BAB I ( Word to PDF Converter - Unregistered ) Penerapan: Al-Qur’an akad Prinsip-prinsip: Operasional; kontrak Tauhid, wakālah, Al-Hadis mud{ārabah Nilai-Nilai Istikhlaf, Investor Keadilan, Ilahiah Manajer Reksa Dana Syari’ah http://www.Word-to-PDF-Converter.netBAB I pendapatan Undang-undang halal Khuluqiyah Mas{lahah, investasi dan Penerapannya&No. di 8 t{ayib, TahunInsaniah 1995 transparan, tentang Pasar Nilai Kesejahteraan. Bank Kustodian Indonesia PENDAHULUAN jujur, profesional Modal dan keseimbangan. Fatwa DSN MUI No. A. Latar Belakang Masalah Motivasi usaha manusia yang terpenting dalam kehidupan perekonomian adalah keinginan untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dengan biaya atau modal sedikit. Sistem ekonomi konvensional memandang secara berbeda mengenai keberadaan modal dalam kegiatan produksi. Dalam sistem kapitalis, modal dapat dimiliki oleh individu-individu dan dapat juga menjadi milik umum, sementara dalam sistem sosialis dan komunis, modal merupakan hak milik umum. Struktur modal yang dijadikan sebagai biaya usaha menghasilkan keuntungan disebut sebagai modal. Ilmu ekonomi kapital yang dipelopori oleh Adam Smith (kapitalisme) membedakan modal dalam dua aspek. Pertama; modal yang menghasilkan barang-barang atau menambah manfaat barang-barang sehingga dapat langsung dikonsumsi atau dipakai dalam produksi, disebut sebagai modal produktif. Kedua; modal yang memberi penghasilan kepada pemiliknya setelah modal itu dipergunakan oleh orang lain dengan menarik keuntungan, disebut sebagai modal individu atau modal pemberi keuntungan. Dalam ekonomi Islam, harta kekayaan (modal invetasi) sebagai hak milik PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi usaha manusia yang terpenting dalam kehidupan perekonomian adalah keinginan untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dengan biaya atau modal sedikit. Sistem ekonomi konvensional memandang secara berbeda mengenai keberadaan modal dalam kegiatan produksi. Dalam sistem kapitalis, modal dapat dimiliki oleh individu-individu dan dapat juga menjadi milik umum, sementara dalam sistem sosialis dan komunis, modal merupakan hak milik umum. Struktur modal yang dijadikan sebagai biaya usaha menghasilkan keuntungan disebut sebagai modal. Ilmu ekonomi kapital yang dipelopori oleh Adam Smith (kapitalisme) membedakan modal dalam dua aspek. Pertama; modal yang menghasilkan barang-barang atau menambah manfaat barang-barang sehingga dapat langsung dikonsumsi atau dipakai dalam produksi, disebut sebagai modal produktif. Kedua; modal yang memberi penghasilan kepada pemiliknya setelah modal itu dipergunakan oleh orang lain dengan menarik keuntungan, disebut sebagai modal individu atau modal pemberi keuntungan. Dalam ekonomi Islam, harta kekayaan (modal invetasi) sebagai hak milik mutlah Allah dan kepada manusia diberi amanah yang wajib dikelola secara baik. Modal sebagai faktor produksi dalam ekonomi Islam harus dijalankan dengan berpatokan kepada kriteria syariah antara lain; 1. Islam mengharamkan penimbunan harta (modal tidak produktif) dan menyuruh membelanjakannya, harta yang tidak produktif akan termakan oleh zakat, maka harta harus diinvestasikan ke sektor usaha produktif, 2. Tidak dibenarkan akumulasi hak milik atas modal pada kelompok tertentu, maka anjuran untuk melakukan kerja sama baik dalam bentuk penyertaan modal kerja maupun persekutuan modal usaha adalah metode pemerataan ekonomi dalam Islam, 3. Islam mengharamkan bentuk pinjaman modal dengan menarik bunga pinjaman sebagai model keuntungan modal, dan menganjurkan usaha produktif seperti, jual beli, pemberian modal usaha/modal kerja, wasiat, hibah dan waris, dan 4. Mewajibkan zakat atas harta simpanan (tidak produktif) serta zakat produktif yang telah memenuhi standar wajib zakat (cukup nisab dan mencapai haul). Dengan demikian ekonomi Islam menegaskan prinsip pembentukan modal yang berorientasi kepada investasi yang didasari moral dan etika agama sehingga hasil produksi selain memberi manfaat kepada konsumen, juga mendapat berkah dari Allah sebagai pemilik mutlak atas modal. Kajian terhadap masalah modal investasi menempati bagian terbesar dari ruang dan jiwa manusia secara individu dan sosial menurut tingkat dan taraf hidup masing-masing komunitas, wilyah, daerah atau negara. Sebab hal ini terkait dengan tingkat pendapatan dan peningkatan taraf hidup masyarakat yang akan mempengaruhi kemuliaan hidup, sistem dan proses kehidupan, dan dari sisi ini konsep investasi dalam suatu negara selalu terkait dengan kebijakan politik suatu bangsa. Usaha untuk meningkat fungsi modal dalam investasi diperlukan peranan lembaga keuangan dalam memobilisasi lalulintas pembiayaan guna mendorong dinamika perekonomian, oleh karena itu lembaga keuangan bank akan senantiasa menciptakan iklim investasi yang sehat untuk meningkatkan fungsi dan efisiensi modal di dalam melayani masyarakat membiayai usaha-uasaha produktif. Sehubungan dengan penggunaan modal investasi diperlukan kebijakan monoter berupa tindakan deregulasi dan debirokrasi di bidang perbankan untuk mendorong usaha-usaha produktif sehingga mampu bersaing di pasar bebas. Di Indonesia, deregulasi perbankan nasional yang dimulai sejak tahun 1998 telah membuka peluang usaha melalui prinsip bagi hasil sehingga memberi iklim investasi yang sehat dan menggairahkan. Deregulasi perbankan yang kemudian mempertegas berlakunya perbankan Islam ditandai dengan penandatanganan akta pendirian Bank Muamalat Indonesia tanggal 1 Mei 1992. Beroperasinya bank Islam yang menerapkan prinsip syariah dalam semua produk telah mendorong sejumlah bank konvesnional untuk ikut membuka unit usaha syariah sekaligus menandai berkembangnya perbankan syariah, maka pada tanggal 16 Juli 2008 lahirlah Undang-Undang Nomor 21 Tentang Bank Syariah sebagai lembaga keuangan Islam yang secara resmi beroperasi sejajar dengan perbankan nsioanal lainnya di Indonesia. Peranan perbankan pada negara-negara berkembang termasuk di Indonesia umumnya mendominasi ke seluruh sektor perekonomian baik dilihat dari segi kepemilikan asset, pengumpulan dana maupun penyaluran dana dalam dinamika perekonomian. Kegiatan ekonomi sektor perbankan pada umumnya masih mempunyai orientasi utama pada pembiayaan, kegiatan perdagangan dan jasa dengan dominasi pelayanannya kepada masyarakat di daerah perkotaan untuk pemberian kredit dan kegiatan investasi lainnya. Dengan sendirinya eksistensi perbankan masih mengandalkan sistem finansial yang didominasi oleh dana yang dihimpun dan disalurkan untuk pembangunan, khususnya di sektor swasta yang sebagian besar masih berasal dari perbankan itu sendiri. Hal itu antara lain disebabkan oleh masih kurang berperannya Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dalam kegiatan pengerahan sumber dana dari dalam dan dari luar negeri serta penyalurannya kepada sektor kegiatan yang produktif. Di lain pihak, pasar modal sebagai salah satu sumber permodalan terpenting bagi kegiatan investasi dan pembangunan belum menunjukkan perkembangan yang berarti, padahal usaha untuk meningkatkan peranan sektor swasta dalam investasi dan pembangunan menuntut semakin meningkatnya kegiatan pasar modal sebagai salah satu sumber pembiayaan. Sementara itu, kaidah umum tentang investasi yang luas dan dinamis sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal sebagai penggerak berbagai jenis usaha yang dikembangkan. Dalam lapangan perniagaan, modal telah mengambil peran strategis untuk kegiatan transaksi yang memperlancar arus barang dan jasa dari dan ke berbagai lapisan masyarakat. Dewasa ini dengan meningkatnya hubungan perniagaan yang mengglobal telah mendorong investor melakukan berbagai transaksi secara praktis dan efisien mengikuti irama kemajuan tehnologi informasi yang mengambil peran di semua sektor kegiatan. Sejalan dengan perkembangan dalam perniagaan dan penggunaan pembiayaan sebagai salah satu media transaksi, telah mendorong pula perkembangan yang sama pesatnya di dalam bisnis lembaga permodalan. Gagasan untuk menghimpun sumber daya keuangan (dana) yang dimiliki individu-individu di bawah arahan Manajer investasi profesional yang selanjutnya melakukan diverivikasi secara luas yang pada gilirannya menguntungkan pemilik modal justru merupakan ide fenomenal di abad ini. Kehadiran lembaga permodalan di bawah kewenangan Manajer investasi profesional memberi harapan baru bagi para individu yang memiliki modal kecil namum berobsesi untuk berinvestasi secara luas sejajar dengan pemilik pemodal kelas menengah ke atas. Ekspansi yang cepat di bidang industri, perdagangan, jasa, dan kegiatan ekonomi lain telah mempercepat tumbuh dan lahirnya berbagai jenis lembaga permodalan yang mula-mula bersifat umum, dan kemudian mengarah spesialisasi. Tugas pokok lembaga permodalan adalah berupaya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang memerlukannya. Karena sebagian besar lembaga permodalan masih mengandalkan sumber pendapatan utamanya dari operasi pembiayaan, sehingga untuk mendapatkan margin yang baik diperlukan pengelolaan pembiayaan secara efektif dan efisien. Bagi kebanyakan masyarakat, modal (dana) yang dimiliki mungkin belum tersedia saat ini untuk memenuhi keinginan atas sejumlah kebutuhan yang diharapkan sehingga harus menunda keinginannya tersebut kemudian berusaha memikirkan bagaiman caranya mengakumulasi dana untuk membiayai kebutuhannya sekarang dan yang akan datang. Sementara sebagian masyarakat mungkin telah memiliki dana atau aset untuk dapat memenuhi kebutuhannya, baik yang saat ini maupun yang akan datang, namun bukan berarti mereka tidak lagi melakukan investasi. Berinvestasi pada prinsipnya bukan hanya keinginan sekelompok orang, melainkan harapan dan cita-cita setiap orang terhadap kepentingan dan kebutuhan masa depan. Secara ekonomis setiap orang selalu berupaya mengalokasikan penghasilannya tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek, akan tetapi diharapkan untuk persiapan masa akan datang. Menyadari akan adanya kebutuhan masa depan, maka sebagian besar masyarakat secara sadar membatasi konsumsinya terhadap barang dan jasa yang dikuasai dan menyisihkan sebagain penghasilan yang diperoleh hari ini untuk disimpan (ditabung) sebagai cadangan kebutuhan masa yang akan datang, lebih dari itu diharapkan penghasilan yang tidak dikonsumsi tersebut dapat dikembangkan untuk menambah nilai asset atau melindungi nilai asset yang sudah dimiliki. Pilihan untuk berinvestasi itu sendiri memerlukan beberapa proses berupa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan penyesuaian di mana secara sederhana langkah-langkah tersebut dikategorikan sebagai suatu proses sistimatis, dinamis, dan berkelanjutan. Proses inilah yang membedakan persepsi tentang menabung yang dikategorikan sebagai bentuk investasi paling sederhana. Dalam menabung, orang hanya mengetahui satu cara dari investasi yaitu tabungan atau deposito di bank. Sementara dalam berinvestasi memerlukan perencanaan untuk kebutuhan apa dana yang akan investasikan, berapa lama waktu yang dibutuhkan, instrument investasi apa yang akan dipilih, bentuk pengalokasian dana kepada masing-masing instrument, bentuk kegiatan dalam melaksanakan atau melakukan implementasi, serta metode evaluasi atas hasil yang dicapai. Dari sini, persepsi tentang berinvestasi tidak semata-mata ditentukan oleh modal yang tersedia, melainkan juga harus dikelola oleh pelaku usaha yang memiliki keahlian dan kemampuan secara manajerial yang disebut sebagai Manajer Investasi yaitu suatu bentuk perusahaan yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek. Kendatipun berinvestasi merupakan kehendak semua orang, akan tetapi tidak selamanya setiap orang, terutama para pemilik modal memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengoperasikan dananya ke arah pengembangan maupun penambahan nilai asset, maka untuk tujuan investasi setiap orang baik secara individu maupun kelompok dapat memilih menempatkan modalnya kepada lembaga atau para pihak yang diakui kemampuan manajerialnya dalam pengelolaan modal investasi. Investasi dalam kajian ekonomi keuangan dibedakan menjadi dua jenis: pertama; investasi aktif di mana seseorang atau lebih menempatkan modalnya dalam suatu proyek, mengatur dan mengelola proyek tersebut secara bersama-sama dan menikmati hasil dari tenaga kerja dan modal mereka sendiri. Kedua; investasi pasif di mana investor menyediakan modal dan menerima return (penghasilan) dari proyek akan tetapi tidak terjun secara langsung dalam pengelolaan proyek. Investasi pasif mempunyai tiga opsi: pertama, investor mendepositokan modalnya (uang) pada bank untuk mendapatkan bunga; kedua, membeli sekuritas dan obligasi dan menerima bunga; ketiga, investor memberikannya kepada saham dalam sebuah perusahaan dan menerima dividen. Dalam pandangan ekonomi Islam, konsep tentang investasi aktif adalah suatu keharusan berdasarkan landasan filosofis Islam tentang perintah mengerjakan amal shaleh bagi setiap muslim. Oleh karena itu setiap muslim baik secara individu maupun berkelompok menempatkan modal dalam suatu usaha (proyek) yang ditekuni, maka mereka berhak untuk menikmati hasil-hasilnya. Sedangkan konsep tentang investasi pasif, maka dua opsi dari investasi pasif di mana investor mendepositokan modal (uang) pada bank untuk mendapatkan return (bunga) dan membeli sekuritas serta membeli obligasi untuk mengambil bunga digolongkan sebagai investasi ribawai dan dilarang dalam Islam. Opsi ketiga dari investasi pasif yaitu investor menempatkan saham pada sebuah perusahaan yang menjalankan kegiatan investasi, maka investor berhak memperoleh hasilnya tanpa keterlibatannya pada proyek atau usaha yang dijalankan dan opsi terakhir ini dibenarkan dalam pandangan ekonomi Islam. Reksa dana dapat dikategorikan sebagai bentuk investasi opsi ketiga, di mana para pemilik modal ketika mengalami kesulitan untuk melakukan investasi dapat menempatkan modalnya melalui wadah atau lembaga yang kegitannya menghimpun dana dari masyarakat untuk diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer investasi. Sebagai suatu model investasi yang belakangan ini banyak diminati masyarakat, maka perlu dikaji pola penerapanannya berdasarkan prinsip syariah terutama yang berkembang di Indonesia. Praktek reksa dana dalam ekonomi syariah diyakini akan labih mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana Bank Syariah yang telah lama hadir dan perjalanannya telah memperlihatkan sukses besar ketika ia terbebas dari krisis moneter, tidak memerlukan dana rekapitalisasi, dan bahkan mampu membukukan keuntungan atau laba yang berlipat, sementara ekonomi konvensional saat itu justru mengalami kondisi yang sebaliknya dan bahkan hingga saat ini masih kesulitan untuk kembali pulih seperti sebelum terjadi krisis. Dengan demikian, ini merupakan bukti bahwa kehadiran ekonomi syariah sebagai lembaga keuangan yang terbebas dari bunga ternyata lebih tangguh. Dominasi ekonomi konvensional dewasa ini membuat tingkat bunga masih menjadi referensi (bench-mark) bagi para nasabah ekonomi. Tetapi tidak bagi sebagian kalangan yang enggan berhubungan dengan ekonomi konvensional, karena alasan bahwa pada ekonomi konvensional terdapat unsur riba. Keyakinan ini didasarkan pada beberapa hadis Rasulullah Muhammad saw, misalnya yang diriwayatkan Imam Muslim sebagai berikut: ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َنَعَل َلاَق ِهَّللا ِدْبَع ْنَع َلاَق ُهَلِكْؤُمَو اَبِّرلا َلِكآ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ُثِّدَحُن اَمَّنِإ َلاَق ِهْيَدِهاَشَو ُهَبِتاَكَو ُتْلُق )ملسم هاور( اَنْعِمَس اَمِب Artinya : Dari Abdullāh r.a. berkata, Rasulullah saw. melaknat orang yang memakan (mengambil) dan memberikan riba. Rawi berkata : “saya bertanya: (apakah Rasulullah s.a.w. melaknat juga) orang yang menuliskan dan dua orang yang menjadi saksinya ?” Ia (Abdullah) menjawab: “kami hanya menceritakan apa yang kami dengar” (HR. Muslim). Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasā’i bahwa, ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع ِساَّنلا ىَلَع يِتْأَي َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ُهْلُكْأَي ْمَل ْنَمَف اَبِّرلا َنوُلُكْأَي ٌناَمَز ِهِراَبُغ ْنِم ُهَباَصَأ Artinya : Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah s.a.w bersabda: akan datang kepada umat manusia suatu masa di mana mereka (terbiasa) memakan riba. Barang siapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya”. (HR. al-Nasā’i). Dalam kondisi perekonomian yang mengalami krisis, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor ril yang kecil, berarti bagi hasil yang diperoleh ekonomi syariah pun akan kecil, jauh lebih kecil dari tingkat bunga. Akibatnya berinvestasi di reksa dana syariah dianggap tidak menarik bagi masyarakat yang masih memiliki sikap bermotif keuntungan ekonomi. Salah satu prinsip ekonomi dalam al-Qur’ān dan hadis adalah mencari keuntungan, namun harus dengan cara yang halal, dan terhindar dari mal praktik seperti riba, garar dan semacamnya seperti yang telah disebutkan. Perolehan keuntungan tersebut berdasar pada kata tijārah dalam al-Qur’ān yang berakar dari kata ajrun berarti upah dan bisa juga berarti pahala. Ajrun yang berarti upah merupakan keuntungan materiil, dan ajrun yang berarti pahala merupakan keuntungan spiritual. Dengan adanya petunjuk al-Qur’ān seperti itu, praktis melahirkan pemikiran bahwa aktivitas ekonomi manusia bertujuan mencari keuntungan. R. Lukman Fauroni menyatakan, ajaran Islam memberikan tuntunan bagaimana keuntungan yang baik. Tuntunan ini, merupakan visi ekonomi Islam yang jelas, yaitu visi masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi merugikan, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya dan pengaruhnya. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa masalah ekonomi telah menjadi perhatian utama ajaran Islam, karena memang masalah tersebut sesuatu yang penting dalam kehidupan, bahkan dapat mengakibatkan runtuh dan tegaknya kemanusiaan karena kegiatan ekonomi merupakan salah satu aspek dari hubungan antar manusia. Demikian besarnya perhatian Islam terhadap masalah tersebut, maka ditemukan dalam ayat terpanjang redaksinya dalam al-Qur’ān yang khusus membahas masalah ekonomi, yakni QS. al-Baqarah (2): 282. Kajian tentang materi ekonomi itu sendiri secara umum dimulai dari problema kebutuhan. Ketika kebutuhan manusia masih bisa terpenuhi oleh sumber daya (barang dan jasa) yang tersedia maka tidak akan terjadi persoalan bahkan juga tidak akan terjadi persaingan dalam hidup. Namun kebutuhan manusia apabila sudah melebihi kapasitas barang dan jasa yang tersedia maka akan terjadi persoalan yang kemudian disebut sebagai ”kelangkaan”. Pada kondisi yang demikian manusia akan menentukan pilihan untuk mengalokasikan sumber daya yang dikuasai agar kebutuhannya dapat tercapai secara optimal sehingga para digma tentang problem ekonomi terletak pada terbatasnya sumber daya kebutuhan. Sementara itu, ekonomi syariah menggunakan konsep bahwa kebutuhan manusia terbatas, dan harus disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas jasmani manusia. Setiap orang tidak dapat mengkonsumsi sesuatu melebihi kemampuan jasmaninya, misalnya makan dan minum bila sudah merasa kekenyangan maka ia tidak mungkin untuk makan dan minum lagi. Demikian pula jika kebutuhan akan papan bila telah menempati suatu rumah, tidak mungkin ia menempati lagi rumah yang lain dalam waktu yang bersamaan walaupun yang bersangkutan memiliki lebih dari satu rumah. Ini menggambarkan bahwa kebutuhan terhadap sesuatu memiliki batas. Yang tidak terbatas sebetulnya adalah hanyalah keinginan yang membuat seseorang selalu cenderung menambah dan menambah lagi dari apa yang telah dimilikinya. Jika ekonomi konvensional ditelusuri dalam aspek cara-cara produksi, maka sistem ini menggunakan etika eksploitasi, sebab pada prinsipnya adalah manusia tidak memiliki hak batas untuk mengesploitirnya, sementara dalam perspektif syariah hak milik ada batasnya. Menurut M. Nasir Hamzah bahwa mengenai hak milik adalah Allah, manusia adalah petugas. Dia harus melaksanakan hukum-hukum dan perintah Allah dalam mengeksploitir alam dan sebagai khalifah dan wakil Allah dalam pemakmuran ini. Ringkasnya, Islam tidak mengurangi naluri dan fitrah dari seseorang maupun orang banyak untuk memiliki, hanya saja Islam membatasi pemilik dalam penggunaan-penggunaan hak miliknya. Selanjutnya Mustaq Ahmad menyatakan bahwa, konsep pemilikan dalam Islam didasarkan pada tiga pandangan: a. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di bumi adalah Allah swt. Kepemilikan manusia adalah relatif. b. Manusia hanyalah menjalankan amanah dari Allah swt untuk memanfaatkan harta sebaik-baiknya dan untuk kemaslahatan manusia. c. Harta dipandang sebagai perhiasan hidup dan menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. manusia disuruh d. Harta benda harus diperoleh manusia dengan jalan yang halal. e. Di samping memiliki fungsi pribadi, harta dalam Islam juga memiliki fungsi sosial. Dengan mencermati penjelasan di atas, dipahami bahwa konsep ekonomi syariah tidak mengandung dikotomi dalam sistemnya sendiri baik antara kebutuhan material, spiritual, duniawi-ukhrawi, maupun kepentingan individu dan sosial. M. Arfin Hamid menyatakan bahwa dengan berkembang ekonominya institusi syariah atau ekonomi Islam, maka institusi konvensional merasakan ketinggalannya jika mengakomodasi sistem ekonomi Islam, atau ekonomi syariah secara berbarengan, khususnya di bidang perekonomian. Demikian pula pada sejumlah bidang ekonomi lainnya, seperti asuransi konvensional yang tidak lengkap jika tidak membuka sistem asuransi syariah di sampingnya. Tidak ketinggalan pula di bidang pasar modal, koperasi, pegadaian, bahkan multilevel marketing juga menggandeng modal syariah di sisinya. Di samping yang telah dikemukakan, adalagi institusi atau lembaga ekonomi yang disebut reksa dana, yang kian marak digandrungi atau digemari masyarakat. Secara umum relevansi ekonomi syariah dengan al-maslahah begitu signifikan adanya, dengan melihat perkembagan konsep dan bentuk-bentuk ekonomi sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sudah dapat dipastikan bahwa mutakhir yang dipraktekkan saat ini konsep dan model-model ekonomi belum pernah terjadi sepadannya di masa-masa awal perkembangan Islam. Misalnya institusi keuangan modern, bentuk-bentuk transaksi modern, sistem peminjaman dan penanggungan, dan sebagainya, termasuk reksa dana. Kesemuanya ini belum mendapatkan landasan hukum yang definitif dalam fikih Islam, namun secara substantif dan ruhnya sudah ada dalam sumber-sumber hukum Islam secara normatif. Misalnya kebijakan pemungutan pajak, penyitaan barang-barang ilegal untuk kepentingan umum, dan lainnya. Dalam kondisi yang demikian, teori wakalah dan mud{ārabah ini akan menerapkan fungsinya untuk memberikan landasan teori dalam pembentukan kaedah hukum ekonomi syariah di atas pertimbangan demi kepentingan umum dan kemaslahatan, karena tidak mungkin umat Islam perkembangan mutakhir itu, melepaskan diri dari juga secara filosofis dan hakikat belum tentu seluruhnya bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu al-maslahah al-mursalah itu mengandung pengertian dan ruang lingkupnya yang tidak terbatas, maka Imam Malik menentukan bahwa selain sebagai sumber hukum Islam, juga diberikan kreteria penerapannya kedalam tiga syarat; yaitu pertama, berkenaan dengan kepentingan umum bukan hal-hal yang ibadah (dalam makna khusus). Kedua, kepentingan atau kemaslahatan umum itu harus selaras bertentangan dengan salah satu dengan jiwa syariah dan tidak boleh sumber-sumber hukum Islam. Ketiga, kepentingan atau kemaslahatan umum itu harus merupakan sesuatu yang esensial (diperlukan bukan hal-hal yang bersifat kemewahan. Reksa dana di luar negeri dikenal dengan sebutan unit trust (di Inggris) yang berarti unit (saham) kepercayaan atau mutual fund (di Amerika) yang berarti dana bersama atau investment fund (di Jepang) yang berarti pengelolaan dana untuk investasi berdasarkan kepercayaan. Reksa dana ini dikenal sebagai sebuah institusi yang oleh masyarakat digunakan untuk menginvestasikan dananya dan oleh pengurusnya yang disebut manajer investasi menginvesatsikan ke dalam bentuk portofolio efek, Yang berarti adalah kumpulan (kombinasi) sekuritas, surat berharga atau efek, atau instrumen yang dikelola. Dengan demikian, sebuah reksa dana merupakan hubungan trilateral karena melibatkan beberapa pihak yang terikat sebuah kontrak atau trust deed secara legal. Mereka adalah pemilik modal, manajer investasi, dan lembaga seperti ekonomi. Bagi pengamat investasi, ide untuk mengumpulkan sumber daya keuangan (dana) yang dimiliki individu-individu di bawah arahan manajer invesatsi profesional yang selanjutnya melakukan diversifikasi secara luas, sehingga akan mendatangkan keuntungan bagi individu-individu yang bersangkutan, dianggap sebagai salah satu ide paling fenomenal di era sekarang. A. Djazuli dan Yadi Janwari menyatakan bahwa prinsip syariah dalam reksa dana syariah digunakan dalam bentuk akad mud{ārabah, yakni kontrak kemitraan berdasarkan prinisp pembagian hasil antara pemilik modal (rab al-mal) dengan manajer investasi ('amil), pemilihan dan pelaksanaan transaksi investasi, dan dalam penentuan serta pembagian hasil investasi. Dengan prinsip seperti ini, maka konsep ajaran Islam seperti ta'awun (tolong menolong), tasawa (rasa kebersamaan), tamlik (kepemilikan bersama), akan tercipta dan terjalin dengan baik, serta menghindarkan seseorang dari sikap ambivalensi dalam meningkatkan perekonomian umat. Meskipun mud{ārabah menjadi bentuk perdagangan yang telah mengakar pada masyarakat Arab, tetapi telah tercatat bahwa lembaga seperti syirkah bukanlah hasil penemuan atau buatan fikih. Mud{ārabah telah diketahui dan digunakan di Timur Tengah sejak pemerintahan Babylonia, dan dipastikan sebagai bentuk perkumpulan bisnis digunakan oleh pedagang Mekkah pada periode menjelang kenabian Muhammad saw. Kerjasama (syirkah) dan mud{ārabah diterima dengan baik oleh lembaga-lembaga pedagang resmi yang berlaku di dunia muslim pada abad pertengahan; karena tidak adanya bukti yang bertentangan, maka kita yakin bahwa kedua bentuk perjanjian itu dijalankan secara luas dalam perniagaan. Hal ini yang menjadi patokan lahirnya reksa dana syariah. B. Rumusan dan Batasan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang telah disebutkan di atas, melahirkan masalah pokok yang menjadi kajian utama dalam disertasi ini, yakni bagaimana reksa dana syariah dan penerapannya di Indonesia ? Agar kajian disertasi ini menjadi terarah dan sistematis, maka masalah pokok tersebut dikembangkan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep reksa dana syariah sebagai bentuk investasi alternatif? 2. Bagaimana landasan teori pelaksanaan reksa dana syariah di Indonesia? 3. Bagaimana Penerapan Prinsip-prinsip dan nilai-nilai syariah pada reksa dana syariah di Indonesia ? C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian Untuk memperoleh pemahaman yang jelas terhadap fokus pembahasan dalam penelitian disertasi ini, serta menghindari kesalahpahaman (mis undertanding) terhadap ruang lingkup penelitian yang dilakukan, maka yang perlu dikemukakan batasan pengertian terhadap beberapa variabel yang tercakup dalam judul disertasi. Untuk itu, sangat penting dikemukakan apa yang dimaksud reksa dana syariah dan penerapannya di Indonesia. Reksa dana secara bahasa tersusun dari dua variabel, yakni reksa yang berarti jaga atau pelihara, dan selanjutnya dana berarti himpunan uang. Dengan demikian reksa dana adalah kumpulan uang yang akan dipelihara. Selanjutnya batasan reksa dana secara istilah sebagaimana yang dikemukakan Eko Priyo Pratomo dan Ubaidillah Nugraha yaitu dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam. Kelihatannya, definisi ini merujuk pada Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. Reksa dana ditinjau dari asal kata, reksa dana berasal dari kosa kata ‘reksa’ yang artinya jaga atau pelihara dan dana yang berarti uang atau kumpulan uang. Jadi, reksa dana bisa diartikan sebagai ‘kumpulan uang yang dipelihara bersama untuk suatu kepentingan’. Mengacu pada Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1995, reksa dana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. Dalam penelitian ini, reksa dana yang dimaksud adalah, dana infestasi yang pengelolaannya berdasarkan syariah, atau sebagaimana pada judul disertasi disebutkan dalam penerapannya berdasarkan prinsip syariah, yakni berdasarkan tinjauan dan konsep ekonomi Islam. Istilah tentang penerapan dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai kajian terhadap mekanisme dan cara-cara pengelolaan reksa dana yang didasarkan kepada prinsip-prinsip syariah yaitu bentuk usaha yang dimulai dari niat suci mencari kerid{aan Allah melalui penentuan objek usaha yang tidak dilarang syara’, metode berusaha yang dibenarkan sampai kepada cara pemanfaatan hasil usaha sesuai dengan anjuran syara’. Dengan demikian, secara operasional, definisi tentang penerapan reksa dana syariah dimaksudkan sebagai mekanisme dan cara pengelolaan usaha yang dijalankan oleh suatu badan usaha resmi dengan berdasarkan kepada niat yang suci mencari kerid{aan Allah melalui penentuan objek usaha, metode berusaha, dan cara pemanfaatan hasil usaha sesuai dengan anjuran syariat Islam. Definisi operasional tersebut merupakan aktualisasi dari konsep Islam tentang istilah ekonomi yang disebut al-qas{d atau iqtis{ād. Kata ini secara etimologis berakar dari kata qas{ada yang berarti mendatangi sesuatu, melakukan kesengajaan, menghimpun sesuatu. Menurut penelitian Abd. Muin Salim bahwa, arti dasar Iqtis{ād adalah keseimbangan ekonomi dan tidak memihak ke salah satu pihak. Dengan berdasar pada pengertian ini maka ekonomi Islam menganut konsep pemerataan dan kesamaan, kesetaraan manusia dalam melakukan aktivitas meliputi produksi, distribusi, dan konsumen. Jadi prinsip ekonomi Islam adalah memproduksi atau mendistribusikan barang dan jasa, serta mencari profit atau keuntungan untuk memuaskan keinginan konsumen berdasarkan ajaran Islam. Prinsip seperti ini terimpelentasi dalam reksa dana yang dijalankan berdasarkan konsep ekonomi syariah. Berkaitan dengan pengertian di atas, maka yang menjadi batasan operasional penelitian ini adalah pada penerapan reksa dana syariah, atau dalam istilah disebut Islamics Investmen funds Application, suatu wadah pengumpulan dana yang pengelolaannya berdasar pada prinsip syariat Islam, baik dari segi akad, pelaksanaan investasi, maupun dari segi pembagian keuntungan. Dalam membahas reksa dana syariah dalam penelitian ini, maka ada empat unsur pokok yang saling terkait di dalamnya, masyarakat sebagai pemilik modal (rab al-mal), modal yang disetor oleh masyarakat (mal), manajer investasi sebagai pengelola modal (amil), dan investasi yang dilakukan oleh manajer investasi (amal). Unsur-unsur ini sekaligus menjadi ruang lingkup penelitian ini secara khusus dengan merelevansikannya dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Dengan demikian secara tehnik operasional, sasaran penelitian ini diarahkan untuk menjelaskan bentuk penerapan reksa dana syariah di Indonesia, suatu bentuk usaha yang bertujuan memperoleh hasil yang memiliki kriteria suci, halal t{ayyibah, dan beberapa nilai syariah lainnya. D. Kajian Pustaka Dalam penelusuran penulis terhadap karya-karya ilmiah yang mendekati pembahasan judul penelitian penulis di atas, maka penulis menemukan dua karya tulis ilmiah berupa skripsi dan disertasi. Karya tulis imiah ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Kanny Hidayat yang berjudul Analisis Investabilitas Saham-saham Syariah pada Daftar Efek Syariah (DES) BAPEPAM LK. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses penyelesaian saham secara syariah dalam DES Bapepam LK menyebabkan beberapa saham unggulan dengan kapitalisasi pasar besar berhasil masuk sebagai saham syariah. Saham-saham seperti Astra Internasional (ASII), Perusahaan GAS Negara (PGAS), Indofood (INDF) dan Medco Energi (MDCO) tidak masuk ke dalam DES Bapepam LK. Hal ini dikarenakan saham-saham tersebut memiliki tingkat rasio hutang dibandingkan dengan modal (debt to equity ratio) lebih besar dari 82% dan/atau memiliki pendapatan haram dibandingkan dengan total pendapatan lebih besar dari 10%. Selanjutnya dalam penelitian ini dapat dibuktikan bahwa saham-saham dalam DES Bapepam LK tidak terdiversifikasi dengan baik dibandingkan dengan saham-saham dalam DSH. Hal ini disebabkan oleh jumlah saham-saham unggulan dalam portofolio DES yang terbatas sehingga bobot saham akan terkonsentrasi (overweighted) pada sebagian kecil saham-saham dalam DES Bapepam LK yang memiliki nilai kapitalisasi pasar yang besar. Saham-Saham dalam DES Bapepam LK umumnya juga merupakan saham-saham dengan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlisina Dian Palupi, yang berjudul Efektivitas Skim Akad Mud{arabah Muqayyadah pada Kinerja Reksa Dana Syariah Campuran, dalam hasil penelitian ini menemukan bahwa: 1. RD Z dapat menunjukkan bahwa performance yang baik sebagai reksa dana syariah pertama yang mengalokasikan dana investasinya pada instrument deposito berjangka bank syariah dengan skim akad baru yaitu mud{ārabah muqayyadah. Penilaian ini diperoleh dari tingkat CV rendah (resiko perimbal hasil yang diperoleh kecil) selama priode penelitian sehingga mengidentifikasikan bahwa RD Z mampu menghasilkan kinerja yang lebih optimal dengan mempertimbangkan resiko yang dihadapi. 2. Return atau imbal hasil tertinggi mampu dihasilkan RD Y baik pada format imbal hasil tahunan maupun kinerja perpriode penelitian, hal ini juga berbanding lurus dengan tingkat resiko yang dihadapi. Adapun literatur atau buku yang terkait dengan pembahasan penelitian ilmiah yang penulis akan telusuri antara lain adalah: buku yang ditulis oleh Eko Priyo Pratomo dan Ubaidillah Nugraha dengan judul Reksa Dana; Solusi Perencanaan Investasi di Era Modern, yang menguraikan secara luas tentang cara perekonomian investasi melalui reksa dana, cara pemanfaatannya, dan kinerja wadah reksa dana itu sendiri, dan keunggulannya, namun sangat sempit membahas tentang sistem operasional reksa dana, apalagi kajiannya merujuk pada konsep reksa dana konvensional dengan berbagai keunggulannya. Sementara itu, penulis dalam disertasi ini menguraikan secara khusus reksa dana syariah secara sistematis mulai dari cara investasi, cara pemanfaatannya, sistem operasional berdasarkan syariah, dan berbagai keunggulannya ditinjau dari segi ekonomi Islam. Lain halnya dengan buku yang berjudul Investasi Halal di Reksa Dana Syariah yang disusun oleh sebuah tim diketuai oleh Muhammad Firdaus NH. Di dalamnya mengurai lebih lengkap tentang hubungan investor dan manajer perusahaan dalam sebuah reksa dana yang berdasarkan syariah dengan berbagai keunggulannya. Namun demikian, buku ini tidak memaparkan secara jelas tentang konsep reksa dana syariah terutama ditinjau dari segi kelemahannya sebagaimana yang akan diuraikan dalam disertasi ini, lengkap dengan upaya mengatasi kelemahan tersebut dan strategi pengekonomian reksa dana syariah berdasarkan konsep ekonomi Islam. Buku lain yang ditemukan adalah karya Syed Haider Naqvi dengan judul Islam; Economic and Society yang di dalamnya ditemukan penjelasan tentang kaidah prilaku ekonomi dalam ekonomi Islam yang sedikit menyinggung bagaimana prilaku umat dalam menginvestasikan modalnya melalui reksa dana. Selanjutnya, Erol dan el-Bourd melalui studi empiriknya, menemukan bahwa motif di dalam memilih ekonomi Islam sebagai lembaga investasi bukanlah motif agama, melainkan karena motif keuntungan. Selain itu peer group mempengaruhi dalam memilih ekonomi Islam dan kesadaran dari nasabah ekonomi terhadap keuntungan yang diperoleh dengan melakukan investasi berdasarkan profit loss sharing serta peran pendistribusian pendapatan dari sistem perekonomian Islam. Selanjutnya pada tahun 1990, studi untuk memilih ekonomi syariah atau ekonomi konvensional, juga telah dilakukan oleh Erol et. al. Studi ini memberi kesimpulan dalam laporannya bahwa, nasabah yang memilih ekonomi syariah karena pertimbangan perekonomian “pelayanaan cepat dan efesien, reputasi dan kesan serta kerahasiaan ekonomi” dijamin adanya. Kesimpulan akhir yang diperoleh dari studi tersebut adalah “adanya dorongan motif keuntungan” atau faktor ekonomis dalam memilih ekonomi syariah. Dalam pandangan Gerrad dan Cunningham melalui studi empiriknya menunjukkan bahwa, sikap Muslim dan non-Muslim dalam memilih ekonomi syariah secara signifikan tidak berbeda, di mana mereka memilih ekonomi syariah karena pelayanan secara cepat dan efesien, kerahasiaan ekonomi, reputasi dan imej ekonomi, ringannya biaya cek, dan tersedianya tempat parkir. Berdasarkan hasil penelitian ini di simpulkan bahwa masyarakat memilih ekonomi syariah adalah juga karena faktor ekonomis (keuntungan). Sementara itu, studi untuk menganalisis potensi, dan prilaku masyarakat terhadap ekonomi syariah di Wilayah Jawa Barat telah dilakukan oleh Ekonomi Indonesia (BI) kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2000. Hasil penelitian diarahkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan jasa ekonomi syariah, faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk terus mengadopsi ekonomi syariah dan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi masyarakat mengadopsi ekonomi syariah. Nurul Huda Muhammad Heykal, bukunya berjudul Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis. Buku ini mengenalkan berbagai lembaga keuangan syariah khususnya yang terdapat di Indonesia berikut sejarah, landasan hukum, dan perbedaannya dengan lembaga sejenis dalam sistem keuangan konvensional. Di antara lembaga yang menjadi pusat pembahasan dalam buku ini adalah: Bank, Asuransi, pasar modal, pegadaian syariah, lembaga zakat dan wakaf, dana pensiun, BMT, leasing, dan modal ventura Islam. Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, judul bukunya, Pengantar Keuangan Islam Teori dan Praktik. Inti pembahasan dalam buku ini adalah menawarkan sebuah kajian mendalam sistem keuangan syariah, mulai dari sejarah perkembangan keuangan Islam hingga produk yang ditawarkan dan dikembangkan. Dan lebih dari itu buku ini di dilengkapi dengan analisis kritis terhadap perkembangan dan sejumlah produk keuangan serta investasi syariah yang ada. Muhammad Nafik HR, bukunya, Bursa Efek Investasi Syariah, buku ini berupaya memberikan panduan kepada masyarakat agar berinvestasi dan bertransaksi di pasar modal sesuai dengan syariah dan tidak terjerumus ke dalam transaksi yang batil. Bukan saja langka, kini ia satu-satunya buku yang mencoba memberikan penjelasan ekonomi atas fatwa Dewan Syariah Nasional tentang hal-hal yang dilarang dalam melakukan transaksi di pasar modal. Ismail, bukunya Keuangan dan Investasi Syariah, buku ini membahas bagaimana transaksi keuangan modern terus berkembang dengan dinamis di belahan dunia dimana hal itu didasari oleh kapitalistis paradigma. Bagaimana mewujudkan keadilan dalam ekonomi secara universal dan bagaimana investasi dan keuangan berdasarkan mud{ārabah. E. Kerangka Teoritis Penelitian Reksa dana syariah sebagai lembaga keuangan non bank adalah merupakan bagian dari kelembagaan ekonomi syariah yang berkembang di Indonesia. Sebagai bagian dari sistem perekonomian syariah, maka reksa dana syariah yang berkembang di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama yang dalam salah satu pasalnya menerangkan tetang makna ekonomi syariah, pasal 49 huruf h dijelaskan bahwa sistem perekonomian Islam yang lazimnya disebut ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha dilaksanakan di negara ini menurut prinsip-prinsip syariah yang antara lain meliputi reksa dana syariah. Berdasarkan pedoman undang-undang tersebut, maka kerangka teori yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah beberapa teori yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian yaitu teori-teori yang secara umum merupakan bagian dari prinsip ekonomi syariah dan secara khusus sebagai teori untuk menjelaskan bentuk penerapan reksa dana syariah di Indonesia. Kerangka teori yang dimaksud antara lain; 1. Teori Maslahah Jumhur ulama sepakat bahwa syari’ tidak menetapkan hukum, kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan atau istislah merupakan sumber utama dan prinsip fundamental dalam penentuan hukum. Meskipun ada sebagian ulama seperti asy-Syafi'i yang menolak istislah sebagai dalil syara'. Sikap ulama terhadap maslahah di atas perlu dikaji lebih jauh lagi ketika ingin mengetahui bangunan pemikiran hukum Islam seorang tokoh. Dalam disertasi ini penyusun mengajukan dua tokoh ulama yang saling berseberangan dalam pemikirannya khususnya dalam membahas maslahah. Menurut asy-Syatībi semua hukum syara' yang didukung oleh nas{. Pasti mengandung kemaslahatan manusia. Namun ternyata ada sebagian hukum yang tidak mengandung kemaslahatan atau kemaslahatan itu berseberangan dengan nas{. Konsekwensinya, maka bagi asy-Syatībi hukum itu harus ditolak atau keberadaan hukum itu adalah batil. Namun kenyataannya bagi asy-Syatībi bukan berarti hukum itu harus ditolak, akan tetapi hukum itu di-mauquf-kan dengan mengembalikan bahwa semua hukum yang diturunkan tetap mengandung kemaslahatan baik itu bisa diketahui secara langsung bahkan sama sekali tidak bisa diketahui oleh akal manusia dengan keterbatasannya. Sementara at-Tufi yang terkesan menggunakan metodologi liberalistik, yakni usul al-fiqh yang menonjolkan karakter pemikiran liberal dan radikal. Kaitannya dengan pembahasan ini, at-Tufi dalam salah satu teorinya menyatakan bahwa apabila terjadi ta'arud antara nas, ijma' dengan maslahah, maka maslahah harus didahulukan. Karena bagi at-Tufi maslahah merupakan tujuan atau esensi pokok, sementara nas{, ijma' hanyalah sarana. Artinya, ketika esensi bertentangan dengan sarana, esensilah yang harus didahulukan. Arfin Hamid Menjelaskan bahwa maslahah dalam pengertian umum ialah dengan menempatkan pertimbangan kepentingan umum sebagai dasar teori dalam pembentukan hukum. Khususnya terhadap masalah yang belum terdapat dalil hukumnya yang tegas, seperti dalam urusan muamalah termasuk didalamnya kegiatan ekonomi. Dalam prosfek hukum, keberadaan mas{lahah ini sangat menentukan. Selain mengusung nilai, manfaat, dan kegunaan manusia dalam kehidupannya, juga bermakna akan menghindarkan manusia dari segala bentuk kemud{aratan, kesesatan dan kebekuan. Upaya untuk menghindarkan manusia dari hal-hal yang mudarat itulah makna posisi mas{lahah. Pada dasarnya ahli us{ul menamakan mas{lahah sebagai tujuan Tuhan selaku pembuat syariat (qas{d al-Syari’). Dengan demikian secara teologis, ahli us{ul menerima faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai tujuan dalam setiap tujuan dalam setiap perbuatannya. Dalam konteks nilai Ilahiyah dalam sistem ekonomi Islam Arfin Hamid Pakar Hukum Ekonomi Syariah Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar menjelaskan secara detail dan eksklusif berikut ini: Nilai ini berangkat dari filosofi dasar yang bersumber dari Allah, tujuannya pun untuk mencari keridaan allah (limard{otillah), sementara dalam prosesnya juga senantiasa dalam kerangka syariah-Nya. Kegiatan ekonomi yang meliputi permodalan, proses produksi, distribusi, konsumsi, dan penukaran harus senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai Ilahiyah. Dan selaras dengan tujuan Ilahiyah pula. Prinsip yang terkandung dalam kegiatan ekonomi tidak terlepas dari nilai ibadah dalam makna yang luas. Seseorang yang menjalankan usaha sebagai implementasi perintah Tuhan untuk memanfaatkan dan memakmurkan dunia adalah manisfestasi khalifah dan tidak terlepas dari nilai ibadah. Dikarenakan sasaran akhirnya ialah menunaikan perintah dan mengejar keridoan-Nya. Penyembahan (liya’budun) yang mencakup pengertian khusus, seperti s{alat, puasa, haji, sedekah , dan seterusnya, serta segala aktivitas positif dalam kehidupan, juaga akan bernilai ibadah, seperti hal itu diniatkan atau semata-mata diperuntukkan kepada Allah swt. Sebaliknya apabila diperuntukkan selain kepada Allah, maka perbuatan tersebut menjadi sia-sia. Lebih lanjut dikemukakan Arfin Hamid bahwa Nilai Ilahiyah selanjutnya mengejawantah menjadi asas/prinsip dalam wujud sistem akidah (keyakinan) Islam. Sistem keyakinan ini diabstraksikan dalam aktivitas kehidupan, yaitu sebagai berikut. a. Beriman kepada Allah yang maha tinggi yang menciptakan, menyempurnakan, memberi hidayah, dan memberi rahmat. b. Manusia tidak hanya dimaknakan secara biologis yang tersusun dari tulang-belulang yang dibalut dengan daging, urat, dan darah. Akan tetapi ia akan dilengkapi dengan sistem ruhiyah (kerohanian) yang bernilai tinggi sehingga akan menyandang ststus khaifah di dunia. c. Manusia hanya diharuskan mengabdi kepada Allah swt. d. Allah memberikan perhatian khusus membiarkannya dalam kesia-siaan, kepada manusia dengan tidak kebingungan, dan tanpa hidayah. Melainkan, Allah mengutus rasul sebagai pembawa keterangan dan hidayah, penuntun ke jalan yang benar, dan pembawa keselamatan. e. Orientasi kehidupan tidak hanya terarah kepada kesenangan dan pemuasan nafsu belaka, melainkan hidup diarahkan kepada pengabdian dan penyembahan kepada Allah swt. f. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan hanya sebagai sebagai proses perpindahan alam menuju tahapan baru yang lebih hakiki. Nilai Ilahiyah ini adalah merupakan profil ekonomi Islam yang digambarkan oleh Arfin Hamid dalam bentuk bangunan piramida (segitiga lancip). Pada posisi puncak terletak nilai tertinggi, yaitu nilai Ilahiyah, komudian posisi di bawahnya lebih lebar ditempati posisi asas-asas/prinsip ssebagai derivasi nilai tertinggi itu, kemudian posisi di bawahnya ditempati kaidah/norma sebagai derivasi asas/prinsip dan nilai. Kemudian pada posisi terbawah paling lebar di tempat aplikasi/institusi ekononomi syariah didalamnya terdapat akad-akad syariah (dalam bank, asuransi, dan lain-lain.). Bangunan ini merupakan merupakan kajian langsung dari ajaran Islam yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak. Ekonomi syariah lahir dari pilar syariah yang merupakan bagian dari muamalah yaitu muamalah iqtis{adiyyah (ekonomi). Profil ini tampak lebih orisinil keislaman yang berasal dari agama samawi, karena itu pola bangunannya bersifat top down/samawi (dari atas ke bawah), hal ini relevan dengan karakteristik Islam sebagai agama langit. Tidak terbentuk secara buttom up baik secara evolusi ataupun revolusioner. Selanjutnya beliau menegaskan bahwa, secara realistis, nilai Ilahiyah merupakan yang terpenting dan semua Nabi dan Rasul mengusungnya sejak nabi Adam hingga nabi terakhir Muhammad saw. yang lazim dikenal dengan ajaran Islam (dinul Islam). Bersumber dari nilai itulah diimplementasikan ke dalam sejumlah asas atau prinsip dasar yang lebih konkret dalam institusi-institusi ekonomi syariah. Konsep rancang bangun ekonomi Islam (syariah) di atas yang digambarkan oleh kedua pakar ekonomi syariah dan pakar hukum ekonomi syariah tersebut di atas yang masing-masing memberikan gambar rancangan bangunan ekonomi Islam yang berbeda, yakni Adiwarman Karim menggambarkan sistem ekonomi syariah dalam bentuk bangunan rumah sedangkan Arfin Hamid memberi gambar dalam bentuk piramida (segitiga lancip). Penulis melihat bahwa gambar bangunan sistem ekonomi syariah yang dibangun oleh Adiwarman Karim masih bernuansa konvensional karena dalam gambar itu Adiwarman Karim meletakkan akhlak pada posisi teratas padahal Akhlak adalah merupakan perilaku manusia yang diatur oleh Allah sebagai al-Khaliq (pencipta) dan Tauhid (Ilahiyah) diposisikan pada posisi paling bawah yang disejajarkan dengan al-Adl, Nubuwwah, Khilafah dan Ma’ad. Dari sini menunjukkan bahwa rancang bangun ekonomi yang dibangun oleh Adiwarman Karim adalah bersifat buttom up yakni dari bawah ke atas. Sedangkan rancang bangun ekonomi Arfin Hamid dalam bentuk piramida (segitiga lancip) yang memposisikan nilai (Ilahiyah) pada puncak teratas dan posisi kedua menempati asas-asas/prinsip dan posisi ketiga adalah norma/kaidah dan pada posisi terakhir adalah aplikasi/institusi/akad. Rancang bangun ekonomi ini menunjukkan bawa bangunan system ekonomi syariah bersifat top down (dari atas ke bawah). Dengan rancang bangun ekonomi tersebut di atas yang digambarkan oleh kedua pakar yang berbeda disiplin ilmu, satu dari pakar ekonomi Islam, dan satu lagi dari pakar hukum ekonomi Islam. Dari kedua pandangan yang berbeda tersebut, penulis lebih cenderung pada pendapat yang kedua dengan alasan bawa bangunan ekonomi yang kedua itu lebih bersubstansi pada konsep-konsep ajaran Islam dalam interaksi pada muamalah, yang tertuangkan dalam al-Qur’ān dan Sunnah Rasul. Abdurrahman A Basalamah mengemukakan bahwa pijakan aqidah (Ilahiyah) menyadarkan manusia akan kekuasaan Allah, bagi dirinya serta harta dan kedudukan yang diterima sebagai amanah. Sehingga mereka tidak memper-Tuhankan harta dan tahta, akan tetapi konsisten diarahkan untuk mencari kerid{aan Allah swt. (ibadah). Kemudian atas dasar pijakan syariah maka mereka tidak akan menipu dan mengesploitir orang lain, mereka akan jujur dan bertakwa kepada Allah swt. untuk mendapatkan janji Allah. Sehingga dengan demikian mereka tidak akan menodai dan meruntuhkan kehormatan kehidupan, karena mereka menjaga silaturrahmi sesama manusia maupun lingkungannya (akhlak). Atas dasar prinsip pertama dan kedua akan melahirkan pola dan sistem keselamatan (Islam) yang senantiasa berpijak kepada keadilan dan kebajikan, sehingga memberikan keharmonisan, yang lebih lanjut akan terbangun kehidupan masyarakat dan bangsa dalam perpaduan kebahagiaan dan kehormatan. Tersedianya sumber daya alam baik dalam kapasitasnya sebagai sumber daya konsumsi (barang dan jasa yang langsung digunakan) maupun sebagai sumber daya modal (barang dan jasa yang tidak langsung digunakan) adalah bahan-bahan kebutuhan hidup manusia sekaligus sarana untuk mewujudkan kesenangan hidup, QS. An-Nur/24: 32. Tiap individu secara kodrati berhak memanfaatkan semua sumber daya ekonomi dalam menyelenggarakan kehidupan, harta kekayaan dalam ekonomi Islam diyakini sebagai amanah dari Alla untuk semua manusia sebab harta dalam pendekatan rezki telah disediakan dalam skala umum. Harta merupakan amanah Allah swt. yang diberikan kepada manusia dengan hak pemilikan berkenaan dengan pemanfaatannya bagi kemaslahatan kehidupannya. Atas dasar tidak bersifat mutlak, manusia dituntut untuk menggunakan secara baik berbagai aktivitas produksi dan investasi serta konsumsi dan tabungan yang bersih dari yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, serta terpenuhi kewajiban zakat. Pijakan aqidah akan memapankan rasa percaya diri sekaligus akan membangun potensi intelektual seorang mukmin atas inayah dan hidayah Allah swt. Dalam pendekatan objektif, dengan aqidah yang baik mereka akan rajin tahajjud serta disiplin shalat (ibadah) misalnya bangun subuh akan mempercerah pikiran dan semangat. Dinamika syariah pada hakikatnya akan menggerakkan potensi manusia dalam berinteraksi atas pijakan terpadu, antara akal dan kalbunya sehingga segala langkah serta kegiatan yang dilakukan terpuji (akhlak muliyah). Secara sederhana yakni; Keadilan dan kebajikan– Kepuasan dan keharmonisan – Kehormatan dan kebahagiaan. Proses kemajuan manusia merupakan potret bagi kesejahteraan ekonomi umat, akan tetapi itu sangat tergantung kepada kemampuan manusia untuk memaksimalkan semua potensi dirinya isnasniah (makhluk berketuhanan), basyariah (kemampuan fisik), khalifah (pemegang amanah), dan ubudiyah (bermoral) sebagai kekuatan dalam merencanakan, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya ilahiah sebagai sarana menjamin mas{lahah dalam rangka mewujudkan falah sebagai tujuan ideal dari kehidupan. Keadilan dan kebajikan yang terpadu akan ikut menyingkirkan kerusakan dan kemungkaran serta permusuhan dalam interaktif ekonomi dan kemasyarakatan. Kita bangsa Indonesia tentunya cukup banyak pengalaman dengan beragam sistem yang terakomodasi dari sistem sosialis dan kapitalis yang telah dijalankan. 2. Teori Bisnis Tazkiyah Teori ini digagas oleh M. Arfin Hamid bahwa Teori Bisnis Tazkiyah dimaksudkan sebagai konsep yang suci atau tazkiyah yang meliputi bersih atau sah secara lahirnya dan suci secara bathiniah yang diaplikasikan dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu kegiatan usaha atau bisnis yang secara sistematis tidak terdapat di dalamnya hal-hal yang kontradiktif dengan syariah Islam. Teori bisnis tazkiyah dibangun berdasarkan ayat-ayat al-Qur’ān, antara lain, perintah memakan makanan dari yang halal dan t{ayib (QS. 2: 168), dihalalkan jual beli dan diharamkan riba (QS.2: 275), dihalalkan bagimu makanan yang baik-baik (QS.5: 5), dan sejumlah ayat yang terkait. Sementara Nabi Muhammad saw mengingatkan bahwa di akhirat nanti setiap orang ditanya soal harta; dari mana kamu memperolehnya dan bagaimana pula kamu menggunakannya. Dengan berdasarkan kepada al-Qur’ān dan al-hadiś, para ulama kemudian merumuskan teori fikih sebagai metode untuk menentukan kriteria hukum setiap perbuatan mukallaf yang dikenal dengan al-ahkamul khamzah (lima hukum pokok) yaitu halal, fard{u, sunnat, mubah, dan haram. Setiap perbuatan mukallaf termasuk bisnis apapun dimungkinkan akan mencakup salah satu di antara kelima hukum tersebut, maka menurut syara’ perbuatan hukum yang wajib dijauhi adalah yang dikategorikan haram sebagai lawan dari halal (sesuatu yang patut dikerjakan). Sementara kriteria haram itu sendiri dibedakan menjadi dua bagian; (1) al-haramu lizatihi yaitu zatnya (obyek) yang diharamkan, (2) al-haramu lighairizatihi yaitu haram selain zatnya berupa cara perolehan dan pemanfaatannya. Dengan berpatokan kepada teori fikih, maka bisnis dalam pendekatan teori tazkiyah sebagai bisnis yang betul-betul sesuai syariah harus melalui 4 (empat) tahap penentuan; a. Penentuan obyek usaha (barang, jasa, jenis usaha) seluruhnya harus terjamin keabsahannya, bukan termasuk haram lizatihi. b. Metode/proses pengelolaan dan menjalankan bisnis tidak terdapat unsur-unsur yang diharamkan, bukan termasuk haram lighairizatihi. c. Hasil/output-nya dipastikan terjamin kehalalannya (tazkiyah) d. Penggunaan dan pengelolaan hasil/harta itu dalam koridor limard{atillah. Secara singkat keempat tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; tahap pertama penentuan obyek, sebelum penentuan obyek tentunya niat/itikad berbisnis penting diluruskan sesuai tuntunan syariah, setelah itu obyek dan jenis usaha dipastiakan keabsahan dan kehalalannya. Sementara jika sejak awal obyeknya diharamkan, disubhatkan atau dimakruhkan, maka status hukumnya tidak akan berubah menjadi halal atau mubah sekalipun, tahap kedua, bahwa obyek yang sudah teruji kehalalannya harus diikuti dengan metode, proses pengelolaan yang sah pula agar tetap terjaga kehalalannya. Jika dalam metode dan cara pengelolaannya terdapat unsur keharaman, misalnya, garar, monopoli, dan semua tindakan yang tidak amanah lainnya, maka kehalalannya berubah menjadi haram (ghairilizatihi), tahap ketiga; harus pula dipastikan bahwa dari obyek dan proses yang sah/ halal itu menghasilkan sesuatu yang juga dijamin kehalalannya. Realitas memperlihatkan, bisa saja obyek dan prosesnya sah, tetapi output-nya diharamkan, misalnya, minuman memabukkan terbuat dari sari buah, tumbuhan, gula, buli, air yang halal, pengelolaannyapun terjamin kehalalannya tetapi hasilnya diharamkan. Tahap keempat, pada tahap terakhir perolehan hasil usaha mulai dari tahap pertama sampai tahap ketiga terjamin kehalalannya dan pada tahap terakhir tentunya diikuti pula dengan penggunaan/pemanfaatannya yang sesuai dengan rid{a Allah, jika hasil akhir yang halal itu selain tujuan yang dirid{ai Allah swt maka kesimpulan akhirnya harta itu adalah haram. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, dipahami bahwa tinjauan teoritis tentang reksa dana syariah sebagai lembaga keuangan syariah dijalankan dengan berpatokan kepada keempat kriteria tersebut sehingga tujuan usaha tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’ān dan Assunnah berarti semua aktivitas bisnis dalam bingkai ekonomi Islam hendaknya memenuhi kriteria tazkiyah (suci) yakni dijamin kehalalannya dan kebaikannya terhadap kemashlahatan umat. 3. Teori Wakālah Wakālah adalah mewakilkan suatu urusan kepada orang lain, untuk bertindak atas namanya, atau pemberian amanah dari seseorang kepada orang lain atas sesuatu pekerjaan agar orang yang menggantikan melaksanakan pekerjaan tersebut. Wakālah dalam pembahasan ini adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal yang diwakilkan. Konsep wakālah sebagai suatu pemberian amanah dari seseorang kepada orang lain dapat dicermati dari beberapa isyarat ayat al-Qur’ān di mana makna wakālah ditemukan pada surat al-Imran ayat 173 sebagai berikut: tûïÏ%©!$# tA$s% ãNßgs9 â¨$¨Z9$# ¨bÎ) }¨$¨Z9$# ôs% (#qãèuKy_ öNä3s9 öNèdöqt±÷z$$sù öNèdy#tsù $YZ»yJÎ) (#qä9$s%ur $uZç6ó¡ym ª!$# zN÷èÏRur ã@Å2uqø9$# Terjemahnya: (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: ”Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Dalam ayat di atas tampaknya terdapat dua kelompok yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Kelompok yang pertama adalah orang-orang yang patuh kepada Allah dan orang yang lain adalah mereka tidak taat kepada Allah. Kelompok yang pertama memperoleh “ancaman” berupa penyerangan pasukan dari kelompok kedua. Allah memerintahkan kepada kelompok pertama agar menjadikan Allah sebagai pelindung. Fungsi Allah sebagai pelindung dalam konteks penyerahan urusan, merupakan bagian dari sikap ketidakmampuan kelompok yang pertama tersebut untuk menahan ancaman kelompok yang lainnya. Fungsi pelindung ini, dapat saja dipahami ketika antara dua kelompok yang keduanya memiliki kemampuan yang berbeda, dan kepada kelompok yang lemah diberikan solusi oleh Nya untuk mencari pelindung. Berkaitan dengan penggunaan kata wakîl dalam ayat di atas, perlu dikemukakan al- Tabary bahwa kata ini dalam tradisi orang Arab mengandung arti bahwa telah terjadi penyandaran urusan. Lebih lanjut al-Tabary, bahwa orang mukmin telah menyandarkan urusannya kepada Allah. Pembahasan teoritis membutuhkan tiga aspek sebagai landasan yang dapat dijadikan sebagai kajian akademik yaitu ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dari aspek ontologis terdapat dua dimensi, wakālah dalam konteks ekonomi, wakālah ditemukan dua dimensi yaitu dimensi yuridis dan dimensi ekonomi. Dimensi yuridis dimaksudkan agar tercipta kepastian antara pemberi dan penerima hak dari sisi hak dan kewajiban masing-masing. Pemberian hak dan kewajiban membutuhkan dua kontrol yaitu kontrol internal dan eksternal. Kedua alat kontrol itu untuk melihat apakah dimensi yuridis dalam wakalah dapat menciptakan kepastian atau kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Ketidakmampuan kedua alat kontrol tersebut untuk difungsikan oleh masing-masing pihak maka dipastikan bahwa wakālah tidak dapat memberikan optimalisasi fungsi sebagai suatu instrumen transaksi ekonomi Islam. Alat kontrol internal mencakup: a) para pelaku baik dari sisi kecakapan bertanggung jawab dari sisi hukum maupun kecakapan memahami transaksi yang terjadi antara kedua belah pihak. b) obyek transaksi harus jelas dipahami kedua belah pihak. c) batas-batas kewenangan kedua belah pihak berupa prosedur kerja dan pertanggungjawaban. d) batasan waktu atau tenggang waktu pemberian hak. Sedangkan alat kontrol eksternal adalah perlunya sarana pengendali yang berada di luar pelaku wakālah, yaitu saksi dan notaris. Tentu saja kriteria yang melekat pada bagian-bagian dari alat kontrol internal dan eksternal di atas didasarkan pada penerapan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dari sisi dimensi ekonomi, berlaku ketentuan mengenai proses dan dampak. Proses di sini meliputi niat pelaksanaan, model bisnis yang akan dijadikan sebagai obyek penyerahan hak, kompensasi secara ekonomi yang diterima oleh kedua belah pihak. Kompensasi yang diterima oleh penerima hak. Sebagaimana pada dimensi yuridis, maka kriteria yang melekat padanya adalah yang sesuai dengan ekonomi Islam.Terpenuhinya kedua dimensi tersebut maka kedudukan transaksinya dapat dipertanggung jawabkan dari sisi pengalihan hak dan kewajiban ekonomi, karena terpenuhinya dimensi yuridis. Dari sisi epistomologis menyangkut bagaimana wakālah sebagai instrumen ekonomi dapat berfungsi. Dari sisi lain menunjukkan bahwa wakālah dapat dilakukan dengan inisiatif pemberi hak. Dan dapat pula dilakukan didasarkan atas tawaran calon penerima hak. Pola inisiatif dalam transaksi wakālah ini, dapat pula dilakukan secara individual maupun kelembagaan. Berkaitan dengan implikasi dari penerapan wakālah dalam transaksi ekonomi, maka kedua belah pihak yakni penerimaan hak dan penerima hak, menurut ekonomi Islam dipandang terjadi hubungan kemitraan. Konsep kemitraan mengandung arti bahwa kedua belah pihak memiliki hak dan tanggung jawab yang berbeda namun keduanya dibangun di atas landasan amanah. Bagi pihak pemberi hak tidak dapat memandang bahwa dia secara statuta memiliki kedudukan yang lebih tinggi dalam konteks wakālah dibanding penerima hak. Demikianlah juga penerima hak tidak dapat secara psikologis memiliki ketertekanan dalam menjalankan hak dan kewajiban dalam wakālah, lantaran dia bertindak sebagai penerima hak dari pemberi hak. Pengembangan konsep kemitraan ini dalam wakālah didasarkan pada salah satu prinsip ekonomi Islam yakni prinsip persaudaraan. Prinsip ini mengakui bahwa manusia berada dalam konteks sebagai hamba dan bertujuan memakmurkan bumi (khalifah) dan karenanya keterlibatan kedua belah pihak (penerima hak dan pemberi hak) dalam wakālah dipandang sebagai upaya untuk mengemban tugas khalifahan dalam bidang ekonomi. Aspek aksiologis dari wakālah, dapat dilihat dalam perspektif ekonomi yakni lapangan kerja, profesionalisme dan keilmuan atau pengembangan ilmu ekonomi Islam: a. Lapangan kerja Pemberi hak dalam wakālah secara tidak langsung memberikan peluang kepada penerima hak untuk bertransaksi dalam bidang ekonomi. Dilihat dari sisi jenis lapangan kerja baru karena melibatkan penerima hak sebagai juru kunci dan dari aktifitas ekonomi yang dijadikan obyek bisnis dalam wakālah dipastikan akan melibatkan diverifikasi usaha dan intensifikasi usaha. Dalam transaksi wakālah bagi penerima hak akan memperoleh konpensasi finansial dari transaksi wakālah dan sebaliknya bagi pemberi hak, telah mengembangkan potensi ekonomi yang dimiliki “keterbatasan” untuk mewujudkannya. Sebagai pemberi hak tertentu saja diharapkan memperoleh hasil secara ekonomi dari obyek usaha yang dikembangkan dalam transaksi ini. b. Profesionalisme Pengembangan profesionalisme dalam wakalah berkaitan dengan sumber daya manusia yang secara langsung terkait dengan transaksi ini. Sebagai instrumen ekonomi Islam, maka sumber daya manusia sangat urgen. Dilihat dari sisi ini maka instrumen ini dapat mengembangkan profesi sebagai akademis, konsultan keuangan dan manajemen serta pebisnis. Sebagai instrumen ekonomi Islam, maka karakteristik wakālah tentu saja memiliki perbedaan dengan instrumen ekonomi Islam lainnya, dan karenanya pengkajian secara khusus menurut keprofesionalan. Pendekatan manajemen terhadap analisis profesionalisme adalah sejumlah keahlian spesifik yang dimiliki seseorang sehingga kepadanya diserahi suatu tugas secara khusus. Tingkat kualitas suatu barang atau jasa sangat ditentukan oleh keahlian pemegang pelaksana sehingga terhindar problem usaha yang mengatasnamakan kesalahan atau ketidaktahuan, walaupun secara manusiawi kekeliruan dan kekhilafan selalu menyertai setiap perilaku manusia. Dari segi manajemen, makna wakālah dibedakan antara lain; 1) Wakālah al-mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan. 2) Wakālah al-muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu. 3) Wakālah al-ammah, perwakilan yang lebih luas dari al-muqayyadah tetapi lebih sederhana daripada al-mutlaqah. Adapun ketentuan, rukun dan syara-syarat wakālah berdasarkan penjelasan fatwa adalah; 1. Ketentuan tentang wakālah; a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). b. Wakālah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. 2. Rukun dan Syarat Wakālah a. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan) - Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan. - Orang mukallaf atau atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya. b. Syarat-syarat wakil (yang mewakili) - Cakap Hukum, - Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya, - Wakil adalah orang diberi amanat c. Hal-hal yang diwakili - Diketahui dengan jelas oleh orang-orang yang mewakili - Tidak bertentangan dengan syariah Islam. - Dapat diwakilkan menurut syariah Islam. Dengan demikian maka bertransaksi dengan akad wakālah hendaknya terpenuhi ketentuan rukun dan syarat-syarat wakālah baik yang ditetapkan oleh DSN Majlis Ulama Indonesia, di mana fatwa itu sendiri sebagai suatu produk ijtihad ulama kontemporer dalam menyahuti problem hukum yang muncul dalam kehidupan masyarakat yang terus berkembang sejalan peradaban manusia. Selain beberapa teori di atas, maka reksa dana syariah dalam penerapannya menggunakan beberapa bentuk kontrak kerja dan yang dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah; pertama kontrak Mud}ārabah berasal dari kata ad}arbu fil ard}i, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Sumber istilah tersebut dinukilkan dari perintah Allah untuk melintasi (bertebaran) di bumi mencari kerid{aan-Nya, disebutkan dalam Q.S. Al-Muzammil/73; 20 Mud{ārabah disebut juga qirād{ yang berasal dari kata al-qard{u yang berarti al-qat{’u (potongan), karena pemilik memotong sebahagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. Secara teknis mud{ārabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama; (s{ahibul māl) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mud{ārabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pihak pengelola, maka yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mud{ārabah/qirad{. Yang dimaksud dengan mud{ārabah di sini adalah: ”Seseorang memberikan diperdagangkan dengan hartanya kepada yang lain untuk ketetentuan bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi antara kedua belah pihak, sesuai syarat-syarat yang disepakati oleh kedua belah pihak”. dengan Dalam kegiatan investasi reksa dana syariah dapat dilakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, di antara investasi yang tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman haram, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh dewan pengawas syariah. Akad yang dilakukan oleh reksa dana syariah dengan emiten dapat dilakukan melalui: Mud{ārabah (qirad{) musyarakah, reksa dana syariah yang dalam hal ini bertindak sebagai mud{ārib dalam kaitannya dengan mus{arabah investor dapat melakukan akad (qirad{/musyarakah). Akad mud{arabah yang dijelaskan baik dalam al-Qur’ān maupun al-Hadis pada hakekatnya menekankan prinsip kerja sama secara suka rela dengan tetap konsisten terhadap seluruh bentuk kesepakatan dan perjanjian. Nilai suatu kerja sama sangat ditentukan oleh komitmen para anggota memenuhi janji, itu sebabnya kewajiban memenuhi akad justru dialamatkan kepada orang-orang beriman, kewajiban menuaikan akad dalam hubungan dengan kegiatan ekonomi adalah pada kegiatan transaksi perniagaan dan pelayanan jasa, sebab dari kewajiban menunaikan akad terkandung berkah seperti yang dijelaskan Rasulullah saw. dijelaskan pada riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf: ”Nabi bersabda ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqarad{ah (mud{ārabah), dan mencampur gandung dengan jewawut, untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majah dan Shuahaib). Kedua; kontrak investasi. Reilly (1994) mendefinisikan investasi sebagai berikut: ”An investmen is the curren commitmen of time in order to derive future payments that.” Definisi lain tentang investasi dikemukakan oleh Jones (2004) sebagai berikut: ”The commitment of fands to one or more assets that will be held over some future time period.” Sedangkan definisi lain di kemukakan oleh Sunariyah (2004), yaitu investasi adalah penanaman modal dalam satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan keuntungan dimasa-masa yang akan datang. Sedangkan Abdul Halim (2005) secara sederhana memberikan pengertian investasi sebagai penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan di masa datang. Dengan demikian definisi investasi tersebut di atas dapat simpulkan bahwa investasi pada prinsipnya adalah penempatan sejumlah kekayaan untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka konseptual berikut ini: Skema I KERANGKA PIKIR Al-Qur’an Al-Hadis Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Fatwa DSN MUI No. Nilai-Nilai Ilahiah Khuluqiyah Nilai Insaniah Penerapan: akad wakālah, mud{ārabah pendapatan halal & t{ayib, transparan, jujur, profesional dan keseimbangan. Prinsip-prinsip: Tauhid, Istikhlaf, Keadilan, Mas{lahah, Kesejahteraan. Reksa Dana Syari’ah dan Penerapannya di Indonesia Operasional; kontrak Investor Manajer investasi Bank Kustodian Kerangka pikir tersebut di atas menggambarkan bahwa reksa dana syariah adalah bentuk investasi yang memiliki nilai Ilahiah, Khulukiah, dan Insaniah dikembangkan dengan landasan ideal Islam yaitu al-Qur’ān dan al-Sunnah dan ditranformasikan melalui fatwa MUI. Berdasarkan landasan ideal tersbut dibangun prinsip yang berorientasi kepada mas{lahah, tazkiyah, dan wakālah. Melalui prinsip-prinsip itulah kemudian dilakukan kontrak investasi antara investor, manajer investasi dan Bank Kustodian untuk menjalankan usaha sehingga sampai kepada perolehan hasil usaha yang halal dan thayib, transparan, jujur, profesional serta manfaat/ kebaikan untuk semua orang. F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam disertasi ini adalah bersifat deskriptif analitik kritis, dimaksudkan untuk memberikan gambaran analisa tentang bentuk penerapan teori-teori investasi dengan dukungan fatwa keagamaan dalamt reksa dana syariah yang dalam pembahasannya terlebih dahulu mengangkat tentang teori investasi yang ada dalam fikih Islam untuk selanjutnya menganalisa dan menghubungkan dengan fatwa keagamaan dari segi metodologis agar dapat menggambarkan hubungan antara teori investasi dan fatwa keagamaan sebagai landasan operasional berinvestasi melalui reksa dana syariah yang berkembang di Indonesia. Dalam pembahasannya beberapa teori investasi yang didukung fatwa keagamaan dijadikan sebagai landasan analisis terhadap investasi dalam ekonomi Islam. Melalui pendekatan analisis tersebut, maka secara metodologis dapat ketahui penerapan teori investasi dengan dukungan fatwa keagamaan terhadap reksa dana syariah sebagai salah satu bentuk investasi dalam ekonomi Islam. Dalam rangka menghasilkan penelitian yang akurat, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu : 1. Pendekatan Menelaah hasil permasalahan disertasi ini, ada beberapa pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan filosofis, yuridis (hukum Islam), dan pendekatan manajemen ketiga pendekatan ini digunakan karena obyek yang diteliti membutuhkan bantuan jasa ilmu-ilmu tersebut dengan pertimbangan: a. Pendekatan filosifis bentuk pendekatan untuk mengkaji nilai-nilai ilahiah sebagai tata nilai tertinggi yang diterapkan dalam kegiatan reksa dana syariah. b. Pendekatan yuridis dan biasa disebut pendekatan hukum Islam, dimaksudkan untuk mengkaji dasar hukum yang kuat dari dalil-dalil syara’ yang dijadikan sebagai landasan operasional investasi. c. Pendekatan manajemen, dimaksudkan untuk mengkaji mekanisme kerja secara kelembagaan dan sistem operasional guna memastikan bentuk penerapan investasi berdasarkan prinsip syariah. 2. Sumber dan Jenis Data Penelitian ini pada umumnya bersandar pada sumber data tertulis, maka jenis data yang digunakan adalah library research yaitu penelitian melalui literatur perpustakaan yang menunjang akurat data. Untuk mendukung analisis data dilakukan observasi yaitu mengamati metode pengembangan reksa dana syariah dan wawancara terhadap beberapa responden terkait pemahaman maupun praktek reksa dana yang berkembang di Indonesia. 3. Jenis Data Berdasarkan sifat penelitiannya, maka metode yang digunakan untuk mengungkap data yang akurat, peneliti menggunakan 2 (dua) jenis data yaitu; a. Data primer, dalam penelitian lapangan, data primer merupakan data utama yang diambil langsung dari para informan dan responden, dalam hal ini data utama bersumber dari Direktur Bapepan, Konsultan Bisnis Karim, Danareksa, PNM Amana Fun dan Mandiri Investor. Data ini berupa hasi interview (wawancara), dan kuesioner (angket) yang dibagikan kepada para sumber penelitian. b. Data sekunder, adalah pengambilan data dalam bentuk dokumen-dokumen yang bersifat ringkasan atau laporan penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. 4. Tehnik Pengumpulan Data a. Mengumpulkan bahan pustaka yaitu tulisan ilmiah dan bahan tulisan lainnya yang terkait dengan pokok pembahasan. b. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi partisipatif dan observasi non partisipatif. c. Interview atau wawancara, yaitu pengumpulan data melalui dialog secara langsung dengan obyek (informan) yang dapat memberikan data-data yang dibutuhkan.Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data yang menyangkut deskripsi penelitian seperti relevansi reksa dana syariah dengan sistem mud{ārabah, sistem operasional dan implikasi reksa dana syariah di Indonesia 5.Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah data terkumpul, maka tahapan analisis dilakukan dengan cara: a. Data yang terkumpul, diedit dan diseleksi sesuai dengan ragam pengumpulan data, ragam sumber, dan pendekatan yang dipergunakan. Tahap ini dilakukan reduksi data untuk memperoleh data konkrit. b. Hasil kerja tahap seleksi dan reduksi, maka dilakukan klasifikasi data yaitu, kelompok data dan sub kelompok data sesuai dengan obyek dan unsur-unsur yang terkandung dalam penelitian. c. Data yang telah diklasifikasi kemudian disusun dan dihubungkan. Hasil hubungan antar data tersebut divisualisasikan dalam bentuk dekripsi penelitian. d. Melakukan penafsiran data berdasarkan metode pendekatan yang digunakan. e. Hasil kerja tahap akhir akan diperoleh jawaban atas pertanyaan dari penelitian, sehingga ditarik kesimpulan internal yang di dalamnya terkandung data baru hasil penelitian, kemudian dilakukan konfirmasi dengan sumber data dan data lainnya. G. Alasan Memilih Judul 1. Reksa dana syariah sebagai lembaga ekonomi keuangan nonbank perlu dikaji untuk memastikan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaannya. 2. Penulis ingin mengetahui jenis kontrak apa yang digunakan dalam operasional reksa dana syariah. 3. Penulis ingin mengetahui mekanisme kerja reksa dana syariah dalam pengelolaan modal investor. H. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sistem penerapan reksa dana syariah di Indonesia sebagai suatu bentuk investasi dalam ekonomi Islam. Berarti penelitian ini berupaya menggali beberapa teori yang dijadikan landasan operasional investasi melalui reksa dana syariah. b. Mengungkap mekanisme kerja reksa dana syariah, baik dari segi-segi prinsipnya, ciri-ciri khasnya, sehingga ditemukan persamaan dan perbedaan antara reksa dana syariah dan reksa dana konvensional. c. Merumuskan analisis penerapan reksa dana syariah berikut peluang dan tantangan yang dihadapi reksa dana, serta solusi pengembangan investasi melalui reksa dana berdasarkan prinsip ekonomi syariah, sehingga terwujud pemberdayaan ekonomi umat dan kesejahteraan. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan ilmiah, diharapkan sebagai bahan literatur untuk dicermati dan didiskusikan lebih lanjut demi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu ekonomi Islam pada khususnya. b. Kegunaan praktis, penelitian ini akan memberikan informasi mengenai praktek dan perkembangan reksa dana syariah di Indonesia.