BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai perencanaan kapasitas produksi atau Break Even Point telah banyak dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anwar dan Asmawarni (2013) melakukan penelitian tentang analisis perencanaan kapasitas produksi atau Break Even Point minyak kelapa dan ampas pada PT. Bireuen Coconut Oil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan penetapan break even point produksi minyak kelapa dan ampas pada PT. Bireuen Coconut Oil. Untuk mendapatkan data perusahaan, penulis memperoleh data dengan cara melakukan wawancara, observasi dan juga studi pustaka. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, diketahui bahwa penetapan Break Even Point untuk produk minyak kelapa 19 ton atau Rp 154.921.000/hari. Sedangkan untuk produk ampas adalah 15 ton atau Rp 27.885.784/hari. Rahayu dan Husaini (2014) melakukan penelitian analisis break even point terhadap perencanaan volume penjualan dan laba pada PT. Cakra Guna Cipta Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat BEP yang dicapai dalam perencanaan volume penjualan dan laba pada PT. Cakra Guna Cipta Malang periode 2011-2013 dan untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai perusahaan untuk memenuhi target laba yang diinginkan pada periode 2014. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai BEP mix yang dicapai perusahaan untuk tahun 2011 sebesar 5 Rp 3.924.783.972,52. Tahun 2012 BEP mix yang dicapai adalah sebesar Rp 5.309.131.772,23 dan tahun 2013 BEP mix yang didapatkan sebesar Rp 4.067.022.479, 13. Tahun 2013 menjadi tahun dasar untuk perencanaan volume penjualan dan laba di tahun 2014. Dan dari hasil BEP yang diteliti diketahui bahwa hasil penjualan dari tahun 2011 ke 2013 mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup drastis. Analisis penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang memiliki persamaan mengenai metode dan alat analisis yang digunakan, yaitu perkiraan masa yang akan datang dan analisis break even point. Perbedaan pada penelitian ini adalah obyek penelitian, waktu yang digunakan pada saat proses serta bahan baku yang digunakan. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Perencanaan Kapasitas Perencanaan kapasitas merupakan komponen strategis dalam membuat atau mendesain system. Perencanaan kapasitas meliputi banyak keputusan dasar dengan konsekuensi jangka panjang bagi perusahaan, kapasitas merupakan jumlah keluaran yang dapat dihasilkan oleh suatu system produksi dalam cakrawala waktu tertentu, yaitu selama satu tahun atau dalam beberapa tahun mendatang. Kapasitas dapat pula diartikan sebagai jumlah unit produk yang dapat ditangani, diterima, disimpan, atau diakomodasikan dalam waktu tertentu. Selanjutnya perencanaan kapasitas merupakan keputusan perencanaan strategis jangka panjang yang ditujukan untuk mengadakan 6 seluruh sumber daya produktif yang dibutuhkan oleh perusahaan agar dapat dipakai menghasilkan level produksi tertentu. Menurut Lalu Sumayang (2003), kapasitas adalah tingkat kemampuan produksi dari suatu fasilitas dan biasanya dinyatakan dalam jumlah volume output per periode waktu. Merancang suatu kapasitas adalah tahapan pertama yang harus dilakukan sebelum perusahaan memutuskan suatu produk baru atau perubahan jumlah volume produk. Besar kapasitas menentukan rancangan sebuah fasilitas baru atau perluasan fasilitas. Jadi perencanaan kapasitas adalah langkah awal yang dilakukan perusahaan untuk menentukan jumlah produk yang akan dihasilkan perusahaan. Menurut Elwood proses perencanaan kapasitas adalah: 1. Ramalan tuntutan masa mendatang, termasuk kemungkinan dampak teknologi, persaingan dan kejadian-kejadian lain 2. Terjemahkan ramalan menjadi persyaratan kapasitas fisik 3. Sebutkan bermacam-macam rencana kapasitas sehubungan dengan persyaratan 4. Analisa ekonomi dari bermacam-macam rencana 5. Perhatikan resiko dan efek-efek strategi dari bermacam-macam rencana 6. Tentukan rencana implementasi Perencanaan kapasitas merupakan keputusan jangka panjang yang merupakan permulaan dari perusahaan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengusahakan agar fasilitas pabrik yang terdiri dari mesin, tenaga kerja, dan bahan-bahan dapat digunakan 7 secara efisien dan mengusahakan agar kegiatan perusahaan tetap terpelihara sehingga memungkinkan pabrik untuk menyerahkan produk tepat waktu. Dalam perencanaan kapasitas ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Perubahan volume permintaan beserta intensitas atau kecepatan perubahannya b. Besarnya biaya oportunitas yang mungkin timbul, yaitu apabila kapasitas produksi dibawah kapasitas permintaan, sebagian pesanan diserahkan pengerjaannya kepada perusahaan lain. Berapa peluang keuntungan yang hilang dan jika mutu keluaran mitra kerja tidak sesuai dengan harapan pelanggan, berapa besar kerugian yang akan ditimbulkan? c. Ketersediaan dana, tiap satuan kapasitas yang akan diadakan, tentu akan menimbulkan resiko dana investasi tertentu d. Besarnya biaya penyimpanan yang harus ditanggung jika terjadi kekeliruan terhadap kapasitas yang disediakan. Sedangkan menurut Zulian Yamit (1996), untuk menentukan rencana kapasitas produksi yang optimal, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Kapasitas bahan baku, yaitu jumlah bahan baku yang mampu disediakan dalam waktu tertentu 2. Kapasitas jam kerja mesin, yaitu jumlah jam normal mesin yang mampu disediakan untuk menunjang proses produksi 3. Kapasitas jam tenaga kerja, yaitu jumlah jam tenaga kerja normal yang mampu disediakan 8 4. Modal kerja, yaitu kemampuan penyediaan dana untuk melaksanakan proses produksi, misalnya untuk membeli bahan baku. Berdasarkan Russel dan Taylor (2000), strategi perencanaan kapasitas dibagi atas tiga tipe, yaitu: 1. Capacity Lead Strategi, merupakan suatu strategi pengembangan kapasitas yang bersifat agresif dan dimaksudkan untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan di masa yang akan dating. 2. Capacity Lag Strategy, merupakan suatu strategi pengembangan kapasitas yang bersifat konservatif, peningkatan kapasitas dilakukan setelah terjadi peningkatan permintaan pasar. Strategi ini bermaksud untuk memaksimalkan maslahat ekonomi investasi, namun dapat saja berakibat jelek terhadap pelayanan kepada pelanggan 3. Average Capacity Strategy, merupakan suatu strategi pengembangan kapasitas yang diselaraskan dengan rata-rata peningkatan estimasi permintaan Tahap-tahap kegiatan dalam penyusunan perencanaan kapasitas meliputi kegiatan berikut: 1. Mengevaluasi kapasitas yang ada 2. Memprediksi kebutuhan kapasitas yang akan dating 3. Mengidentifikasi alternatif terbaik untuk mengubah kapasitas 4. Menilai aspek keuangan, ekonomi, dan teknologi alternative 5. Memilih alternatif kapasitas yang paling sesuai untuk mencapai misi strategic Dalam buku “Manajemen Produksi dan Operasi” Zulian Yamit (2003), perencanaan kapasitas dibagi menjadi dua, yaitu: 9 1. Perencanaan kapasitas jangka pendek, perencanaan ini digunakan untuk menangani secara ekonomis hal-hal yang sifatnya mendadak dimasa yang akan dating, misalnya untuk memenuhi permintaan yang bersifat mendadak atau seketika dalam jangka waktu pendek. Untuk meningkatkan kapasitas jangka pendek terdapat lima cara yang dapat digunakan perusahaan, yaitu: a. Meningkatkan jumlah sumber daya, yaitu: Penggunaan kerja lembur Penambahan regu kerja Memberikan kesempatan kerja secara part-time Sub kontrak Kontrak kerja b. Memperbaiki penggunaan seumber daya, yaitu: Mengatur regu kerja Menetapkan jadwal c. Memodifikasi produk, yaitu: Menentukan standar produk Melakukan perubahan jasa operasi Melakukan pengawasan kualitas d. Memperbaiki permintaan, yaitu: Melakukan perubahan harga Melakukan perubahan promosi e. Tidak memenuhi permintaan, yaitu tidak menyuplai semua permintaan. 10 2. Perencanaan kapasitas jangka panjang, merupakan strategi operasi dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi dan sudah dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya rencana untuk menurunkan biaya produksi per0unit, dalam jangka pendek sangat sulit untuk dicapai tetapi dalam jangka waktu panjang rencana tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kapasitas produksi. Terdapat dua strategi yang dapat digunakan perusahaan (Zulian Yamit, 2003), yaitu: a. Strategi melihat dan menunggu (wait and see strategy) Strategi ini sering disebut strategi hati-hati, karena kapasitas produksi akan dinaikkan apabila yakin permintaan konsumen sudah naik. Strategi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa setiap terjadi kelebihan kapasitas, perusahaan harus menanggung resiko karena investasi yang dilakukan hanya ditanggung dalam jumlah unit yang sedikit, akibatnya biaya produksi menjadi tinggi b. Strategi ekspansionis, yaitu kapasitas selalu melebihi atau diatas permintaan. Dengan strategi ini perusahaan berharap tidak terjadi kekurangan produk dipasaran yang dapat menyebabkan adanya peluang masuk produsen lain. Pertimbangan Kapasitas Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2005), keuntungan secara terus menerus diperoleh dari pembentukan keunggulan bersaing,bukan hanya dari tingkat pengembalian keuangan yang baik pada proses tertentu. Keputusan kapasitas haruslah dipadukan kedalam misi dan strategi organisasi. Investasi tidak dibuat sebagai 11 pengeluaran tersendiri, tetapi sebagai bagian dari rencana terpadu yang dapat menempatkan perusahaan dalam posisi menguntungkan. Pertimbangan strategi sebagai tambahan integrasi yang ketat antara strategi dan investasi, terdapat empat hal yang harus dipertimbangkan, yaitu : a. Peramalan demand yang akurat, Peramalan yang akurat adalah puncak dari peramalan kapasitas. Apapun jenis produk barunya, prospeknya dan life cycle produk yang sudah ada harus ditentukan. Manajemen harus mengetahui produk yang akan ditambah dan produk yang akan dikurangi, sebagaimana volume yang diinginkan. b. Memahami peningkatan teknologi dan kapasitas Jumlah alternatif padasaat awal mungkin besar, tetapi begitu volume produksi ditentukan, keputusan teknologi juga ditentukan oleh analisis biaya, sumber daya yang digunakan, kualitas dan kehandalan. Review seperti ini biasanya mengurangi alternatif teknologi yang ada menjadi lebih sedikit. Teknologi dapat menentukan kenaikan kapasitas. Manajer operasi memegang tanggung jawab atas teknologi dan peningkatan kapasitas. c. Menemukan level operasi optimum (volume) Menentukan teknologi dan kapasitas seringkali menentukan ukuran optimal fasilitas, Kebanyakan bisnis memiliki ukuran optimal, paling tidak ditemukannya satu model bisnis baru. d. Dibuat untuk perubahan 12 Dalam dunia yang cepat berubah, perubahan tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, manajer operasi membuat fleksibilitas dalam peralatan dan fasilitas. Mereka mengevaluasi sensitivitas keputusan dengan menguji beberapa proyeksi pendapatan pada kedua sisi bagian atas maupun bagian bawah resiko. Bangunan dan peralatan dapat didesain untuk mengakomodasi perubahan produk, bauran produk, dan proses di masa yang akan datang. Alih – alih mengelola kapasitas secara strategis, manajer dapat mengelola permintaan secara taktis. 2.2.2 Pengertian Analisa Break Even Point Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Jadi laba dalam suatu bisnis merupakan tujuan utama dan penting dalam perusahaan. Keuntungan merupakan salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu perusahaan. Pihak manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk menuju satu tujuan, yakni mencapai laba. Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat memengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni sebagai berikut: 1. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi ( cost of goods sold ). 2. Jumlah barang/jasa yang di produksi dan di jual. 3. Harga jual barang bersangkutan. 13 Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan unsur tersebut sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan ketiga hal tersebut. Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain, pada tahap awal perencanaan produksi harus didasarkan kepada upaya jangan rugi atau minimal impas. Pengertian impas disini adalah bahwa total penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan. Dalam ilmu ekonomi mikro, anda mengenal sebagai TR = TC, atau total revenue sama dengan total cost. Titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi disebut Titik Impas (TI) atau Break Even Point (BEP). Menurut Drs. Suyadi Prawirosentono M.B.A (1997), Analisis titik impas atau BEP adalah analisis menentukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat. 2. Selanjutnya, menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan. Inipun berarti bahwa tingkat produksiharus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut. 14 3. Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari titik impas atau BEP. Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari titik impas (BEP). 4. Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok (harga) dan besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi. Jadi, Analisis Titik Impas (ATI) atau Break Even Point (BEP) adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya, karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksidi atas TI atau BEP. Beberapa para ahli mengungkapkan pendapat mereka mengenai Break Even Point (BEP) atau dalam kata lain titik impas secara berbeda-beda, namun pada intinya sama. Mulyadi (2000:232) menjelaskan bahwa: “Break Even Point adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja”. Menurut Armila Krisna Warindrani (2006) Break Even Point adalah kondisi perusahaan tidak laba dan tidak rugi, dengan mengetahui Break Even Point dimana perusahaan akan meningkatkan penjualan diatas break even point untuk mendapatkan laba dan menghindarkan penjualan dibawah Break Even Point karena akan menderita rugi. Menurut Darsono Prawironegoro & Ari Purwanti Break Even Point adalah Posisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian. BEP 15 atau titik impas sangat penting bagi manajemen untuk mengambil keputusan untuk menarik produk atau mengembangkan produk, atau untuk menutup anak perusahaan yang profit center atau mengembankannya. 2.2.3 Kegunanaan Analisa Break Even Point Menurut Garrison et. Al (2006) mengatakan bahwa : “Analisis Break Even Point adalah suatu dari beberapa alat yang sangat berguna bagi manajer dalam melaksanakan aktivitas operasionalnya. Alat inimembantu mereka memahami hubungan timbalbalik antara biaya,volume dan laba dalam organisasi dengan memfokuskan interaksi antar lima elemen yaitu hrga pokok, volume / tingkat aktivitas, biya variabel per unit, total biaya tetap dan bauran produk yang dijual”. Kegunaan dari Break Even Point menurut Kasmir (2011). sebagai berikut : Untuk mengetahui pada jumlah berapa hasil penjualan sama dengan 1. jumlah biaya. Atau perusahaan beropersidalam kondisi tidak laba dan tidak pula rugi atau laba sama dengan nol. 2. Untuk menentukan biaya-biaya yang dikeluarkan dan jumlah produksi. Dengan demikian akan dapat ditentukan diketahui berapa jumlah yang layak untuk dijalankan. 3. Untuk membantu manajer mengambil keputusan dalam hal aliran kas, jumlah permintaan (produksi), dan penentuan harga suatu produk tertentu. Intinya kegunaan dari analisis ini adalah untuk menentukan jumlah keuntungan pada berbagai tingkat penjualan. 16 Lain halnya manfaat analisa titik impas menurut Sofyan Syafri Harahap (2002) adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan antara penjualan,biaya dan laba. 2. Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan biaya variabel 3. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan memberikan margin untuk menutupi biaya tetap. Menurut Soehardi Sigit,(2002;2), Analisis Break even point dapat digunakan untuk membantu menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan. Manfaat lainnya antara lain : 1. Sebagai dasar atau landasan merrencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai tujuan tertentu. Jadi sebagai alat perencanaan laba. 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual yaitu setelah diketahui hasil perhitungannya menurut analisis Break Even dan laba yang ditargetkan. 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang harus dilakukan oleh seorang manager. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi. 2.3 Asumsi-Asumsi Dasar Break Even Point Menurut Soehardi Sigit,(2002;2) di dalam menganalisa Break Even termasuk menghitung dan mengumpulkan angka-angka yang dihitung itu, analisa Break Even menetapkan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat itu tidak ada dalam kenyataan, maka harus diadakan atau dianggap ada seperti dipersyaratkan. Jadi jika syaratnya tidak 17 ada, dapat dianggap ada. Inilah yang disebut asumsi, dan asumsi-asumsi yang diperlukan agar dapat menganalisa Break Even ialah : 1. Bahwa biaya-biaya yang terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan (yang dihitung Break Even-nya) dapat di-identifikasikan sebagai biaya variable, atau sebagai biaya tetap. 2. Bahwa yang ditetapkan sebagai biaya tetap itu akan tetap konstan, tidak mengalami perubahan meskipun volume produksi atau volume kegiatan berubah. 3. Bahwa yang ditetapkan sebagai biaya variabel itu akan tetap sama jika dihitung biaya per unit produknya, berapapun kuantitas unit yang diproduksikan. 4. Bahwa harga jual per unit akan tetap saja, berapapun banyak unit produk yang dijual. Harga jual per unit tidak akan turun meskipun pembeli membeli banyak. Juga sebaliknya harga jual per unit tidak akan naik, meskipun langganan pembeli hanya sedikit. Sedikit ataupun banyak yang dibeli, harga per unit tidak akan mengalami perubahan. 5. Bahwa ada sinkronisasi di dalam perusahaan yang bersangkutan menjual atau memproduksi hanya satu jenis barang. Dalam upaya menghadapi perubahan dari asumsi tersebut, analisis titik impas masih dapat dilakukan, dengan menganalisis kembali berbagai faktor biaya, harga jual, tingkat efisiensi dan sebagainya untuk disusun kembali titik impas (BEP) yang baru sesuai dengan perubahan. Jadi, analisis titik impas harus disesuaikan dengan perubahan hal berikut: 18 1. Perubahan harga jual produk per unit, akibat turun atau naiknya harga jual. 2. Perubahan biaya tetap dan biaya variable per unit, baik biaya langsung maupun tidak langsung. 3. Perubahan komposisi barang atau jasa yang diproduksi dan dijual. Dalam hal ini perusahaan memproduksi dan menjual beberapa jenis produk. 2.4 Keterbatasan Analisa Break Even Point Analisis break even point dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama peridode tertentu. Keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break even point. Dalam kenyataan analisis ini agak sukar untuk diterapkan. Oleh sebab ini bagi analis perlu diketahui bahwa analisis break even point mempunyai limitasi-limitasi tertentu, yaitu: a. Fixed Cost haruslah konstan selama periode atau range of output tertentu. b. Variable Cost dalam hubungannta dengan sales haruslah konstan. c. Sales Price perunit tidak berubah dalam peridode tertentu. d. Sales Mix adalah konstan. Berdasarkan limitasi-limitasi tersebut, BREAK EVEN POINT (BEP) akan bergeser atau berubah apabila: 1. Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan ini ditandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun 19 perubahannya tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser ke atas atau sebaliknya. 2. Perubahan pada variable cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biaya VC per unit akan menggeser BEP ke atas atau sebaliknya. 3. Perubahan dalam sales price per unit. Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya. 4. Terjadinya perubahan dalam sales mix. Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi kenaikan 20% pada produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah. 2.5 Pengertian Biaya Dan Penggolongan Biaya 2.5.1 Pengertian Biaya Komponen penting dalam analisis break even point adalah biaya. Biaya dalam suatu perusahaan merupakan suatu komponen penting untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dalam usaha mencapai tujuan. Tujuan itu dapat tercapai apabila biaya yang dikeluarkan sebagai bentuk suatu pengorbanan oleh perusahaan yang bersangkutan telah diperhitungkan secara tepat. Menurut Mulyadi (2005 : 8) pengertian biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yaitu 20 terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian biaya dalam arti sempit adalah sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva yang disebut dengan istilah harga pokok, atau dalam pengertian lain biaya merupakan bagian dari harga pokok yang dikorbankan di dalam suatu usaha untuk memperoleh penghasilan. 2.5.2 Penggolongan Biaya Pengertian biaya secara umum dalam suatu perusahaan adalah pengorbanan sumber daya produksi ekonomi yang dinilai dalam satuan uang yang tidak dapat dihindarkan terjadinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum arti biaya tersebut adalah sesuatu pengorbanan sumber daya ekonomi yang tidak terhindarkan untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan kalimat diatas dapat diambil suatu pengertian umum bahwa biaya adalah pengorbanan ekonomi yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Dapat diduga sebelumnya, karena berkaitan dengan rencana usaha. 2. Tidak dapat dihindarkan, karna tanpa pengorbanan tidak dapat menjalankan usaha. 3. Dapat diukur dengan nilai uang. Dalam hal Analisis Titik Impas (ATI) atau Break Even Point (BEP), biaya digolongkan berdasarkan sifatnya (by nature), yakni sebagai berikut: a. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume produksi pada periode dan tingkat tertentu. Namun pada biaya tetap ini biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan 21 perubahan volume produksi. Semakin tinggi volume produksi, semakin rendah biaya satuannya. Sebaliknya, semakin rendah volume produksi semakin tinggi biaya per satuannya. Biaya tetap mempunyai sifat sebagai berikut: 1. Total biaya tetap (Total Fixed Cost) tidak dipengaruhi perubahan volume produksi. 2. Biaya tetap per unit (Average Fixed Cost) dapat berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume produksi. Semakin besar volume produksi berarti semakin rendah biaya tetap per unit. Sebaliknya, semakin kecil volume produksi semakin besar biaya tetap per unitnya. b. Biaya Variabel Biaya variable adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding (proporsional) sesuai dengan perubahan volume produksi. Semakin besar volume produksi semakin besar pula jumlah total biaya variable yang dikeluarkan. Sebaliknya semakin kecil volume produksi semakin kecil pula jumlah total biaya variable. Pada biaya variable, biaya variable per unit tidak dipengaruhi volume produksi. Berapapun tingkat produksi suatu barang/jasa, biaya variable per unitnya tetap konstan. Dengan demikian, total biaya variable dipengaruhi volume produksi. Akan tetapi, iaya variable per unit selalu konstan tidak dipengaruhi tingkat produksi barang/jasa yang dihasilkan. Secara umum, biaya variable mempunyai sifat sebagai berikut: 1. Total biaya variable berubah sesuai dengan perubahan volume produksi. 22 2. Biaya variable per unit konstan tidak dipengaruhi volume produksi. c. Biaya Semi Variabel Biaya semi variable adalah biaya yang jumlah totalnya akam berubah sesuai dengan perubahan volume produksi, namun perubahannya tidak proporsional. Oleh karena itu, biaya semi variable adalah biaya yang tidak dapat dikategorikan secara tepat ke dalam biaya tetap atau biaya variable sebab mengandung kedua sifat biaya tersebut di atas. Pada biaya semi variable, biaya per unit akan berubah terbalik dengan perubahan volume produksi, walaupun tidak proporsional. Artinya, semakin tinggi volume produksi semakin rendah biaya satuannya. Secara umum biaya semi variable mempunyai sifat sebagai berikut: 1. Jumlah total biaya akan berubahsesuai dengan perubahanvolume produksi, walaupun perubahannya tidak proporsional. Makin besar volume produksi semakin besar pula jumlah biaya totalnya, dan semakin kecil volume produksinya semakin kecil pula biaya totalnya, namun tidak proporsional. 2. Biaya semi variable per unit akan berubah terbalik dengan volume produksinya, walaupun tidak proporsional. Artinya semakin besar volume produksinya semakin kecil biaya per unitnya, atau semakin kecil volume produksinya semakin besar biaya per unitnya. 2.6 Cara Penghitungan Break Even Point 2.6.1 Pendekatan Matematis a. Break even point pada produk tunggal 23 1. BEP (unit) P = harga jual VC = biaya variabelper unit FC = biaya tetap Q = jumlah unit kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual Untuk mengetahui titik impas, biasanya dilakukan untuk per jenis produk tetapi untuk keseluruhan produk yang dibuat/dijual perusahaan. Rumus BEP untuk produk tunggal tidak dapat langsung digunakan untuk multiproduk karena biaya variabel dan harga jual setiap jenis produk berbeda. Oleh karena itu, rumus tersebut harus dimodifikasi dengan mempertimbangkan kontribusi penjualan dari setiap produk (Eddy, 2008). b. Break Even Point Multi Produk Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2005), Dalam kasus multi produk beberapa perusahaan memiliki beragam penawaran. Setiap penawaran dalam memiliki harga jual dan biaya variable yang berbeda. Dengan memanfaatkan analisis titik impas maka persamaan di ubah untuk mencerminkan proporsi penjualan untuk setiap produk. Hal ini dilakukan dengan memberikan bobot pada kontribusi setiap produk pada proporsi penjualan. Dalam penelitian saat ini 24 penulis menggunakan metode analisis Break Even Point Multiproduk barang yang diproduksi untuk diteliti. Objek yang diteliti oleh penulis ada 3, yaitu benang nilon, tikar pandan dan katun. Rumus pada Break Even Point Multiproduk seperti berikut. BEPM P = harga jual per unit VC = biaya variabel per unit FC = biaya tetap W = presentase setiap produk dari total penjualan i = masing-masing produk 25