Bila tidak panjang definisi itu akan panjang sekali. Inilah sebabnya
sebagian orang bahkan semua orang lebih senang mengambil definisi pendidikan
dalam arti sempit saja, yaitu pendidikan sebagai bimbingan yang sadar oleh seseorang
(pendidik) kepada orang lain (anak didik) agar ia menjadi orang yang lebih baik ini
adalah definisi pendidikan oleh Marimba. Kemudian kata pendidikan secara umum
adalah upaya memengaruhi orang lain agar berubah pola pikir, ucapan, perbuatan,
sifat dan wataknya sesui dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
Setelah mengemukakan pengertian pendidikan dari para pakar, maka
Ahmad Tafsir mengemukakan pendapatnya bahwa dalam pengertian yang luas yaitu,
pendidikan ialah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya dengan penjelasan
bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh
diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan
oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati.
Ahmad Tafsir berpendapat jadi keberhasilan seseorang dan suatu bangsa
dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber
daya alam, tetapi sangat ditentukan dengan kualitas sumber daya manusianya. Bukan
ada yang mengatakan bahwa “bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter
bangsa (manusia) itu sendiri.” Karena tujuan pendidikan secra umum adalah untuk
memanusiakan manusia, memberikan ibarat dengan sebuah bawang merah.
Kalau anda memegang bawang merah dan anda mengupasnya bagian luar. Anda
mengupas kulit bawang: anda mendapatkan kulit bawang. Dan anda kupas terus, pada
bagian paling dalam anda akan menemukan bawang yang amat kecil. Ini adalah
“lembaga” (kotiledon) bawang. Lembaga inilah yang akan tumbuh bila ditanam. Kulit
yang berlapis tadi bukan bawang, itu hanya kulit bawang yang tidak akan tumbuh bila
ditanam (Tafsir, 2008: 29).
2. Pengertian karakter
Secara kohern karakter memancar dari hasil oleh pikir, olah rasa dan
karsa, serta olahraga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan
ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Budimansyah, 2010: 23). Dan
secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian
yaitu, olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sehingga menghasilkan enam
karakter utama dalam seorang individu, yaitu jujur, tanggung jawab, cerdas, bersih ,
tegas, sehat, peduli, dan kreatif. Keenam karakter tersebut dikembangkan dalam
setiap pribadi manusia terutama di Indonesia.
Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam
islam adalah kepribadian. Kepribadian itu komponennya ada tiga hal yaitu tahu
(pengetahusn), sikap, dan perilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh ialah
bila pengetahuan sama dengan sikap dan sama denngan perilaku. Kepribadian pecah
ialah bila pengetahuan sama dengan sikap tetaoi tidak sama dengan perilakunya atau
pengetahuan tidak sama dengan sikap, tidak sama dengan perilaku. Dia tahu jujur itu
baik, dia siap menjadi orang jujur, tetapi perilakunya sering tidak jujur, ini adalah
kepribadian pecah.
Ahmad Tafsir mengemukakan jelaslah bahwa akhlak atau karakter itu
sangat penting. Ia menjadi penanda bahwa seseorang itu layak disebut manusia.
Karena pendidikan akhlak adalah bidang pendidikan yang terpenting. Karena akhlak
itu adalah kepribadian, maka paradigm pendidikannya sangat berbeda bila
dibandingkan dengan pendidikan bidang-bidang pengetahuan dan ketrampilan.
Pendekatannya adalah pendekatan untuk pendekatan kepribadian (Tafsir, 2004: 23).
Akhlak atau karakter itu diajarkan melalui metode internalisasi, tekhnik
pendidikannya
ialah
peneladanan,
pembiasaan,
penegakan
peraturan
dan
pemotivasian.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa
dan
negara.
Individu
yang
bisa
membuat
keputusan
dan
siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Pembuatan
karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas
tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah
mengembanggkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan
akhlak mulia. Dalam dunia pendidikan sekarang ini banyak dijumpai mata pelajaran
yang berkenaan dengan dengan karakter dan budi pekerti. Sehingga banyak
menimbulkan masalah bangsa yang yang semakin kompleks yang mengacu pada
masalah akhlak dan moral dikalangan peserta didik pada berbagai level atau
tingkatan (Nurul Zuriah, 2008:118).Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan
dan Bohlin, mengandung tiga unsure pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing
the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the
good) (Majid, 2011:11). Menurut bahasa, karakter berasal dari bahasa Inggris,
character yang brarti sifat, watak, dan karakter (John M, 1979:107).
Di dalam bahasa Arab kata karakter sering disebut dengan istilah akhlak
yang oleh para ulama sering diartikan bermacam-macam. Ibn Miskawih berkata sifat
atau keadaan yang tertanam dalam jiwa yang paling dalam yang selanjutnya
melahirkan berbagai perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran
pertimbangan lagi (Ibn Miskawih, 1934:40).
Bila ditelusuri asal karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”,
“kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris adalah character dan Indonesia
“karakter”, Yunani character dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat
dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, dan
sifat-sifat kewajiban, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
yang lain. Nama dari jumlah seluruh cirri pribadi yang meliputi hal-hal seperti
perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi,
nilai-nilai dan pola pemikiran (Poerwadarminta, 1991:1149).
Menurut Ahmad Tafsir istilah karakter dan kepribadian atau watak sering
digunakan secara bertukar-tukar, watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian
adalah watak yang tak dinilai. Karakter ini adalah sifat batin manusia yang
mempengarui segenap pikiran dan perbuatannya. Banyak yang memandang atau
mengartikan identik dengan kepribadian dan hanya merupakan salah satu aspek
kepribadian sebagaimana juga temperamen. Watak dan karakter berkenan dengan
kecenderungan dengan penilaian tingkah laku individu berdasarkan standar-standar
moral dan etika. Sikap dan tingkah laku seorang individu dinilai oleh masyarakat
sekitarnya sebagai sikap dan tingkah laku yang diinginkan atau ditolak, dipuji atau
dicela, baik ataupun jahat.
Dalam kaitannya dengan definisi karakter sebagai sebuah pola, baik itu
pikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat
dan sulit dihilangkan. Lebih lanjut di jelaskan karakter yang berarti mengukir, dari
arti tersebut mununjukkan tentang apa yang dimaksud dengan karakter. Sifat ukiran
adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Menghilangkan ukiran sama saja
dengan menghilangkan benda yang diukir itu. Sebab, ukiran melekat dan menyatu
dengan bendanya, begitu juga dengan karakter kalau sudah melekat dihati baik
karakter itu baik maupun buruk pada seseorang (Munir, 2010: 3).
Dengan mengetahui adanya karakter (watak, sifat dan tabi’at maupun
perangai) seseorang dapat memperkirakan reaksi-reaksi dirinya terhadap berbagai
fenomena yang muncul dalam diri ataupun hubungannya dengan orang lain, dalam
berbagai keadaan serta bagaimana mengendalikannya. Karakter dapat ditemukan
dalam sikap-sikap seseorang, terhadap dirinya, terhadap orang lain, terhadap tugastugas yang dipercayakan padanya dan dalam situasi-situasi yang lainnya (Majid,
2011: 12). Dilihat dari sudut pengertian ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam pada pola pikiran, dan
dengan kata lain keduanya dapat disebut dengan kebiasaan (Dian, 2010: 13).
Menurut Ahmad Tafsir karakter tidak lepas juga dari pendidikan budi
pekerti, budi pekerti adalah perilaku yang tercermin dalam kata, perbuatan, pikiran,
sikap, perasaan, keinginan dan hasil karya (Tafsir, 2004: 16). Dalam hal ini budi
pekerti diartikan sebagai sikap atau perilaku sehari-hari individu, baik keluarga,
maupun masyarakat bangsa yang mengandung nilai-nilai yang berlaku dan dianut
dalam bentuk jati diri, nilai persatuan dan kesatuan dan kesinambungan masa depan
dalam suatu sistem nilai moral, dan yang menjadi pedoman perilaku manusia
Indonesia untuk bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan besumber pada
falsafah Pancasila dan diilhami oleh ajaran agama serta budaya Indonesia (Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional, 1995).
Budi pekerti memiliki hubungan dengan etika akhlak dan moral. Moral
adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban dan sebagainya.
Etika secara singkat adalah batasan baik buruk.
Sedangkan budi pekerti adalah hasil tingkah laku. Pendidikan budi pekerti pun
dimaksudkan sebagai bimbingan atau latihan untuk membentuk tingkah laku yang
baik yang merupakan ungkapan atau ekspresi nilai-nilai mulia. Pendidikan budi
pekerti itu ialah pendidikan yang membentuk perilaku berdasarkan nilai-nilai umum
(Andewi, 2001: 60).
Dalam hal ini etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik mana
yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui akal pikiran. Walau ada yang berpendapat bahwa etika sama dengan
akhlak karena memang keduanya membahas mana yang baik dan buruk tentang
tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan
ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran
tingkah laku yang aik dan buruksejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran
manusia. Untuk lebih jelasnya tentang perbedaan etika dan akhlak (Ya’kub, 1983:
14).
1. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumbe moral, ukuran baik buruknya
perbuatan, didasarkan pada ajaran Allah Swt. Al-qur’an dan As-sunnah.
2. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh seluruh
manusia di segala waktu dan tempat.
3. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang
luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar petunjuk Allah
Swt, menuju keridhoannya.
3. Pengertian Pendidikan Karakter
Sejak tahun 1990-an, terminology pendidikan karakter mulai ramai
dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karyanya yang
semakin memukau, The Return of Character Education sebuah buku yang
menyadarkan dunia barat secara khusus dimana tempat Lickona hidup, dan seluruh
dunia pendidikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah
keharusan. Inilah awal dari kebangkitan pendidikan
Karakter sebagaimana
didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsure pokok, yaitu
mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan
melakukan kebaikan (doing the good) (Majid, 2011:11). Menurut bahasa, karakter
berasal dari bahasa Inggris, character yang brarti sifat, watak, dan karakter (John M,
1979:107).
Pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakuan pendidik kepada
peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan
membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik dan berakhlak mulia yang
menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk
serta mewujudkan kebaikan itu dalam sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan,
pengajaran.
Pendidikan memiliki beberapa cirri dasar pendidikan karakter, yang
dikemukankan oleh Forester sebagai berikut ini :
1. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai. Nilai
menjadi pedoman normative setiap tindakan.
2. Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh pada prinsip, dan
tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi
merupakan dasar yang dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang.
3. Otonomi, disana sesorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi
nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi
tanpa terpengaruh dari desakan lain.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan dan kesetiaan merupakan daya tahan
seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaaan
merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Menurut forester , kematangan keempat karakter ini memungkinkan manusia
melewati tahap individualitas menuju personalitas Orang-orang modern sering
mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku
rohani, antara indenpendensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan
forma seorang pribadi dalam segala tindakannya (Abdul Majid, 2004: 36).
Pendidiakan karakter termasuk salah satu isu penting yang mendapat
perhatian yang cukup besar dari kalangan muslim. Di masa sekarang pendidikan
karaker mendesak untuk diterapkan, karena gejala kemerosotan moral yang semakin
hari semakin turun dan memburuk dan nilai-nilai pendidikan karakter sesorang yang
baik sudah mulai luntur. Akhlak, moral seseorang sudah mulai terkikis Karena banyak
pengaruh arus pendidikan global yang masuk.
Tak terasa krisis moral sudah merambah kemana-mana, dan bahkan yang
lebih tragis lagi anak kita yang masih duduk di bangku sekolahpun sudah dapat saling
menyakitai di jalanan. Lebih jauh lagi kini antar anak bangsa saja sudah saling curiga
dan mencurigai, misalnya dengan yang berbeda etnis, agama, dan kelas sosial.
Bahakan ada indikasi yang lebih buruk lagi walupun baru indikasi yakni munculnya
suatu kondisi yang oleh founding father-nya India Mahatma Ghandi, disebut dengan
sebutan 7 dosa yang mematikan (Soedarsono, 2010: 24) yaitu:
1. Semakin merebaknya nilai-nilai dan perilaku memperoleh kekayaan tanpa
bekerja.
2.
Kesenangan tanpa hati nurani.
3. Pengetahuan tanpa karakter.
4. Bisnis tanpa moralitas.
5.
Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan..
Faktor yang menyebabkan rendahnya pendidikan karakter adalah yang
pertama sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter, yag
kedua kondisi lingkungan yang kurang mendukung dalam pembangunan karaktr
yang baik. Apabila pendidikan karakter tidak kita gagas dari sekarang, maka yang
akan terjadi adalah generasi muda yang tidak memiliki nilai-nilai kesopanan, nilai
keadilan, nilai kasih sayang, bahkan akhlak dan moral akan luntur.
Untuk itu mulai dari sekarang kita sebgai guru pendidikan agama Islam
alangkah baiknya memberikan pendidikan karakter kepada peseta didik. Agar
mereka memiliki rasa budi yang luhur dan selalu tertanam pada diri peserta didik.
Dengan dibekali pendidikan karakter mereka akan menjadi peseta didik yang
diharapkan dalam agama, bangsa dan negara,dan pondasi mereka kuat karena sudah
dibekali sedikit demi sedikit pendidikan karakter.Tanpa adanya pondasi yang kuat
maka, pada diri sesorang mudah sekali untuk masuk kedalam dunia yang tak
berpendidikan dan memiliki banyak mudharatnya. Pendidikan karakter selalu
menjadi dasar pertimbangan, tujuan utama dan jiwa dari setiap gagasan dan
pemikiran yang dikemukakan. Karena setiap gagasan, pemikiran yang dikemukakan
harus memiliki dasar yang bagus. Berbagai kajian yang mereka lakukan, baik dalam
bidang agama, sosial, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, dakwah, dan
sebagainya pada akhirnya selalu ditujukan pada pembinaan karakter. Salah satu
tokoh intelektual muslim Fazlur rahman memberikan perhatian yang besar terhadap
pendidikan karakter, sebagaimana dapat dijumpai dalam berbagai karya tulis yang
dilakukan. Perhatiannya terhadap pendidikan karakter yang demikian itu perlu
diapresiasi dan dikaji untuk kemudian digunakan sebagai bahan rujukan dalam
mengatasi krisis moral yang meneladani kehidupan manusia pada umumnya, dan
sebagian bangsa Indonesia pada khususnya.
Tujuan utama pendidikan yang selama ini terabaikan atau mungkin gagal
tercapai adalah pembentukan karakter (character building). Pengabaian atau
kegagalan ini dapat dilihat dari berbagai hal. Anak-anak tidak sopan kepada orang
tua dan orang yang lebih tua, kurang peduli terhadap sesama, kata-kata yang kotor
yang jauh dari etika, perselisihan dan tawuran yang dengan sangat cepat dan mudah
terjadi, pergaulan bebas, merokok narkoba, adalah pemandangan umum yang
hampir pasti kita temukan di mana saja kita menemukan remaja.
Dalam pandangan Islam, pembentukan karakter (character building) ini
sudah sangat jelas ditegaskan oleh Rasulullah Saw sebagai misi kerasulannya.
Bahkan dalam kajian lebih dalam yang dialakukan para ulama klasik dan
kontemporer disimpulkan bahwa akhlak mulia sebagai hasil dari character building
adalah jantung ajaran Islam. Maka tak diragukan lagi pembentukan akhlak mulia
merupakan tujuan tertinggi bagi setiap lembaga pendidikan Islam.
Dalam Islam. Tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam.
Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai moral
terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap
halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar
dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan
keteladanan. Akhlak merujuk pada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan
ajaran Islam secara umum.
Dalam Islam akhlak menempati kedudukan penting dan dianggap
memiliki fungsi yang vital dalam memadu kehidupan masyarakat. Pendidikan
akhlak di dalam Islam di peruntukkan bagi manusia yang merindukan
kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagian semu. Akhlak Islam
adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksitensi manusia sebagai makhluk
terhormat sesuai dengan fitrahnya. Prinsip akhlak Islami termanifestasi dalam
aspek kehidupan yang diwarnai dengan keseimbangan, realis, efektif, efisien, azas
manusia disiplin, dan terencana serta memiliki dasar analisis yang cermat.
Kualitas akhlak sesorang dapat dilihat dari tiga indicator (Mubarok, 2001: 20) :
1. Konsistensi antara yang dikatakan dengan dilakukan, dengan kata lain ada
kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
2. Konsistensi orientasi yakni adanya kesesuaian antara pandangan dalam satu
hal dengan pandangan dalam bidang lain.
3. Konsistensi pola hidup sederhana dalam taswuf, sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk
kebaikan, dan selalu bersikap kebajikan pada hakikatnya adalah cerminan dari
akhlak yang mulia.
Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan
tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang
ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi
Muhammad Saw. Ketiga inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam
Islam. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter
dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di
dunia barat.
Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsipprinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas,
perbedan tentang pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi
moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai
motivasi perilaku bermoral. Inti dari perbedaan –perbedaan ini adalah keberadaan
wahyu ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam.
Akibatnya, pendidikan karakter dalam Islam lebih sering dilakukan secara logis
(Tafsir, 2008:22).
Dalam pendidikan karakter kebaikan itu sering kali dirangkum dalam
sederet sifat-sifat yang baik. Dengan demikian Ahmad Tafsir berpendapat bahwa
pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia
menuju standar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan untuk menghargai
persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan di sekolah. Focus pendidikan
karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi praktiknya meliputi penguatan
kecakapan-kecakapan yang penting yang mencakup perkembangan social siswa.
Dalam prespektif Islam/pandangan Islam pendidikan karakter merupakan usaha
sadar yang dilakukan pendidk kepada peserta didik untuk membentuk suatu
kpribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika dan rasa
berbudaya yang baik serta memiliki akhlak mulia yang akan mnumbuhkan
kemampuan peserta didik. Dan akan memberikan keputusan baik dan buruk serta
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari. Dan menjauhkan dirinya
dari keburukan yang berdampak pada nilai-nilai moralitasnya peserta didik.
Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pada
pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana
yang salah. Lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang baik sehingga siswa didik menjadi paham, mampu
merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dalam istilah lain pendidikan karakter
datang sebagai bentuk kritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral
selama ini. Itulah karenanya terminologi yang ramai dibicarakan sekarang ini
adalah pendidikan karakter (character education) bukan pendidikan moral (moral
education), walaupun secara subtansial keduanya tidak memiliki perbedaan yang
prinsipil. Pengertian karakter secara sederhana dapat diartikan membentuk tabi’at,
perangai, watak dan kepribadian seseorang dengan cara menanamkan nilai-nilai
luhur, sehingga nilai-nilai tersebut mendarah daging, menyatu dalam hati, pikiran,
ucapan, perbuatan, dan menampakkan pengaruhnya dalam realitas kehidupan
secaara mudah, atas kemauan sendiri, orisinal dank arena ikhlas semata karena
Allah Swt. Penanaman dan pembentukan kepribadian tersebut bukan dilakukan
bukan hanya dengan cara memberikan pengertian dan mengubah pola pikir dan
pola pandang seseorang tentang sesuatu yang baik dan benar, melainkan nilainilai kebaikan tersebut dibiasakan, dilatihkan, dicontohkan, dilakukan secara terus
menerus dan dipraktikkan dalam keidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai
pada diri siswa atau peserta didik , melainkan merupakan usaha bersama untuk
menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat
menghayati kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral yang
dewasa. Dengan demikian pendidikan karakter bukan hanya sekedar memberikan
pengertian atau definisi-definisi tentang yang baik dan buruk, melaikan sebagai
upaya mengubah sifat, watak dan kepribadian dan keadaan batin manusia sesuai
dengan nilai-nilai dan keadaan yang luhur dan terpuji. Melalui pendidikan
karakter ini diharapkan dapat dilahirkan manusia yang memiliki kebebasan
menentukan pilihannya, tanpa paksaan dan penuh tanggung jawab.
Yaitu manusia-manusia yang merdeka, dinamis, kreatif, inovatif dan
bertanggun jawab, baik terhadap Tuhan, manusia, masyarakat, maupun dirinya
sendiri. Pengertian pendidikan karakter yang demikian itu jika dihubungkan
dengan Al-Qur’an dan As-sunnah tampak memiliki berbagai kesamaan. Di dalam
Al-qur’an kata-kata karakter dalam arti sifat, tabi’at, dan sikap batin sebagaimana
tersebut di atas dengan pengertian akhlaq yang jamaknya khuluq. Yang mana di
dalam Al-Qur’an di jelaskan yang mana “dan sesungguhnya kamu (Muhammad)
benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Dengan demikian pendidikan karakter bukan sekedar berdimensi
intregatif, dalam arti mengukuhkan moral intelektual anak didik sehingga menjadi
pribadi yang kokoh dan tahan uji, melainkan juga bersifat kuratif secara personal
maupun social. Pendidikan karakter bisa menjadi salah satu sarana penyembuh
penyakit social. Pendidikan karakter menjadi sebuah jalan keluar bagi proses
perbaikan dalam masyarakat kita. Situasi sosial yang ada menjadi alasan utama
agar pendidikan karakter segera dilaksanakan dalam lembaga pendidikan kita
(Doni Koesoema, 2007: 190).
Pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan di lemaga-lembaga
pendidikan merupakan sebuah daya tawar bagi seluruh komunitas. Para siswa
akan mendapatkan keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan diri
mereka, membuat hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif. Tugas guru
akan menjadi ringan dan lebih memberikan kepuasan ketika siswa memiliki
disiplin yang lebih besar di dalam kelas. Orang tua bergembira ketika anak-anak
mereka belajar untuk menjadi lebih sopan, memiliki rasa hormat dan produktif.
Para pengelola sekolah akan menyaksikan berbagai macam perbaikan dalam hal
disiplin, kehadiran, pengenalan nilai-nilai moral, bagi para siswa, maupun guru,
demikian pula berkurangnya tindakan-tindakan di sekolah.
Agar pendidikan karakter tersebut dapat tercapai sebagaimana yang
dikehendaki, maka diperlukan pula dukungan dari pendidikan moral, nilai agama,
dan kearganegaraan. Pendidikan moral berfungsi sebagai dasar bagi sebuah
pendidikan karakter, berupa keputusan moral individual. Kemudian pendidikan
nilai berkaitan dengan nilai-nilai budi pekerti, tata krama, sopan santun dalam
masyarakat dan akhlak, befungsi membantu peserta didik mengenal, menyadari
pentingnya dan menghayati nilai-nilai yang pantas dan semestinya dijadikan
panduan bagi sikap dan perilaku manusia, baik secara perorangan maupun
bersama-sama dalam suatu masyarakat. Sementara itu, pendidikan agama
berfungsi sebagai fondasi yang lebih kokoh, kemantapan paling luhur, kekayaan
paling tinggi dan sumber kedamaian manusia paling dalam, mempersatukan
dirinya dengan realitas terakhir yang lebih tinggi, yaitu Allah Sang Pencipta yang
menjadi fondasi kehidupan mereka.
Pendidikan karakter pada lembaga pendidikan selain dilakukan dengan
menerapkan institutional value atau living values, seperti kejujuran, keadilan,
kemandirian, kerja keras, melayani, memberi dan inovasi juga harus didukung
oleh penerapan seluruh lokus pendidikan. Yakni menjadikan sekolah sebagai
wahana aktualisasi nilai, setiap penjumpaan adalah momen pendidikan nilai,
manajemen kelas yang berbasis nilai, penegakan disiplin sekolah, pendampingan
perwalian, pendidikan agama bagi pembentuk karakter, pendidikan jasmani dan
estetika, pengembangan kurikulum, dan pendidikan melalui pengalaman (Doeni,
2007: 222).
Dalam pembentukan karakter pada seseorang dapat dilihat dari pendidikan
agama sesorang tersebut. Apabila sesorang memiliki pendidikan agama yang baik
kemungkinan besar ia juga memiliki karakter yang baik, karena dalam diri mereka
sudah terbekali pendidikan agama yang cukup baik. Jadi dalam pembentukan
karakter seseorang pendidikan agama juga ikut berperan penting. Saat ini
perdebatan yang mungkin belum atau dan tidak akan pernah berhenti dikalangan
kita seputar pendidikan agama dalam pembentukan pendidikan karakter. Karena
pendidikan agama merupakan dukungan dasar yang tak tergantikan bagi keutuhan
pendidikan karakter, karena dalam agama terkandung nilai-nilai luhur yang
mutlak kebaikan dan kebenarannya (Dian, 2004: 64).
Mantan presiden RI pertama Soekarno berulang-ulang menegaskan
bahwa “Agama adalah unsur mutlak dalam Nasional and Character Building”
(Sumahamijaya dkk, 2003: 45). Hal ini diperkuat dengan pendapat Sumahamijaya
itu sendiri yang mengatakan bahwa karakter harus mempunyai landasan yang
kokoh dan jelas. Tanpa landasan yang jelas, karakter kemandirian tidak punya
arah, mengambang, keropos sehingga tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu,
landasan dari pendidikan karakter itu tidak lepas dari pendidikan agama. Dan
yang paling penting pendidikan karakter tidak lepas dari pendidikan agama lebih
tepatnya di agama Islam.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Relevansi Pendidikan Karakter di Indonesia tela’ah Ahmad Tafsir
1. Pendidikan Karakter dalam sudut pandang Islam
Dalam pendidikan Islam istilah al-khuluq (karakter) adalah bentuk jamak
dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang mencakup althab‟u (tabiat) dan al-sajiyah (bakat). Dalam terminologi psikologi, karakter
(character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas; satu sifat atau kualitas
yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk
mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri atas dorongandorongan,
insting,
refleks-refleks,
kebiasaan-kebiasaan,
kecenderungan-
kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan dan dosa serta
kemauan (Mujib, 2006:45).
Dalam dunia keislaman pendidikan karakter tidak lepas dari pendidikan
islam yang mana di dalam pendidikan Islam di dalamnya terdapat hal-ha yang
sangat penting diantaranya adalah Islam memandang bahwa pendidikan
merupakan usaha untuk membumikan ajaran Islam yang pada intinya adalah
membangun karakter umat manusia secara utuh (kaffah), sehingga mereka
menjadi umat yang ummatan wasathan (umat yang ideal), khaira (umat yang
baik), siya’ (obat penawar), mau’idzah (ajaran yang menyentuh hati).
Islam memiliki peran penyelamatan manusia dari kehancuran dengan cara
memberikan hudan (menyentuhhati), dan rahmat bagi seluruh alam.
Lickona (1992) dalam bukunya Masnur Muslich mengungkapkan
penekanan tiga komponen karakter yang baik (components of good character)
yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan
tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar
anak mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai
kebajikan (Muslich, 2011:133).
Dalam jurnal Internasional, The Journal of Moral Education, nilai-nilai
dalam ajaran Islam pernah diangkat sebagai hot issue yang dikupa secara khusus
volume 36 tahun 2007. Dalam diskursus pendidikan karakter ini memberikan
pesan bahwa spiritualitas dan nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dengan
pendidikan karakter. Moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam
membangun kesejahteraan dalam organisasi sosial maupun. Tanpa adanya
keduanya maka elemen vital yang mengikat kehidupan masyarakat dapat
dipastikan lenyap.
Pandangan Ahmad tafsir dalam Islam, tidak ada disiplin Ilmu yang
terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu
dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperlibatkan. Bagi
kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami
sebagai keputusaan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai
utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan (Tafsir, 2004: 58).
Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan
ajaran Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang
dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada
kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang
mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga inilah yang menjadi pilar
pendidikan karakter dalam islam. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran
agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keuikan dan perbedaan dengan
pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup
penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam
memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran sebagai tujuan
pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku
bermoral.
Pendekatan ini semacam membuat pendidikan karakter dalam Islam lebih
cenderung pada teacing right and wrong. Atas kelemahan ini, pakar-pakar
pendidikan Islam kontemporer seperti Muhammad Iqbal, Sayyed Hoesn Nasr,
Nauqib Al-Attas dan Wan Daud, menawarkan pendekatan yang memungkinkan
pembicaraan yang menghargai bagaimana pendidikan moral dinilai, dipHmi
secara berbeda dan membangkitkan pertanyaan mengenai penerapan model
pendidikan moral barat (Majid, 2011: 59).
Hal penting yang dapat disimpulkan dari paparan diatas adalah kekayaan
pendidikan Islam dengan ajaran moral yang sangat menarik untuk dijadikan
content dari pendidikan karakter. Namun demikian, pada tataran operasional,
pendidikan Islam belum mampu mengolah content ini menjadi materi yang
menarik dengan metode dan teknik yang efektif.
Implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi
Rasulallah Saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan
agung. Al-Qur’an dalam surah al- Ahzab ayat 21 yang menyatakan:
‫ﯿﺮا‬
ْ ُ‫ﷲ أ‬
ً ِ‫ﷲ َﻛﺜ‬
َ ‫ﺳ َﻮةٌ َﺣ‬
ُ ‫ﻟَﻘَ ْﺪ َﻛﺎنَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ َر‬
ِ ‫ﻮل ﱠ‬
َ ‫ﷲ َوا ْﻟﯿَ ْﻮ َم ْاﻵ ِﺧ َﺮ َو َذ َﻛ َﺮ ﱠ‬
َ ‫ﺴﻨَﺔٌ ﻟِ َﻤﻦْ َﻛﺎنَ ﯾَ ْﺮ ُﺟﻮ ﱠ‬
ِ ‫ﺳ‬
Yang artinya: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulallah suri
tauladan yang baik”.
Akhlak tidak diragukan lagi memiliki peran besar dalam keidupan
manusia. Pembinaan akhlak dimulai dari individu. Hakikat akhlak itu memang
individual, meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang tidak individual.
Karenanya pembinaan akhlak dimulai dari sebuah gerakan individual, yang
kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-individu lainnya, lalu setelah
jumlah individu yang tercerahkan secara akhlak menjadi banyak, dengan
sendirinya akan mewarnai kehidupan masyarakat. Melalui dengan pembinaan
akhlak pada setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat
yang tentram dan sejahtera (Dian Andayani, 2011: 61).
Menurut ahmad tafsir dalam Islam, akhlak menempati kedudukan penting
dan dianggap memiliki fungsi yang vital dalam memandu kehidupan masyarakat.
Pendidikan akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan
kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagiaan semu.
Akhlak Islam adalah akhlak ynag benar-benar memelihara eksitensi manusia
sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya (Ahmad, 2007:60).
Kualitas akhlak seseorang setidaknya dapat dilihat dari tiga indicator.
Pertama, konsisten antara yang dikatakan dengan yang dilakukan, dengan kata
lain
adanya
kesesuaian
antar
perkataan
dengan
perbuatan.
Kedua,
konsisternorientasi, yakni adanya kesesuaian antara pandangan dalam satu hal
dengan pandangannya dalam bidang lainnya. Ketiga, konsisten dengan pola hidup
sederhana. Dalam tasawuf, sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap
kebajikan pada hakikatnya adalah cerminan dari akhlak yang mulia.
Ajaran
akhlak
senantiasa
bersifat
praktis,
dalam
arti
langsung
dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat. Ajaran akhlak yang bersifat antipatif
terhadap kebutuhan sejumlah prinsip yang lentur yang dapat mengarahkan warga
masyarakat pada perubahan, misalnya adalah prinsip membawa manfaat. Prinsip
inilah salah satu yang menjaga agar reaksi-reaksi sesaat yang umumnya negatife
terhadap gagasan dan gaya baru, justru tidak mematikannya (Majid, 2012: 61).
Dari dapat kita lihat bahwa pendidikan akhlak dalam Islam mempunyai
orientasi yang sama dengan pendidikan karakter yang sedang booming saat ini,
yaitu pembentukan karakter. Perbedaan bahwa pendidikan akhlak terkesan timur
dan Islam, sedangkan pendidikan karakter terkesan barat dan sekuler, bukan
alasan untuk dipertentangkan. Pada kenyataannya keduanya memiliki ruang untuk
saling mengisi. Bahkan Licona sebagai bapak Pendidikan Karakter di Amerika
justru mengisyaratkan keterkaitan erat antara akarakter dan spiritualitas.
Tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat
seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulallah Saw juga
menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk
mengupayakan pembentukan karakter yang baik. Tokoh pendidikan barat yang
mendunia seperti Socrates, klipatrick, Lickona, Brooks dan Goble seakan
menggemakan kembali gaung yang disuarakan Nabi Muhammad saw, bahwa
moral akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak dapat dihindarkan dari dunia
pendidikan (Muslich, 2011:20).
Dengan demikian bila sejauh ini pendidikan karakter telah berhasil
dirumuskan oleh para penggiatnya sampai pada tahap yang sangat operasional
melalui metode, strategi, dan teknik, sedang pendidikan akhlak syarat dengan
informasi criteria ideal dan sumber karakter baik, maka memadukan keduanya
menjadi suatu tawaran yang sangat inspiratif. Hal ini sekaligus menjadi entry
point bahwa pendidikan karakter memiliki ikatan yang kuat dengan nilai
spiritualitas dan agama.
2. Pendidikan Karakter di Indonesia
Pendidikan karakter dalam perspektif Islam sejatinya adalah internalisasi
nilai-nilai akhlak ke dalam pribadi pelajar. Internalisasi ini merupakan proses
pembangunan jiwa yang berasaskan konsep keimanan. Gagalnya sebuah
pendidikan karakter yang terjadi selama ini, dapat disebabkan karena tidak adanya
karakter yang mengajarkan nilai keimanan dan konsep akhlak. Sehingga, proses
pembangunan karakter tersendat bahkan hilang sama sekali. Untuk membentuk
penuntut ilmu berkarakter dan berakhlak, maka pendidikan Islam harus
mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan individu yang memahami
tentang kedudukannya, baik kedudukan di hadapan Tuhan, di hadapan masyarakat
dan di dalam dirinya sendiri (Ahmad Tafsir, 2005:32).
Pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah
pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia dalam rangka pembinaan kepribadian generasi muda (Narwanti,
2011:16).
Nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari agama, Pancasila,
budaya dan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu (Narwanti, 2011:28):
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, tanggung jawab yang seluruhnya harus mengacu pada tiga komponen yaitu
moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (merasakan moral) dan moral
acting (tindakan moral). Ketiga aspek tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan
Islam yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Jasmani
Pendidikan Islam memberikan perhatian terhadap tubuh manusia, bertujuan
menyajikan fakta-fakta relevan kepada siswa
mengenai tubuhnya. Bertujuan membantu siswa mencapai kemampuan yang
menjadikannya lebih kuat dan membantunya menanamkam sikap positif
terhadap tubuhnya (Abdullah, 1991:157).
b. Tujuan Pendidikan Rohani
Para ahli pendidikan menyamakan tujuan religious dengan tujuan
pendidikan rohani ini (Abdullah, 1991:158). Dimensi spiritual yang
dimaksudkan adalah sisi jiwa yang memilki sifat-sifat ilahiyah (ketuhanan) dan
memiliki daya untuk menarik dan mendorong dimensi-dimensi lainnya untuk
mewujudkan sifat-sifat tuhan dalam dirinya. Pemikiran sifat-sifat tuhan
bermakna memiliki potensi-potensi luhur batin. Potensi-potensi ini melekat
pada dimensi-dimensi psikis manusia dan memerlukan aktualisasi. Dimensi
manusia yang bersumber secara langsung dari tuhan ini adalah dimensi al-Ruh
(Baharudin, 2007:136).
c. Tujuan Pendidikan Akal
Secara bahasa aql mempunyai aneka makna. Diantaranya bermakna alHijr atau al-nuha yang berarti kecerdasan. Sedangkan kata kerja (fi’il) aqala
bermakna habasa yang berarti mengikat atau menawan. Karena itulah orang
yang menggunakan akalnya disebut aqil yaitu orang yang dapat mengikat dan
menawan hawa nafsunya (Baharudin, 2007:115).
Dari ketiga tujuan dimensi pendidikan tersebut, fisik, ruh dan akal ini
menegaskan bahwa kebutuhan dasar yang berakar pada fitrah manusia mesti
mendapatkan perhatian penuh. Oleh karena itu dalam teori pendidikan benar
bahwasannya tidak boleh mengabaikan salah satu dari ketiga aspek yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik yang memang menghasilkan pendidikan ketiga dimensi
di atas.
Sudah memasuki tahun kedua setelah dicanangkannya pendidikan karakter
oleh kemendiknas, namun kentan di lapangan (di sekolah-sekolah) masih seperti
sebelumnya dan belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan kualitasnya. Nilainilai budi pekerti belum sepenuhnya terakomodinir oleh materi pendidikan agama
dan materi pendidikan kewarganegaraan. Di samping itu materi agama termasuk
budi pekerti yang disampaikan oleh guru agama masih bersifat normative dan
“melangit”. Dalam pengertiannya rumusan tujuannya bersifat teosentris dan
abstrak. Hal ini bukanya tidak sah, tetapi cenderung mengabaikan realita nyata,
dimana peserta didik hidup dan berinteraksi. Sehingga pendidikan agama
dianggap belum bisa memperkuat moralitas anak (Muin, 2011:89).
Model pengintegrasikan pendidikan karakter pada semua mata pelajaran,
termasuk pengintegrasian pada ekstrakulikuler, juga belum dapat dilaksnakan
secara optimal, baik oleh pemerintah maupun pelaku pendidikan (kepala sekolah
dan guru). Menurut Ahmad tafsir terdapat empat kelemahan yang menyebabkan
pendidikan karakter belum optimal. Pertama, guru belum memahami sepenuhnya
bagaiamana mengintegrasikan nilai karakter pada masing-masing materi
pelajaran. Sehingga ketika menyantumkan nilai karakter saat penyusunan silabus
dan RPP terkesan asal yang penting ada bunyi nilai karakter “formalitas”. Kedua,
karena silabus dan RPP hanya sebagai formalitas, maka dalam proses
pembelajaran berjalan secara konvensional sesuai gaya guru masing-masing dan
tidak mencerminkan pelaksanaan dari silabus dan RPP, sehingga pesan
penanaman nilai karakter juga tidak terealisasikan. Ketiga, masih kuatnya
orientasi pendidikan pada dimensi pengetahuan dan kurang memperhatikan aspek
pengembangan sikap. Hal ini menyebabkan peserta didik mengetahui banyak hal,
namun kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif
terhadap apa yang diketahuinya. Keempat, masih kuatnya asumsi bahwa jika
aspek perkembangan kognitif, jika pengalaman pembelajaran kognitif (Tafsir,
2005: 89).
Sampai saat ini, mungkin pola pendekatan pembiasaan dan keteladanan
masih sangat efektif untuk menanamkan nilai karakter atau budi pekerti peserta
didik. Terealisasinya pendidikan karakter ini harus ditopang oleh tiga pilar utama
lembaga pendidikan, yaitu rumah tangga, sekolah dan masyarakat tidak lupa
Negara. Dari pilar tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter.
Dengan adanya pendidikan karakter di Indonesia dalam Islam akan menjadikan
peserta didik yang memiliki jiwa toleransi, menghormati, inovasi dan kreatif dan
memiliki moral yang baik serta menjalankan sesuatu dilandasi dengan aturan
agama tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku.
Apalagi saat ini akhlah moralitas pada peserta didik sudah mulai menurun
karena timbulnya pengaruh-pengaruh negative dari luar. Sehingga dengan mudah
mereka mudah terpengaruhi. Akhlak moral seseorang sangat mudah dipengaruhi,
yang mana datang dari lingkungan, teman dan sebagainya. Banyak sekolahsekolah yang mana peserta didiknya telah luntur akhlak moralnya. Di beberapa
sekolah yang ada di Indonesia banyak terjadi penyimpangan akhlak. Oleh sebab
itu pendidikan karakter sangatlah setuju apabila diterapkan di Indonesia saat ini
dengan melihat nilai moralitas anak mulai menurun. Yang paling penting
pendidikan karakter berbasis Islam yang harus diterapkan disekolah sekolah,
keluarga yang ada di Indonesia.
Maka dari itu disetiap sekolah-sekolah memberikan pelajaran siswa yang
berupa pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Dari hal tersebut siswa akan
dilatih dan dibiasakan untuk berbuat akhlaqul karimah. Pembiasaan berarti pola
kegiatan yang dilakukan secara continue. Dengan pola pembiasaan dapat muncul
nilai-nilai karakter seperti disiplin, tanggungjawab, jujur, peduli, dan tentunya
religious. Pola pembiasaan dan keteladanan ini dapat kita lihat dari pola
pembelajaran di pondok pesantren, sekolah-sekolah yang menerapkan sistem
asramah dan lain-lain.
Menurt Ahmad Tafsir Pendidikan krakter sangat penting diterpakan demi
mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan
dilaksanakannya pendidikan karakter pada disetiap sekolah-sekolah di Indonesia.
Diharapakan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di
masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada
ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pendidikan karakter dalam prespektif
Islam tela’ah Ahmad Tafsir, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Pendidikan Karakter Menurut Ahmad Tafsir
Menurut Ahmad Tafsir pendidikan mengawali dengan mengutip definisi
dari Ahmad D Marimba yang menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh di pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Ahmad tafsir bahwa di Indonesia agaknya definisi ini telah begitu
mapan. Pendidikan itu terbatas pada kegiatan pengembangan pribadi anak didik.
Ahmad Tafsir berpendapat jadi keberhasilan seseorang dan suatu bangsa
dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya
sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan dengan kualitas sumber daya
manusianya. Bukan ada yang mengatakan
bahwa “bangsa yang besar dapat
dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri.”
Menurut Ahmad Tafsir istilah karakter dan watak sering digunakan secara
tukar-menukar. Karakter ini adalah sifat batin manusia yang mempengarui
segenap pikiran dan perbuatannya. Banyak yang memandang atau mengartikan
identik dengan kepribadian dan hanya merupakan salah satu aspek kepribadian
sebagaimana
juga
temperamen.
Watak
dan
karakter
berkenan
dengan
kecenderungan dengan penilaian tingkah laku individu berdasarkan standarstandar moral dan etika. Menurut Ahmad Tafsir karakter tidak lepas juga dari
pendidikan budi pekerti, budi pekerti adalah perilaku yang tercermin dalam kata,
perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, keinginan dan hasil karya Pendidikan karakter
adalah usaha sadar yang dilakuan pendidik kepada peserta didik untuk
membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral,
etika, dan rasa berbudaya yang baik dan berakhlak mulia yang menumbuhkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta
mewujudkan kebaikan itu dalam sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan,
pengajaran.
Dalam pendidikan Islam istilah al-khuluq (karakter) adalah bentuk jamak
dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang mencakup althab‟u (tabiat) dan al-sajiyah (bakat). Dalam terminologi psikologi, karakter
(character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas; satu sifat atau kualitas
yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk
mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri atas dorongandorongan,
insting,
refleks-refleks,
kebiasaan-kebiasaan,
kecenderungan-
kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan dan dosa serta
kemauan. Pandangan Ahmad tafsir dalam Islam, tidak ada disiplin Ilmu yang
terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu
dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperlibatkan. Bagi
kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami
sebagai keputusaan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai
utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan.
2. Relevansi Pendidikan karakter di Indonesia
Pendidikan karakter dalam perspektif Islam sejatinya adalah internalisasi
nilai-nilai akhlak ke dalam pribadi pelajar. Internalisasi ini merupakan proses
pembangunan jiwa yang berasaskan konsep keimanan. Gagalnya sebuah
pendidikan karakter yang terjadi selama ini, dapat disebabkan karena tidak adanya
karakter yang mengajarkan nilai keimanan dan konsep akhlak. Menurut Ahmad
Tafsir Pendidikan krakter sangat penting diterpakan demi mengembalikan
karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya
pendidikan karakter pada disetiap sekolah-sekolah di Indonesia. Diharapakan
dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah
pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat
kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler atau kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan
keseharian dirumah dan masyarakat.
B. Saran-saran
Dari pembahasan Pendidikan Karakter dalam Prespektif Islam tela’ah Ahmad
Tafsir maka perlu diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi dunia pendidikan
Untuk meningkatkan pembelajaran dalam pendidikan, maka dunia pendidikan
harus semakin dikembangkan. Lebih tepatnya dalam pendidikan islam, dalam
pendidikan islam tidak lepas dengan pendidikan karakter. Dengan pendidikan
karakter yang kuat akan menghasilkan benih-benih peserta didik yang
berkompeten dan bermoral yang baik.
2. Bagi Dunia penelitian
Dalam proses penelitian kajian pustaka memerlukan bahan bacaan yang lebih
banyak. Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian ini, perlu lebih awal
melakukan
keiatan
membaca
untuk
mendukung
pengetahuan
dan
mempermudah penelitian.
3. Bagi Pemerintah
Diharapkan pemerintah Indonesia mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan
yang
mengarah
pada
pembentukan
karakter.
Yang
berakhir
pemusnahannya tindak criminal yang merajalela di Negeri tercinta ini.
pada
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman, Shaleh. 2005. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,
Jakarta:Rineka Cipta.
Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Anton, Bakker. 1984. Metode- Metode Filsafat, Jakarta:Ghaila Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:PT. Rineka
Cipta.
Baharuddin. 2007. Paradigma Psikologi Islami Studi Tentang Psikologi Dari Al-Qur’an,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Dewantara, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama Pendidikan, Yogyakarta:Majelis Luhur Taman
Siswa.
Djamarah. 2004. Pola Komunkasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta:PT. Rineka
Cipta.
Echols, Jhon M. 1979. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:Gramedia.
Kosoema, Doeni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Pendidikan Anak Di Zaman Global.
Jakarta:PT Grasindo.
Lickona, Thomas. 1991. Educating For Character. Newyork:Delta Kppn.
Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:Al-Ma’arif.
Masnur, Muslich. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
Jakarta:Bumi Aksara.
Miskawih, thaqiq,Ibn. 1934. Tahdzib al-Akhlaq, Mesir:Dar Al-Syuruq.
Majid, Abdul, Andayani, D. 2010. Pendidikan Karakter Dalam Islam, Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
Megawangi, Ratna. 2007. Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta:Lemaga Penerbit FE-UI.
Mishad. 2012. Pendidikan Karakter:Prespektif Islam, Malang:MPA.
Mubarok, Ahmad. 2001. Psikologi Dakwah, Jakarta:Pustaka Firdaus.
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Dalam Mata Pelajaran,
Yogyakarta:Familia.
Nata, Abuddin. 2011. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta:Raja Grafindo.
Poerbakawatja, Soegarda. 1982. Ensiklopedi Pendidikan,Jakarta:Gunung Agung.
Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka.
Rahman, Fazlur. 1987. Terjemahan Senoaji Saleh, Jakarta:Bumi Aksara.
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-Teori Pendidikan, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Sukamdinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya.
Sukardjo dan Komarudin, Ukim. 2009. Landasan Pendidikan Konsep Dan Aplikasinya,
Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan Prespektif Islam, Bandung:Remaja Rosdakarya.
--------, 2004. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
--------, 2004. Filsafat Pendidikan Akal dan Hati , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
--------, 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. 2004. Jakarta:PT Armas Duta Jaya.
Zuhriah, Heni. 2008. Pendidikan Karakter:Studi Perbandingan Antara Konsep Doeni Koesoema
Dan Ibn Miskawih, Surabaya:IAIN Sunan Ampel.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Alin Mujtamiah
Tempat, tanggal lahir
: Kec. Tuntang Kab. Semarang, 10 Mei 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Nama Ayah
: Nasrodin
Nama Ibu
: Siti Maemunah
Alamat
: RT:2 RW:5 Jombor Kalisari 2 Kec. Tuntang Kab.
Semarang
Jenjang Pendidikan
: 1. MI JOMBOR Kec. Tuntang Kab. Semarang 20002006
2. SMP Negeri 2 Tuntang Kec. Tuntang Kab.
Semarang 2006-2009
3. PKBM PERMATA Salatiga 2011-2012
4. IAIN Salatiga 2012-2017
DAFTAR NILAI SKK
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama : Alin Mujtamiah
Jurusan
: PAI
NIM
Dosen P.A.
: Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd.
: 111-12-211
Kegiatan
Orientasi Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan (OPAK) “ Progresif
Kaum Muda, Kunci Perubahan
Indonesia”
Orintasi Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan (OPAK) Jurusan
Tarbiyah STAIN Salatiga “
Mewujudkan Gerakan Mahasiswa
Tarbiyah Sebagai Tonggak
Kebangkitan Pendidikan Indonesia”
Orientasi Dasar Keislaman ( ODK )
STAIN Salatiga
Seminar Entrepreneurship Dan
Perkoperasian 2012, “Explore Your
Entrepreneurship Talent”
Achievement Motivation Training
(AMT) “ Dengan AMT, Bangun
Karakter Raih Prestasi”
Sertifikat UPT Perpustakaan
“Library User Education”
Sertifikat Seminar Nasional
Mahasiswa “Urgensi Media Dalam
Pergulatan Politik”
Sertifikat MAPABA Joko Tingkir
Salatiga “Membentuk Militansi
Kader Menuju Mahasiswa Yang
Ideal”
Sertifikat bedah buku “Berhenti
Kerja Semakin Kaya”
Sertifikat “Haflah Qur’an dan Haul
KH. Nur Cholis Ke-8
Sertifikat PDP Pendidikan Dasar
Perkoperasian “Menumbuhkan Jiwa
Berwirausaha Melalui Koperasi
Mahasiswa”
Tanggal
Sebagai
Nilai
05-07 september
2012
Peserta
3
8-9 September
2012
Peserta
2
10 September
2012
Peserta
2
11 September
2012
Peserta
2
12 September
2012
Peserta
2
13 September
2012
Peserta
2
29 September
2012
Peserta
8
7 Oktober 2012
Peserta
2
5 April 2013
Peserta
2
7 Agustus 2013
Panitia
3
27-29 Desember
2013
Peserta
2
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Sertifikat PLP Pendidikan Lanjutan
Perkoperasian “Membentuk Jiwa
Dengan Jati Diri Koperasi dan
Mental Entrepreneur”
16-18 Mei 2014
Peserta
2
Sertifikat gebyar seni Qur’aniyy
umum ke-VI sejateng “Aktualisasi
Makna dan Syi’ar Al-Quran sebagai
sumber Inspirasi”
5 November
2014
Peserta
4
Sertifikat “Wisata Religi PONPES
TAHFIDZUL QUR’AN DAARUL
QUDDUSIS SALAM”
18 November
2014
Panitia
3
27 November
2014
Panitia
3
28 November
2014
Panitia
3
7 Desember
2014
Peserta
2
13 Februari
2015
Panitia
3
5-7 Juni 2015
Panitia
3
27 Juni 2015
Panitia
3
11 Oktober
2015
Peserta
2
10-11 oktober
2015
Panitia
30 Oktober
2015
Peserta
8
6 November
2015
Peserta
2
Sertifikat “PERBASIS
“Perbandingan Bahasa Arab Bahasa
Inggris/ CEA Comparison English
Arabic” CEC dan ITTAQO
Sertifikat Pendidikan Dasar
Perkoperasian PDP “Membangun
Jiwa Entrepreneur dengan
Berkoperasi”
Certificate of Participation has
involved in Study Club CEC
Sertifikat “Seminar Kesehatan
PONPES Tahfidzul Qur’an daarul
quddusis salam”
Sertifikat PLP “Membentuk Mental
Entrepreneurship Dengan Jati Diri
Koperasi”
Sertifikat “Pesantren Kilat
Ramadhan 1436H PONPES
Tahfidzul Qur’an Daarul Quddusis
Salam”
Sertifikat “Inkubasi Bisnis Tahap
Awal Angkatan Tiga”
Sertifikat Training of Trainer
“Memahami Kepribadian
Kepemimpinan yang Berkualitas
serta Fungsi dan Peran dalam
Koperasi dan Organisasi”
Seminar Nasional Kewirausahaan
“Jiwa Muda, Berani Berwirausaha”
Sertifikat IAIN Salatiga Bersholawat
“Menyemai Nilai-Nilai Islam
Indonesia Untuk Memperkokoh
NKRI dalam Mewujudkan Baldatun
3
25
26
27
28
29
30
Toyyibatun Warrobun Ghofur”
Sertifikat seminar Nasional
“Reiventing Kebudayaan Untuk
Kebangkitan HMI di Era Modern”
Sertifikat Ngaji Akbar Jurnalistik dan
Seminar Nasional literasi Islam
bertajuk “Membangun Budaya
Literasi Islam di Era Informasi
Digital”
Sertifikat seminar Jurnalistik yang
bertajuk “Santri Menulis”
Sertifikat “Haflah Kemerdekaan
Republik Indonesia ke-71 dan
Khotmil Qur’an serta Haul KH. Nur
Cholis Ke-9”
Sertifikat dalam acara Musyawarah
Wilayah Ikatan Mahasiswa PGMI
Se- Indonesia WIJAYATIRTA ke-11
dengan tema “Menciptakan Suasana
Kekeluargaan untuk Menumbuhka
Semangat dalam Berdemokrasi” oleh
HMJ PGMI IAIN Salatiga
SK PENGURUS KOPMA
FATAWA IAIN SALATIGA “posisi
sebagai fatawa coorpreneurship
study center (focust)”
28 Mei 2016
Peserta
8
6, 10, dan 26
Juni 2016
Peserta
8
Panitia
3
Panitia
3
7 Agustus 2016
7 Agustus 2016
8
10-12
November 2016
Peserta
17 Maret 2015
Pengurus
Total
4
105
Mengetahui,Salatiga, Maret 2017
Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun, M.Ag
NIP. 19700510 199803 1 003
Download