BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para konsumen atau pasien pengguna layanan kesehatan semakin lama semakin mempunyai pengetahuan tentang berbagai isu dalam pelayanan kesehatan dan memberi perhatian yang besar mengenai informasi yang ada terkait rumah sakit, dokter, dan kualitas keperawatan yang dirasakan. Pengalaman pasien dengan pelayanan medis yang dialaminya serta pemikiran mereka tentang pengalaman tersebut, akan mempengaruhi bagaimana cara mereka memilih penggunaan sistem pelayanan kesehatan di masa yang akan datang (Gerteis et al, 1993 dalam Potter & Perry, 2005:85) Dalam upaya memenuhi tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, rumah sakit mulai melakukan pembenahan sistem pelayanan maupun manajemennya. Kepuasaan pasien yang merupakan salah satu indikator pelayanan berkualitas, menjadi salah satu perhatian karena berhubungan langsung dengan pengguna pelayanan kesehatan (Lusa, 2007 dalam Herniyatun dkk, 2009:128). Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap suatu pelayanan kesehatan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kualitas pelayanan tersebut. Parasuraman et al (1990) dalam Waluyo (2010:28-30) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), emphaty (kepedulian) dan tangibles (bukti langsung). Dengan 1 2 melakukan evaluasi berdasarkan semua dimensi tersebut maka akan diperoleh gambaran kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan, yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007:156). Pasien yang puas dengan pelayanan yang diterima akan berbagi rasa dan pengalaman dengan orang lain. Ini akan menjadi referensi bagi rumah sakit yang bersangkutan. Oleh karena itu, baik pasien maupun rumah sakit sebagai penyedia jasa akan sama-sama diuntungkan apabila kepuasan terjadi. Melalui hubungan ini, jelas terlihat bahwa kepuasan pasien merupakan satu hal yang penting dalam setiap rumah sakit (Irawan, 2009:2). Pasien akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi yang dibutuhkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dari hal yang dibutuhkan, maka semakin besar rasa ketidakpuasan, demikian pula sebaliknya jika kebutuhan pasien semakin terpenuhi maka pasien akan merasa semakin puas (Herniyatun dkk, 2009:127). Pada umumnya rasa tidak puas atau keluhan terhadap pelayanan rumah sakit sering terjadi pada pasien rawat inap kelas III. Menurut Nurrizka & Saputra (2011:16) hal ini terjadi karena kualitas pelayanan rawat inap pada kelas bangsal (kelas III) berada pada tingkat yang paling rendah sehingga pasien pada kelas ini relatif merasa kurang puas. Hal ini terbukti dari penelitian yang telah mereka lakukan dimana diperoleh hasil berupa indeks kepuasan yaitu 77,00 untuk kelas VIP dan Utama, 78,00 untuk kelas I, 75,00 untuk kelas II, dan yang paling rendah yaitu 74,00 untuk kelas bangsal (kelas III). Hasil ini didukung oleh Handayani 3 (2010) yang melakukan penelitian di ruang rawat inap kelas III pada salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Berdasarkan penelitiannya diperoleh hasil bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 42,4% menyatakan kurang puas terhadap kualitas pelayanan. Berdasarkan data Rekap Keluhan Tahun 2012 yang diperoleh dari bagian Humas RSUP Sanglah, dari bulan Januari hingga bulan November 2012 terdapat kurang lebih 35 keluhan dari pasien terhadap RSUP Sanglah. Keluhan-keluhan tersebut mencakup petugas medis yang kurang handal dalam memberikan pelayanan sebanyak 2,85%, petugas medis yang kurang ramah dan kurang tanggap terhadap keluhan pasien sebanyak 5,71%, penanganan yang lambat terhadap pasien sebanyak 22,85%, fasilitas rumah sakit yang bermasalah sebanyak 5,71%, proses administrasi yang berbelit-belit sebanyak 17,14%, kesalahpahaman dalam biaya pengobatan sebanyak 37,14%, serta kesalahpahaman dalam rencana pengobatan dan perawatan selama di rumah sakit sebanyak 8,57%. Berdasarkan Laporan Survei Kepuasan Pelanggan RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2012 yang diperoleh dari bagian Humas RSUP Sanglah Denpasar, diperoleh data indeks kepuasan di salah satu ruang rawat inap kelas III yaitu di ruang Angsoka I pada bulan Agustus sebesar 3,05, bulan September sebesar 3,01, bulan Oktober sebesar 3,02, bulan November sebesar 3,13, dan bulan Desember sebesar 3,01. Dari data tersebut, kepuasan pasien di ruang Angsoka I cenderung mengalami penurunan walaupun indeks kepuasan tersebut masih memenuhi target yaitu 3 (baik). 4 Terkait dengan hal tersebut, Potter & Perry (2005:87) menyatakan bahwa salah satu aspek yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan dan kepuasan pasien adalah pendidikan kesehatan, komunikasi efektif dan pemberian informasi yang jelas kepada pasien. Program perencanaan pulang (discharge planning) pada dasarnya merupakan program pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien yang meliputi nutrisi, aktifitas/latihan, obat-obatan dan instruksi khusus yaitu tanda dan gejala penyakit pasien (Potter & Perry, 2005 dalam Herniyatun dkk, 2009:128). Oleh karena itu, pelaksanaan discharge planning tentunya akan mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima dari suatu rumah sakit. Hal tersebut terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Yosafianti & Alfiyanti (2010:114) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian pendidikan kesehatan persiapan pasien pulang terhadap kepuasan pasien tentang pelayanan keperawatan. Di sisi lain Hariyati dkk (2008:54) menyatakan bahwa masih banyak laporan tentang pelayanan keperawatan yang belum optimal. Salah satu kegiatan keperawatan yang belum optimal adalah discharge planning. Pendapat ini didukung oleh Archie & Boren (2009) yang menyatakan bahwa untuk melakukan 38 juta proses discharge planning dari rumah sakit, Amerika Serikat mengeluarkan dana lebih dari $ 753 miliar. Hal tersebut terjadi karena rendahnya standar dalam proses tersebut yang ditandai dengan diskontinuitas dan fragmentaasi perawatan setelah pasien pulang dari rumah sakit. Dampaknya adalah munculnya resiko yang lebih besar dan membuat pasien harus kembali lagi ke rumah sakit untuk menjalani perawatan. 5 Hal ini juga didukung oleh data dari Family Caregiver Alliance (2009). Penelitian menunjukkan bahwa akibat dari discharge planning yang tidak baik, sebanyak 40% pasien mengalami lebih dari 65 kesalahan pengobatan setelah meninggalkan rumah sakit, dan 18% pasien yang dipulangkan dari rumah sakit dirawat kembali di rumah sakit dalam waktu 30 hari. Di sisi lain, penelitian telah menunjukkan bahwa perencanaan dan tindak lanjut yang baik dapat meningkatkan kesehatan pasien, mengurangi perawatan berulang dan mengurangi biaya kesehatan. Ramie dkk (2006) dalam Hariyati dkk (2008:54) dalam penelitiannya pada salah satu rumah sakit di Jakarta menyatakan hal serupa bahwa sebanyak 20% perawat belum melaksanakan perencanaan pulang, sebanyak 56% dari yang melaksanakan perencanaan pulang belum melaksanakannya berdasarkan perencanaan terstruktur dan pengkajian kebutuhan pasien. Disamping itu juga tampak bahwa sebanyak 84% perawat belum mempunyai Satuan Acuan Pembelajaran (SAP) dalam melaksanakan perancanaan pulang dan 24% perawat mengatakan media pembelajaran tidak memadai untuk pelaksanaan perencanaan pulang, sehingga menimbulkan kendala dalam melaksanakan perencanaan pulang yang baik. Selain itu, Setyowati (2011) dalam Purnamasari (2012:214) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa dari jumlah seluruh perawat yang telah melakukan discharge planning, sebanyak 89,47% perawat melaksanakannya pada hari kepulangan pasien. Wulandari (2011:50-51) dalam penelitiannya juga mengemukakan hal serupa, bahwa pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap kelas III 6 RSUP Sanglah masih belum optimal. Hal itu terjadi karena pelaksanaannya bersamaan dengan health education dan dokumentasi berupa resume keperawatan belum diinformasikan secara eksplisit oleh petugas kesehatan kepada pasien serta keluarganya. Selain itu salinan dokumentasi discharge planning juga tidak diserahkan kepada pasien dan keluarga pasien, dimana hal ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam membantu proses pemulihan pasien. Salah satu ruang rawat inap kelas III yang diteliti oleh Wulandari (2011) adalah ruang Angsoka I, dimana penelitian dilakukan pada 27 orang responden. Hasil yang diperoleh adalah masih terdapat pasien yang menyatakan pelaksanaan discharge planning berada dalam kategori cukup yaitu sebesar 11,11%. Ruang Angsoka I merupakan salah satu ruang rawat inap kelas III di RSUP Sanglah yang termasuk ke dalam Instalasi Rawat Inap (IRNA) C. Ruangan ini memiliki jumlah pasien yang cukup tinggi yaitu 708 pasien (Agustus-Desember 2012) dengan ratarata perbulannya sebanyak 142 pasien. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan discharge planning dengan tingkat kepuasan pasien di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Adakah hubungan discharge planning dengan tingkat kepuasan pasien di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013?” 7 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan discharge planning dengan tingkat kepuasan pasien di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini diajukan oleh penulis dengan tujuan: a. Mengidentifikasi discharge planning pada pasien di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013. b. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013. c. Menganalisis hubungan discharge planning dengan tingkat kepuasan pasien di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Praktis Penyedia Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh penyedia pelayanan kesehatan dalam hal ini yaitu pihak rumah sakit, sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam merencanakan perawatan pasien secara optimal, selama di 8 rumah sakit dan setelah keluar dari rumah sakit sehingga pasien merasa puas dengan pelayanan kesehatan yang diperolehnya. 2. Manfaat Teoritis Institusi Pendidikan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran discharge planning di rumah sakit, sehingga pendidikan dan pemahaman konsep mengenai hal ini dapat lebih di tekankan lagi pada seluruh mahasiswa keperawatan di institusi pendidikan kesehatan terkait. Acuan Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi/sumber kepustakaan serta sebagai bahan masukan untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan manajemen keperawatan, khususnya yang berhubungan dengan discharge planning dan tingkat kepuasan pasien di instalasi rawat inap. Profesi Keperawatan Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi tenaga keperawatan sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dalam usaha mempertahankan mutu pelayanan kesehatan terkait dengan perawatan pasien selama di rumah sakit. 9 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari penelitian ini adalah: 1. Herniyatun dkk (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Program Discharge Planning terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2009”. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas yaitu discharge planning dan variabel terikat yaitu tingkat kepuasan pasien. Rancangan penelitian yang digunakan adalah preexperimental dengan pendekatan posttest only with control group design atau static group comparison. Besar sampel untuk masing-masing kelompok intervensi dan kontrol adalah 40 pasien sehingga sampel keseluruhan sebesar 80 pasien. Analisis data menggunakan analisis bivariat yaitu uji beda 2 mean t test independent dengan α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata kepuasan pada kelompok intervensi adalah 94,5% dan kelompok kontrol sebesar 44,8%. Hal ini berarti program persiapan pulang efektif terhadap peningkatan kepuasan pasien yang dirawat di rumah sakit. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada rancangan penelitian, pendekatan penelitian, dan teknik analisis data yang digunakan. 2. Wulandari (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Pelaksanaan Discharge Planning dengan Kesiapan Pulang Pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2011”. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas yaitu pelaksanaan discharge planning 10 dan variabel terikat yaitu kesiapan pulang pasien. Rancangan penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 123 pasien. Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian berdasarkan uji korelasi didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,409 dengan nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan yang sedang antara pelaksanaan discharge planning dengan tingkat kesiapan pulang pasien. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada varibel terikat yang digunakan. 3. Putra (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar”. Rancangan penelitian yang digunakan adalah corelational dengan pendekatan retrospektif. Sampel yang deskriptif diambil menggunakan metode total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 104 pasien. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas yaitu perilaku caring perawat dan variabel terikat yaitu kepuasan pasien. Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian berdasarkan uji korelasi didapatkan nilai r sebesar 0,809 dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan yang sangat kuat antara perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variabel bebas, rancangan penelitian, pendekatan penelitian, dan teknik pengambilan sampel yang digunakan.