Peran Konsultan Politik Dalam Pilkada Strategi Marketing Politik

advertisement
1
Peran Konsultan Politik Dalam Pilkada
Strategi Marketing Politik PolMark Indonesia dalam
Memenangkan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama pada
Pilkada Provinsi DKI Jakarta 2012
Indriani Puspitaningtyas1
Abstrak
Penelitian ini menjelaskan tentang penggunaan konsep marketing politik dalam Pilkada
DKI Jakarta 2012 yang dilakukan oleh PolMark Indonesia selaku lembaga konsultan
politik resmi dari Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mengenal lebih dalam
subyek yang diteliti dan mengetahui fenomena yang terjadi pada subyek penelitian.
Sedangkan pendekatan deskriptif yang digunakan, dimaksudkan peneliti untuk
mendeskripsikan makna yang didapat dari subyek penelitian. Dari temuan data
didapatkan bahwa PolMark Indonesia belum mengoptimalkan fungsinya sebagai
konsultan politik. Dimana ia seharusnya menjalankan proses marketing politik, yaitu
segmentasi market, targetisasi pasar dan positioning. Serta pelaksanaan marketing politik
yang terdiri dari push, pull dan pass marketing. Namun dalam hal ini PolMark Indonesia
tidak ikut campur melakukan positioning Jokowi-Ahok. Salah satu aspek marketing politik
andalan yang dilakukan PolMark Indonesia adalah membuatkan zona prioritas bagi
kliennya agar langkah pemenangan yang dilakukan tim pemenangan bisa efisien dan
efektif. Zona kekuatan prioritas itu terdiri dari 77 kecamatan yang merupakan hasil
kategorisasi tujuh aspek target kampanye. Ternyata hal itu mempunyai impact terhadap
kenaikan jumlah pemilih yang signifikan.
Kata Kunci: konsultan politik, marketing politik dan pemilihan kepala daerah.
Pendahuluan
Belakangan ini jasa konsultan politik semakin banyak dicari. Hal itu dikarenakan
banyak politisi maupun partai politik yang mulai menyadari manfaat survei dan konsultasi
politik. Misalnya saja dalam pilkada, politisi yang ingin mencalonkan umumnya terlebih
dulu harus mempunyai hasil survei yang bisa ia sodorkan kepada partai politik. Banyak
politisi yang memakai jasa mereka untuk memetakan kelebihan dan kelemahannya
sebelum bertarung di arena pemilihan. Konsultan politik adalah sebutan orang-orang
profesional yang memiliki keahlian dalam merekomendasikan dan menjalankan taktik
kampanye demi kemenangan seorang calon atau partai politik dalam sebuah Pemilu
(Johnson, 2001).
1
Mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga, email: [email protected]
2
Lambat laun keberadaan konsultan politik tersebut berbanding lurus dengan
banyaknya jumlah kandidat yang ikut serta dalam pemilihan umum. Para ahli politik
banyak yang membaca peluang ini dan pada akhirnya tertarik untuk berkecimpung di
dalamnya. Jika dilihat berdasarkan potensi pasarnya, menjadi konsultan politik itu cukup
menjanjikan. Setiap 5 tahun sekali terdapat 536 Pilkada akan dilaksanakan di Indonesia,
terdiri dari 34 Pilkada provinsi serta kurang lebih 410 Pilkada kabupaten dan 98 Pilkada
kota. Belum lagi ratusan ribu calon anggota legislatif yang berebut kursi DPR/DPRD.
Tak heran jika belakangan ini fenomena konsultan politik pun semakin menjamur.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengakui adanya peningkatan
permintaan untuk survei dan konsultasi politik. Ada ratusan bahkan ribuan calon politisi
yang potensial menggunakan jasa lembaga tersebut. Para politisi rela merogoh kocek
hingga miliaran rupiah untuk membayar lembaga konsultan politik (Sitorus dan Triyoga,
2013). Para kandidat dalam pemilihan umum juga partai-partai politik siap
mempertaruhkan uang dalam jumlah besar demi mendapatkan gambaran opini publik lewat
hasil survei dan langkah strategi taktis kemenangan.
Salah satu konsultan politik yang berhasil menghantarkan kliennya menjadi
pemenang adalah lembaga konsultan politik PolMark Indonesia dalam pemenangan
pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dalam Pilkada DKI
Jakarta yang berlangsung pada tahun 2012 lalu. Meskipun DKI Jakarta memiliki peraturan
khusus yang tercantum sesuai dengan Pasal11 Ayat 2 UU No 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, sebagai ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Dimana syarat gubernur dan wakil yang terpilih diharuskan memperoleh suara lebih
dari 50 persen suara sah, apabila tidak ada yang mencapainya maka dilaksanakan
pemilihan putaran kedua. Namun pasangan Jokowi-Ahok berhasil menembus politik DKI
Jakarta yang kompleks dan menjadi pemenang. Sebagai kandidat baru, pasangan JokowiAhok berhasil menumbangkan kandidat incumbent Fauzi Wibowo (Foke-Nara) dengan
meraih suara sebanyak 1.847.157 atau sebesar 42,60 persen (putaran pertama) dan
sebanyak 2.472.130 suara atau 53,82 persen (putaran kedua). Sedangkan pasangan FokeNara yang dijagokan menang satu putaran harus tertahan di posisi kedua dengan jumlah
suara 1.476.648 atau sebesar 34,05 persen suara di putaran pertama dan 2.120.815 suara
atau 46,18 persen pada putaran kedua (KPUD, 2012). Berangkat dari kandidat yang tidak
diperhitungkan, namun pasangan tersebut justru mendapat jumlah suara terbanyak dalam
Pilkada DKI Jakarta.
Padahal menurut survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia tentang calon
yang akan dipilihnya menjadi gubernur DKI Jakarta menempatkan Jokowi-Ahok di bawah
popularitas Foke-Nara. Jokowi hanya berada diurutan kedua dengan presentase 44,8
persen, dibawah Foke dengan presentase 45,3 persen (Lembaga Survei Indonesia, 2012).
Survei tersebut dilakukan berdasar dari berbagai kategori, mulai dari basis pendukung,
daerah pemilihan, tingkat popularitas, serta kemampuan individu.
Kemenangan tersebut tidaklah instan, dibalik panggung perpolitikan tersebut terdapat
peran badan survei politik dan konsultan politik. Para konsultan menganalisis dan
memberikan rekomendasi tentang strategi politik yang harus dilakukan oleh kandidat
3
sesuai dengan konsep teori marketing politik. Dalam konteks politik penerapan ilmu
marketing dilihat sebagai seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu
atau partai politik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi
partai, dan juga karakteristik kepemimpinan partai politik pada program kerjanya kepada
masyarakat (Firmanzah, 2008).
Untuk kasus ini, banyak teori-teori konvensional mengenai pemenangan pemilihan
umum yang terbantahkan. Kemenangan dalam pemilu kini tak sekedar ditentukan oleh
pemilikan dana terbesar, tampilan kandidat, status sebagai incumbent dan besaran partai
politik yang mengusung kandidat. Langkah besar Joko Widodo dan Basuki Tjahaja
Purnama di Jakarta menjadi pertanda bahwa sumber daya terbatas dan pendanaan bukan
masalah besar. Asal dikelola dan dimanajerial secara efisien oleh orang-orang yang
kompeten di bidangnya, yakni konsultan politik. Maka dari itu, pada penelitian ini peneliti
mencoba mendeskripsikan peran dan strategi pemenangan yang dilakukan PolMark
Indonesia sebagai konsultan politik Jokowi-Ahok. Pertanyan kunci yang akan peneliti
gunakan untuk menguraikan permasalahan tersebut adalah bagaimana posisi dan peran
PolMark Indonesia dalam tim sukses Jokowi-Ahok saat Pilkada DKI Jakarta 2012 dan
bagaimana marketing politik yang dilakukan PolMark Indonesia untuk memberdayakan
potensi yang dimiliki Jokowi-Ahok.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Peneliti memilih ini karena penelitian kualitatif memberikan kesempatan
ekspresi dan penjelasan yang lebih besar daripada metode kuantitatif. Untuk pendekatan,
peneliti menggunakan pendekatan deskriptif. Dimana peneliti akan mendapatkan hasil
berupa data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang
dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Suyanto dan Sutinah, 2005).
Fokus pada penelitian ini adalah PolMark Indonesia sebagai tim sukses dibalik
keberhasilan pemenangan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Maksudnya
adalah menelaah lebih dalam bagaimana strategi marketing politik yang dirancang
PolMark Indonesia untuk memenangkan pasangan Jokowi-Ahok sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
Dalam penelitian ini metode pengambilan data menggunakan metode snowballing.
Melalui pihak-pihak yang diketahui itulah peneliti meminta informasi dan rekomendasi
sehingga informasi yang diperoleh semakin berkembang dan mendalam. Setelah pencarian
data dilakukan, peneliti mengetahui karakteristik informan yang diperlukan. (1) peneliti
akan melakukan wawancara terhadap Eko Bambang sebagai research center manager
yang bertugas menjadi koordinator survei politik dalam proyek pemenangan Jokowi-Ahok
saat Pilkada DKI Jakarta 2012. (2) peneliti akan mewawancarai Eep Saefulloh Fatah
selaku CEO dari PolMark Indonesia. (3) ketua tim pemenangan Merah Putih, Boy Sadikin
yang juga menempati jabatan sebagai ketua DPD PDI Perjuangan dan decision maker
kegiatan di lapangan, mulai urusan media, branding desain, acara kreatif, serta pembuatan
logistik kampanye saat proyek pemenangan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta
2012. Ada pula perwakilan partai pengusungnya, M. Taufik ketua DPD Partai Gerindra
DKI Jakarta sekaligus tim sukses Jokowi-Ahok dari partai Gerindra. Tidak ketinggalan
4
pula penguat informasi dari anggota tim kampanye dan koordinator eksekutor lapangan
pemenangan Jakarta Baru dari PDI Perjuangan.
Zona Kekuatan Prioritas Menjadi Strategi Marketing Politik PolMark
Indonesia Jokowi-Ahok
Di samping peranan Jokowi -Ahok sendiri ada strategi pemenangan yang mereka
gunakan bersama tim. Salah satu nya adalah dengan menyewa beberapa konsultan politik,
termasuk PolMark Indonesia.
“...dari awal saya sudah tahu nama Jokowi melalui Tokoh Kepala Daerah
Berprestasi yang di bahas Tempo pada tahun 2008. Kemudian baru mulai jadi teman
diskusi sejak Desember 2011. Jadi kalau sampai ada kontrak kerja diantara kami itu ya
berdasarkan kebutuhan yang terbangun dari dua sisi, kami sama-sama. Bukan Pak Jokowi
yang berharap-harap dan PolMark yang mengejar-ngejar juga. Lagipula Pak Jokowi itu
juga bukan orang yang mudah percaya terhadap survei-survei atau institusi tertentu.
Butuh penjajakan cukup lama sebelum ini..... kontraknya ya antara saya dan kandidat, mas
Jokowi.” (wawancara Eep Saefulloh Fatah, CEO PolMark Indonesia, 28 November 2013)
Berkaitan dengan mekanisme kerjanya, PolMark Indonesia punya tanggung jawab
penuh kepada Jokowi. Mulai dari pertanggunggjawaban hingga hubungan kerja fungsional
dilaporkan PolMark Indonesia kepada Jokowi. Hal itu dikarenakan kontrak formal hukum
yang ditanda tangani memang antara PolMark Indonesia dengan Jokowi berlaku sejak 1
April 2012 hingga Oktober 2012, meskipun penjajakan dan menjadi teman sudah
berlangsung sejak Desember 2011. Seperti grafis 1 berikut ini.
Gambar 1 Mekanisme Pertanggungjawaban PolMark Indonesia
sumber: data olahan hasil wawancara dengan Eep Saefulloh Fatah
Berdasarkan grafis tersebut tujuan dari tim sukses baik itu PolMark Indonesia
(konsultan politik) dan mesin partai politik (PDIP-Gerindra) adalah memenangkan JokowiAhok pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Partai politik pengusung bertanggung jawab untuk
mengantarkan Jokowi-Ahok menjadi pemenang, begitupula Jokowi-Ahok. Mereka punya
tanggung jawab sebagai perwakilan partai politik masing-masing. Di lain sisi, Jokowi juga
punya keterikatan hubungan timbal balik dengan PolMark Indonesia. PolMark Indonesia
5
berkewajiban menuntaskan tugas-tugasnya sebagai konsultan politik, dan Jokowi (bukan
partai) berkewajiban mengeluarkan dana untuk jasa sejumlah aktivitas tersebut. Kontrak
kesepakatan kerjasama yang ditanda tangani oleh Jokowi dengan PolMark Indonesia
secara tidak langsung membuat PolMark juga harus menggarap Ahok sebagai pasangan
Jokowi. Karena sebagai calon yang diusung berpasangan keduanya harus saling
melengkapi tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
Sebagai konsultan politik Jokowi, PolMark Indonesia memiliki beberapa kewajiban
diantaranya adalah, (1) menyusun, mendiskusikan, membuat rancangan implementasi,
strategi pemenangan; (2) mengelola berbagai kegiatan riset dan pemetaan yang tujuannya
menang; (3) melakukan kegiatan pendampingan terhadap kandidat; (4) melakukan
pendampingan terhadap tim sukses; (5) supervisi sistem pengamanan suara dan
pengorganisasian terhadap saksi; (6) membantu melakukan penggalangan dana.
Kemudian hubungan secara tidak langsung juga terjadi diantara PolMark dengan
tim kampanye dari partai pengusung Jokowi (PDIP)-Ahok (Gerindra). Sebagai konsultan
politik Jokowi, mau tidak mau PolMark Indonesia juga harus bersinergi dengan partai dan
tim sukses untuk kemenangan. Dikarenakan Jokowi-Ahok masih merupakan anggota dari
partai masing-masing.
Untuk melaksanakan fungsi konsultan politik Jokowi, PolMark Indonesia harus
bersinergi dengan kandidat (pasangan Jokowi-Ahok), tim pemenangan dan juga partai
pengusung. Agar lebih mudah memahami alur kerja yang dilakukan di lapangan, tim
pemenangan langsung membagi tugas. Salah satunya adalah tim kampanye yang diketuai
oleh Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, Boy Bernadi Sadikin. Secara menyuluruh ini semua
merupakan instrumen dari pemenangan namun dibagi lagi menjadi beberapa fraksi.
Pertama ada tim merah yang beranggotakan mesin partai politik Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan koalisinya, Partai Gerakan Indonesia Raya
(Gerindra). Kemudian, tim putih dengan anggota yang berasal dari non partai, relawan dan
orang-orang dekat Jokowi seperti sahabat dan lain-lain. Baru saling beririsan dan
membentuk tim gabungan yang diberi nama tim kampanye Merah Putih. Kemudian ada
konsultan politik, salah satunya PolMark Indonesia yang berada diluar bagian tersebut
namun diperkenankan melihat keseluruhan pergerakan dan berkontribusi memberikan
rekomendasi rancangan strategi untuk implementasi. PolMark Indonesia menjadi salah satu
bagian kecil dari keseluruhan tim pemenangan yang kompleks tersebut.
Grafis 1. Pemetaan Tim Pemenangan Jokowi-Ahok
sumber: data olahan hasil wawancara dengan Eep Saefulloh Fatah
6
Berdasarkan pernyataan tersebut, memperjelas bahwa terdapat pembagian tugas yang
sistematis dalam internal mesin partai politik PDI Perjuangan maupun Gerindra. Meskipun
melibatkan sejumlah bantuan lainnya, partai pengusung tetap melakukan fungsinya untuk
memperkuat konsolidasi partai mulai dari lapisan grassroot.
Setidaknya dalam hal ini, konsolidasi internal partai merupakan salah satu modal
politik internal bagi pemenangan kandidat Jokowi-Ahok. Untuk menyatukan visi dan misi
selama kampanye, tim merah putih melakukan koordinasi dalam bentuk rapat gabungan
yang diadakan di posko Jakarta Baru yang terletak di Jalan Borobudur No. 22, Menteng,
Jakarta Pusat.
Peserta yang mengikuti rapat gabungan itu terdiri dari beberapa perwakilan
kelompok saja. Misalnya dari PDIP hanya diikuti oleh ketua tim sukses, kepala bidang
(sosialisasi, logistik, advokasi dan legal hukum, mobilisasi massa, humas). Kemudian dari
partai Gerindra ada ketua DPD DKI Jakarta, Muhammad Taufik dan beberapa anggota,
sedangkan dari relawan termasuk konsultan politik yang dilibatkan hanya beberapa tokohtokoh penting saja. Serta ada dukungan tambahan dari tujuh partai gurem (partai non
parlemen).
Berkaitan dengan fungsi koordinasi, tim pemenangan memang sengaja melibatkan
sedikit orang saja. Setelah pembahasan langkah pemenangan mulai dari konseptual hingga
implementasi di lapangan sudah matang, masing-masing perwakilan tersebut
menyampaikan ke jaringan dibawahnya. Secara khusus tim sukses memang terbagi, ada
merah dan putih tapi ketika pelaksanaan kedua tim saling gotong royong membantu.
Dalam hal ini perlu ditegaskan lagi bahwa konsultan politik PolMark Indonesia tidak
ambil bagian saat membentuk pemetaan dan bagian-bagian dari tim penggerak
kemenangan. Sedangkan pengambil keputusan utama adalah tim kampanye yang dipimpin
oleh Boy Sadikin sekaligus ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta. Posisi PolMark
Indonesia yang diwakili oleh Eep Saefulloh Fatah sekedar teman bertukar pikiran.
Posisi sebagai konsultan politik dari Jokowi, tak lantas membuat PolMark Indonesia
punya legitimasi penuh mengatur gerak-gerik kliennya tersebut. Partai, dalam hal ini PDIP
dan Gerindra selaku partai pengusung masih memegang kendali atas kandidatnya itu.
Maka tak mengherankan apabila partai masih berfungsi penuh untuk menjalankan
perannya karena diberi ruang oleh konsultan politik, PolMark Indonesia.
Jadi tak mengherankan apabila PolMark Indonesia terbuka menerima keberadaan
konsultan politik lainnya yang ikut membantu menyukseskan pemenangan Jokowi-Ahok
dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Dari hasil pengamatan dan analisa peneliti diperoleh
beberapa lembaga konsultan dan survei selain PolMark Indonesia, yakni lembaga survei
Cirus Surveyors Group, Cyrus Network yang bertugas memberi data untuk menyusun
strategi implementasi kampanye, memberi masukan, dan rekomendasi. Namun semuanya
itu berjalan masing-masing tidak saling berkaitan satu sama lain. Dan keputusan final akan
disaring oleh ketua tim kampanye, Boy Sadikin.
Rencana strategi implementasi memang di konsep dan dikerjakan oleh PolMark
Indonesia, namun keputusan akhir tetap berada di tangan ketua tim kampanye Merah Putih,
7
Boy Bernadi Sadikin dan kandidat Jokowi-Ahok. Tim PolMark Indonesia tidak turun ke
lapangan sebagai eksekutor melainkan hanya membantu supervisi dan menjadikannya
catatan untuk bahan evaluasi. Menurut Boy Sadikin, hasil survei dan rekomendasi
konsultan politik membantu tim yang dipimpinnya untuk menentukan lokasi kampanye
agar lebih efektif dan tepat sasaran.
PolMark Indonesia hadir menjadi konsultan politik dan membantu memenangkan
Jokowi-Ahok dengan menggunakan instrumen marketing politik. Langkah awal mengukur
peluang memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012 yang dilakukan oleh PolMark Indonesia
adalah melihat kekuatan kompetitior Jokowi-Ahok. Selain survei, memetakan kekuatan
masing-masing lewat pemetaan distribusi dukungan partai politik itu juga diperlukan.
Kemudian PolMark Indonesia juga merancangkan zona prioritas sebagai strategi
marketing politik PolMark Indonesia dalam pemenangan Jokowi-Ahok pada pilkada DKI
Jakarta 2012. Proses yang dilalui adalah: segmentasi, penargetan, dan pemosisian.
Segmentasi. Sebelum memberikan rekomendasi dan pemaparan strategi pemenangan
kepada Jokowi-Ahok dan tim, PolMark Indonesia melakukan beberapa kali riset dan survei
untuk membuat pemetaan sesuai dengan segmen. Atau dalam teori marketing politik
dikenal sebagai segmenting.
Survei dan riset pasar ini membantu memberikan gambaran awal tentang peta sosialpolitik di DKI Jakarta. Survei pertama dilakukan metodologi multistage random sampling.
Dalam survei tersebut PolMark menyebar tim survei di 120 kelurahan di Jakarta dengan
total jumlah responden 1200 orang, komposisi 50% laki-laki dan 50% perempuan, serta
marginal error 2,8%. Sampel disebarkan berdasarkan proporsi jenis kelamin, umur, letak
geografis, tingkat perekonomian, dan jumlah penduduk per wilayah. Survei tersebut
dilakukan dengan beberapa standardisasi pengambilan sampel yang rigid tapi tidak
menutup kemungkinan setiap orang punya kesempatan menjadi responden.
Nantinya hasil survei pemetaan ini akan membantu PolMark Indonesia menyusun
grand strategy pemenangan. Karena sudah mengetahui sebaran dukungan dan preferensi
pemilih terhadap kandidat berdasarkan aspek: wilayah, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, afiliasi keagamaan dan organisasi sosial, serta tingkat sosial-ekonomi. Pelaksanaan
survei untuk Jokowi-Ahok ini dilaksanakan sekali pada awal April, beberapa bulan
sebelum pemilihan diselenggarakan sebagai materi persiapan awal. Dalam satu kali survei
ini PolMark Research Center sekaligus dapat memperoleh hasil segmentasi pemilih
berdasarkan segmentasi psikografi, perilaku, sosial-budaya dan sebab akibat.
Kemudian PolMark Indonesia juga melakukan survei untuk mengetahui gambaran
suara pemilih Jokowi-Ahok dalam kurun waktu. Berdasarkan survei inilah PolMark
Indonesia dapat mengetahui serta mengukur popularitas maupun elektabilitas Jokowi-Ahok
dan sejumlah kontestan lainnya. Beberapa pertanyaan yang muncul dalam kuesioner tidak
langsung mengarahkan kepada Jokowi-Ahok tapi sifatnya lebih general untuk semua
calon. Hal itu ditujukan untuk mengukur seberapa jauh pengetahuan publik mengenai
popularitas calon sekaligus menjadi dasar pemetaan daerah basis dukungan. Misalnya,
pertanyaan slogan manakah yang lebih Anda ketahui? Ayo Beresin Jakarta, 3 Tahun Bisa,
Maju Terus Jakarta, Jakarta Baru, Berdaya Bareng-Bareng, atau Jakarta Hebat.
8
Agar lebih efektif dalam hal kampanye, PolMark Research Center juga melakukan
riset media. Dari sanalah bisa diketahui jika penggunaan media luar ruang seperti baliho
spanduk dan iklan di TV itu tidak terlalu memberikan sumbangan besar terhadap
elektabilitas.
Untuk segmentasi demografi dan geografi dapat ditentukan lewat pemetaan berbasis
Geographic Information System (GIS) yang dapat digunakan oleh PolMark Research
Center untuk mengetahui perkembangan aktivitas yang sedang dilakukan di DKI Jakarta.
Dengan begitu segala perkembangan implementasi strategi kampanye di daerah pemilihan
dapat dipantau secara detail. Setelah seluruh elemen tadi diperoleh, maka PolMark
Research Center akan melakukan overlay.
Melalui GIS, akan terpantau wilayah-wilayah mana saja yang menjadi basis
kemenangan kandidat, aktivitas apa saja yang sudah dilaksanakan di wilayah itu dan
sebagainya. Pemetaan ini mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu
mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena
yang ditemukan di lokasi tersebut.
Selanjutnya, setelah putaran pertama usai, tim PolMark Research Center secepat
mungkin menyelenggarakan survei lagi yang disebut dengan tracking survey.
Metodologinya sama seperti awal survei namun substansinya yang berbeda. Tracking
survey ini digunakan untuk mengetahui pergerakan suara pemilih menuju putaran kedua
Pilkada DKI Jakarta 2012. Survei ini dilakukan untuk mengetahui pergerakan suara,
sehingga PolMark Indonesia dapat merespon secara cepat kekuatan dan kelemahan strategi
yang dijalankan. Kemudian melaporkan rekomendasinya kepada Jokowi-Ahok dan tim
pemenangan.
Namun PolMark Research Center sebagai divisi PolMark Indonesia tidak selalu
melakukan semua survei sendiri. Seperti data penduduk, data BPS (Badan Pusat Statistik)
juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan segmentasi kelompok-kelompok pemilih di DKI
Jakarta.
Penargetan. Sebagai pusat kekuasaan negara, pemilihan kepala daerah DKI Jakarta
Jakarta punya beberapa hal yang relatif lebih baik dibandingkan kompetisi Pilkada provinsi
lain. Banyak tantangan yang harus dilalui oleh kandidat jika ingin memenangkan kursi
DKI 1 dan DKI 2. Pertama, keadaan penduduk Jakarta lebih heterogen baik secara sosial
politik maupun ekonomi; Kedua, kualitas tujuh juta pemilih di Jakarta jauh lebih rasional
dibanding provinsi lain. Mereka adalah pemilih yang kritis terhadap siapa pun pasangan
calon. Sehingga kualitas personal calon saja tidak cukup, harus disokong dukungan mesin
politik partai dan strategi taktis untuk memenangkan hati warga DKI Jakarta. Berdasarkan
hasil segmentasi yang dilakukan PolMark Research Center maka dirumuskan targeting
yang disebut sebagai “zona kekuatan prioritas” berikut: Pertama adalah kelurahan yang
Daftar Pemilih Tetap (DPT)-nya paling banyak. Kedua, kelurahan yang kepadatan
penduduknya di atas rata-rata, akan lebih efisien berkampanye bila, satu kepala keluarga
terdapat ada enam orang. Ketiga adalah kelurahan yang mempunyai konsentrasi golput
pada Pilkada 2007. Pilkada kala itu diikuti oleh Fauzi Bowo-Prijanto versus Adang
Dorodjatun-Dhani. Jumlah golput mencapai 2,1 juta orang. Dengan begitu kemungkinan
dapat dipengaruhi untuk memilih akan lebih besar. Keempat, kelurahan dengan konsentrasi
9
orang miskin di Jakarta menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Desember 2011.
Kelima, kelurahan dengan mempunyai penduduk dari kalangan pekerja. Biasanya di
sekitar kawasan industri. Keenam, disasar juga kelurahan yang mempunyai konsentrasi
terbanyak orang Jawa. Karena berdasarkan segmentasi sosial budaya dan geografi populasi
orang Jawa yang terbanyak di Jakarta pasti akan solid mendukung orang Jawa juga.
Ketujuh, kelurahan yang mempunyai konsentrasi agama yang majemuk.
Strategi demografi dengan memanfaatkan zona kekuatan prioritas itulah yang
menjadi andalan PolMark Indonesia untuk menaklukkan Jakarta di Pilkada 2012,
konsultan politik tersebut menyusun peta demografi ibu kota dan memahaminya sehingga
hasil yang diinginkan dapat diwujudkan. Strategi demografi berdasarkan kelurahan ini
dibuat PolMark Indonesia agar kampanye Jokowi-Ahok lebih efisien dalam hal biaya,
tenaga dan resources lainnya.
Dari tujuh kriteria tersebut akhirnya diperoleh 77 daerah prioritas kelas I dan II yang
harus didatangi oleh tim Jokowi-Ahok untuk digarap sebagai sasaran target kantong suara.
Ternyata dari hasil pemetaan zona kekuatan prioritas tersebut memberikan dampak yang
signifikan terhadap kenaikan perolehan suara Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta
2012 lalu. Seperti yang tercantum pada gambar berikut ini.
Gambar. 3 Perolehan Suara Jokowi-Ahok Setiap Wilayah saat
Pilkada DKI Jakarta 2012
Sumber: Olahan data primer PolMark Indonesia dan data sekunder KPUD DKI
Jakarta.
Sesuai dengan gambar tersebut, perolehan suara yang dicapai di putaran I dengan
keunggulan hampir di seluruh wilayah Jakarta dapat dilihat dari indikator pemenangan
suara etnis Jawa di Jakarta Timur, Etnis Tionghoa di Jakarta Barat dan Pusat, orang-orang
miskin di pemukiman padat dan kumuh di sekitaran Jakarta Utara. Perolehan suara akhir
sejumlah 46,2 persen tersebut sesuai dengan ekspektasi PolMark yang mengukur
kemenangan berada di angka 45 persen.
10
Bahkan saat putaran kedua, Jokowi-Ahok berhasil menarik simpatisan dari
kandidat yang kalah di putaran pertama. Dari enam wilayah administratif di DKI Jakarta,
Jokowi-Ahok hanya kalah di Kepulauan Seribu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan,
tim pemenangan akhirnya sengaja mengikhlaskan wilayah yang kurang potensial seperti
Kep. Seribu. PolMark Indonesia berhasil melakukan mapping potensi pemilih rasional di
DKI Jakarta hingga menyentuh kantong-kantong suara di daerah yang sudah dipetakan
dengan sangat cermat per kelurahan.
Untuk meyakinkan bahwa perolehan tersebut memang merupakan keunggulan
PolMark Indonesia sebagai konsultan politik yang jitu membaca perilaku pemilih dan
analisis kantong suara. Maka peneliti mengujinya dengan instrumen pembanding berupa
hasil perolehan suara pemilihan legislatif DKI Jakarta 2009. Setelah di breakdown, peneliti
mendapatkan temuan bahwa kekuatan partai pengusung (PDI Perjuangan dan Gerindra) di
wilayah tersebut masih jauh dibawah perolehan suara perwakilan legislatifnya. Dengan
begitu dapat terbukti apabila strategi PolMark Indonesia untuk membaca kantong suara di
wilayah DKI Jakarta memang efektif meningkatkan elektabilitas pasangan Jokowi-Ahok
pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
Dari sini dapat diketahui bahwa peran PolMark Indonesia sebagai konsultan politik
tak sekedar memberikan rekomendasi. Namun juga mencarikan ide-ide taktis untuk
mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh Jokowi-Ahok. Pasalnya, sejak resmi jadi calon
hingga putaran pertama 11 Juli 2012 Jokowi hanya punya waktu 38 hari untuk menemui
konstituen. Apalagi DPRD Solo juga membuat jadwal rapat paripurna yang ketat yang
harus dihadiri Jokowi setiap hari Senin. Sementara meminta cuti dari Gubernur Jawa
Tengah juga cukup sulit. Jokowi juga tidak didukung kekuatan finansial yang banyak
untuk melakukan semuanya secara masif. Sehingga strategi pemetaan zona kekuatan
prioritas tersebut berhasil meringankan kerja tim pemenangan dan sangat tepat untuk
meningkatkan perolehan suara kandidat di kantong suara.
Pemosisian. Latar belakang Jokowi dan Ahok yang memang pernah berkecimpung
sebagai pengusaha, dirasa PolMark Indonesia tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk
menentukan positioning pribadi. Dalam hal ini PolMark Indonesia tak banyak ikut campur
mengenai pembentukan image seorang Jokowi-Ahok. Keduanya dirasa sudah bisa
menentukan sendiri. Terlebih lagi keduanya juga diusung oleh partai yang punya
positioning jelas. PDIP dan Gerindra juga terkenal dengan sikap oposisinya dalam
perpolitikan Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Selain itu, kedua partai tersebut terkenal
dengan partainya orang-orang bawah, plural, dan merangkul semua agama atau kalangan.
Hal itu semakin membuat positioning pasangan itu lebih mencolok. Diferensiasi
Jokowi dibanding kandidat lain adalah dia tampil sebagai orang yang melayani dan
sederhana baik dari penampilan, gaya bertutur kata bahkan komunikasi yang cenderung
merendah. Jokowi memiliki positioning sebagai pemimpin yang melayani. Sederhana dan
pas dengan harapan masyarakat yang sering melihat pemimpin berwibawa, penuh kuasa,
dan tidak mendengar suara rakyat. Selain itu dia juga suka keluar-masuk kampung untuk
menyapa masyarakat. Dia berpakaian sederhana, memilih baju kotak-kotak yang digulung
sampai ke siku, supaya terlihat seperti rakyat biasa. Hal itu juga memperkuat positioning
dia.
11
Disini Jokowi dengan cerdas membangun pola-pola bidikannya yang heterogen dan
campur aduk. Segmen Jokowi adalah kelas bawah yang banyak, ciri khas kelas rakyat
banyak adalah emosional, mereka tak paham dengan uraian bergaya auditorium kampus
seperti yang dilakukan Faisal Basri, tapi mereka paham pragmatisme. Jokowi dengan tepat
mendefinisikan dirinya seperti ini, ia ke Pasar Senen dan membangun ruang emosional.
Sedangkan Ahok, memang sudah karakternya tegas dan ceplas-ceplos. Itu sudah menjadi
bagian dari dia. Tapi untuk urusan bertindak, Ahok terkenal tanggap dan bersih dari
korupsi. Sosok Ahok muncul tepat dimana saat ini masyarakat memang sudah jengah
melihat kasus korupsi yang mewabah. Jokowi-Ahok juga memiliki naluri tersendiri untuk
dekat dengan rakyat. Sehingga, hipotesa awal yang menyebutkan bahwa keduanya akan
sulit menembus masyarakat kelas bawah yang dikuasai Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli
justru terbantahkan. Positioning keduanya sudah kuat dan tidak perlu di poles sana-sini.
Dari hasil pemaparan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa positioning yang Jokowi
itu asli karena karakter dan integritasnya. Bukan hasil rekayasa karena tuntutan pasar.
Berdasarkan keadaan yang dipaparkan dalam pembahasan di atas, peran PolMark
Indonesia selaku konsultan politik Jokowi-Ahok tidaklah terlalu strategis di dalam tim
pemenangan tersebut. Sebab dalam praktiknya, PolMark Indonesia selaku konsultan politik
tidak menggunakan legitimasinya untuk meng-create positioning kliennya.
Padahal secara teoritis, seharusnya penerapan teori marketing politik merupakan
satu kesatuan yang meliputi proses segmentasi pasar (identifikasi pemilih dengan survei),
targetisasi pasar (menyusun segmen pemilih dan memilih target), dan positioning kandidat.
Jika ada tahap yang dilewatkan, maka konsep marketing politik terancam tidak efektif dan
efisen dalam mancapai tujuan akhirnya, yaitu kemenangan.
Namun untuk urusan efisiensi dan efektifitas, PolMark Indonesia bersama tim
pemenangan Jokowi-Ahok justru berhasil menerapkan cara kerja road show di zona
prioritas pemenangan. Dari 77 kelurahan yang dikategorikan sebagai prioritas pertama,
hasilnya 70 dimenangkan. Maka tak heran apabila ketika putaran pertama dan kedua
Jokowi-Ahok selalu leading diatas kontestan lainnya termasuk incumbent. Seperti yang
terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4 Wilayah Pemenangan Jokowi-Ahok di Putaran Kedua atas
Kandidat Incumbent Foke-Nara
12
sumber: KPUD DKI Jakarta
Dari grafis itu terlihat bahwa Jakarta Timur yang padat penduduknya juga berhasil
menyumbang perolehan suara terbanyak. Dapat dilihat dari indikator pemenangan berasal
dari suara etnis Jawa di Jakarta Timur, Etnis Tionghoa di Jakarta Barat dan Pusat, orangorang miskin di pemukiman padat dan kumuh. Sesuai dengan segementasi yang di bidik
oleh tim pemenangan dan PolMark Indonesia.
Kesimpulan
Pada Pilkada Provinsi DKI Jakarta, 11 Juli 2012, kemenangan pasangan JokowiAhok tidak dapat dipisahkan dari strategi politik yang dirancang oleh lembaga konsultan
politik yang bernama PolMark Indonesia. PolMark Indonesia adalah lembaga konsultan
politik independen yang juga memperhitungkan profit.
Dalam proses konsultasinya PolMark Indonesia mengedepankan pendekatan
marketing politik. Seluruh hasil rekomendasi dalam pemenangan Jokowi-Ahok
berdasarkan dengan penggunaan metode riset, survei dan pemetaan. Saat dilapangan
PolMark Indonesia memiliki peran yang tidak terlalu banyak masuk di berbagai lini
strategi marketing politik. Posisinya sebagai konsultan politik juga tidak terlalu
menyeluruh. PolMark Indonesia juga tidak merancang tim pemenangan, lembaga ini hanya
melegitimasi diri masuk tim pemenangan atas permintaan Jokowi dan menjadi bagian kecil
di dalamnya.
Terlihat dari ruang lingkup kerja yang dilakukan dalam tim pemenangan JokowiAhok saat Pilkada DKI Jakarta 2012, PolMark Indonesia hanya berperan sebatas
segmenting pemilih dan targeting zona prioritas berdasarkan analisis kantong suara di
setiap wilayah pemilihan. Bahkan, PolMark Indonesia tidak terlalu banyak menyentuh area
positioning Jokowi-Ahok. Selain melakukan survei dan pemetaan, PolMark Indonesia juga
membuat perhitungan kekuataan kompetitor dan partai pengusung di atas kertas lewat
perolehan kursi legislatif DKI Jakarta 2009 lalu.
Strategi merketing politik yang direkomendasikan oleh PolMark Indonesia dan
menjadi andalan dari kemenangan Jokowi-Ahok adalah strategi “zona kekuatan prioritas.”
Melalui divisi PolMark Research Center, PolMark Indonesia melakukan segmentasi
dengan cara survei dan riset pasar. PolMark akan mencari tahu sebanyak mungkin tentang
informasi pemilih. Setelah itu hasilnya akan di overlay dan dilakukan analisis oleh
penanggung jawab. Kemudian PolMark Indonesia akan memaparkan hasil analisisnya
tersebu di hadapan tim pemenangan beserta kandidat untuk mempermudah targeting
pemilih potensial.
Keterbatasan yang dimiliki Jokowi-Ahok berupa minim dana, sedikitnya waktu
(hanya punya 38 hari untuk kampanye), serta tingkat popularitas yang rendah dapat diatasi
dengan memanfaatkan analisis kantong suara dari PolMark Indonesia. Sehingga, tim
pemenangan tidak perlu repot mendatangi seluruh wilayah DKI Jakarta. Selama masa
kampanye berlangsung, mereka hanya perlu masuk ke kantong-kantong suara potensial
saja.
13
Sebanyak 77 zona prioritas tersebut ditentukan berdasarkan segmentasi perilaku
pemilih yang dilakukan oleh PolMark Indonesia. Zona itu ditentukan berdasarkan tujuh
kreteria. Wilayah yang paling banyak beririsan dengan kriteria lain merupakan kriteria
paling potensial didatangi. Dari 267 kelurahan kemudian disaring menjadi 77 wilayah. Saat
pemilihan putaran satu dan dua, zona prioritas yang didatangi tersebut ternyata berhasil
menyumbang pemilih terbanyak sehingga meningkatkan angka elektabilitas Jokowi-Ahok
secara signifikan. PolMark Indonesia berhasil melakukan mapping potensi pemilih rasional
di DKI Jakarta hingga menyentuh kantong-kantong suara di daerah yang sudah dipetakan
dengan sangat cermat per kelurahan. Sebagai konsultan politik, PolMark Indonesia dapat
membaca perilaku pemilih dan analisis kantong suara secara tepat.
Berperan sebagai konsultan politik tak lantas membuat PolMark Indonesia
mengambil alih fungsi tim pemenangan. Lembaga konsultan politik ini tidak ingin
dianggap sebagai event organizer yang menjalankan seluruh rangakaian acara, maupun
lembaga public relation yang bertugas melakukan rekayasa citra klien.
Berdasarkan langkah-langkah kerja yang dilakukan, PolMark Indonesia ingin
konsultan politik harus dipahami secara kompeherensif. Yaitu sebagai orang profesional
yang memberikan rekomendasi serta pertimbangan rasional mengenai keadaan yang
dihadapi kandidat dengan menggunakan pendekatan marketing politik. Dapat disimpulkan
bahwa dalam fenomena kemenangan Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2012
didukung oleh kualitas calon, militansi kader partai politik, kemampuan organisasi partai
politik dan support strategi taktis dari konsultan politik.
Daftar Pustaka
Firmanzah. (2008) Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Johnson, Dennis. (2001) W. How Political Consultants are Reshaping American
Democracy: No Place for Amateurs, New York: Routledge.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Majalah Tempo. (2012) Hasil riset Pilkada DKI
Jakarta, Protes KelasMenengah, 7-12 September 2012.
Taylor dan Bogdan (1975) dalam Suyanto dan Sutinah, (2005) Metodologi Penelitian
Sosial dalam Berbagai Pendekatan. Yogyakarta: Kencana.
Sitorus, Ropesta dan Hardani Triyoga, (2013) “Lembaga Konsultan Politik Mulai
Kebanjiran Pesanan,” 26 September 2013 [diakses 2 Desember 2013].
http://news.detik.com
Download