“Menjadi Sembuh atau Tidak Sama Sekali” Ketika Ibu Cynthia Yu menderita kanker payudara, suaminya ikut bersamanya dalam melawan penyakitnya. Di dalan edisi ini: Dokter Canggih Keluarga Fong: Kim Choy, Cynthia dan anak mereka, Dorcas. saya mau berada bersamanya karena saya tahu kemoterapi dapat menjadi sangat menyakitkan dan tidak nyaman bagi sebagian orang.” Dedikasi Pak Fong merupakan sesuatu yang paling penting dalam membantu pasien kanker sembuh. Kata Dr Ang: “Dukungan dari pasangan adalah penting bagi pasien kanker, terutama pasien kanker payudara. Setelah pembedahan payudara, seorang wanita dapat merasa kurang menarik. Penting baginya untuk merasa tetap dicintai suaminya selama masa yang sulit ini. Ini akan memberikannya semangat untuk hidupnya.” Dr Ang menambahkan bahwa dengan Pak Fong menemani istrinya ke klinik setiap waktu merupakan dukungan psikologis untuknya. “Meskipun kecewa karena istrinya menderita kanker kedua, Pak Fong terus menyemangati istrinya untuk tetap kuat dan percaya bahwa kankernya dapat dilawan.” Tetapi dedikasi Pak Fong tidak hanya berhenti sampai menemani istrinya ke klinik. Dia mengatakan bahwa istrinya itu selalu manja karena merupakan putri bungsu dari 10 bersaudara, dan dia hendak memastikan bahwa istrinya selalu nyaman dan bahagia. Di rumah, Pak Fong akan bangun jam 6.30 setiap paginya untuk menyiapkan minuman rumput gandum untuknya. Dan meskipun Ibu Yu tidak menyukai rasanya, dia tetap menghabiskannya. “Saya minum karena saya tidak dapat mengecewakannya atau mengabaikan usahanya untuk membuat saya lebih baik,” katanya. Pak Fong juga selalu berusaha membangkitkan semangatnya dengan menyediakan sayur-sayuran berwarna warni dengan makanan berkolesterol rendah, rendah garam, dan kurang minyak dan tanpa produk susu. Dia juga mengajak istrinya berjalan-jalan secara teratur ke taman untuk udara segar dan olahraga ringan. Dan meskipun belanja bukanlah kegemarannya dulu, Pak Fong akan mengajak istrinya berbelanja untuk menyenangkannya. Pasangan ini juga masih berlibur bersama ke luar negeri dan juga perjalanan misi. Sejak penyakitnya ini, mereka telah pergi berlibur delapan kali dan sembilan kali perjalanan misi ke luar negeri. “Kami merasa penting baginya untuk tetap menjalani hidup senormal mungkin dengan melakukan hal-hal yang memang biasanya dilakukan – pertanda bahwa hidupnya berjalan normal,” kata Pak Fong. “Jika anda menyibukkan diri, maka anda akan lupa bahwa anda sakit dan tidak merasa terlalu khawatir.” Jika Pak Fong sedang bekerja, dia akan menghindari tempat ramai atau dekat dengan mereka yang sakit karena dia tidak ingin membawa pulang virus kepada istrinya yang mempunyai daya tahan tubuh yang rendah karena pengobatan. “Bisa jadi bukan kanker yang membunuhnya tetapi flu biasa. Jadi kita harus sangat berhati-hati. Plus, jika saya juga sakit, siapa yang akan menjaganya?” Dia menambahkan bahwa masa ini adalah “perjalanan menemukan jati diri” untuk pasangan ini, yang telah menikah lebih dari 30 tahun, dan merupakan ujian bagi cinta dan kepercayaan mereka kepada Tuhan. “Dalam lingkungan dan kondisi baik, mudah dan aman, gampang untuk mengucapkan ‘Saya cinta kepadamu’. Tetapi ujian sebenarnya adalah ketika kita berdua berada di situasi yang sangat sulit untuk dihadapi – bagaimana anda menanganinya?” Hubungan dapat menjadi tegang karena masalah keuangan, tetapi untunglah bagi Ibu Yu, Pak Fong tidak berprinsip untuk menimbun kekayaan dan tidak melihat nilainya sampai uang itu digunakan. Dia mengatakan, “Selama kunjungan kami ke klinik, kami sering mendengar suami-suami yang mengeluhkan tagihan di depan istrinya. Pastilah sangat tidak menyenangkan mendengarnya terutama jika anda sedang berusaha untuk sembuh.” Pak Fong mengatakan mereka memutuskan untuk ke dokter swasta meskipun biaya di rumah sakit pemerintah akan jauh lebih terjangkau. “Dia merasa lebih senang dan nyaman dengan Dr Ang, jadi saya menyarankan dia untuk berobat ke siapa saja yang membuatnya nyaman.” Mereka juga mengambil seorang asisten rumah tangga dan mengganti makanannya ke produk organik, yang tentunya lebih mahal. Pak Fong, mempunyai visi praktis untuk memberikan istrinya pengobatan terbaik yang mereka mampu. “Untuk apa menimbun harta? Harta seharusnya bekerja untuk kita, bukan sebaliknya.” Ibu Yu menambahkan,”Dia benar-benar seorang pria yang peduli, dan sangat menyayangi saya. Dia selalu memanjakan saya.” Setelah dua operasi dan kemoterapi yang berhasil, Ibu Yu telah bebas kanker selama tiga tahun terakhir dan menjalani hidup dengan penuh, meneruskan pekerjaan misionarinya di luar negeri dengan suaminya. Dia mengatakan lagi,”Paling tidak satu hal yang baik dari penyakit ini – suami saya sekarang mengurangi kerjanya dan saya bisa bertemu dengannya lebih sering. Ikatan kami semakin kuat setelah melalui baptisan api bersama dan keyakinan kami kepada Tuhan semakin dikuatkan.” “Dalam lingkungan dan kondisi baik, mudah dan aman, gampang untuk mengucapkan ‘Saya cinta kepadamu’. Tetapi ujian sebenarnya adalah ketika kita berdua berada di situasi yang sangat sulit untuk dihadapi – bagaimana anda menanganinya?” Pak Fong, yang dedikasinya terhadap Ibu Yu sudah menbantunya untuk sembuh. Konsultan Radiasi Onkologi Dr Lee Kuo Ann memaksimalkan penggunaan teknologi terkini dan komputer. Dr Lee Kuo Ann, yang menyebut dirinya sendiri ‘techie’, adalah anggota keluarga terbaru Parkway Cancer Centre. Beliau sangat nyaman dengan hardware dan software komputer dan ini telah membantu beliau menjadi ahli radiasi onkologi yang lebih baik. Hal ini karena beberapa tahun terakhir ini perkembangan radioterapi telah meningkat sejalan dengan perkembangan di bidang komputer dan teknologi pencitraan, demikian Konsultan Radiasi Onkologi yang berusia 42 tahun ini menjelaskan. Contohnya, ahli radiasi onkologi sekarang telah memiliki akses ke Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT). Ini memungkinkan pemberian dosis yang lebih tinggi dengan akurasi yang lebih presisi karena sekarang mereka dapat membentuk sinar radiasi dosis tinggi ke tumor dan menjauhi jaringan yang normal. “Kami sekarang dapat menangani tumor yang dulunya tidak dapat diobati dan dengan efek samping yang sangat berkurang, terutama dalam pengobatan tumor di kepala dan leher,” jelasnya. Menargetkan tumor kepala dan leher cukup menantang karena tumor dikelilingi oleh organ normal yang penting. “Anda seperti seorang penembak jitu yang mencoba menembak teroris yang dikelilingi oleh sandera,” katanya. Di kanker nasofaring misalnya, tumor dapat menyusup di dalam dan sekitar saraf otak, mata, telinga, batang otak, saraf tulang belakang atau kelenjar Setelah mendapatkan gelar kesarjanaannya di bidang kedokteran pada tahun 1996 dari National University of Singapore, beliau mendapatkan beasiswa HMDP di bidang Onkologi Klinis di Rumah Sakit Royal Marsden di London dari tahun 2001-2003. Beliau sekarang merupakan anggota dari Royal College of Radiologists (Onkologi Klinis), Inggris. Bapak dari dua orang putri ini bergabung dengan PCC pada bulan Juli dari National Cancer Centre dimana beliau merupakan seorang Konsultan Radiasi Onkologi. Sub-spesialitinya adalah penanganan untuk kanker pencernaan, limfoma dan sarkoma. Bagi Dr Lee, hari biasa meliputi konsultasi pasien, berkeliling menjenguk pasien di bangsal dan menindak lanjut pasien yang telah selesai menjalani pengobatan. Bagian penting dari harinya termasuk simulasi dan menggaris bentuk target. Penggarisan bentuk adalah penting karena mengindentifikasi batasan dari organ normal. Dengan penggarisan bentuk yang akurat, seorang ahli radiasi onkologi akan dapat menargetkan tumornya saja dan menjauhi jaringan yang sehat. Dr Lee menghabiskan banyak waktu untuk melihat dan mengembangkan ketrampilan teknik penggarisan bentuk dan pengobatannya. Beliau juga bekerja keras air liur . Oleh sebab itu, dulu tumor stadium lanjut seperti ini tidak dapat diobati tanpa efek samping yang serius yang mengakibatkan pasien kehilangan penglihatannya atau pendengarannya. “Tetapi dengan IMRT, perawatan jadi memungkinkan tanpa efek samping yang parah,” demikian beliau menjelaskan. Perkembangan selanjutnya adalah Stereotactic Body Radiotherapy (SBRT). SBRT memberikan dosis radiasi yang sangat tinggi sehingga dapat mengurangi frekuensi pengobatan. Ini mengikis tumor dengan lebih efektif daripada radioterapi biasa. Hal ini memungkinkan karena ahli radiasi onkologi memiliki pencitraan yang lebih baik untuk lokasi tumor, dapat lebih menenangkan pasien dan dapat melakukan pencitraan harian pra-pengobatan untuk mengoreksi pergerakan minor tumor. “Kita dapat secara lebih efektif menangani beberapa tipe kanker seperti kanker paru dan kanker hati stadium dini. Waktu radiasi biasa adalah enam minggu dengan 33-35 penyinaran. Tetapi, dengan SBRT, hanya tiga hingga lima penyinaran yang diperlukan dalam waktu satu hingga dua minggu. Sehingga menjadi lebih efektif dan juga lebih mudah bagi pasien.” Ahli radiasi onkologi juga dapat menggabungkan teknologi ini. “IMRT memungkinkan kita untuk membentuk sinar radiasinya sedangkan SBRT merupakan cara yang lebih presisi dalam pemberian radioterapi sehingga kita dapat memberikan SBRT menggunakan IMRT,” demikian katanya. Dr Lee mengatakan bahwa beliau tertarik dengan radiasi onkologi setelah lulus sekolah kedokteran karena disiplin ilmu ini melibatkan penguasaan teknologi, baik hardware atau software komputer. “Pada saat yang sama, juga masih sangat klinis dan banyak rawatan pasien yang dibutuhkan, jadi kemampuan diagnostik masih merupakan faktor penting dari pekerjaan,” demikian katanya. untuk meningkatkan simulasi, penggarisan bentuk dan proses penyampaiannya, dan sambil tetap belajar dan mengikuti perkembangan terkini di bidang ini. Memang merupakan jadwal yang berat tetapi apa yang tetap memotivasi dia adalah keinginannya untuk “menyembuhkan pasien yang dapat disembuhkan dan meringankan beban pasien yang sudah tidak dapat diapa-apakan.” Meskipun meringankan beban pasien tidaklah terdengar seindah menyembuhkan mereka, terkadang meringankan beban pasien dapat merujuk ke hasil yang lebih baik. Dr Lee mengingat kasus seorang wanita berusia 50 tahun dengan kanker anal yang kambuh kembali. Operasi tidak dapat menolong dan dokter telah memutuskan bahwa dia hanya dapat bertahan paling lama, setahun. Pasien ini menjalani radioterapi paliatif di bawah pengawasan Dr Lee untuk meringankan rasa sakit dan pendarahannya. “Saya memberikan dia radiasi selama lima minggu dan ternyata, tumornya menunjukkan reaksi. Kita tadinya berharap tumornya dapat mengecil tetapi ada kemungkinan untuk muncul lagi setahun kemudian, tetapi ternyata tumornya malah menghilang dan si pasien kemudian melanjutkan hidupnya secara penuh dan aktif hingga empat tahun ke depan.” Ketika tumornya muncul lagi di bagian dada, wanita ini menjadi sangat lemah dan harus dirawat di ICU. “Dia diintubasi dan kemudian dianggap akan meninggal dan saya memberikannya radioterapi paliatif selama dua minggu. Secara luar biasa, dia cukup sehat untuk bisa keluar dari ICU dan melanjutkan hidup selama enam bulan berikutnya sebelum tumornya berkembang lagi. Dia meninggal tahun kemarin.” Pengalaman ini telah mengajarkan Dr Lee sebuah pelajaran penting mengenai pekerjaannya. “Terkadang, meskipun anda menghadapi situasi yang buruk sekali, masihlah ada harapan untuk hidup dengan kualitas yang baik.”