BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan sentuhan dalam kehidupan yang memiliki nilai estetika dan edukasi. Nilai estetika ini dapat dinikmati oleh siapapun. Sedangkan untuk keindahan esensial yang terkadung di dalamnya, banyak ditemukan oleh para apresiator dan pelaku seni musik itu sendiri. Maka tak heran banyak orang rela mengorbankan banyak hal hanya untuk menikmati keindahan musik. Musik pun memiliki nilai edukasi mengingat fungsi akan keberadaannya. Fungsi musik dilihat dari segi estetisnya ialah keindahannya yang dapat mempengaruhi suasana hati atau perasaan seseorang. Musik dapat membuat suasana menjadi lebih berkesan. Maka tidak heran bila musik sering dijadikan latar suara pada tempat dan suasana tertentu, hingga menjadi latar untuk suatu pertunjukan dan film. Selain itu, musik pun memiliki nilai edukasi. Banyak orang percaya, untuk mencapai kehidupan yang seimbang diperlukan keseimbangan dalam olah pikir, olah rasa dan olah raga. Dalam hal ini, musik termasuk dalam ranah olah rasa yang berperan penting dalam pembentukan kecerdasan emosi seseorang. Mengingat tujuan pendidikan nasional yang salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa, maka musik merupakan suatu bidang yang penting untuk ditekuni. Alasannya, yang diperlukan tidak hanya dalam tingkat intelegensi seseorang, tetapi juga tingkat pengendalian emosi seseorang. Maka dari itu pelajaran seni musik penting untuk diterapkan di sekolah. Pembelajaran musik di 1 2 sekolah pada umumnya bukanlah untuk membentuk para siswa menjadi seorang pemusik profesional. Melainkan sebagai media untuk mendapatkan pengalaman berolah rasa dan bekal untuk mengasah kemampuan musikal yang ada pada siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya. Hal ini akan sangat berarti bagi siswa, mengingat pelajaran lain lebih banyak menuntut mereka bekerja dengan otak kirinya. Dalam pelajaran musik, mereka dapat menyeimbangkannya karena musik merupakan pekerjaan otak kanan. Karakteristik siswa yang berbeda merupakan hal yang sangat biasa ditemui di sekolah. Tidak jarang kita menemukan anak berkebutuhan khusus, baik itu siswa yang sangat pintar maupun siswa yang kemampuannya di bawah rata-rata. Siswa yang sangat pintar membutuhkan perhatian dan bimbingan yang lebih intens karena pelajaran yang diberikan dapat dengan mudah ia kuasai. Dalam hal ini, fungsi musik tidak sekedar menjadi alat bagi ia untuk mendapatkan pengalaman berolah rasa, namun juga untuk merangsang bakatnya sehingga dapat ia kembangkan di kemudian hari. Sedangkan untuk anak yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata, mereka memerlukan bimbingan untuk dapat sejajar dengan teman-temannya. Salah satu siswa berkebutuhan khusus yang peneliti temui adalah seorang penderita autis. Hal yang menjadi keresahan antara lain adanya siswa autis yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran musik di MTs. Asih Putera yang merupakan salah satu sekolah inklusi. Karakter siswa dengan autistik diantaranya mengalami gangguan dalam interaksi sosial, gangguan dalam berkomunikasi, perilaku mengulang-ulang (repetitif behaviour) seperti melakukan gerakan tubuh yang berulang-ulang, aktivitas yang sama dan berulang serta tidak mau merubah 3 jadwal. Siswa yang peneliti temui di sekolah ini tergolong autis ringan atau Asperger Syndrome. Gejala yang ditemukan pada anak tersebut antara lain, adanya gangguan komunikasi, sering mengulang-ngulang pembicaraan, sulit mengekspresikan pikiran serta keinginan pada orang lain sehingga cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya. Banyak ahli menyebutkan bahwa Asperger Syndrome dapat digolongkan ke dalam autis, karena gejala yang tampak hampir sama. Hanya saja Asperger Syndrome lebih ringan. Penerimaan sosial bagi siswa berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah tersebut cukup baik. Namun demikian, siswa autis tersebut masih saja lebih senang menyendiri. Dalam hal ini, warga sekolah telah dapat memakluminya. Walaupun demikian, siswa tersebut cukup paham dengan materi yang diajarkan, terlebih lagi jika daya konsentrasinya bertahan lebih lama. Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa tersebut memberi perhatian pada pembelajaran musik. Hanya saja model ceramah yang dilakukan guru kurang menarik perhatian siswa tersebut, sehingga ia tidak sepenuhnya mengikuti pelajaran selama jam belajar penuh. Selain itu, keadaan “tertinggal” oleh teman-temannya membuat ia kurang bersemangat. Padahal jika ia mampu berkonsentrasi terhadap pelajaran tersebut lebih lama dan lebih bersemangat, ia mampu sejajar dengan teman-temannya. Berdasarkan kenyataan di atas, diperlukan suatu inovasi model pembelajaran yang dapat menarik perhatian para siswa pada umumnya dan khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus, dalam hal ini siswa autis. Diperlukan pembelajaran dengan lingkungan belajar yang hangat dan lebih menyenangkan serta dilandasi dengan kerja sama, sehingga tidak ada siswa yang merasa 4 tertinggal, karena mereka akan melakukan sesuatu bersama-sama dalam proses yang sama. Di samping bekerja sama, diperlukan perhatian terhadap tanggung jawab setiap anggota dari suatu team sehingga setiap orang dituntut untuk fokus dan berkonsentrasi selama pembelajaran tersebut. Model pembelajaran Cooperative Learning yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama, interaksi sosial dan membangun pengetahuan siswa secara aktif. Beberapa unsur model pembelajaran Cooperative Learning yakni, adanya saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Berdasarkan karakteristik tersebut, model ini diduga dapat meningkatkan konsentrasi anak autis dalam pembelajaran musik. Pendidikan inklusi dewasa ini sudah cukup marak. Sekolah inklusi merupakan sekolah dengan standar kurikulum pada umumnya namun juga membuka kesempatan bagi mereka yang berkebutuhan khusus untuk melakukan proses pembelajaran. Keberadaan pembelajaran seni musik di sekolah inklusi tidak kalah pentingnya dengan sekolah umum lainnya. Mengingat anak berkebutuhan khusus pun memerlukan lingkungan yang normal dan kooperatif agar dapat belajar. Alasan lainnya, karena lingkungan itulah yang akan mereka hadapi kelak, yakni berbaur dengan orang normal yang berbeda dengan mereka. Kerugian yang mungkin timbul jika hal ini tidak diteliti akan menyebabkan ketidaktepatan cara dalam menangani anak autis dalam pembelajaran seni musik di sekolah inklusi. Sedangkan keuntungan yang akan didapat adalah meningkatnya konsentrasi siswa autis yang terlibat dalam 5 pembelajaran musik. Dalam hal ini model yang akan peneliti terapkan adalah cooperative learning, karena model ini menekankan pada penciptaan lingkungan belajar yang dilandasi oleh kerja sama. Berdasarkan hasil penelitian Cikalia (2011), lingkungan sosial yang baik sangat berkontribusi terhadap perkembangan siswa. Lingkungan yang hangat dan menyenangkan diharapkan dapat menarik perhatian anak autis, sehingga ia dapat berkonsentarsi lebih lama. Maka dari itu peneliti melakukan penelitian dengan judul PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSENTRASI DALAM PEMBELAJARAN MUSIK BAGI SISWA AUTIS KELAS VIII DI MTS. ASIH PUTERA dengan harapan, hasil dari model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi siswa autis di sekolah-sekolah inklusi, khususnya bagi siswa autis di MTs. Asih Putera. Selain itu, dapat menginspirasi pengajar untuk menemukan inovasi model pembelajaran lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran musik di sekolah-sekolah inklusi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu; “Bagaimanakah PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSENTRASI DALAM PEMBELAJARAN MUSIK BAGI SISWA AUTIS KELAS VIII DI MTS. ASIH PUTERA?”. Untuk menjawab dan mendeskripsikan rumusan masalah di atas, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 6 1. Bagaimanakah proses pembelajaran musik dengan menerapkan model cooperative learning untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi siswa autis kelas VIII di MTs. Asih Putera? 2. Bagaimanakah perkembangan konsentrasi siswa autis kelas VIII di MTs. Asih Putera selama pembelajaran musik melalui penerapan cooperative learning? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah mengetahui dan mendeskripsikan PENERAPAN MENINGKATKAN COOPERATIVE KEMAMPUAN LEARNING KONSENTRASI UNTUK DALAM PEMBELAJARAN MUSIK BAGI SISWA AUTIS KELAS VIII DI MTS. ASIH PUTERA secara operasional sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui proses pembelajaran musik dengan menerapkan model Cooperative Learning untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi siswa autis kelas VIII di MTs. Asih Putera. 2. Untuk mengetahui perkembangan konsentrasi siswa autis kelas VIII di MTs. Asih Putera selama pembelajaran musik melalui penerapan Cooperative Learning. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi semua pihak, diantaranya: 7 1. UPI Bandung Sebagai bahan literatur tambahan tentang penerapan model Cooperative Learning dalam pembelajaran musik bagi siswa autis khususnya penderita Asperger Syndrome di sekolah inklusi. 2. Sekolah Untuk menambah wawasan bagi pihak sekolah untuk menerapkan model Cooperative Learning atau menginspirasi untuk menemukan model lain yang tepat untuk setiap pembelajaran yang ada. 3. Siswa Siswa dapat meningkatkan kemampuan konsentrasinya sehingga mampu mengikuti pelajaran dengan baik. 4. Penulis Untuk menimba ilmu yang lebih dalam tentang kajian ini. Secara tidak langsung penelitian ini dapat memberi masukan kepada penulis sebagai calon tenaga ahli kependidikan musik di masa yang akan datang. E. Asumsi Penerapan cooperative learning, memberi peluang munculnya tanggung jawab dan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran, merupakan meningkatnya konsentrasi siswa dalam belajar. salah satu kunci keberhasilan 8 F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Wawancara dan Catatan Lapangan Wawancara dilakukan pada guru untuk mengetahui keadaan siswa autis dalam pembelajaran musik. Selain itu, pada siswa autis untuk memperkuat informasi yang didapat sebelumnya. Mencatat keadaan lapangan setiap pertemuan. 2. Observasi Observasi dilakukan di lapangan antara lain mengunjungi, melihat, dan mencatat aktifitas yang berhubungan dengan objek penelitian. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipasi untuk mengamati kegiatan siswa dan peneliti. Pengamatan dilakukan berulang-ulang atau biasa juga disebut observasi partisipan (berperan serta). 3. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil foto-foto yang dilakukan dengan pendokumentasian sendiri. Selain itu, peneliti juga merekam proses pembelajaran dengan menggunakan video. 4. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari informasi dari penelitian yang telah lebih dulu dilakukan. Dalam hal ini, informasi dapat dicari dari buku, karya ilmiah dan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. 9 G. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di MTs. Asih Putera di bawah Yayasan Asih Putera yang terletak di Jl. Cihanjuang 199 Cimahi Bandung. Alasan memilih lokasi ini, sekolah ini merupakan sekolah inklusi. Subjek penelitiannya adalah seorang anak dengan autis ringan (Asperger Syndrome) kelas VIII-C dengan nama samaran Oni berusia 14 tahun.