BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik selalu menarik

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Politik selalu menarik untuk dibicarakan di setiap kalangan masyarakat. Betapa pun
pelik dan kisruhnya kehidupan politik, semua orang ingin tahu tentang perkembangan politik.
Bahkan orang-orang di pedesaan dan para ibu rumah tangga pun semakin gemar berbicara
tentang politik. Pembicaraan politik di kalangan masyarakat biasa tentunya berbeda dengan
lingkungan akademik.
Jika berbicara tentang dunia perpolitikan tanah air,saat ini sedang mengalami masamasa yang sulit ataumasa kritis, hal ini dapat dilihat dari rendahnya tingkat partisipasi
masyarakat dalam memberikan hak suaranya di dalam pemilihan kepala daerah. Banyak
faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam memberikan hak
suaranya, salah satunya ialah tingkat kepercayaan yang rendah dari masyarakat akan calon
yang akan dipilih, menyebabkan masyarakat enggan memberikan suaranya.
Berikut tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di beberapa
daerah di Indonesia.
Tabel 1.1
Tingkat Partisipasi Pemilih di Beberapa Daerah di Indonesia
No Pemilukada Daerah Tahun Pemilukada Tingkat Partisipasi
1 Sumatera Utara
2013
48,50 %
2 Jawa Barat
2013
63,73 %
3 Papua
2013
59,00 %
4 Sulawesi Selatan
2013
69,78 %
5 DKI Jakarta
2012
66,80 %
Sumber : Kompasiana.com
Universitas Sumatera Utara
Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan, apabila kecenderungannya terus
menurun, maka diprediksi partisipasi pemilih pada pemilihan umum 2014 mendatang, hanya
sekitar 54 persen. Untuk itu menurutnya, seluruh elemen pemilu harus ikut berperan aktif,
agar tingkat partisipasi pemilih pada pemilu mendatang dapat meningkat menjadi 75%, sesuai
dengan
target
pembangunan.
(http://www.classyfm.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1128:partisipa
si-pemilih-pada-pemilu-2014-diprediksi-hanya-54&catid=1:classy-news&Itemid=5)
Turunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap pemilukada sebagai dampak
merebaknya kasus korupsi yang memang melibatkan kepala daerah mereka. Sebagai contoh
provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2008 diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Provinsi Sumatera Utara untuk periode 2008-2013, pada saat itu pasangan nomor urut 5
Syamsul Arifin-Gatot Pudjo Nugroho (Syampurno) dengan jargon mereka sahabat semua
suku berhasil memenangkan Pilgubsu dengan hanya satu putaran sesuai dengan hasil
rekapitulasi yang dikeluarkan KPUD Provinsi Sumatera Utara.
Namun pada tahun 2011 tepatnya setelah 3 tahun menjabat sebagai Gubernur
Sumatera Utara masyarakat Sumatera Utara dikecewakan oleh Syamsul Arifin karena beliau
tersandung kasus korupsi di saat masih menjabat Bupati Langkat. Kasus korupsi yang
melibatkan kepala daerah di Sumut bukan yang pertama kalinya terjadi, karena sebelum
Syamsul Arifin tersandung kasus korupsi, Walikota Medan dan Wakil Walikota Medan
membuat kecewa warga Medan yang saat itu sangat percaya dengan wibawa Abdillah dan
Ramli yang dianggap jujur ternyata masuk penjara setelah menjadi tersangka kasus korupsi.
Imbas dari kasus korupsi tersebut yang pada akhirnya membuat masyarakat Sumatera
Utara tidak lagi percaya dengan calon pimpinan mereka yang mengajukan diri, bahkan
pembangunan daerah di Sumatera Utara yang tidak berjalan dengan baik ikut menyebabkan
ketidakpercayaan masyarakat Sumatera Utara terhadap tokoh politik yang mencalonkan diri
Universitas Sumatera Utara
sebagai pemimpin Sumatera Utara. Sehingga pada saat pemilihan kepala daerah di tingkat
kabupaten/ kota, partisipasi pemilih terus mengalami penurunan yang sangat drastis akibat
memburuknya citra tokoh-tokoh politik tersebut. Hal ini juga terlihat dalam Pemilihan
Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di mana partisipasi pemilih hanya 48,50 %. Hasil
tersebut sebagai bukti menurunnya minat memilih masyarakat Sumatera Utara.
Berikut daftar kepala daerah yang pernah dan akan berhadapan dengan pengadilan
terkait kasus korupsi :
1. Syamsul Arifin, Gubernur Sumatera Utara, terpidana kasus korupsi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Kabupaten Langkat tahun 2000-2007.
2. Awang Faroek Ishak, Gubernur Kalimantan Timur, tersangka kasus divestasi
saham PT Kaltim Prima Coal.
3. Agusrin Najamudin, Gubernur Bengkulu, terpidana kasus korupsi pajak bumi dan
bangunan serta bea penerimaan hak atas tanah dan bangunan Bengkulu tahun 2006-2007.
4. Thaib Armaiyn, Gubernur Maluku Utara, tersangka kasus korupsi Dana Tak
Terduga tahun 2004 dan APBD Provinsi Maluku Utara tahun 2007.
5. Amran Batalipu, Bupati Buol, terdakwa kasus suap kepengurusan hak guna usaha
perkebunan kelapa sawit PT Hardaya Inti Plantations atau PT Cipta Cakra Murdaya 2011.
6. Mochtar Muhammad, Wali Kota Bekasi, terpidana kasus suap dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2010.
7. Sunaryo, Wakil Wali Kota Cirebon, terpidana kasus penyelewengan dana belanja
barang dan jasa senilai Rp 4,9 miliar APBD Kota Cirebon 2004.
8. Eep Hidayat, Bupati Subang, terpidana kasus korupsi biaya pemungutan pajak
bumi dan bangunan senilai Rp 14 miliar tahun 2005-2008.
Universitas Sumatera Utara
9. Satono, Bupati Lampung Timur, terpidana kasus korupsi penggelapan dana rakyat
dalam APBD sebesar Rp119 miliar dan menerima suap Rp 10,5 miliar dari pemilik Bank
Perkreditan Rakyat, Tripanca Setiadana, pada 2005.
10. Fauzi Siin, Bupati Kerinci, terpidana kasus suap dana APBN 2008.
11. John Manuel Manoppo, Wali Kota Salatiga, tersangka kasus korupsi proyek
pembangunan Jalan Lingkar Selatan Salatiga.
Para tokoh politik sudah seharusnya menyadari realita yang terjadi di tengah
masyarakat, tidak hanya para elit politik di Sumatera Utara, namun juga para elit politik di
tanah air.
Ditambah lagi tahun 2013 menurut kalender KPU merupakan tahun politik
dikarenakan banyak daerah-daerah yang melakukan pemilihan kepala daerah yang tentunya
akan mempengaruhi hasil Pilpres 2014.
Citra yang buruk merupakan salah satu hal yang harus diperbaiki setiap tokoh-tokoh
politik yang memiliki niatan untuk maju mencalonkan diri, baik sebagai anggota legislatif,
kepala daerah, dan tentunya presiden. Bukan hanya tokoh politik, partai yang merupakan
syarat untuk mengajukan calon juga harus berbenah untuk bersaing merebut hati rakyat.
Politik memang meupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh jika ingin berperan
di dalam menetukan kebijakan yang sistemnya memang sudah di atur di dalam UUD 1945.
Kebijakan Ekonomi salah satu yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat pada
umumnya. Kebijakan tersebut ditentukan oleh pimpinan birokrasi pemerintahan. Tentunya,
untuk menjadi pimpinan di suatu daerah bukan merupakan hal yang mudah.
Kegiatan politik kedepan harus beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi
saat ini di tengah-tengah masyarakat. Tentunya strategi yang digunakan untuk memperoleh
dukungan masyarakat saat ini sangat berbeda dengan yang sudah ada selama ini. Partai
Universitas Sumatera Utara
tentunya tidak hanya memberikan bantuan saja kepada masyarakat, karena masyarakat sudah
sangat berhati-hati di dalam memilih pemimpin mereka untuk jangka panjang. Dalam hal ini,
Partai Politik juga harus bersih-bersih kader, artinya setiap kader mereka yang pernah
tersandung kasus korupsi, kriminal, harus dikeluarkandari partai.
Partai Politik sendiri tidak lagi mampu berbuat banyak di dalam memenangkan setiap
persaingan di dalam pemilukada. Citra dari tokoh politik itu sendiri yang sangat menentukan
tingkat kepercayaan masyarakat untuk memilih atau tidak. Karena masyarakat sudah
menganggap bahwa setiap partai tidak ada lagi yang benar-benar tulus memperjuangkan
kepentingan rakyat. Dampaknya, tidak ada lagi dikatakan partai besar dan partai kecil, karena
semuanya ditentukan dari citra tokoh dari partai itu sendiri. Jika tokoh tersebut dikenal
masyarakat sebagai tokoh yang jujur dan memiliki kapabilitas untuk menjadi pemimpin
mereka, maka tokoh tersebut dapat menarik simpati masyarakat dan pastimya dapat
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suaranya sebagai
warga negara.
Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jokowi merupakan salah satu
tokoh politik yang mampu menarik simpati warga, dan terbukti mampu mengungguli
pesaingnya dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Hebatnya lagi,
Jokowi mampu mengungguli pasangan incumbent yang ikut berkompetisi saat itu, terlebih
Jokowi bukanlah warga Jakarta yang tentunya tidak memilik hak untuk memilih dirinya
sendiri. Banyak fakta-fakta lain yang membuktikan keberhasilan Jokowi merupakan hal
mutlak yang terjadi karena citra dirinya yang bersih, jujur, dan merakyat.
Jokowi sebelumnya merupakan Walikota Solo yang sudah menjabat selama 2 periode,
yang selama menjadi walikota banyak perubahan yang terjadi di kota Surakarta tersebut.
Terjun langsung menangani masyarakat membuat dia dikagumi warga solo sehingga
pada pencalonan kembali dirinya untuk periode kedua tidak lagi membutuhkan kampanye
Universitas Sumatera Utara
dan tidak mengeluarkan dana untuk memperoleh kepercayaan masyarakat. Terbukti pada
pemilihan Walikota Solo berikutnya, Jokowi kembali terpilih dengan menang mutlak lebih
dari 90 % suara. Suatu hal yang sangat fantastis saat itu sekaligus membuktikan bahwa citra
tokoh politik merupakan faktor yang sangat penting untuk memenangkan pemilihan.
Dalam ajang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta awalnya banyak
yang meragukan langkah seorang Jokowi di dalam pencalonannya sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur DKI Jakarta, hal ini sebenarnya cukup beralasan, selain karena Jokowi
bukan merupakan warga Jakarta, Figur calon incumbent Fauzi Bowo serta Nachrowi juga
merupakan alasan beberapa kalangan meragukan pancalonan Jokowi yang saat itu
berpasangan dengan Basuki Tjahya Purnomo.
Sudah merupakan hal umum bahwa Betawi merupakan penduduk asli DKI Jakarta,
yang tentunya punya pengaruh besar dalam pemenangan calon yang bersaing. Tentunya
Fauzi Bowo yang merupakan orang betawi asli diuntungkan akan hal itu, terlebih lagi
pasangannya Nachrowi Ramli merupakan Ketua Perhimpunan Masyarakat Betawi.
Sedangkan Jokowi serta Basuki tidak memiliki keturunan dari darah Betawi. Jokowi sendiri
memiliki suku Jawa, dan Basuki yang lebih dikenal Ahok merupakan keturunan Tionghoa.
Selain suku, agama juga merupakan isu yang dimanfaatkan untuk menjatuhkan pasangan
Jokowi-Ahok.
Kemenangan Jokowi-Ahok tidak terlepas dari peran anak muda yang membuktikan
kreatifitas mereka mampu mendongkrak popularitas Jokowi-Ahok. Mahasiswa merupakan
salah satu kelompok pemuda yang saat itu banyak memberikan pengaruh yang mengarahkan
warga DKI Jakarta untuk lebih percaya kepada pasangan Jokowi-Ahok untuk memimpin DKI
Jakarta.
Pola pikir yang kritis serta didasari ilmu pengetahuan yang membuat pilihan kalangan
akademis merupakan salah satu hal yang mempengaruhi masyarakat untuk mempercayai
Universitas Sumatera Utara
salah satu calon. Alasan inilah yang mendasari bahwa setiap tokoh politik harus mampu
meyakinkan anak muda dari kalangan akademis untuk menjatuhkan pilihan mereka. Citra
positif dari seorang Jokowi merupakan modal kuat untuk Jokowi agar maju menjadi calon
Presiden RI pada tahun 2014 nanti.
Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, citra dari Jokowi diperkirakan ikut berperan
dalam meningkatnya partisipasi pemilih. Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemungutan dan
Penghitungan Suara KPU Provinsi DKI Jakarta Sumarno mengatakan, jumlah golput
menurun karena partisipasi pemilih pada putaran kedua naik sekitar 2,2 persen menjadi 66,8
persen.
(http://nasional.kompas.com/read/2012/09/27/14505319/Pilkada.DKI.Putaran.Kedua.Golput.
Jakarta.Menurun). Untuk itu, saya tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh citra dari
Jokowi untuk mempengaruhi niat memilih mahasiswa pada Pilpres 2014.
Hasil survei Pusat Data Bersama (PDB) beberpa waktu menunjukkan Jokowi
bertengger di urutan teratas capres potensial 2014. Walikota nomor tiga sedunia itu
mengalahkan muka-muka lama lainnya.
Tabel 1.2
13 Besar Capres Potensial
No Nama Calon
Persentase
1 Joko Widodo
21,2 persen
2 Prabowo Subianto
18,4 persen
3 Megawati Soekarnoputri
13,0 persen
4 Rhoma Irama
10,4 persen
5 Aburizal Bakrie
9,3 persen
6 Jusuf Kalla
7,8 persen
7 Wiranto
3,5 persen
8 Mahfud MD
2,8 persen
9 Dahlan Iskan
2,0 persen
10 Surya Paloh
1,3 persen
11 Hatta Rajasa
1,2 persen
12 Chairul Tanjung
0,4 persen
13 Djoko Suyanto
0,3 persen
Sumber : http://news.detik.com/read/2013/02/12/044742/2167386/10/taufiqtolak-jokowi-maju-capres-2014
kiemas-pdip-
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh citra dari seorang
tokoh politik untuk mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan
umum, khusunya pemilihan presiden 2014. Penelitian ini saya lakukan di kalangan
mahasiswa di fakultas ilmu sosial dan politik. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan
pemilih pemula yang tentunya sangat kritis di dalam menentukan pilihan berdasarkan ilmu
yang mereka peroleh serta pengetahuan yang mereka dapat dari rekam jejak setiap calon yang
akan muncul untuk bersaing dalam Pemilihan Presiden tahun 2014. Mahasiswa juga
merupakan salah satu kalangan akademis muda yang gemar berbicara tentang politik, bahkan
sebagian kelompok mahasiswa yang aktif berorganisasi merupakan pelaku politik walaupun
masih dalam ruang lingkup yang kecil yaitu lingkungan kampus. Mencalonkan diri menjadi
pengurus himpunan mahasiswa merupakan salah satu langkah mahasiswa sebagai pelaku
politik di lingkungan kampus.
Uraian di atas merupakan ide yang mendasari dilakukannya penelitian dengan judul
“Pengaruh Kepercayaan dan Citra Jokowi Terhadap Minat Memilih Mahasiswa Pada
Pemilihan Presiden 2014 (Studi Kasus Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)”
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah kepercayaan dan citra Jokowi berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap minat memilih mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara pada Pilpres 2014?.
Universitas Sumatera Utara
2. Apakah kepercayaan dan citra Jokowi berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap minat memilih mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara pada Pilpres 2014?.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepercayaan dan citra Jokowi
terhadap minat memilih mahasiswa pada mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Bagi Partai Politik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi mengenai
kepercayaan (trust) dan citra Jokowi terhadap minat memilih mahasiswa untuk
memilih pemimpinnya, sehingga Jokowi sebagai kader dari partai PDI Perjuangan
dapat mempertimbangkan langkahnya untuk maju dalam pemilihan Presiden 2014
dan dapat menentukan strategi yang tepat untuk mengambil simpati dari pemilih
pemula yang ada di Indonesia. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi Partai PDI
Perjuangan dalam menentukan calon Presiden yang akan diusung dalam Pilpres
2014 agar tidak salah langkah dalam menetapkan calon yang akan mereka
menangkan.
2. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan sebuah kesempatan yang baik bagi penulis untuk dapat
menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama menjalani perkuliahan dan
memperluas wahana berfikir ilmiah dalam bidang manajemen pemasaran. Selain
itu, penulis juga berkesempatan untuk dapat lebih memahami kaitan ilmu politik
Universitas Sumatera Utara
dengan ilmu pemasaran, karena ke depannya penelitian ini dapat diterapkan secara
langsung dalam langkah politik penulis.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi yang dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan serta
perbandingan dalam melakukan penelitian pada bidang yang sama di masa yang
akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Download