PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU “PENDIDIKAN FILSAFAT AKAL DAN HATI” KARYA Prof. Dr. Ahmad Tafsir, MA. SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Alin Mujtamiah 111-12-211 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU “PENDIDIKAN FILSAFAT AKAL DAN HATI” KARYA Prof. Dr. Ahmad Tafsir, MA. SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Alin Mujtamiah 111-12-211 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Alin Mujtamiah NIM : 111-12-211 Fakultas :Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari hasil orang lain. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga , Maret 2017 Yang menyatakan, Alin Mujtamiah NIM. 111 12 211 PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi, dan diperbaik, maka skripsi saudara: Nama : ALIN MUJTAMIAH NIM : 111-12-211 Fakultas/Jurusan : FTIK/PAI Judul :PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU “FILSAFAT PENDIDIKAN AKAL DAN HATI” KARYA Prof. Dr. Ahmad Tafsir, M.A. Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan. Salatiga , Maret 2017 Pembimbing Drs. Abdul Syukur, M.Si. NIP.19670307 199403 1002 KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website : tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: [email protected] SKRIPSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU “PENDIDIKAN FILSAFAT AKAL DAN HATI” KARYA Prof. Dr. Ahmad Tafsir, M.A. DISUSUN OLEH ALIN MUJTAMIAH NIM : 111-12-211 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 31 Maret 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dr. Fatchurrahman, M.Pd. Sekretaris Penguji : Drs. Abdul Syukur, M.Si. Penguji I : Dr. H. Muh Saerozi, M.Ag. Penguji II : Imam Mas Arum, M.Pd. Salatiga , ….. April 2017 Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Suwardi, M.Pd NIP. 196701121 199923 1 003 MOTTO “ Pendidikan adalah seni untuk membuat manusia semakin berkarakter” “Jadikanlah karakter kita layaknya air, siapapun, apapun, dan sampai kapanpun akan terus dibutuhkan” (http//kumpulan kata-kata motivasi.id) PERSEMBAHAN Atas berkah rahmat Allah SWT, karya skiripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Kedua orang tuaku ayahku Nasrodin & ibuku Siti Maemonah yang selalu mendoakan dan memberikan semangat dukungan materil serta moral hingga aku seperti sekarang. 2. Kedua kakakku Hidayatur Rofina & Imatus Sholekhat serta adikku Cita Chotmillati yang selalu memberi dukungan dan memberikan motivasi untuk maju sukses. 3. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan berbagai Ilmu Pengetahuan Agama dan Ilmu Umum lainnya. 4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pengarahan yang baik dan bimbingan dalam skripsi ini. 5. Semua teman-temanku di IAIN Salatiga khususnya PAI angkatan 2012 yang selalu mendukungku, dan banyak melukis kenangan indah dihidupku. KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat hidayah-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pendidikan Karakter dalam Buku Filsafat Pendidikan Akal dan Hati Karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir, M.A.” Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW, beserta sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang selalu setia kepada beliau baginda Rasul. Dengan diutusnya beliau menjadi Rasul utusan Allah untuk membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah sampai pada zaman modern saat ini dan menyempurnakan Agama Islam agar manusia berada dijalan Allah yaitu dijalan yang lurus. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga. Dalam menyusun skripsi ini, penulis mendapatkan pengarahan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala rendah hati penulis ini mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga. 4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi. 5. Bapak Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd. selaku pembimbing akademik. 6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang memberikan banyak ilmu kepada penulis. 7. Bapak dan Ibu karyawan Perpustakaan IAIN Salatiga yang memberikan layanan serta bantuan dalam menyelesaikan skripsi. 8. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual. 9. Sahabat-sahabat seperjuanganku yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Demikian ucapan trimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa semoga bentuan dan bimbingan dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT sebagai amal Ibadah yang baik dan bisa menolong di hari kiamat kelak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi saya dan pembaca pada umumnya. Dengan keterbatasan pengetahan dan kemampuan, skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. ABSTRAK Mujtamiah, Alin. 2017. 11112211.Pendidikan Karakter Dalam Buku Filsafat Pendidikan Akal Dan Hati Karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir, M.A. Fakultas Tarbiyah. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si. Kata Kunci: Pendidikan Karakter Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan karakter dalam buku filsafat pendidikan akal dan hati karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Kemudian untuk mengetahuu relevansi pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari dalam buku filsafat pendidikan akal dan hati karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Jenis penelitian ini penulis mengunakan jenis penelitian (Library Research) dengan menggunakan deskriptif analisis. Diskriptif analisis ini mengenai blibliografi, hasil ide pemikiran orang lain dengan cara mencari, menganalisis. Penelitian ini menggunakan metode studi tokoh yaitu usaha untuk menemukan, mengembangkan, mengumpulkan data-data dan informasi dan pengetahuan. Sebagai pendekatan sejarah (historical approach). Hasil dari penelitian ini adalah pendidikan karakter menurut Ahmad Tafsir sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku. Maksudnya pendidikan karakter ini di fokus pada tujuan-tujuan etika, moralitas yang mulia serta kecakapan dalam perkembangan sosial siswa. Pendidikan karakter sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menumbuhkan jiwa yang berbudi luhur terhadap sesama, memiliki jiwa sosial yang baik, sikap toleransi yang perlu dicontoh. Dan pendidikan karakter yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari pendidikan keluarga serta pendidikan agama Islam di sekolah. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………… iii KEASLIAN PENULISAN………………………………………………... iv PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………… v PENGESAHAN…………………………………………………………… vi MOTTO……………………………………………………………………. vii PERSEMBAHAN………………………………………………………… viii KATA PENGANTAR…………………………………………………….. x ABSTRAK………………………………………………………………… xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah……………………………………………... 6 C. Tujuan Penelitian……………………………………………… 6 D. Manfaat Penelitian…………………………………………….. 6 E. Metode Penelitian………………………………………………7 F. Penegasan Istilah…………………………………………….. 9 G. Sistematika Penulisan Skripsi………………………………… 10 BAB II BIOGRAFI AHMAD TAFSIR DAN KARYA-KARYANYA A. BIOGRAFI AHMAD TAFSIR…………………………………..12 1. Latar Belakang Masalah…………………………………..12 2. Karya-karya Ahmad Tafsir………………………………..13 BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHMAD TAFSIR…36 1. Pengertian Pendidikan……………………………………...36 2. Pengertian Karakter…………………………………………41 3. Pengertian pendidikan karakter……………………………..46 BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………….58 A. RELEVANSI PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA MENURUT AHMAD TAFSIR…………………………………………….…58 1. Pendidikan Karakter dalam Sudut Pandang Islam…………58 2. Pendidikan karakter di Indonesia………………………….63 BAB V PENUTUP……………………………………………………….69 A. Kesimpulan………………………………………………………69 B. Saran-Saran………………………………………………………71 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia, pendidikan terutama Islam dengan berbagai coraknya yang berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebhagaiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati tetapi kebahagiaan hidup didunia juga bisa diraih. Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa lepas dari pendidikan, yaitu sebagai pelaku pendidikan itu sendiri (menjadi pendidik atau peserta didik). Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo dan Ukim, 2009:1). Inilah menjadi titik beda antara pemberian akal dari Allah kepada manusia dan pemberian akal kepada binatang atau yang lainnya. Kita harus menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memperbaiki moral, lebih tegasnya yakni “memanusiakan manusia”. Manusia sebagai individu merupakan objek bagi campur tangan sebuah tindakan pendidikan. Dengan campur tangan itu manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Struktur antropologinya yang terbuka pada lingkungan memungkinkan terjadinya intervensi entah sadar atau tidak yang berasal dari luar dirinya yang menjadikan manusia itu menjadi berpendidikan dan berpengetahuan (Doni Koesoema, 2011:109). Yang paling utama tujuan yang paling mendasar dalam pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Nurani Soyomukti mengatakan, dalam buku teori-teori pendidikan bahwa aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan dalam pendidikan antara lain: penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, perubahan perilaku (Soyomukti, 2010:27). Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta ketrampilannnya kepada generasi muda usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah (Poerbakawatja, 1982:257). Tindakan preventif pemerintah Indonesia demi terlaksananya pendidikan karakter, yaitu dengan menumbuhkan dalam tiap mata pelajaran berupa pendidikan karakter. Tindakan tersebut membutuhkan proses yang panjang, tetapi hal itu tidaklah bisa terlaksana tanpa adanya komitmen bersama dari masyarakat dan pemerintah. Pemerintah menggalakkan program penanaman pendidikan karakter sejak usia dini. Hal yang paling penting adalah menumbuhkan kesadaran tiap-tiap individu untuk menerapkan dan mengaplikasikan pendidikan karakter minimal dalam diri dan keluarga. Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusiannya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri (Ahmad Tafsir, 2004:2). Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Pembuatan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembanggkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Dalam dunia pendidikan sekarang ini banyak dijumpai mata pelajaran yang berkenaan dengan dengan karakter dan budi pekerti. Sehingga banyak menimbulkan masalah bangsa yang yang semakin kompleks yang mengacu pada masalah akhlak dan moral dikalangan peserta didik pada berbagai level atau tingkatan (Nurul Zuriah, 2008:118). Pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik, sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil (Ratna Megawangi, 2004:23). Dalam pendidikan islam semua aspek kebaikan bersumber dari Allah Swt. Yaitu AlQur’an dan As-Sunnah (hadist Nabi). Al-Qur’an merupakan sumber referensi agama islam dalam menentukan berbagai hukum. Dalam surat Al-Baqarah ayat (1-2): (۲) ﯿﻦ َ ِْﺐ ﻓِﯿ ِﮫ ھُﺪًى ﻟِ ْﻠ ُﻤﺘﱠﻘ َ ِ( َذﻟ۱) اﻟﻢ َ ﻚ ْاﻟ ِﻜﺘَﺎبُ ﻻ َرﯾ “ Alif Laam miin. Kitab (Al Qur;an) ini tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. “(Departemen Agama, 1990:8) Islam menyebutkan orang yang berperilaku baik dan positif itu mereka orang-orang yang bertakwa yang tidak meragukan Al-Qur’an. Allah juga menyebutkan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang yang bertakwa yang pada dasarnya adalah mereka yang mempunyai karakter dan bertujuan untuk menjadikan manusia yang seutuhnya (insan kamil). Memahami sejarah sebuah konsep sungguh sangat penting untuk dapat memahami dalam konteks apa konsep lahir, dan untuk apa konsep itu diperjuangkan. Merujuk pada pendapat para tokoh, pemimpin dan pakar pendidikan dunia yang menyepakati pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan, maka sejarah pendidikan karakter sama tuanya dengan itu sendiri. Namun dalam perjalanannya pendidikan karakter sempat tenggelam dan terlupakan dari dunia pendidikan terutama sekolah. Dalam sejarah islam, sekitar tahun 1400 tahun yang lalu, Muhammad SAW. Nabi Muhammad menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character). Tujuan utama pendidikan tetap pada wilayah serupa, yakni pembentukan kepribadian manusia yang baik. Bahwa moral dan akhlak atau karakter merupakan tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Kecerdasan dan karakter itulah tujuan yang benar dari pendidikan. Dalam Islam penggagas pendidikan karakter yang sudah ada sejak zaman dahulu adalah Nabi Muhammad SAW, yang merupakan teladan bagi umat manusia seluruh alam. Di dunia ini tidak ada satu makhlukpun yang lebih berkarakter dari pada Nabi Muhammad. Sebagai umat beliau kita wajib mencontoh keteladanan beliau dalam menanamkan karakter kepada umatnya. Tulisan-tulisan yang membahas tentang adanya pendidikan karakter sudah banyak, yang meliputi beberapa aspek dari pendidikan karakter yang sudah disebutkan di atas. Keterkaitan penulis dalam mengkaji dan memahami ajaran Islam secara mendalam menginspirasi penulis untuk menuangkan ide dan memberikan sedikit sumbangsih ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan yang sedang mengalami kemerosotan, karena tidak adanya tindakan nyata dari Pemerintah. Pendidikan karakterlah yang sangat diperlukan ketika seseorang sudah tidak ada lagi kepedulian akan tindakan nyata. Melihat latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul penelitian skripsi “PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI TAHUN 2004 TELA’AH PROF. DR.AHMAD TAFSIR B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan, sebagai berikut: 1) Bagaimana pendidikan karakter dalam buku filsafat pendidikan akal dan hati karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir ? 2) Relevansi pendidikan karakter di Indonesia dalam buku filsafat pendidikan hati dan akal karya Prof.Dr.Ahmad Tafsir ? C. TUJUAN PENELITIAN 1) Mengetahui pendidikan karakter dalam buku filsafat umum hati dan akal tela’ah Prof. Dr. Ahmad Tafsir. 2) Mengetahui tinjauan islam tentang pendidikan karakter di Indonesia dalam buku filsafat umum akal dan hati tela’ah Prof.dr.Ahmad Tafsir. D. MANFAAT PENELITIAN Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Secara teoritis a. Menambah wawasan biografi penulis buku. b. Menambah dan memperkaya keilmuan media sebagai sarana pendidikan. c. Bagi pembaca di harapkan dapat mengambil nilai-nilai yang tersirat dalam pendidikan karakter dalam prespektif islam. 2. Secara praktis a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui pendidikan karakter secara praktis. b. Mendorong kepada pembaca, terutama tenaga pendidik dan pemerintah untuk lebih mendalami pendidikan karakter dalam prespektif islam. E. METODE PENELITIAN Pengertian metode, berasal dari kata mothodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau subjek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya (Ruslan, 2010:24). 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Deskriptif analisis ini mengenai blibliografi yaitu pencarian fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat interprestasi serta melekukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang di lakukan (Moleong, 2005:29). Prosedur dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan data dekriptif yang berupa data tertulis setelah dilakukan analisis pemikiran (content analyze) dari suatu teks (Robert B & Steven J, dalam Moleong, 1995:31). 2. Metode Study Tokoh Usaha untuk menemukan, mengembangkan, mengumpulkan data-data dan informasi tentang seorang tokoh secara sistematik guna untuk meningkatkan atau menghasilkan informasi dan pengetahuan. Sebagai pendekatan sejarah (historical approach). Study ini sering kali dibicarakan oleh tokoh yang bersangkutan. Dan metode study tokoh inu memerlukan suatu analisis tersendiri. 3. Sumber data a. Data primer Sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku filsafat umum akal dan hati kajian Prof. Dr. Ahmad Tafsir. b. Data sekunder Sebagai sumber data sekunder dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber yang lain dengan cara mencari, menganalisis buku-buku, internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul penelitian skripsi ini. 4. Teknik Analisis Data a. Metode deskriptif analisis Metode ini digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data, menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Metode ini digunakan pula untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek penelitian, yaitu menguraikan dan menjelaskan pemikiran Ahmad Tafsir. b. Metode komparatif Yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan beberapa pendapat para ahli, mengulas, kemudian menarik kesimpulan dari pendapat-pendapat yang dikutip tersebut. Dalam hal ini pendapat para pakar pendidikan karakter yaitu FW Foerester. F. Penegasan istilah Untuk mempermudah pembaca memperoleh pemahaman dan gambaran yang pasti terhadap istilah tersebut, maka penulis akan menjabarkan terlebih dahulu yaitu: 1. Pendidikan karakter Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada manusia yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Sri Narwanti, 2011:14). Jadi banyak aspek yang terkait dengan nilai-nilai pendidikan karakter menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. 2. Prespektif Islam Merupakan suatu pendapat atau sebuah pandangan yang dikemukakan seseorang yang mana suatu pandangan tersebut yang berkaitan berdasarkan Islam tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam. Sebab Islam merupakan agama dari Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya. G. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. 1. Bagian awal terdiri dari: Sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran. 2. Bagian inti atau isi BAB I : PENDAHULUAN Bab ini memaparkan latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II : BIOGRAFI AHMAD TAFSIR DAN KARYA-KARYANYA Bab ini akan memaparkan yang terdiri dari Biografi Ahmad tafsir, dari latar belakng kehidupan beliau, serta menjelaskan isi karyakarya Ahmad Tafsir. BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN Bab ini akan memaparkan tentang pemikiran Ahmad tafsir tentang pendidikan karakter dalam prespektif Islam. BAB IV : PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tinjauan islam tentang pendidikan karakter di Indonesia dalam pandangan Ahmad Tafsir BAB V : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran BAB II BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA AHMAD TAFSIR A. Biografi Ahmad Tafsir 1. Latar Belakang Ahmad Tafsir Ahmad Tafsir, lahir di Bengkulu 19 April 1942. Pendidikannya diawali di sekolah rakyat (sekarang SD) di Bengkulu, melanjutkan sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama) 6 tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta, dan menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun 1969. Tahun 1975-1976 (selama 9 bulan) mengambil kursus Filsafat di IAIN Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil Program S2 di IAIN Jakarta. Tahun 1987 sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta juga. Sejak tahun 1970, Ahmad Tafsir mengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung, sampai sekarang. Tahun 1993, guru besar Ilmu Pendidikan ini memelopori berdirinya Asosiasi Sarjana Pendidikan Islam (ASPI). Sejak januari 1997 diangkat menjadi guru besar di Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung (Ahmad tafsir, 2006:343). Saat ini beliau masih hidup, kini beliau mengajar di salah satu Universitas besar di Bandung yaitu sering kita dengar dengan Universitas Islam Bandung (UNISBA). Beliau saat ini menjadi seorang dosen di fakultas Tarbiyah jurusan PAI. B. Karya-Karya Ahmad Tafsir Ahmad Tafsir sebagai guru besar telah banyak mencurahkan pemikirannya dengan menyusun beberapa karya tulis. Di tengah kesibukannya ia mampu menuangkan gagasan dan pemikirannya yang dapat dilihat dan dikaji, diantaranya karya tulis yang sudah di publikasikan antara lain: 1. Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) Buku ini berisi sepuluh bab dan diantara bab tersebut yang diletakkan sebagai bab pertama adalah tentang hakikat manusia. Sebabnya dijadikan bab pertama adalah menurut Ahmad Tafsir harus dibicarakan lebih dahulu tentang siapa manusia itu sebenarnya. Yang berarti pula harus berbicaratentang hakikat manusia.Pendidikan yang baik harus didesain sesuai dengan pengertian kita tentang hakikat manusia.Apa hakikat manusia? Penjelasan yang terbaik tentang hakikat manusia ialah penjelasan dari pencipta manusia itu.Penjelasan oleh rasio manusia mempunyai kelemahan karena akal itu terbatas kemampuannya. Bukti terbaik tentang keterbatasan akal ialah akal itu tidak mengetahui apa akal itu sebenarnya (Ahmad Tafsir, 2006:14). Berikut dijelaskan hakikat manusia menurut Al-Qur’an adalah kitab yang secara ilmiah terbukti memuat firman Allah. Menurut Al-Qur’an, manusia adalah makhluk ciptaan Allah.Jadi manusia itu berasal dan datang dari Allah. Bila ada argumen yang kuat untuk membuktikan bahwa manusia bukan ciptaan Tuhan dan argument itu lebih kuat ketimbang argument bahwa manusia adalah ciptaan Allah, maka yang akan kita ambil ialah pendapat yang mengatakan bahwa manusia bukan ciptaan Allah. Dan bila itu yang diambil maka harus juga dijelaskan bagaimana cara munculnya manusia itu. Kemungkinan ini (manusia bukan ciptaan Tuhan) sangat tidak mungkin. Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia itu mempunyai unsur jasmani (material).Sebagaimana disyaratkan dlam Al-Qur’an. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain. Sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan (QS. Al-Qashah:77) (Soenarjo, 1992:623). Di dalam surat Al-A’raf ayat 31 Allah berfirman ْ ﺴ ِﺠ ٍﺪ َو ُﻛﻠُﻮا َوا َﺴ ِﺮﻓِﯿﻦ ْ ﺴ ِﺮﻓُﻮا ۚ إِﻧﱠﮫُ َﻻ ﯾُ ِﺤ ﱡﺐ ا ْﻟ ُﻤ ْ ُﺷ َﺮﺑُﻮا َو َﻻ ﺗ ْ ﯾَﺎ ﺑَﻨِﻲ آ َد َم ُﺧ ُﺬوا ِزﯾﻨَﺘَ ُﻜ ْﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪ ُﻛ ﱢﻞ َﻣ Yang artinya: “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang idah di setiap (memasuki) masjid makan dan minulah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. (QS.Al-A’raf : 31) Yang mengatakan bahwa makan dan minum bagi manusia adalah suatu keharusan. Ini suatu indikasi bahwa manusia itu memiliki unsur jasmani. Pentingnya fungsi jasmani dalam islam terlihat juga di dalam surat Al-Baqarah ayat 57, 60. Yang artinya: “Dan kami naungi kamu dengan awan, dan kami turunkan kepadamu “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah kami berikan kepadamu.Dan tidaklah menganiaya diri mereka sendiri.(QS. Al-Baqarah:57) (Soenarjo, 1992:18). Dan ingatlah ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Allah berfirman "(QS.Al-Baqarah:60) (http//alqur’anonlinebaiturrahman.com). 2. Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002) Buku ini terdiri dari sepuluh bab, yang mana buku ini diuraikan pengertian “metodologi” yang dihubungkan dengan “pengajaran agama islam”. Menurut Ahmad Tafsir bahwa pengalamannya banyak orang menerjemahkan atau menyamakan pengertian “metode” dengan “cara”. Ini tidak seluruhnya salah. Memang metode jug adapt diartikan dengan cara. Untuk mengetahui pengertian metode secara tepat dapat melihat penggunaan kata metode dalam bahasa Inggris.Dalam bahasa Inggris ada kata way dan ada kata method. Kedua kata tersebut sering diterjemahkan cara dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya yang lebih layak diterjemahkan cara adalah kata way itu,bukan kata method (Ahmad Tafsir, 2002:9). Jika saya bertanya “bagaimana cara jalan ke Jakarta?” Maka disini saya tidak dapat menggunakan kata method, untuk kata cara, saya harus menggunakan kata way. Jika saya bertanya “bagaimana cara yang paling tepat mengajarkan shalat pada siswa kelas 1 SD?” Maka disini untuk kata cara saya harus menggunakan kata method, bukan way. Jadi apa sebenarnya apa metode itu? Metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “ cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”. Ungkapan “ paling cepat dan tepat “ itulah yang membedakan method dengan way (yang juga berarti cara) dalam bahasa Inggris. Karena metode berarti cara yang paling tepat dan cepat. Maka dalam urutan kerja dalam suatu metod harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah. Karena itulah suatu metode selalu merupakan hasil dari eksperimen. Kita tahu bahwa suatu konsep yang dieksperimenkan haruslah telah lulus uji teori, dengan kata lain suatu konsep yang telah diterima secara teoritis yang boleh dieksperimenkan. Berdasarkan uraian diatas itu dapat disimpulkan bahwa metode pengjaran agama islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama islam. Kata tepat dan cepat inilah yang sering diungkapkan dalam ungkapan “efektif dan efisien”. Kalau begitu metode pengajaran agam islam ialah cara yang efektif dan efisien dalam mengerjakan agama islam. Pengajaran yang efektif artinya pengajaran yang dapat dipahami siswa secara sempurna. Dalam ilmu pendidikan sering juga dikatakan bahwa pengajaran yang tepat ialah pengajaran yang yang berfungsi untuk setiap siswa.Yang mana arti dari berfungsi ialah menjadi milik siswa, pengajaran itu membentuk dan mempengaruhi pribadinya.Adapun pengajaran yang cepat ialah pengajaran yang tidak memerlukan peralatan yang mahal. Bila peralatan itu tidak tersedia maka terpaksa konsep itu diajarkan kurang cepat. Misalnya saja pengajaran shalat di sekolah dasar, ini akan cepat bila guru menggunakan rekaman video sholat. Apabila peralatan itu tidak tersedia maka terpaksalah guru mengajarkannya melalui metodedemonstrasi, hasilnya akan cepat juga, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama. Bagaimana cara yang tepat dan cepat dalam mengajarkan agama islam? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Justru menurut Ahmad Tafsir buku ini adalah usaha menjawab pertanyaan itu setelah membaca seluruh isi buku ini akan tahu juga bahwa isi buku ini belum menjawab secara keseluruhan. Bagaimana cara yang cepat dan tepat dalam mengajarkan agama islam? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diperjelas dahulu beberapa konsep.Pertama siapa yang diajar?Anak-anak, remaja, atau orang tua?Kedua, berapa jumlahnya?Satu orang, tiga orang, satu kelas 50 orang, pengajian umum yang dihadiri 200 orang? Ketiga, seberapa dalam agam islam itu diajarkan? Mendalam, sedang-sedang saja, atau sekilas berupa pengantar?Dan masih banyak lagi pertanyaan lain, jadi jelaslah bahwa pertanyaan tadi tidak mudah dijawab. Buku ini hanya memberikan teori-teori (itupun pasti belum lengkap) mengajarkan agama islam di rumah tangga yang dilaksanakan oleh ayah dan ibu. Jadi, buku ini hanya mencoba menjawab sebagian kecil saja dari pertanyaan itu, itupun pasti belum lengkap. Anda bertanya, mengapa tidak dilengkapkan sekalian. Saya beri tahu anda: ilmu tidak pernah lengkap. Bilamembicarakan metode mengajar, umumnya orang menjelaskan terlebih dahulu berbagai macam metode mengajar secara umum.Ini disebut metode pengajaran umum atau metode umum.Banyak sekali macamnya, seperti metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan, karya wisata, dan lain-lain.Bila diteruskan maka jumlahnya 20-an, dan itu dapat bertambah terus, hal tersebut dapat disebut dengan metode umum.Dikatakan umum karena dapat digunakan dalam mengajarkan apapun juga. Apakah metode-metode umum itu dapat digunakan dalam mengajarkan agama islam? Bisa dikatakan mungkin bisa dan mungkin saja tidak bisa, mungkin sebagian iya dan sebagian tidak. Maka dari itu kita harus membahas metode itu satu demi satu, dan pembahasan metode-metode itulah antara lain yang menjadi isi metodologi pengajaran pengajaran agama islam. Tetapi buku ini tidak membicarakan hal itu. Jadi apa yang dibahas dalam buku ini? Buku ini membahas cara yang paling tepat dan cepat cara mengajarkan agam islam di SMP dan SMA. Tetapi tidak membahas macam-macam metode umum, tidak juga membahas metode umum yang mana yang dapat digunakan untuk mengajarkan agama islam. Buku ini mengambil jalan pintas.Yang dibahas dalam buku ini ialah langkah mengajar atau teaching steps.Memang pembicaraan mengenai langkah-langkah mengajar juga dapat dimasukkan dalam metodologi pengajaran. Langkah-langkah mengajar dimulai dengan membuat lesson plan.Lesson plan itu dibuat sebelum mengajar.Lesson plan itu banyak macamnya itu ditentukan oleh banyak hal, sepertioleh tujuan pengajaran, kemampuan guru, peralatan yang tersedia, waktu, tempat, dan lain-lain.Namun ada teori dasar dalam membuat lesson plan. Teori dasar itu adalah apa yang disebut basic teaching model (model pengajaran dasar).Teori ini diambil dari Robbert Glaser. Inilah induk dari semua model lesson plan.Teori Glaser berisi empat langkah dalam membuat lesson plan. Langkah pertama dalam pembuatan lesson plan adalah merumuskan tujuan. Ini dibahas secara mendalam dalam buku ini.Sekalipun telah dicoba disederhanakan, tetap saja cukup banyak konsep yang harus dibahas disini.Langkah kedua adalah entering behavior. Bagian ini membahas tentang bagaimana memulai pelajaran inti.Salah memulai pengajaran, dapat berakibat fatal pada siswa.Yang paling penting pada bagian ini adalah mengetahui apakah siswa telah siap menerima pelajaran baru, apakah konsep-konsep pre-requisitenya telah dikuasai siswa.Dan ingatlah itu karena itu bukan pre-test.Yang ketiga adalah teaching steps itu sendiri.Pembahasan disini luas sekali karena bagian inilah adalah bagian pokok lesson plan itu.Langkah-langkah mengajar banyak sekali variannya. Langkah-langkah dalam pengajaran ketrampilan akan berbeda dengan langkah-langkah pengajaran kognitif. Langkah dalam pengajaran ketrampilan itupun tidak satu macam, demikian juga dalam pengajaran kognitif.Terakhir ialah evaluasi pada akhir pengajaran hari demi hari.Pembahasan yang empat inilah yang disebut dengan Metodologi Pengajaran Agama Islam. Dengan demikian Metodologi Pengajaran Agama Islam ialah pembasan tentang cara-cara membuat lesson plan agama islam. Kelihatannya mudah saja, toh hanya langkah-langkah. Tidak juga karena orang baru mungkin mampu membuat lesson plan (yang intinya langkahlangkah mengajar) bila ia banyak mengetahui banyak hal seperti menguasai bahan pengajaran,mengetahui berbagai metode mengajar umum, mengetahui psikologi pendidikan, mengetahui teori-teori belajar, memahami penggunaan alat, mampu mengatur waktu dan lain-lain. Dengan demikian, tidak mungkin hanya menguasai teori cara membuat lesson plan saja. Secara ringkas, metodologi ialah pembahasan tentang metode atau metode-metode. Metodologi pengajaran agama islam adalah pembahasan tentang metode atau metode-metode pengajaran agam islam. Sedangkan metodologi pengajaran agama islam yang dibahas dalam buku ini ialah teori –teori tentang langkah-langkah dalam pengajaran agama islam kenyataannya yang dibahas ialah teori-teori membuat lesson plan agama islam. 3. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004) Buku ini berjumlah empat bab. Dalam buku ini diuraikan Ahmad Tafsir bahwa orang-orang yang mempelajari bahasa Arab mengalami sedikit kebingungan dalam menghadapi kata “ilmu”, dalam bahasa Arab al-ilm berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan terjemahan science. Imu dalam arti science seharusnya diterjemahkan sains saja.Maksudnya agar orang-orang yang mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata ilmu (sain) dengan kata al-ilm yang berarti knowledge. Dalam buku ini yang diuraikan tidak hanya pengetahuan sains (science), diuraikan juga seluruh yang disebut pengetahuan termasuk pengetahuan yang “aneh-aneh” seperti pellet, kebal, santet, dan lain-lain. Apa yang disebut dengan pengetahuan itu? Menurut Ahmad Tafsir pengetahuan ialah semua yang diketahui. Menurut Al-Qur’an, tatkala manusia dalam perut ibunya, ia tidak tahu apa-apa. Kalaupun bayi yang baru lahir itu menangis barangkali bayi itu kaget saja, mungkin matanya merasakan silau atau badannya merasa dingin. Dalam rahim bayi tidak merasakan silau maupun kedinginan, lantas ia menangis. Tatkala bayi itu menjad orang dewasa, katakanlah ketika ia telah berumur 40 tahunan pengetahuannya sudah banyak sekali. Begitu banyaknya sampai-sampai ia tidak tahu lagi berapa banyak pengetahuannya dan tidak tahu lagi apa saja yang diketahuinya, bahkan kadang-kadang ia juga tidak tahu apa sebenarnya pengetahuan itu. Semakin bertambah umur manusia itu semakin banyak pengetahuannya. Dilihat dari segi motifnya pengetahuan itu dapat diperoleh dari dua cara. Yang pertama, pengetahuan pengetahuan yang diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa keingintahuan dan tanpa usaha. Tanpa ingin tahu lantas ia tahu-tahu ia mngerti dan faham. Yang kedua, pengetahuan yang didasari dengan motif ingin tahu, pengetahuan diperoleh karena diusahakan biasanya karena belajar (Ahmad Tafsir, 2004:3). Dari mana rasa ingin tahu?Saya tidak tahu dari mana dari mana.Barangkali rasa ingin tahu yang ada pada manusia itu sudah built-in dalam pencipataan manusia, jadi rasa ingin tahu itu sudah takdir. Manusia ingin tahu dengan cara ia selau mencari. Dan pada akhirnya manusia tahu akan sesuatu.Yang pada intinya pengetahuan itu adalah semua yang diketahui. Salah satu tujuan perkuliahan filsafat pengetahuan ialah ia agar memahami kapling tentang pengetahuan akan dapat memperlakukan. Masing-masing pengetahuan itu sesuai dengan kaplingnya. Yang akan dibahas berikut ini hanyalah pengetahuan yang diushakan. Seseorang ingin tahu, jika jeruk ditanam buahnya apa. Ia menanam bibit jeruk. Ia tunggu beberapa tahun, dan ternyata buahnya jeruk. Tahulah ia bahwa jeruk berbuah jeruk. Pengetahuan jenis inilah yang disebut penetahuan sain (scientific knowledge). 3. Filsafat Pendidikan Akal dan Hati (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2004) Buku ini berjumlah lima bab. Dalam buku ini diuraiakn bahwa maanusia membawa sejak lahir (innate) kata hati(suara hati) yang bersifat imperative. Suara hati adalah suara yang selalu mengajak menjadi orang yang baik. Akhlak itu sifat baik buruknya terdapat didalam diri seseorang. Mereka memiliki akhlak yang berbeda-beda.Akhlak itu ada pada diri seseorang bukan bawaan dari Allah.Akhlak tumbuh dengan hati yang bersih, tidak lepas dengan karakter, karakter itu bisa dikatakan dengan sifat. Sifat seseorang itu berbeda beda ada yang memiliki sifat keras, lemah lembut mudah bergaul,dan sebagainya. Karakter merupakan watak atau tabi’at seseorang yang memiliki perbedaan dengan yang lain. Karakter bisa dikatakan dengan khas seseorang. Karakter muncul disebabkan adanya faktor lingkungan disekitar. Yang mana membawa dampak pada diri seseorang dengan berbagai macam karakter khas seseorang. Begitu juga dengan rasa moral, rasa moral itu bukan ciptaan dari Allah yang ditanamkan pada dalam diri manusia.Moral itu tidak absolute.Moral itu adalh aturan berbuat yang bervariasi sesuai dengan variasi kelompok masyarakat. Dengan kata lain, mereka ingin mengatakan bahwa moral yang imperative itu sesungguhnya muncul setelah manusia bergaul dengan masyarakat (lingkungannya).Moral itu dibentuk oleh pengaruh lingkungan. Demikian kata mereka persoalan ini dapat dilihat dengan cara lain. Suara hati itu merupakan antenna ketiga manusia. Manusia memiliki tiga antenna: indera, akal, hati atau rasa. Daerah ketiga ini tidak dapat dimasuki oleh antenna kedua (akal), apalagi oleh antenna pertama (indera). Al-Ghazali telah menyatakan lebih jauh tatkala ia membicarakan cara menghidupkan suara hati agar ia mampu memahami rahasia daerah ghaib tersebut.Cara menghidupkan suara hati itu, menurut Al-Ghazali ialah dengan menghentikan kemaksiatan atau perbuatan yang menimbulkan dosa (tobat), berbuat baik, perenungan, dan menghentikan kerja logika.Inilah yang disebut dengan thariqah atau metode Al-Ghazali (Ahmad Tafsir, 2004: 249). Di dalam islam, misalnya ada satu contoh yang baik untuk memperlihatkan salah satu persoalan yang hanya dapat dipahami oleh suara hati, yaitu mengenai takdir atau nasib manusia. 4. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam (Bandung: PT Rosdakarya, 2004) Buku ini berjumlah lima bab. Dalam buku ini diuraikan bahwa Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Jika membuka buku ilmu bumi, akan ditemukan teori-teori tentang bumi. Ilmu sejara berisi tentang ilmu sejarah. Maka isi dari ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan berdasarkan ajaran islam. Apakah ada teori yang tidak berdasarkan Islam?Inilah salah satu persoalan yang perlu dibahas di dalam ilmu pendidikan Islam. Akan tetapi, apakah isi ilmu hanya kumpulan teori? Secara esensial emang ya, tetapi sebenarnya secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori. Jadi lengkapnya isi ilmu adalah: 1) Teori. 2) Penjelasan tentang teori itu sendiri. 3) Pendukung dari penjelasan. Apabila membuka buku tentang ilmu pendidikan Islam, sewajarnyalah menemukan tiga macam isi tersebut.Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi tentang seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis serta akal.Jika demikian, maka ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis serta akal. Penggunaaan dasar ini haruslah berurutan , maka Al-Qur’an yang terlebih dahulu bila tidak ada atau tidak jelas di dalam A-Qur’an maka harus dicari di dalam hadis, apabila kurang jelas atau tidak ada di dalam hadis, barulah menggunakan akal (pemikiran) tapi temuan akal itu tidak boleh bertentangan dengan jiwa Al-Qur’an atau Hadis. Oleh karena itu, teori dalam pendidikan Islam haruslah dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis serta argument (akal) yang menjamin teori tersebut.Jadi pembuatan dan penulisan teori dalam ilmu pendidikan Islam tidak jauh berbeda dari pembuatan dan penulisan teori dan fikih. Pada uraian diatas sudah mulai jelas apa sebenarnya ilmu pendidikan Islam itu. Agar lebih jelas ada beberapa konsep yang bersangkutan dengan itu yang perlu diuraikan lebih lanjut yaitu: 1) Apa sebenarnya perbedaan antara ilmu pendidikan Islam dan filsafat pendidikan Islam. 2) Bagaimana penjelasan bahwa isi ilmu adalah teori, dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan teori. 3) Mengapa ilmu pendidikan Islam harus berdasarkan Islam. Pertanyaan-pertanyaan di atas sesungguhnya amat mendasar. Jawaban terhadap pertanyaan itu akan merupakan landasan epistemologis untuk ilmu pendidikan Islam, sekurang-kurangnya untuk sebagian. Uraian tentang jawaban pertanyaan itu juga akan memperjelas posisi ilmu Pendidikan Islam terhadap filsafat pendidikan Islam yang selama ini dirasakan belum begitu jelas. Jawaban itu juga akan memperlihatkan posisi teknik pendidikan Islam terhadap filsafat dan ilmu pendidikan Islam. Jawaban terhadap ketiga pertanyaan di atas juga akan menghapus kebingungan selama ini dalam membedakan konsep filsafat, ilmu, dan teknik itu sendiri secara umum. Tegasnya akan dapat diketahui dengan mudah mana teori filsafat pendidikan Islam, mana teori pendidikan Islam, dan mana teknik pendidikan Islam (Ahmad Tafsir, 2004:12). Di dalam buku atau artikel yang membicarakan (katanya) filsafat pendidikan Islam tidak jarang akan ditemukan uraian atau pembahasan selain filsafat pendidikan Islam, juga ilmu pendidikan Islam: bahkan kadang-kadang teknik pendidikan Islam menyelip juga di sana. Apabila membuka buku yang berjudul atau artikel yang membahas ilmu pendidikan Islam, juga akan menemukan selain uraian tentang ilmu pendidikan Islam, juga pembahasan tentang filsafat pendidikan Islam, kadang-kang teknik pendidikan Islam juga terselip juga di sana. Sebenarnya uraian seperti itu tidaklah amat salah boleh saja membuat uraian seperti itu.Kadang-kadang memang tidak dapat begitu konsisten hanya membuat uraian yang 100% filsafat yang didalamnya kadang-kadang harus berbicara juga tentang konsep-konsep ilmu (sains) bahkan tentang teknik.Akan tetapi sebaliknya, bila tentang filsaat konsep sains atau teknik itu hanya digunakan sebagai pembantu dalam menjelaskan. Di pihak lain pembaca harus mempunyai kriteria terlebih dahulu tentang mana filsafat, sains, dan teknik. Apa sebelumnya perbedaan antara filsafat dan ilmu (sains) itu? Berikut ini Ahmad Tafsir menjelaskan dengan menggunakan matriks pengetahuan manusia.Pengetahuan ialah semua yang diketahui.Semua yang diketahui manusia, dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut.Pengetahuan manusia jenis pertama ialah pengetahuan sains.Ini adalah terjemahan tepat untuk kata dalam bahasa Inggris science.Bila science diterjemahkan dengan ilmu, maka timbullah kebingungan. Ilmu bagi orang Indonesia, yang umumnya telah dipengaruhi rasa bahasa Arab dapat berarti pengetahuan (knowledge). Anehnya di Indonesia dikenal juga ilmu filsafat.Jelas, bagi orang Indonesia pada umumnya ilmu diartikan pengetahuan.Oleh karena itu, alangkah baiknya bila science itu di Indonesiakan menjadi sains seperti orang Malaysia yang melakukannya. Jadi untuk ilmu pendidikan pakai saja sains pendidikan. Akan tetapi, di sini mengalami kesulitan karena kata ilmu pendidikan telah dibakukan di dalam kurikulum sekolah-sekolah. Di dalam buku ini diguanakan istilah “ilmu pendidikan” tetapi dalm ilmu sains pendidikan. Ilmu sains adalah sejenis pengetahuan manusia yang diperoleh dengan riset terhadap objek-objek yang empiris benar tidaknya suatu teori sains (ilmu) ditentukan oleh logis tidaknya dan ada tidaknya bukti empiris. Bila teori itu logis ia adalah pengetahuan filsafat. Bila tidak logis, tetapi ada bukti empiris, itu namanya pengetahuan khayal. Contohnya: bila ada gerhana, pukullah kentongan, gerhana itu akan menghilang.Pernyataan ini benar dalam arti dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja bila ada gerhana pukul terus kentongan, lama kelamaan gerhana akan menghilang. Akan tetapi ini tidak logis: apa hubungan antara gerhana dengan kentongan yang dipukul? Ternyata kentongan tidak dipukul pun gerhana menghilang juga.Oleh karena itu, karena tidak logis sekalipun ada bukti empiris, pengetahuan jenis ini bukan sains. Pengetahuan ini dinamakan dengan pengetahuan khayal.Akan tetapi pengetahuan jemis ini banyak juga dimiliki oleh masyarakat, mengapa? Sulit untuk dijawab apa alasanya, jadi kesimpulnnya sains(ilmu) adalah pengetahuan yang logis dan mempunyai bukti yang empiris. Kaidah ini diguanakan dalam ilmu pendidikan Islam haruslah dapat diuji secara logis dan sekaligus empiris. Bila kurang satu saja, maka ia bukan ilmu pendidikan Islam.Adapun filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis saja, tentang objek-objek yang abstrak.Bisa saja objek penelitiannya kongkrit, tetapi yang ingin diketahuinya adalah bagian abstraknya. Suatu teori filsafat benar bila ia dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan untuk selamalamanya tidak akan dapat dibuktikan secara empiris, maka ia segera berubah menjadi ilmu. Berdasarkan itu maka filsafat pendidikan Islam adalah kumpulan teori pendidikan Islam yang hanya dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris. Untuk melengkapinya dalam buku ini diuraiakan sekaligus pengetahuan jenis ketiga, yaitu pengetahuan mistik.Kata mistik adalah istilah yang digunakan sementara sebelum ditemukan istilah yang tepat.Pengetahuan mistik ialah pengetahuan tentang objek-objek abstrak lebih supralogis, atau suprarasional, atau metarasional.Pengetahuan ini bukan diperoleh dengan indera seperti pada sains, bukan pula dengan akal seperti pengetahuan filsafat.Bukan dengan akal supraakal, di atas akal. Pengetahuan jenis ini diketahui dengan dengan cara merasakan,mempercayai begitu saja. Rasa itullah yang bekerja untuk menerima dan memperoleh pengetahuan jenis ini.Pengetahuan tentang Tuhan, surga, neraka, dan sebangsanya bukan diperoleh lewat akal, melainkan diperoleh lewat iamn, iamn itu adalah hakikatnya adalah rasa.Untuk memperjelas pengertian ketiga macam pengetahuan itu Ahmad memberikan contoh sederhana sebagai berikut ini: siapa yang membuat hukum itu? Setelah ditemukan bahwa yang membuat hukum itu pasti yang maha pintar. Pengetahuan bahwa gene itu dibuat oleh yang mahapintar masih merupakan pengetahuan filsafat karena diperoleh dengan berpikir, dan tidak mungkin dapat dibuktikan secara empiris.Yang mahapintar itu di sebut Tuhan.Kata Tuhan di sini hanyalah suatu istilah, bukan filsafat. Teori-teori di dalam filsafat pendidikan Islam adalah teori-teori seperti itu: logis dan tidak mungkin dibuktikan secara empiris. Batas ini mulai jelas: kapling sains ialah logis-empiris, kapling filsafat (juga filsafat pendidikan Islam) ialah logis saja tuhan tidak dapat dipahami dengan akal untuk mengetahui Tuhan mesti banyak potensi yang lain yaitu hati atau rasa (qalbu). Kerja hati pada dasarnya adalah iman.Untuk mencapai iman diperlukan pelatihan.Pelatihan itu dalam bahasa Arab adalah riyadlah.Dengan melakukan pelatihan secara intensif, konon ada orang yang mampu melihat Tuhan, mampu berhasil melihat surga, neraka dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini sungguh amat subjektif, sama subjektifnya dengan mengukur manisnya gula, rasa naik sepeda, rasa sedih dan gembira. Oleh karena itu sulit diukur dengan menggunakan ukuran yang disepakati. Cara mengukurya adalah dengan mengalami seperti yang dilakukan oleh orang yang telah mencapai pengetahuan itu.Jadi ada tiga macam pengetahuan yaitu sains, filsaft, dan mistik.Mengenai pengetahuan seni, ini belum dapat diselesaikan secara memuaskan.Kelihatannya pengetahuan jenis ini merupakan pengetahuan hasil kerja indera, akal, dan hati, dan hati mengambil porsi yang paling terbesar. Bagaimana dengan teknik pendidikan Islam?Teknik yang dimaksud di sini bukanlah teknologi, teknologi masih berada pada daerah sains, selevel dengan sains.Teknik adalah juklak (petunjuk pelaksanaan) teori-teori sains. Yang dimaksud dengan teknik adalah manual, yaitu cara operasional dalam melaksanakan ajaran-ajaran teori. Bagaimana kedudukan teknik ini dalam struktur pengetahuan tadi? Bagi umat muslim sumber pengetahuan adalah Allah, tidak ada pengetahuan selain yang datang dari Allah. Allah berfirman dalam surah al-baqarah:32. Yang artiya: Mereka menjawab: maha suci engkau tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana (al-baqarah:32) (http//Al-Qur’an online.com) Sumber pertama ini sekarang sudah ada di dalam Al-Qur’an dan hadis Rasul Saw. Inilah kebenaran yang pertama (kebenran tingkat pertama).Manusia menafsirkan ayat atau hadis itu.Sudah sewajarnya penafsiran itu tidak satu macam.Oleh karena itu terdapatlah lebih dari satu tafsir. Tafsir ini sebenarnya berada pada tingkat kedua: ini adalah tingkat filsafat.Filsafat dapat melahirkan lebih dari satu teori pada tingkat sains, dan satu teori sains dapat melahirkan lebih dari satu manual.Manual inilah yang sering disebut dengan teknik.Jadi jika wahyu berada pada tingkat pengetahuan yang paling atas, maka manual merupakan pengetahuan pada tingkat yang paling bawah: wahyu paling baah dan manual yang paling kongkrit. Sistem pengetahuan barat kelihatannya hampir sama dengan sistem pengetahuan Islami, bedanya ialah dengan pengetahuan barat biasanya level satu (wahyu) tidak dimasukkan sebagai satu tingkat pengetahuan.Teori kebenaran dan rasionalisme, materialism, semuanya itu tidak mempunyai tempat di dalam sistem pengetahuan Islami itu.Jadi teknik atau manualmanual itu sebenarnya tidaklah liar tetapi mempunyai gantungan ke atas. Jika firman Allah itu level pertama dan teori filsafat level kedua bersifat universal, berlaku diamana saja dan kapan saja, maka teori sains level tiga tingkat ke universalannya mulai menurun. Sebuah teori sains dapat saja berlaku pada masa tertentu, tetapi salah pada masa yang lain: benar di tempat tertentu tetapi tidak benar di tempat lain. Sekalipun demikian tingkat”keumumannya” jauh lebih tinggi dibandingakan dengan keuniversalan teknik (manual). Teknik benar-benar terbatas keuniversalannya.Teknik dapat berubah dengan cepat, hanya berlaku pada lokasi-lokasi tertentu. Pemikiran Ahmad Tafsir tidak hanya seputar pendidikan Islam dalam arti sempit, melainkan juga ia sebagai salah seorang pakar pendidikan Islam dapat dilihat pemikirannya tentang ekonomi dan social. Dalam sector ekonomi, Ahmad Tafsir melihat bahwa krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia adalah disebabkan oleh:Sistem ekonomi Indonesia yang tidak berorientasi kerakyatan. Rapuhnya fundamental ekonomi Indonesia disebabkan sikap ketergantungan pada luar negeri dan hutang negara yang demikian tinggi sehingga untuk menutupi bunganya saja sudah kesulitan, hal itu tampak manakala sudah jatuh tempo maka Indonesia selalu meminta re scheduling (penjadwalan baru jatuh tempo hutang).Tingginya tingkat korupsi di kalangan birokrasi di Indonesia.Lemahnya sumber daya manusia. Moralitas bangsa yang semakin merosot Dalam aspek social, Ahmad Tafsir melihat kenyataan masih banyaknya orang yang kurang peduli terhadap sesamanya, hal itu terbukti dari semakin pudarnya sikap gotong royong dan makin menipisnya ikatan batin antara anggota masyarakat. Ahmad Tafsir melihat masyarakat Indonesia makin terjebak pada budaya individualitas tanpa memperdulikan sesame sehingga satu sama lain kurang mengenal dan tidak terjadinya hubungan yang harmonis. BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN AKAL DAN HATI KARYA AHMAD TAFSIR 1. Pengertian Pendidikan Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia, pendidikan terutama Islam dengan berbagai coraknya yang berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebhagaiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati tetapi kebahagiaan hidup didunia juga bisa diraih. Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa lepas dari pendidikan, yaitu sebagai pelaku pendidikan itu sendiri (menjadi pendidik atau peserta didik). Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo dan Ukim, 2009:1). Inilah menjadi titik beda antara pemberian akal dari Allah kepada manusia dan pemberian akal kepada binatang atau yang lainnya. Kita harus menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memperbaiki moral, lebih tegasnya yakni “memanusiakan manusia”. Manusia sebagai individu merupakan objek bagi campur tangan sebuah tindakan pendidikan. Dengan campur tangan itu manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Struktur antropologinya yang terbuka pada lingkungan memungkinkan terjadinya intervensi entah sadar atau tidak yang berasal dari luar dirinya yang menjadikan manusia itu menjadi berpendidikan dan berpengetahuan (Doni Koesoema, 2011:109). Yang paling utama tujuan yang paling mendasar dalam pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Nurani Soyomukti mengatakan, dalam buku teori-teori pendidikan bahwa aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan dalam pendidikan antara lain: penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, perubahan perilaku (Soyomukti, 2010:27). Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta ketrampilannnya kepada generasi muda usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah (Poerbakawatja, 1982:257). Kata “Islam” dalam pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam. Apa pendidikan itu menurut Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu dibahas definisi pendidikan menurut para pakar, setelah itu barulah dibahas apa pendidikan itu dalam prespektif atau sering kita dengar dalam pandangan Islam Pembahasan tentang apa pendidikan itu menurut Islam terutama di dalam Al-Qur’an dan hadis, serta diambil juga dari pendapat para pakar pendidikan islam maupun pakar pendidikan umum (Maulana, 2000: 4). Pendidikan menurut orang awam, adalah mengajari murid di sekolah, melatih anak hidup sehat, melatih silat, menekuni penelitian, membawa anak ke masjid atau ketempat beribadah, melatih anak dalam seni dan lain-lain. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan mengawali dengan mengutip definisi dari Ahmad D Marimba yang menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh di pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1998: 20). Menurut Ahmad Tafsir bahwa di Indonesia agaknya definisi ini telah begitu mapan. Boleh menanyai mahasiswa yang belajar ilmu pendidikan tentang definisi pendidikan. Akan tetapi definisi itu masih terlalu sempit, belum mencakup seluruh kegiatan yang disebut pendidikan. Pendidikan itu terbatas pada kegiatan pengembangan pribadi anak didik oleh pendidik berupa ora, jadi ada yang mendidik. Kenyataanya dalam proses pengembangan yang sempurna itu seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh orang lain ia juga menerima pengaruh (entah bimbingan, entah bukan, tidak menjadi soal) dari selain manusia, itu dapat diterima dari kebudayaan, alam fisik dan lain-lainnya, maka dari situlah menyatakan bahwa pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman (Lodge, 1974:23). Bagaimana dengan definisi Marimba? Definisi itu baik, tetapi belum mencakup semua yang dikenal sebagai pendidikan. Definisi itu mencukupi bila membatasi pendidikan hanyalah yang berupa pengaruh seseorang kepada orang lain dengan sadar dan sengaja. Pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan tidak dimasukkan sebagai pendidikan. Pengaruhpengaruh yang disebut terakhir ini disebut pengaruh saja bukan pendidikan. Jadi pengaruh dari orang disebut pendidikan sedangkan pengaruh dari selain orang disebut pengaruh saja (Zahra Idris, 1981:9). Di sini pendidikan itu malahan sudah amat sempit pengertiannya: pendidikan adalah pengajaran. Jika hendak mengambil pengertian pendidikan yang sempit. Alfred North Whitehead mengambil pengertian pendidikan yang sempit. Ia menyatakan bahwa pendidikan adalah pembinaan ketrampilan menggunakan pengetahuan. Lodge menyatakan bahwa pendidikan dalam pengertian sempit malahan sekadar pendidikan di sekolah. Akan tetapi harus konsisten, bila pengertian yang sempit yang digunakan, maka pengaruh selain dari seseorang kepada orang lain harus dianggap bukan pendidikan itu bisa berpengaruh (Syaiful Bahri, 2000:22). Menurut Ahmad Tafsir sulitnya merumuskan definisi pendidikan disebabkan antara lain oleh: 1. Banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan 2. Luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan. Kegiatan pendidikan dalam garis besarnya dapat dibagi tiga macam yaitu: Adapun binaan pendidikan dalam garis besarnya mencakup tiga daerah diantaranya adalah daerah jasmani, daerah akal, daerah hati. Kemudian tempat pendidikan juga ada tiga pokok yaitu, di dalam rumah, di dalam masyarakat, dan di sekolah. Sebenarnya, definisi pendidikan dapat saja disusun, tetapi definisi itu akan panjang sekali. Bila tidak panjang definisi itu akan panjang sekali. Inilah sebabnya sebagian orang bahkan semua orang lebih senang mengambil definisi pendidikan dalam arti sempit saja, yaitu pendidikan sebagai bimbingan yang sadar oleh seseorang (pendidik) kepada orang lain (anak didik) agar ia menjadi orang yang lebih baik ini adalah definisi pendidikan oleh Marimba. Kemudian kata pendidikan secara umum adalah upaya memengaruhi orang lain agar berubah pola pikir, ucapan, perbuatan, sifat dan wataknya sesui dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan Setelah mengemukakan pengertian pendidikan dari para pakar, maka Ahmad Tafsir mengemukakan pendapatnya bahwa dalam pengertian yang luas yaitu, pendidikan ialah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati. Ahmad Tafsir berpendapat jadi keberhasilan seseorang dan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan dengan kualitas sumber daya manusianya. Bukan ada yang mengatakan bahwa “bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri.” Karena tujuan pendidikan secra umum adalah untuk memanusiakan manusia, memberikan ibarat dengan sebuah bawang merah. Kalau anda memegang bawang merah dan anda mengupasnya bagian luar. Anda mengupas kulit bawang: anda mendapatkan kulit bawang. Dan anda kupas terus, pada bagian paling dalam anda akan menemukan bawang yang amat kecil. Ini adalah “lembaga” (kotiledon) bawang. Lembaga inilah yang akan tumbuh bila ditanam. Kulit yang berlapis tadi bukan bawang, itu hanya kulit bawang yang tidak akan tumbuh bila ditanam (Tafsir, 2008: 29). 2. Pengertian karakter Secara kohern karakter memancar dari hasil oleh pikir, olah rasa dan karsa, serta olahraga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Budimansyah, 2010: 23). Dan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yaitu, olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sehingga menghasilkan enam karakter utama dalam seorang individu, yaitu jujur, tanggung jawab, cerdas, bersih , tegas, sehat, peduli, dan kreatif. Keenam karakter tersebut dikembangkan dalam setiap pribadi manusia terutama di Indonesia. Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam islam adalah kepribadian. Kepribadian itu komponennya ada tiga hal yaitu tahu (pengetahusn), sikap, dan perilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh ialah bila pengetahuan sama dengan sikap dan sama denngan perilaku. Kepribadian pecah ialah bila pengetahuan sama dengan sikap tetaoi tidak sama dengan perilakunya atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, tidak sama dengan perilaku. Dia tahu jujur itu baik, dia siap menjadi orang jujur, tetapi perilakunya sering tidak jujur, ini adalah kepribadian pecah. Ahmad Tafsir mengemukakan jelaslah bahwa akhlak atau karakter itu sangat penting. Ia menjadi penanda bahwa seseorang itu layak disebut manusia. Karena pendidikan akhlak adalah bidang pendidikan yang terpenting. Karena akhlak itu adalah kepribadian, maka paradigm pendidikannya sangat berbeda bila dibandingkan dengan pendidikan bidang-bidang pengetahuan dan ketrampilan. Pendekatannya adalah pendekatan untuk pendekatan kepribadian (Tafsir, 2004: 23). Akhlak atau karakter itu diajarkan melalui metode internalisasi, tekhnik pendidikannya ialah peneladanan, pembiasaan, penegakan peraturan dan pemotivasian. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Pembuatan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembanggkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Dalam dunia pendidikan sekarang ini banyak dijumpai mata pelajaran yang berkenaan dengan dengan karakter dan budi pekerti. Sehingga banyak menimbulkan masalah bangsa yang yang semakin kompleks yang mengacu pada masalah akhlak dan moral dikalangan peserta didik pada berbagai level atau tingkatan (Nurul Zuriah, 2008:118).Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsure pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Majid, 2011:11). Menurut bahasa, karakter berasal dari bahasa Inggris, character yang brarti sifat, watak, dan karakter (John M, 1979:107). Di dalam bahasa Arab kata karakter sering disebut dengan istilah akhlak yang oleh para ulama sering diartikan bermacam-macam. Ibn Miskawih berkata sifat atau keadaan yang tertanam dalam jiwa yang paling dalam yang selanjutnya melahirkan berbagai perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran pertimbangan lagi (Ibn Miskawih, 1934:40). Bila ditelusuri asal karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris adalah character dan Indonesia “karakter”, Yunani character dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, dan sifat-sifat kewajiban, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Nama dari jumlah seluruh cirri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai dan pola pemikiran (Poerwadarminta, 1991:1149). Menurut Ahmad Tafsir istilah karakter dan kepribadian atau watak sering digunakan secara bertukar-tukar, watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian adalah watak yang tak dinilai. Karakter ini adalah sifat batin manusia yang mempengarui segenap pikiran dan perbuatannya. Banyak yang memandang atau mengartikan identik dengan kepribadian dan hanya merupakan salah satu aspek kepribadian sebagaimana juga temperamen. Watak dan karakter berkenan dengan kecenderungan dengan penilaian tingkah laku individu berdasarkan standar-standar moral dan etika. Sikap dan tingkah laku seorang individu dinilai oleh masyarakat sekitarnya sebagai sikap dan tingkah laku yang diinginkan atau ditolak, dipuji atau dicela, baik ataupun jahat. Dalam kaitannya dengan definisi karakter sebagai sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan. Lebih lanjut di jelaskan karakter yang berarti mengukir, dari arti tersebut mununjukkan tentang apa yang dimaksud dengan karakter. Sifat ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu. Sebab, ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya, begitu juga dengan karakter kalau sudah melekat dihati baik karakter itu baik maupun buruk pada seseorang (Munir, 2010: 3). Dengan mengetahui adanya karakter (watak, sifat dan tabi’at maupun perangai) seseorang dapat memperkirakan reaksi-reaksi dirinya terhadap berbagai fenomena yang muncul dalam diri ataupun hubungannya dengan orang lain, dalam berbagai keadaan serta bagaimana mengendalikannya. Karakter dapat ditemukan dalam sikap-sikap seseorang, terhadap dirinya, terhadap orang lain, terhadap tugastugas yang dipercayakan padanya dan dalam situasi-situasi yang lainnya (Majid, 2011: 12). Dilihat dari sudut pengertian ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam pada pola pikiran, dan dengan kata lain keduanya dapat disebut dengan kebiasaan (Dian, 2010: 13). Menurut Ahmad Tafsir karakter tidak lepas juga dari pendidikan budi pekerti, budi pekerti adalah perilaku yang tercermin dalam kata, perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, keinginan dan hasil karya (Tafsir, 2004: 16). Dalam hal ini budi pekerti diartikan sebagai sikap atau perilaku sehari-hari individu, baik keluarga, maupun masyarakat bangsa yang mengandung nilai-nilai yang berlaku dan dianut dalam bentuk jati diri, nilai persatuan dan kesatuan dan kesinambungan masa depan dalam suatu sistem nilai moral, dan yang menjadi pedoman perilaku manusia Indonesia untuk bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan besumber pada falsafah Pancasila dan diilhami oleh ajaran agama serta budaya Indonesia (Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, 1995). Budi pekerti memiliki hubungan dengan etika akhlak dan moral. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Etika secara singkat adalah batasan baik buruk. Sedangkan budi pekerti adalah hasil tingkah laku. Pendidikan budi pekerti pun dimaksudkan sebagai bimbingan atau latihan untuk membentuk tingkah laku yang baik yang merupakan ungkapan atau ekspresi nilai-nilai mulia. Pendidikan budi pekerti itu ialah pendidikan yang membentuk perilaku berdasarkan nilai-nilai umum (Andewi, 2001: 60). Dalam hal ini etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal pikiran. Walau ada yang berpendapat bahwa etika sama dengan akhlak karena memang keduanya membahas mana yang baik dan buruk tentang tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang aik dan buruksejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Untuk lebih jelasnya tentang perbedaan etika dan akhlak (Ya’kub, 1983: 14). 1. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumbe moral, ukuran baik buruknya perbuatan, didasarkan pada ajaran Allah Swt. Al-qur’an dan As-sunnah. 2. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh seluruh manusia di segala waktu dan tempat. 3. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar petunjuk Allah Swt, menuju keridhoannya. 3. Pengertian Pendidikan Karakter Sejak tahun 1990-an, terminology pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karyanya yang semakin memukau, The Return of Character Education sebuah buku yang menyadarkan dunia barat secara khusus dimana tempat Lickona hidup, dan seluruh dunia pendidikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah keharusan. Inilah awal dari kebangkitan pendidikan Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsure pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Majid, 2011:11). Menurut bahasa, karakter berasal dari bahasa Inggris, character yang brarti sifat, watak, dan karakter (John M, 1979:107). Pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakuan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik dan berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran. Pendidikan memiliki beberapa cirri dasar pendidikan karakter, yang dikemukankan oleh Forester sebagai berikut ini : 1. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai. Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan. 2. Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh pada prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang. 3. Otonomi, disana sesorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh dari desakan lain. 4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan dan kesetiaan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. Menurut forester , kematangan keempat karakter ini memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas Orang-orang modern sering mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara indenpendensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan forma seorang pribadi dalam segala tindakannya (Abdul Majid, 2004: 36). Pendidiakan karakter termasuk salah satu isu penting yang mendapat perhatian yang cukup besar dari kalangan muslim. Di masa sekarang pendidikan karaker mendesak untuk diterapkan, karena gejala kemerosotan moral yang semakin hari semakin turun dan memburuk dan nilai-nilai pendidikan karakter sesorang yang baik sudah mulai luntur. Akhlak, moral seseorang sudah mulai terkikis Karena banyak pengaruh arus pendidikan global yang masuk. Tak terasa krisis moral sudah merambah kemana-mana, dan bahkan yang lebih tragis lagi anak kita yang masih duduk di bangku sekolahpun sudah dapat saling menyakitai di jalanan. Lebih jauh lagi kini antar anak bangsa saja sudah saling curiga dan mencurigai, misalnya dengan yang berbeda etnis, agama, dan kelas sosial. Bahakan ada indikasi yang lebih buruk lagi walupun baru indikasi yakni munculnya suatu kondisi yang oleh founding father-nya India Mahatma Ghandi, disebut dengan sebutan 7 dosa yang mematikan (Soedarsono, 2010: 24) yaitu: 1. Semakin merebaknya nilai-nilai dan perilaku memperoleh kekayaan tanpa bekerja. 2. Kesenangan tanpa hati nurani. 3. Pengetahuan tanpa karakter. 4. Bisnis tanpa moralitas. 5. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan.. Faktor yang menyebabkan rendahnya pendidikan karakter adalah yang pertama sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter, yag kedua kondisi lingkungan yang kurang mendukung dalam pembangunan karaktr yang baik. Apabila pendidikan karakter tidak kita gagas dari sekarang, maka yang akan terjadi adalah generasi muda yang tidak memiliki nilai-nilai kesopanan, nilai keadilan, nilai kasih sayang, bahkan akhlak dan moral akan luntur. Untuk itu mulai dari sekarang kita sebgai guru pendidikan agama Islam alangkah baiknya memberikan pendidikan karakter kepada peseta didik. Agar mereka memiliki rasa budi yang luhur dan selalu tertanam pada diri peserta didik. Dengan dibekali pendidikan karakter mereka akan menjadi peseta didik yang diharapkan dalam agama, bangsa dan negara,dan pondasi mereka kuat karena sudah dibekali sedikit demi sedikit pendidikan karakter.Tanpa adanya pondasi yang kuat maka, pada diri sesorang mudah sekali untuk masuk kedalam dunia yang tak berpendidikan dan memiliki banyak mudharatnya. Pendidikan karakter selalu menjadi dasar pertimbangan, tujuan utama dan jiwa dari setiap gagasan dan pemikiran yang dikemukakan. Karena setiap gagasan, pemikiran yang dikemukakan harus memiliki dasar yang bagus. Berbagai kajian yang mereka lakukan, baik dalam bidang agama, sosial, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, dakwah, dan sebagainya pada akhirnya selalu ditujukan pada pembinaan karakter. Salah satu tokoh intelektual muslim Fazlur rahman memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan karakter, sebagaimana dapat dijumpai dalam berbagai karya tulis yang dilakukan. Perhatiannya terhadap pendidikan karakter yang demikian itu perlu diapresiasi dan dikaji untuk kemudian digunakan sebagai bahan rujukan dalam mengatasi krisis moral yang meneladani kehidupan manusia pada umumnya, dan sebagian bangsa Indonesia pada khususnya. Tujuan utama pendidikan yang selama ini terabaikan atau mungkin gagal tercapai adalah pembentukan karakter (character building). Pengabaian atau kegagalan ini dapat dilihat dari berbagai hal. Anak-anak tidak sopan kepada orang tua dan orang yang lebih tua, kurang peduli terhadap sesama, kata-kata yang kotor yang jauh dari etika, perselisihan dan tawuran yang dengan sangat cepat dan mudah terjadi, pergaulan bebas, merokok narkoba, adalah pemandangan umum yang hampir pasti kita temukan di mana saja kita menemukan remaja. Dalam pandangan Islam, pembentukan karakter (character building) ini sudah sangat jelas ditegaskan oleh Rasulullah Saw sebagai misi kerasulannya. Bahkan dalam kajian lebih dalam yang dialakukan para ulama klasik dan kontemporer disimpulkan bahwa akhlak mulia sebagai hasil dari character building adalah jantung ajaran Islam. Maka tak diragukan lagi pembentukan akhlak mulia merupakan tujuan tertinggi bagi setiap lembaga pendidikan Islam. Dalam Islam. Tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk pada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Dalam Islam akhlak menempati kedudukan penting dan dianggap memiliki fungsi yang vital dalam memadu kehidupan masyarakat. Pendidikan akhlak di dalam Islam di peruntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagian semu. Akhlak Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksitensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya. Prinsip akhlak Islami termanifestasi dalam aspek kehidupan yang diwarnai dengan keseimbangan, realis, efektif, efisien, azas manusia disiplin, dan terencana serta memiliki dasar analisis yang cermat. Kualitas akhlak sesorang dapat dilihat dari tiga indicator (Mubarok, 2001: 20) : 1. Konsistensi antara yang dikatakan dengan dilakukan, dengan kata lain ada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. 2. Konsistensi orientasi yakni adanya kesesuaian antara pandangan dalam satu hal dengan pandangan dalam bidang lain. 3. Konsistensi pola hidup sederhana dalam taswuf, sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap kebajikan pada hakikatnya adalah cerminan dari akhlak yang mulia. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsipprinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedan tentang pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Inti dari perbedaan –perbedaan ini adalah keberadaan wahyu ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam. Akibatnya, pendidikan karakter dalam Islam lebih sering dilakukan secara logis (Tafsir, 2008:22). Dalam pendidikan karakter kebaikan itu sering kali dirangkum dalam sederet sifat-sifat yang baik. Dengan demikian Ahmad Tafsir berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan untuk menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan di sekolah. Focus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi praktiknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting yang mencakup perkembangan social siswa. Dalam prespektif Islam/pandangan Islam pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidk kepada peserta didik untuk membentuk suatu kpribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika dan rasa berbudaya yang baik serta memiliki akhlak mulia yang akan mnumbuhkan kemampuan peserta didik. Dan akan memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari. Dan menjauhkan dirinya dari keburukan yang berdampak pada nilai-nilai moralitasnya peserta didik. Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pada pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang baik sehingga siswa didik menjadi paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dalam istilah lain pendidikan karakter datang sebagai bentuk kritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral selama ini. Itulah karenanya terminologi yang ramai dibicarakan sekarang ini adalah pendidikan karakter (character education) bukan pendidikan moral (moral education), walaupun secara subtansial keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Pengertian karakter secara sederhana dapat diartikan membentuk tabi’at, perangai, watak dan kepribadian seseorang dengan cara menanamkan nilai-nilai luhur, sehingga nilai-nilai tersebut mendarah daging, menyatu dalam hati, pikiran, ucapan, perbuatan, dan menampakkan pengaruhnya dalam realitas kehidupan secaara mudah, atas kemauan sendiri, orisinal dank arena ikhlas semata karena Allah Swt. Penanaman dan pembentukan kepribadian tersebut bukan dilakukan bukan hanya dengan cara memberikan pengertian dan mengubah pola pikir dan pola pandang seseorang tentang sesuatu yang baik dan benar, melainkan nilainilai kebaikan tersebut dibiasakan, dilatihkan, dicontohkan, dilakukan secara terus menerus dan dipraktikkan dalam keidupan sehari-hari. Pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai pada diri siswa atau peserta didik , melainkan merupakan usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat menghayati kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa. Dengan demikian pendidikan karakter bukan hanya sekedar memberikan pengertian atau definisi-definisi tentang yang baik dan buruk, melaikan sebagai upaya mengubah sifat, watak dan kepribadian dan keadaan batin manusia sesuai dengan nilai-nilai dan keadaan yang luhur dan terpuji. Melalui pendidikan karakter ini diharapkan dapat dilahirkan manusia yang memiliki kebebasan menentukan pilihannya, tanpa paksaan dan penuh tanggung jawab. Yaitu manusia-manusia yang merdeka, dinamis, kreatif, inovatif dan bertanggun jawab, baik terhadap Tuhan, manusia, masyarakat, maupun dirinya sendiri. Pengertian pendidikan karakter yang demikian itu jika dihubungkan dengan Al-Qur’an dan As-sunnah tampak memiliki berbagai kesamaan. Di dalam Al-qur’an kata-kata karakter dalam arti sifat, tabi’at, dan sikap batin sebagaimana tersebut di atas dengan pengertian akhlaq yang jamaknya khuluq. Yang mana di dalam Al-Qur’an di jelaskan yang mana “dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Dengan demikian pendidikan karakter bukan sekedar berdimensi intregatif, dalam arti mengukuhkan moral intelektual anak didik sehingga menjadi pribadi yang kokoh dan tahan uji, melainkan juga bersifat kuratif secara personal maupun social. Pendidikan karakter bisa menjadi salah satu sarana penyembuh penyakit social. Pendidikan karakter menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat kita. Situasi sosial yang ada menjadi alasan utama agar pendidikan karakter segera dilaksanakan dalam lembaga pendidikan kita (Doni Koesoema, 2007: 190). Pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan di lemaga-lembaga pendidikan merupakan sebuah daya tawar bagi seluruh komunitas. Para siswa akan mendapatkan keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan diri mereka, membuat hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif. Tugas guru akan menjadi ringan dan lebih memberikan kepuasan ketika siswa memiliki disiplin yang lebih besar di dalam kelas. Orang tua bergembira ketika anak-anak mereka belajar untuk menjadi lebih sopan, memiliki rasa hormat dan produktif. Para pengelola sekolah akan menyaksikan berbagai macam perbaikan dalam hal disiplin, kehadiran, pengenalan nilai-nilai moral, bagi para siswa, maupun guru, demikian pula berkurangnya tindakan-tindakan di sekolah. Agar pendidikan karakter tersebut dapat tercapai sebagaimana yang dikehendaki, maka diperlukan pula dukungan dari pendidikan moral, nilai agama, dan kearganegaraan. Pendidikan moral berfungsi sebagai dasar bagi sebuah pendidikan karakter, berupa keputusan moral individual. Kemudian pendidikan nilai berkaitan dengan nilai-nilai budi pekerti, tata krama, sopan santun dalam masyarakat dan akhlak, befungsi membantu peserta didik mengenal, menyadari pentingnya dan menghayati nilai-nilai yang pantas dan semestinya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku manusia, baik secara perorangan maupun bersama-sama dalam suatu masyarakat. Sementara itu, pendidikan agama berfungsi sebagai fondasi yang lebih kokoh, kemantapan paling luhur, kekayaan paling tinggi dan sumber kedamaian manusia paling dalam, mempersatukan dirinya dengan realitas terakhir yang lebih tinggi, yaitu Allah Sang Pencipta yang menjadi fondasi kehidupan mereka. Pendidikan karakter pada lembaga pendidikan selain dilakukan dengan menerapkan institutional value atau living values, seperti kejujuran, keadilan, kemandirian, kerja keras, melayani, memberi dan inovasi juga harus didukung oleh penerapan seluruh lokus pendidikan. Yakni menjadikan sekolah sebagai wahana aktualisasi nilai, setiap penjumpaan adalah momen pendidikan nilai, manajemen kelas yang berbasis nilai, penegakan disiplin sekolah, pendampingan perwalian, pendidikan agama bagi pembentuk karakter, pendidikan jasmani dan estetika, pengembangan kurikulum, dan pendidikan melalui pengalaman (Doeni, 2007: 222). Dalam pembentukan karakter pada seseorang dapat dilihat dari pendidikan agama sesorang tersebut. Apabila sesorang memiliki pendidikan agama yang baik kemungkinan besar ia juga memiliki karakter yang baik, karena dalam diri mereka sudah terbekali pendidikan agama yang cukup baik. Jadi dalam pembentukan karakter seseorang pendidikan agama juga ikut berperan penting. Saat ini perdebatan yang mungkin belum atau dan tidak akan pernah berhenti dikalangan kita seputar pendidikan agama dalam pembentukan pendidikan karakter. Karena pendidikan agama merupakan dukungan dasar yang tak tergantikan bagi keutuhan pendidikan karakter, karena dalam agama terkandung nilai-nilai luhur yang mutlak kebaikan dan kebenarannya (Dian, 2004: 64). Mantan presiden RI pertama Soekarno berulang-ulang menegaskan bahwa “Agama adalah unsur mutlak dalam Nasional and Character Building” (Sumahamijaya dkk, 2003: 45). Hal ini diperkuat dengan pendapat Sumahamijaya itu sendiri yang mengatakan bahwa karakter harus mempunyai landasan yang kokoh dan jelas. Tanpa landasan yang jelas, karakter kemandirian tidak punya arah, mengambang, keropos sehingga tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu, landasan dari pendidikan karakter itu tidak lepas dari pendidikan agama. Dan yang paling penting pendidikan karakter tidak lepas dari pendidikan agama lebih tepatnya di agama Islam. BAB IV PEMBAHASAN A. Relevansi Pendidikan Karakter di Indonesia tela’ah Ahmad Tafsir 1. Pendidikan Karakter dalam sudut pandang Islam Dalam pendidikan Islam istilah al-khuluq (karakter) adalah bentuk jamak dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang mencakup althab‟u (tabiat) dan al-sajiyah (bakat). Dalam terminologi psikologi, karakter (character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas; satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri atas dorongandorongan, insting, refleks-refleks, kebiasaan-kebiasaan, kecenderungan- kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan dan dosa serta kemauan (Mujib, 2006:45). Dalam dunia keislaman pendidikan karakter tidak lepas dari pendidikan islam yang mana di dalam pendidikan Islam di dalamnya terdapat hal-ha yang sangat penting diantaranya adalah Islam memandang bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membumikan ajaran Islam yang pada intinya adalah membangun karakter umat manusia secara utuh (kaffah), sehingga mereka menjadi umat yang ummatan wasathan (umat yang ideal), khaira (umat yang baik), siya’ (obat penawar), mau’idzah (ajaran yang menyentuh hati). Islam memiliki peran penyelamatan manusia dari kehancuran dengan cara memberikan hudan (menyentuhhati), dan rahmat bagi seluruh alam. Lickona (1992) dalam bukunya Masnur Muslich mengungkapkan penekanan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Muslich, 2011:133). Dalam jurnal Internasional, The Journal of Moral Education, nilai-nilai dalam ajaran Islam pernah diangkat sebagai hot issue yang dikupa secara khusus volume 36 tahun 2007. Dalam diskursus pendidikan karakter ini memberikan pesan bahwa spiritualitas dan nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan karakter. Moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam membangun kesejahteraan dalam organisasi sosial maupun. Tanpa adanya keduanya maka elemen vital yang mengikat kehidupan masyarakat dapat dipastikan lenyap. Pandangan Ahmad tafsir dalam Islam, tidak ada disiplin Ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperlibatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusaan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan (Tafsir, 2004: 58). Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam islam. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keuikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Pendekatan ini semacam membuat pendidikan karakter dalam Islam lebih cenderung pada teacing right and wrong. Atas kelemahan ini, pakar-pakar pendidikan Islam kontemporer seperti Muhammad Iqbal, Sayyed Hoesn Nasr, Nauqib Al-Attas dan Wan Daud, menawarkan pendekatan yang memungkinkan pembicaraan yang menghargai bagaimana pendidikan moral dinilai, dipHmi secara berbeda dan membangkitkan pertanyaan mengenai penerapan model pendidikan moral barat (Majid, 2011: 59). Hal penting yang dapat disimpulkan dari paparan diatas adalah kekayaan pendidikan Islam dengan ajaran moral yang sangat menarik untuk dijadikan content dari pendidikan karakter. Namun demikian, pada tataran operasional, pendidikan Islam belum mampu mengolah content ini menjadi materi yang menarik dengan metode dan teknik yang efektif. Implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulallah Saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al-Qur’an dalam surah al- Ahzab ayat 21 yang menyatakan: ﯿﺮا ْ ُﷲ أ ً ِﷲ َﻛﺜ َ ﺳ َﻮةٌ َﺣ ُ ﻟَﻘَ ْﺪ َﻛﺎنَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ َر ِ ﻮل ﱠ َ ﷲ َوا ْﻟﯿَ ْﻮ َم ْاﻵ ِﺧ َﺮ َو َذ َﻛ َﺮ ﱠ َ ﺴﻨَﺔٌ ﻟِ َﻤﻦْ َﻛﺎنَ ﯾَ ْﺮ ُﺟﻮ ﱠ ِ ﺳ Yang artinya: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulallah suri tauladan yang baik”. Akhlak tidak diragukan lagi memiliki peran besar dalam keidupan manusia. Pembinaan akhlak dimulai dari individu. Hakikat akhlak itu memang individual, meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang tidak individual. Karenanya pembinaan akhlak dimulai dari sebuah gerakan individual, yang kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-individu lainnya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan secara akhlak menjadi banyak, dengan sendirinya akan mewarnai kehidupan masyarakat. Melalui dengan pembinaan akhlak pada setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat yang tentram dan sejahtera (Dian Andayani, 2011: 61). Menurut ahmad tafsir dalam Islam, akhlak menempati kedudukan penting dan dianggap memiliki fungsi yang vital dalam memandu kehidupan masyarakat. Pendidikan akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagiaan semu. Akhlak Islam adalah akhlak ynag benar-benar memelihara eksitensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya (Ahmad, 2007:60). Kualitas akhlak seseorang setidaknya dapat dilihat dari tiga indicator. Pertama, konsisten antara yang dikatakan dengan yang dilakukan, dengan kata lain adanya kesesuaian antar perkataan dengan perbuatan. Kedua, konsisternorientasi, yakni adanya kesesuaian antara pandangan dalam satu hal dengan pandangannya dalam bidang lainnya. Ketiga, konsisten dengan pola hidup sederhana. Dalam tasawuf, sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap kebajikan pada hakikatnya adalah cerminan dari akhlak yang mulia. Ajaran akhlak senantiasa bersifat praktis, dalam arti langsung dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat. Ajaran akhlak yang bersifat antipatif terhadap kebutuhan sejumlah prinsip yang lentur yang dapat mengarahkan warga masyarakat pada perubahan, misalnya adalah prinsip membawa manfaat. Prinsip inilah salah satu yang menjaga agar reaksi-reaksi sesaat yang umumnya negatife terhadap gagasan dan gaya baru, justru tidak mematikannya (Majid, 2012: 61). Dari dapat kita lihat bahwa pendidikan akhlak dalam Islam mempunyai orientasi yang sama dengan pendidikan karakter yang sedang booming saat ini, yaitu pembentukan karakter. Perbedaan bahwa pendidikan akhlak terkesan timur dan Islam, sedangkan pendidikan karakter terkesan barat dan sekuler, bukan alasan untuk dipertentangkan. Pada kenyataannya keduanya memiliki ruang untuk saling mengisi. Bahkan Licona sebagai bapak Pendidikan Karakter di Amerika justru mengisyaratkan keterkaitan erat antara akarakter dan spiritualitas. Tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulallah Saw juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik. Tokoh pendidikan barat yang mendunia seperti Socrates, klipatrick, Lickona, Brooks dan Goble seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan Nabi Muhammad saw, bahwa moral akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak dapat dihindarkan dari dunia pendidikan (Muslich, 2011:20). Dengan demikian bila sejauh ini pendidikan karakter telah berhasil dirumuskan oleh para penggiatnya sampai pada tahap yang sangat operasional melalui metode, strategi, dan teknik, sedang pendidikan akhlak syarat dengan informasi criteria ideal dan sumber karakter baik, maka memadukan keduanya menjadi suatu tawaran yang sangat inspiratif. Hal ini sekaligus menjadi entry point bahwa pendidikan karakter memiliki ikatan yang kuat dengan nilai spiritualitas dan agama. 2. Pendidikan Karakter di Indonesia Pendidikan karakter dalam perspektif Islam sejatinya adalah internalisasi nilai-nilai akhlak ke dalam pribadi pelajar. Internalisasi ini merupakan proses pembangunan jiwa yang berasaskan konsep keimanan. Gagalnya sebuah pendidikan karakter yang terjadi selama ini, dapat disebabkan karena tidak adanya karakter yang mengajarkan nilai keimanan dan konsep akhlak. Sehingga, proses pembangunan karakter tersendat bahkan hilang sama sekali. Untuk membentuk penuntut ilmu berkarakter dan berakhlak, maka pendidikan Islam harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan individu yang memahami tentang kedudukannya, baik kedudukan di hadapan Tuhan, di hadapan masyarakat dan di dalam dirinya sendiri (Ahmad Tafsir, 2005:32). Pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia dalam rangka pembinaan kepribadian generasi muda (Narwanti, 2011:16). Nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu (Narwanti, 2011:28): religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab yang seluruhnya harus mengacu pada tiga komponen yaitu moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (merasakan moral) dan moral acting (tindakan moral). Ketiga aspek tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu: a. Tujuan Pendidikan Jasmani Pendidikan Islam memberikan perhatian terhadap tubuh manusia, bertujuan menyajikan fakta-fakta relevan kepada siswa mengenai tubuhnya. Bertujuan membantu siswa mencapai kemampuan yang menjadikannya lebih kuat dan membantunya menanamkam sikap positif terhadap tubuhnya (Abdullah, 1991:157). b. Tujuan Pendidikan Rohani Para ahli pendidikan menyamakan tujuan religious dengan tujuan pendidikan rohani ini (Abdullah, 1991:158). Dimensi spiritual yang dimaksudkan adalah sisi jiwa yang memilki sifat-sifat ilahiyah (ketuhanan) dan memiliki daya untuk menarik dan mendorong dimensi-dimensi lainnya untuk mewujudkan sifat-sifat tuhan dalam dirinya. Pemikiran sifat-sifat tuhan bermakna memiliki potensi-potensi luhur batin. Potensi-potensi ini melekat pada dimensi-dimensi psikis manusia dan memerlukan aktualisasi. Dimensi manusia yang bersumber secara langsung dari tuhan ini adalah dimensi al-Ruh (Baharudin, 2007:136). c. Tujuan Pendidikan Akal Secara bahasa aql mempunyai aneka makna. Diantaranya bermakna alHijr atau al-nuha yang berarti kecerdasan. Sedangkan kata kerja (fi’il) aqala bermakna habasa yang berarti mengikat atau menawan. Karena itulah orang yang menggunakan akalnya disebut aqil yaitu orang yang dapat mengikat dan menawan hawa nafsunya (Baharudin, 2007:115). Dari ketiga tujuan dimensi pendidikan tersebut, fisik, ruh dan akal ini menegaskan bahwa kebutuhan dasar yang berakar pada fitrah manusia mesti mendapatkan perhatian penuh. Oleh karena itu dalam teori pendidikan benar bahwasannya tidak boleh mengabaikan salah satu dari ketiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang memang menghasilkan pendidikan ketiga dimensi di atas. Sudah memasuki tahun kedua setelah dicanangkannya pendidikan karakter oleh kemendiknas, namun kentan di lapangan (di sekolah-sekolah) masih seperti sebelumnya dan belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan kualitasnya. Nilainilai budi pekerti belum sepenuhnya terakomodinir oleh materi pendidikan agama dan materi pendidikan kewarganegaraan. Di samping itu materi agama termasuk budi pekerti yang disampaikan oleh guru agama masih bersifat normative dan “melangit”. Dalam pengertiannya rumusan tujuannya bersifat teosentris dan abstrak. Hal ini bukanya tidak sah, tetapi cenderung mengabaikan realita nyata, dimana peserta didik hidup dan berinteraksi. Sehingga pendidikan agama dianggap belum bisa memperkuat moralitas anak (Muin, 2011:89). Model pengintegrasikan pendidikan karakter pada semua mata pelajaran, termasuk pengintegrasian pada ekstrakulikuler, juga belum dapat dilaksnakan secara optimal, baik oleh pemerintah maupun pelaku pendidikan (kepala sekolah dan guru). Menurut Ahmad tafsir terdapat empat kelemahan yang menyebabkan pendidikan karakter belum optimal. Pertama, guru belum memahami sepenuhnya bagaiamana mengintegrasikan nilai karakter pada masing-masing materi pelajaran. Sehingga ketika menyantumkan nilai karakter saat penyusunan silabus dan RPP terkesan asal yang penting ada bunyi nilai karakter “formalitas”. Kedua, karena silabus dan RPP hanya sebagai formalitas, maka dalam proses pembelajaran berjalan secara konvensional sesuai gaya guru masing-masing dan tidak mencerminkan pelaksanaan dari silabus dan RPP, sehingga pesan penanaman nilai karakter juga tidak terealisasikan. Ketiga, masih kuatnya orientasi pendidikan pada dimensi pengetahuan dan kurang memperhatikan aspek pengembangan sikap. Hal ini menyebabkan peserta didik mengetahui banyak hal, namun kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahuinya. Keempat, masih kuatnya asumsi bahwa jika aspek perkembangan kognitif, jika pengalaman pembelajaran kognitif (Tafsir, 2005: 89). Sampai saat ini, mungkin pola pendekatan pembiasaan dan keteladanan masih sangat efektif untuk menanamkan nilai karakter atau budi pekerti peserta didik. Terealisasinya pendidikan karakter ini harus ditopang oleh tiga pilar utama lembaga pendidikan, yaitu rumah tangga, sekolah dan masyarakat tidak lupa Negara. Dari pilar tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter. Dengan adanya pendidikan karakter di Indonesia dalam Islam akan menjadikan peserta didik yang memiliki jiwa toleransi, menghormati, inovasi dan kreatif dan memiliki moral yang baik serta menjalankan sesuatu dilandasi dengan aturan agama tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku. Apalagi saat ini akhlah moralitas pada peserta didik sudah mulai menurun karena timbulnya pengaruh-pengaruh negative dari luar. Sehingga dengan mudah mereka mudah terpengaruhi. Akhlak moral seseorang sangat mudah dipengaruhi, yang mana datang dari lingkungan, teman dan sebagainya. Banyak sekolahsekolah yang mana peserta didiknya telah luntur akhlak moralnya. Di beberapa sekolah yang ada di Indonesia banyak terjadi penyimpangan akhlak. Oleh sebab itu pendidikan karakter sangatlah setuju apabila diterapkan di Indonesia saat ini dengan melihat nilai moralitas anak mulai menurun. Yang paling penting pendidikan karakter berbasis Islam yang harus diterapkan disekolah sekolah, keluarga yang ada di Indonesia. Maka dari itu disetiap sekolah-sekolah memberikan pelajaran siswa yang berupa pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Dari hal tersebut siswa akan dilatih dan dibiasakan untuk berbuat akhlaqul karimah. Pembiasaan berarti pola kegiatan yang dilakukan secara continue. Dengan pola pembiasaan dapat muncul nilai-nilai karakter seperti disiplin, tanggungjawab, jujur, peduli, dan tentunya religious. Pola pembiasaan dan keteladanan ini dapat kita lihat dari pola pembelajaran di pondok pesantren, sekolah-sekolah yang menerapkan sistem asramah dan lain-lain. Menurt Ahmad Tafsir Pendidikan krakter sangat penting diterpakan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter pada disetiap sekolah-sekolah di Indonesia. Diharapakan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang pendidikan karakter dalam prespektif Islam tela’ah Ahmad Tafsir, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1. Pendidikan Karakter Menurut Ahmad Tafsir Menurut Ahmad Tafsir pendidikan mengawali dengan mengutip definisi dari Ahmad D Marimba yang menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh di pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Menurut Ahmad tafsir bahwa di Indonesia agaknya definisi ini telah begitu mapan. Pendidikan itu terbatas pada kegiatan pengembangan pribadi anak didik. Ahmad Tafsir berpendapat jadi keberhasilan seseorang dan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan dengan kualitas sumber daya manusianya. Bukan ada yang mengatakan bahwa “bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri.” Menurut Ahmad Tafsir istilah karakter dan watak sering digunakan secara tukar-menukar. Karakter ini adalah sifat batin manusia yang mempengarui segenap pikiran dan perbuatannya. Banyak yang memandang atau mengartikan identik dengan kepribadian dan hanya merupakan salah satu aspek kepribadian sebagaimana juga temperamen. Watak dan karakter berkenan dengan kecenderungan dengan penilaian tingkah laku individu berdasarkan standarstandar moral dan etika. Menurut Ahmad Tafsir karakter tidak lepas juga dari pendidikan budi pekerti, budi pekerti adalah perilaku yang tercermin dalam kata, perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, keinginan dan hasil karya Pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakuan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik dan berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran. Dalam pendidikan Islam istilah al-khuluq (karakter) adalah bentuk jamak dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang mencakup althab‟u (tabiat) dan al-sajiyah (bakat). Dalam terminologi psikologi, karakter (character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas; satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri atas dorongandorongan, insting, refleks-refleks, kebiasaan-kebiasaan, kecenderungan- kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan dan dosa serta kemauan. Pandangan Ahmad tafsir dalam Islam, tidak ada disiplin Ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperlibatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusaan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. 2. Relevansi Pendidikan karakter di Indonesia Pendidikan karakter dalam perspektif Islam sejatinya adalah internalisasi nilai-nilai akhlak ke dalam pribadi pelajar. Internalisasi ini merupakan proses pembangunan jiwa yang berasaskan konsep keimanan. Gagalnya sebuah pendidikan karakter yang terjadi selama ini, dapat disebabkan karena tidak adanya karakter yang mengajarkan nilai keimanan dan konsep akhlak. Menurut Ahmad Tafsir Pendidikan krakter sangat penting diterpakan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter pada disetiap sekolah-sekolah di Indonesia. Diharapakan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler atau kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan keseharian dirumah dan masyarakat. B. Saran-saran Dari pembahasan Pendidikan Karakter dalam Prespektif Islam tela’ah Ahmad Tafsir maka perlu diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi dunia pendidikan Untuk meningkatkan pembelajaran dalam pendidikan, maka dunia pendidikan harus semakin dikembangkan. Lebih tepatnya dalam pendidikan islam, dalam pendidikan islam tidak lepas dengan pendidikan karakter. Dengan pendidikan karakter yang kuat akan menghasilkan benih-benih peserta didik yang berkompeten dan bermoral yang baik. 2. Bagi Dunia penelitian Dalam proses penelitian kajian pustaka memerlukan bahan bacaan yang lebih banyak. Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian ini, perlu lebih awal melakukan keiatan membaca untuk mendukung pengetahuan dan mempermudah penelitian. 3. Bagi Pemerintah Diharapkan pemerintah Indonesia mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada pembentukan karakter. Yang berakhir pemusnahannya tindak criminal yang merajalela di Negeri tercinta ini. pada DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Abdurrahman, Shaleh. 2005. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Jakarta:Rineka Cipta. Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. Anton, Bakker. 1984. Metode- Metode Filsafat, Jakarta:Ghaila Indonesia. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:PT. Rineka Cipta. Baharuddin. 2007. Paradigma Psikologi Islami Studi Tentang Psikologi Dari Al-Qur’an, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Dewantara, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama Pendidikan, Yogyakarta:Majelis Luhur Taman Siswa. Djamarah. 2004. Pola Komunkasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta:PT. Rineka Cipta. Echols, Jhon M. 1979. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:Gramedia. Kosoema, Doeni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Pendidikan Anak Di Zaman Global. Jakarta:PT Grasindo. Lickona, Thomas. 1991. Educating For Character. Newyork:Delta Kppn. Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:Al-Ma’arif. Masnur, Muslich. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta:Bumi Aksara. Miskawih, thaqiq,Ibn. 1934. Tahdzib al-Akhlaq, Mesir:Dar Al-Syuruq. Majid, Abdul, Andayani, D. 2010. Pendidikan Karakter Dalam Islam, Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Megawangi, Ratna. 2007. Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta:Lemaga Penerbit FE-UI. Mishad. 2012. Pendidikan Karakter:Prespektif Islam, Malang:MPA. Mubarok, Ahmad. 2001. Psikologi Dakwah, Jakarta:Pustaka Firdaus. Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada. Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Dalam Mata Pelajaran, Yogyakarta:Familia. Nata, Abuddin. 2011. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta:Raja Grafindo. Poerbakawatja, Soegarda. 1982. Ensiklopedi Pendidikan,Jakarta:Gunung Agung. Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka. Rahman, Fazlur. 1987. Terjemahan Senoaji Saleh, Jakarta:Bumi Aksara. Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-Teori Pendidikan, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. Sukamdinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Sukardjo dan Komarudin, Ukim. 2009. Landasan Pendidikan Konsep Dan Aplikasinya, Jakarta:Raja Grafindo Persada. Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan Prespektif Islam, Bandung:Remaja Rosdakarya. --------, 2004. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. --------, 2004. Filsafat Pendidikan Akal dan Hati , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. --------, 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta:PT Armas Duta Jaya. Zuhriah, Heni. 2008. Pendidikan Karakter:Studi Perbandingan Antara Konsep Doeni Koesoema Dan Ibn Miskawih, Surabaya:IAIN Sunan Ampel. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Alin Mujtamiah Tempat, tanggal lahir : Kec. Tuntang Kab. Semarang, 10 Mei 1993 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Nama Ayah : Nasrodin Nama Ibu : Siti Maemunah Alamat : RT:2 RW:5 Jombor Kalisari 2 Kec. Tuntang Kab. Semarang Jenjang Pendidikan : 1. MI JOMBOR Kec. Tuntang Kab. Semarang 20002006 2. SMP Negeri 2 Tuntang Kec. Tuntang Kab. Semarang 2006-2009 3. PKBM PERMATA Salatiga 2011-2012 4. IAIN Salatiga 2012-2017 DAFTAR NILAI SKK NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama : Alin Mujtamiah Jurusan : PAI NIM Dosen P.A. : Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd. : 111-12-211 Kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) “ Progresif Kaum Muda, Kunci Perubahan Indonesia” Orintasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga “ Mewujudkan Gerakan Mahasiswa Tarbiyah Sebagai Tonggak Kebangkitan Pendidikan Indonesia” Orientasi Dasar Keislaman ( ODK ) STAIN Salatiga Seminar Entrepreneurship Dan Perkoperasian 2012, “Explore Your Entrepreneurship Talent” Achievement Motivation Training (AMT) “ Dengan AMT, Bangun Karakter Raih Prestasi” Sertifikat UPT Perpustakaan “Library User Education” Sertifikat Seminar Nasional Mahasiswa “Urgensi Media Dalam Pergulatan Politik” Sertifikat MAPABA Joko Tingkir Salatiga “Membentuk Militansi Kader Menuju Mahasiswa Yang Ideal” Sertifikat bedah buku “Berhenti Kerja Semakin Kaya” Sertifikat “Haflah Qur’an dan Haul KH. Nur Cholis Ke-8 Sertifikat PDP Pendidikan Dasar Perkoperasian “Menumbuhkan Jiwa Berwirausaha Melalui Koperasi Mahasiswa” Tanggal Sebagai Nilai 05-07 september 2012 Peserta 3 8-9 September 2012 Peserta 2 10 September 2012 Peserta 2 11 September 2012 Peserta 2 12 September 2012 Peserta 2 13 September 2012 Peserta 2 29 September 2012 Peserta 8 7 Oktober 2012 Peserta 2 5 April 2013 Peserta 2 7 Agustus 2013 Panitia 3 27-29 Desember 2013 Peserta 2 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Sertifikat PLP Pendidikan Lanjutan Perkoperasian “Membentuk Jiwa Dengan Jati Diri Koperasi dan Mental Entrepreneur” 16-18 Mei 2014 Peserta 2 Sertifikat gebyar seni Qur’aniyy umum ke-VI sejateng “Aktualisasi Makna dan Syi’ar Al-Quran sebagai sumber Inspirasi” 5 November 2014 Peserta 4 Sertifikat “Wisata Religi PONPES TAHFIDZUL QUR’AN DAARUL QUDDUSIS SALAM” 18 November 2014 Panitia 3 27 November 2014 Panitia 3 28 November 2014 Panitia 3 7 Desember 2014 Peserta 2 13 Februari 2015 Panitia 3 5-7 Juni 2015 Panitia 3 27 Juni 2015 Panitia 3 11 Oktober 2015 Peserta 2 10-11 oktober 2015 Panitia 30 Oktober 2015 Peserta 8 6 November 2015 Peserta 2 Sertifikat “PERBASIS “Perbandingan Bahasa Arab Bahasa Inggris/ CEA Comparison English Arabic” CEC dan ITTAQO Sertifikat Pendidikan Dasar Perkoperasian PDP “Membangun Jiwa Entrepreneur dengan Berkoperasi” Certificate of Participation has involved in Study Club CEC Sertifikat “Seminar Kesehatan PONPES Tahfidzul Qur’an daarul quddusis salam” Sertifikat PLP “Membentuk Mental Entrepreneurship Dengan Jati Diri Koperasi” Sertifikat “Pesantren Kilat Ramadhan 1436H PONPES Tahfidzul Qur’an Daarul Quddusis Salam” Sertifikat “Inkubasi Bisnis Tahap Awal Angkatan Tiga” Sertifikat Training of Trainer “Memahami Kepribadian Kepemimpinan yang Berkualitas serta Fungsi dan Peran dalam Koperasi dan Organisasi” Seminar Nasional Kewirausahaan “Jiwa Muda, Berani Berwirausaha” Sertifikat IAIN Salatiga Bersholawat “Menyemai Nilai-Nilai Islam Indonesia Untuk Memperkokoh NKRI dalam Mewujudkan Baldatun 3 25 26 27 28 29 30 Toyyibatun Warrobun Ghofur” Sertifikat seminar Nasional “Reiventing Kebudayaan Untuk Kebangkitan HMI di Era Modern” Sertifikat Ngaji Akbar Jurnalistik dan Seminar Nasional literasi Islam bertajuk “Membangun Budaya Literasi Islam di Era Informasi Digital” Sertifikat seminar Jurnalistik yang bertajuk “Santri Menulis” Sertifikat “Haflah Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 dan Khotmil Qur’an serta Haul KH. Nur Cholis Ke-9” Sertifikat dalam acara Musyawarah Wilayah Ikatan Mahasiswa PGMI Se- Indonesia WIJAYATIRTA ke-11 dengan tema “Menciptakan Suasana Kekeluargaan untuk Menumbuhka Semangat dalam Berdemokrasi” oleh HMJ PGMI IAIN Salatiga SK PENGURUS KOPMA FATAWA IAIN SALATIGA “posisi sebagai fatawa coorpreneurship study center (focust)” 28 Mei 2016 Peserta 8 6, 10, dan 26 Juni 2016 Peserta 8 Panitia 3 Panitia 3 7 Agustus 2016 7 Agustus 2016 8 10-12 November 2016 Peserta 17 Maret 2015 Pengurus Total 4 105 Mengetahui,Salatiga, Maret 2017 Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Achmad Maimun, M.Ag NIP. 19700510 199803 1 003