PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI ISLAM Oleh: Muhammad M . Basyuni (Menteri Agama RI) Pendahuluan Dewasa ini lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Kemajuan ini ditandai antara lain dengan perubahan status kelembagaan beberapa LAIN/STAIN menjadi Universitas Islam Negeri. Perubahan ini menyebabkan penambahan bidang studi yang pada gilirannya akan melahirkan sarjana dalam berbagai disiplin ilmu. Kehadiran Universitas Islam Negeri di Tanah Air memiliki makna tersendiri. Fenomena itu bukan sekedar memperbanyak jumlah universitas yang sudah ada sebelumnya, melainkan lembaga ini diharapkan tampil dengan wataknya yang khas sesuai dengan artibut keagamaan yang disandangnya. Atribut Islam yang melekat pada lembaga pendidikan tinggi ini dapat dilihat dari sejumlah sisi. Pertama, Islam memberi dorongan bagi pengembangan berbagai disiplin ilmu, tidak terbatas pada ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga mencakup ilmu-ilmu lain, seperti ilmu-ilmu pengetahuan alam, ilmu-ilmu teknologi, dan ilmu manajemen. Perkembangan ini sejalan dengan cita-cita Islam yang menghendaki kemaslahatan bagi umat manusia dari segi lahiriah dan batiniah, material dan spiritual, dunia dan akhirat. Kesejahteraan hidup yang utuh tersebut hanya dapat diupayakan secara sempurna melalui pengembangan aneka disiplin ilmu; Kedua, Islam sebagai sumber nilai dan norma diharapkan memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan diharapkan memiliki orientasi untuk kemaslahatan umat manusia, mempunyai tujuan ke arah yang positif, bukan tujuan yang destruktif. Sejalan dengan hal ini lembaga pendidikan tinggi Islam diharapkan menghasilkan alumni yang menguasai bidang studi yang digelutinya dan memiliki moral yang baik. Alumni UIN harus memperlihatkan penghayatan agama yang dalam dan pengamalan yang tulus. Ketiga, kajian tentang Islam akan semakin baik jika dilakukan melalui pendekatan multi disipliner. Pesan-pesan yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. dapat dipahami lebih luas dan dalam jika ulama dan cendekiawan Muslim memiliki latar belakang pengetahuan yang lebih luas. Dalam hal ini, sarjanasarjana yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tinggi Islam lebih mudah untuk bersinergi dalam melakukan kajian terhadap teks-teks agama. Kita semua menyadari bahwa pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu kemestian dalam rangka mengangkat harkat bangsa ini di mata dunia. Akan tetapi, kesadaran banyak pihak untuk melakukan investasi di bidang pendidikan masih rendah. Sekolah dan perguruan tinggi yang memilki sarana yang lengkap masih kurang. Selain itu, sebagian generasi muda tergoda untuk terjun ke dunia kerja atau mengadu nasib di manca negara dalam usia yang sangat muda dan dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang minim. Tekad yang kuat sebagian tenaga kerja tanpa bekal yang 1 memadai sering menghadapkan mereka pada berbagai masalah yang memilukan hati. Fenomena semacam itu tentu tidak berdiri sendiri. Sebagian penduduk usia muda tidak tertarik untuk belajar di bangku pendidikan tinggi karena faktor kondisi keluarga yang kurang mampu, pengaruh Iingkungan sosial yang kurang mementingkan pendidikan tinggi, dan pengaruh sepak terjang sebagian alumni perguruan tinggi yang kurang memenuhi harapan keluarga dan masyarakat. Harapan ini dikaitkan terutama dengan kemampuan pribadi setelah belajar dengan susah payah dan keterlibatannya dalam dunia kerja. Alumni perguruan tinggi sesungguhnya menjadi tumpuan harapan warga masyarakat untuk memacu pembangunan bangsa sesuai tujuan clan citacita luhur yang dicanangkan oleh pendiri republik ini. Artinya, para sarjana diharapkan memiliki kualitas keilmuan, keterampilan, moral, dan kepekaan sosial di atas rata-rata penduduk. Harapan ini sesuai dengan kesempatan yang diperolehnya untuk menimba pendidikan dan pengalaman di lembaga pendidikan tinggi. Realitas yang terjadi selama ini ialah bahwa bimbingan keagamaan dituangkan dalam dua jam pelajaran per minggu di sekolah atau dua satuan kredit semester (SKS) di perguruan tinggi umum. Dengan demikian kehadiran madrasah di tingkat dasar dan menengah, dan universitas Islam negeri pada tingkat tinggi memberi peluang yang lebih proporsional terhadap integrasi ilmu dan agama. Kehadiran UIN tidak saja membuka peluang yang lebih luas kepada wargaisasyarakat untuk belajar di perguruan tinggi, tetapi juga memberi alternatif terhadap lahirnya output perguruan tinggi dengan karakter tersendiri, yakni ilmuwan yang saleh atau ulama yang produktif. Pengembangan IAIN/STAIN Upaya untuk melakukan integrasi keilmuan dengan sebaik-baiknya di tingkat perguruan tinggi memerlukan persyaratan dan kerja yang sungguhsungguh. Persyaratan itu antara lain ketersediaan staf pengajar yang ahli di bidangnya dan menghayati makna agama dalam kehidupan. Mereka menempatkan agama sebagai sumber nilai tertinggi dalam kehidupan manusia; memandang agama sebagai bagian integral dari seluruh aspek kehidupan manusia; dan menjadikan agama bukan hanya sebagai objek studi semata, tetapi juga untuk diamalkan. Sebab masih ada gejala yang dipandang oleh banyak pakar sebagai akibat dari sekularisasi yang sangat tajam dalam kehidupan manusia. Agama dipisahkan dari ilmu pengetahuan sehingga tercipta peradaban yang sekuler. Kemajuan peradaban seperti ini mengantarkan banyak orang pada kehidupan yang hampa, kehilangan makna hidup yang sesugguhnya, kehilangan kepekaan nurani, dan kehilangan pola hidup yang berkeseimbangan antara lahir dan batin, material dan spiritual. Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, yang semula berturutturut sebagai PTAIN, ADIA, IAIN, STAIN dan yang kemudian sebagian berkonversi menjadi UIN dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga ahli yang menguasai ilmu agama Islam dan ilmu pengetahuan umum yang luas sehingga tercermin perpaduan antara ulama yang cendekia dan cendekiawan yang ulama bersatu pada diri seseorang. Oleh karena itu, program pendidikan dalam lingkungan UIN harus mencakup komponen ilmu agama dan komponen ilmu pengetahuan yang keduanya mewujudkan pendidikan bentuk pendidikan yang bulat ke arah terbentuknya tenaga ahli aga ma Isla m yang mengetahui dan menguasa i per masalahan kemasyarakatan dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu jugs harus tetap dijaga agar Program Studi Islam tetap ditempatkan sebagai program utama 2 dan secara akademis memberikan nuansa ke-Islaman dalam semua bidang kajian keilmuan serta secara kelembagaan dapat diciptakan suasana dan kultur islami dalam kampus. Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap IAIN/STAIN menjadi UIN bukanlah sekedar meniru, melainkan disadari dan didasari oleh tuntutan umat dan masyarakat masa kini dan masa mendatang. Namun pengembangan ini harus tetap menjaga jati diri UIN sebagai lembaga Pendidikan Tinggi Islam. Pengembangan ini jangan sampai justru menenggelamkan dan menurunkan posisi fakultas-fakultas agama, sebab tanpa fakultasfakultas agama, maka UIN tidak pernah lahir. Perubahan dari Institut/Sekolah Tinggi (IAIN/STAIN) menjadi Universitas merupakan hal paling mendasar. Perubahan ini berkaitan dengan perlunya perubahan dalam bidang keilmuan dan bahkan, menjadi bagian dari pengembangan universitas. Diperlukan adanya restrukturisasi dan reorganisasi baik dalam bidang keilmuan maupun pada aspek tata laksana organisasinya. Masih banyak permasalahan yang belum tentu tuntas diselesaikan oleh STAIN/IAIN sampai saat ini, misalnya mengenai pembidangan ilmuilmu agama Islam. Sebagaimana diketahui, IAIN saat ini terbagai atas lima fakultas: Syari'ah, Ushuluddin, Tarbiyah, Adab, dan Dakwah. Persoalannya adalah apakah sudah tepat bahwa ilmu-ilmu agama itu menjadi lima kelompok ini? Apakah program studi yang diberikan oleh jurusanjurusan sudah tepat? Hal ini perlu dibahas lebih mendalam, agar keharusan adanya spesialisasi pada sarjana-sarjana lulusan IAIN menjadi jelas. Hingga sekarang terasa adanya kekaburan tentang spesialisasinya itu hingga orang sulit membedakan lulusan sarjana-sarjana IAIN. Persoalan menjadi lebih kompleks, manakala melihat perubahan nama fakultas dari sementara UIN, misalnya fakultas syari'ah menjadi fakultas syari'ah dan hukum, fakultas adab menjadi fakultas adab dan ilmu humaniora, tarbiyah menjadi ilmu tarbiyah dan keguruan. Disamping itu, ketersediaan staf pengajar yang ahli di bidangnya belum merata. Mengingat situasi dan kondisi yang ada dan berdasarkan pertimbangan seperti yang saya sebutkan di atas, untuk sementara jumlah UIN yang ada scat ini dianggap sudah cukup. Hal ini terutama dimaksudkan agar UIN yang ada ini dapat menata dan memantapkan diri sebagai lembaga pendidikan tinggi yang diperlukan sehingga menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam yang ideal bagi umat. Sebab, menurut pengamatan saya, UIN yang sekarang barn diresmikan masih dalam proses mempersiapkan diri menjadi Universitas. Sistem Pendidikan Islam Ma'had Pada masa penjajahan sistem pendidikan Islam mengambil bentuk yang disebut pesantren (ma`had). Sistem ini dibedakan dari sistem sekolah (classical) antara lain karena muatan kurikulum dan metode pembelajarannya. Ma`had pada masa lalu tidak membedakan murid atas tingkatan kelas, membatasi diri pada ilmu agama dan penguasaan kemampuan membaca kitab kuning sebagai landasan untuk memahami ilmu agama Islam. Kitab kuning yang dimaksud berisi penjelasan yang dikemukakan oleh para ulama terhadap sumber-sumber ajaran agama dan metode pemahaman yang mereka terapkan. Metode pembelajaran yang menonjol pada sistem ma'had mencakup sorogan (mengkaji kitab secara individual dan langsung dari guru), bandongan (semacam kajian kitab secara kelompok) dan hafalan terhadap kitab atau materi palajaran tertentu. 3 Metode yang disebutkan ini terbuka untuk disesuaikan dengan prinsip-psinsip pembelajaran modern sehingga, sistem ma'had terbuka untuk dipadukan dengan sistem klasikal pada semua jenjang pendidikan. Sistem ma`had yang memberi penekanan pada kemampuan membaca dan memahami kitab-kitab agama dalam bahasa Arab merupakan sesuatu yang tepat. Kemampuan semacam itu harus dimiliki oleh orang-orang yang hendak mendalami ajaran Islam. Dengan demikian, sistem ini dapat berperan sebagai penunjang terhadap sistem klasikal yang terikat secara ketat pada kurikulum, jam belajar, evaluasi dsb. Lebih dari itu sistem ma'had mengembangkan nilai-nilai yang sangat penting untuk dilestarikan dalam dunia pendidikan. Nilai yang dimaksud, antara lain, penghormatan yang tinggi pada guru, sikap tawadu' dalam menyampaikan pendapat, hidup sederhana, kemandirian, membuka kesempatan yang luas untuk belajar, tolong menolong, dan tidak mengkomersilkan ilmu. Dengan demikian, upaya untuk memadukan sistem ma'had dan sistem klasikal sebaiknya tidak terbatas pada objek kajian dan metode pembelajarannya, namun harus memperhatikan pula aspek nilai yang terkandung di dalamnya. Adalah sangat tepat.apa yang dilakukan oleh UIN Malang dengan mempedomani sistem ma'had yang mengenal asrama dan kemampuan berbahasa Arab dan Inggris serta kemampuan-kemampuan lain yang dirasakan sangat bermanfaat bagi umat. Penyelenggaraannya dengan berorientasikan pada fasilitas dan mutu. Untuk itu, penyelenggaraan pendidikan tinggi Islam harus berusaha untuk membangun dan memelihara citra yang baik dari segi mutu. Proses pembelajaran harus ditunjang dengan fasilitas pendidikan yang memadai sehingga mahasiswa dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya. Mahasiswa harus diberi kesempatan untuk mendapatkan informasi seluas mungkin melalui perpustakaan yang lengkap dan sumber-sumber informasi lainnya. Selain itu, mereka harus diberi kesempatan untuk berlatih atau melakukan praktek untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai bidang yang mereka geluti. Kita harus mengoptimalkan kemampuan yang kita miliki untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang terbaik bagi para mahasiswa. Untuk keperluan ini agaknya kita dituntut untuk memperkuat kerjasama di antara institusi pendidikan tinggi Islam dan memperkuas jaringan kerjasama dengan pihak lain. Pada kesempatan yang baik ini saya ingin memperkenalkan dan menawarkan suatu program yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan dalam upaya meningkatkan peran PTAIN dalam menjawab tantangan dan kebutuhan SDM berkualitas dan profesional. Program tersebut berbentuk Program Paket (Pendidikan Profesional), yang menyiapkan SDM yang memiliki kompetensi sesuai dengan profesi yang akan didudukinya, seperti guru, penterjemah, tenaga administrasi, dan seterusnya. Penutup Harapan yang ditujukan terhadap UIN amatlah besar, yakni mengembangkan ilmu dan agama sekaligus. Sehubungan dengan hal itu, para dosen dan mahasiswa dituntut bekerja lebih keras. Kedua unsur itu harus terlibat dalam proses belajar secara berkelanjutan. Dosen harus belajar sepanjang hayat sesuai dengan perintah gama dan sesuai kodrat ilmu yang mengalami kemajuan secara terus menerus. Masalah yang dihadapi umat manusia dewasa ini semakin kompleks sehingga 4 lembaga pendidikan tinggi Islam dituntut untuk mengembangkan aneka disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dapat memberi kontribusi tersendiri dalam rangka memahami kenyatan hidup secara lebih baik dan mewujudkan kemaslahatan umat. Kehadiran UIN merupakan suatu bentuk respons dalam bidang pendidikan sesuai tantangan zaman. Momentum ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jakarta, April 2005 Menteri Agama RI ttd H. Muhammad M. Basyuni Makalah ini disampaikan tanggal 18 April 2005 di Universitas Islam Negeri Malang 5