BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan
pasien.
Pada
dasarnya
komunikasi
terapeutik
merupakan
komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien.
Sementara itu menurut Mundakir (2009), komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan untuk kesembuhan
pasien. Sejalan dengan Potter (2009), komunikasi terapeutik merupakan proses
dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien.
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto (2009), tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu
pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien
percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif serta mempengaruhi orang lain, lingkungan
fisik dan dirinya sendiri. Sementara itu menurut Nunung (2010), komunikasi
terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih
positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan
diri
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain dan mandiri.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan dan
mencapai tujuan yang realistis.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
6
7
3. Tahapan Hubungan Terapeutik Perawat - Klien
Menurut Potter dan Perry (2009) di dalam hubungan terapeutik perawat-klien,
perawat memiliki peran sebagai penolong profesional dan mengenali klien
sebagai individu yang memiliki kebutuhan kesehatan, respon, dan pola hidup
yang unik. Sedangkan menurut Keliat (2011), hubungan perawat terapeutikklien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki
emosi klien. Maka dari itu, untuk menjalin hubungan terapeutik perawat-klien
tersebut diperlukan proses atau tahapan dalam Stuart dan Sundeen (1987, dikutip
oleh Dalami, 2009) yaitu:
a. Pra-Interaksi
Pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran dan
kesiapan perawat
untuk
dipertanggungjawabkan.
melakukan hubungan denagn klien dapat
Pemakaian
diri
secara
memaksimalkan pengaruh kelemahan diri dalam
terapeutik
berarti
memberi asuhan
keperawatan pada klien. Hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri adalah
sebagai berikut:
1) Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah
klien
2) Kecemasan
Kecemasan yang dialami seseorang dapat memengaruhi interaksinya
dengan orang lain.
3) Analisis kekuatan diri
Dalam diri seseorang terdapat kelebihan dan kekurangan. Sebelum
kontak dengan klien, perawat perlu menganalisis kelemahannya dan
menggunakan kekuatannya untuk berinteraksi dengan klien.
4) Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun
lama pertemuan
sebelum bertemu dengan klien, perawat perlu menentukan kapan waktu
yang tepat untuk melakukan pertemuan atau berkomunikasi dengan klien.
8
Hal-hal yang perlu dipelajari dari unsur klien adalah sebagai berikut:
1)
Perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya
Perilaku yang destruktif pada klien saat menghadapi penyakitnya akan
menyulitkan perawat dalam berkomunikasi dengan klien.
2)
Adat istiadat
Kebiasaan yang dibawa klien ke rumah sakit dalam menjalani perawatan
terkadang membawa pengaruh dalam hubungan perawat-klien.
3)
Tingkat pengetahuan
Penguasaan penyakit yang diderita akan membantu dalam penerimaan
diri.
b. Perkenalan atau orientasi
Pada tahap perkenalan ini perawat memulai kegiatan yang pertama kali
dimana perawat bertemu pertama kali dengan klien. Kegiatan yang dilakukan
adalah memperkenalkan diri kepada klien dan keluarga bahwa saat ini yang
menjadi perawat adalah dirinya. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap
sedia untuk memberikan pelayanan keperawatan pada klien. Dengan
memperkenalkan dirinya, perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini
diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya.
Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien meminta pertolongan yang
akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien. Dalam memulai
hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya, penerimaan, dan
pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien.
Perawat dan klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, bimbang
karena memulai hubungan yang baru. Klien yang mempunyai pengalaman
hubungan interpersonal yang menyakitkan akan sukar menerima dan terbuka
pada orang asing.
9
Tugas perawat pada tahap ini meliputi hal-hal berikut ini:
1)
Membuat kontrak dengan klien
Isi dari kontrak yang akan dirumuskan terdiri atas topik, tempat, dan
waktu. Dalam merumuskan sebuah kontrak harus ada kesepakatan
bersama antara perawat-klien.
2) Eksplorasi pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah
keperawatan.
3) Menetapkan tujuan yang akan dicapai.
c. Kerja
Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan rencana
keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi (Nasir, 2009). Perawat
membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemampuan diri dan
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Pada tahap kerja ini
perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien.
Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal yang penting dalam percakapan dan membantu perawatklien memiliki pikiran dan ide yang sama terhadap proses kesembuhan
penyakitnya sendiri. Pada tahap kerja ini, perawat bertugas meningkatkan
kemandirian tanggung jawab terhadap proses penyembuhan penyakitnya
dengan mencarikan alternatif koping yang positif sehingga didapatkan
suatu perubahan perilaku. Kegagalan pada tahap kerja akan berdampak pada
kegagalan tujuan terhadap tujuan yang ingin dicapai.
d. Terminasi
Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan dalam
menjalankan tindakan keperawatan serta mengakhiri interaksinya dengan
klien. Kegiatan yang dilakukan perawat adalah mengevaluasi seputar hasil
kegiatan yang telah dilakukan sebgai dasar untuk tindak lanjut yang akan
10
datang. Untuk itu kegiatan pada tahap terminasi merupkan kegiatan yang
tepat untuk mengubah perasaan dan memori serta untuk mengevaluasi
kemajuan klien dan tujuan yang telah dicapai. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap terminasi adalah sebagai berikut:
1) Evaluasi subjektif, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi suasana hati setelah terjadi interaksi dengan klien.
Kegiatan ini penting sekali dilakukan agar perawat tahu kondisi
psikologis klien dalam rangka menghindarkan klien dari sikap defensif
maupun menarik diri.
2) Evaluasi
objektif,
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mengevaluasi respons objektif terhadap hasil yang diharapkan dari
keluhan yang dirasakan, apakah ada kemajuan atau sebaliknya.
3) Tindak
lanjut,
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
dengan
menyampaikan pesan kepada klien mengenai lanjutan dari kegiatan yang
telah dilakukan. Pesan yang disampaikan itu relevan, singkat, padat, dan
jelas agar tidak terjadi miscomunication. Oleh karena pentingnya proses
tindak lanjut, bila perlu pesan yang disampaikan diulangi lagi sampai
klien mengerti.
Menurut Nurjannah (2009) tahapan-tahapan komunikasi terapeutik yang
diobservasi dan dinilai adalah tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi
sebagai berikut :
1)
Tahap orientasi
Tahap orientasi meliputi, memberikan salam dan tersenyum pada klien,
melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif), memperkenalkan
nama perawat, menanyakan nama panggilan kesukaan klien, menjelaskan
tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan peran perawat dan klien,
menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan,
menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan yang
dilakukan, menjelaskan kerahasiaan kegiatan.
11
2) Tahap kerja
Tahap kerja meliputi, menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin
berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan, menjelaskan maksud
dan tujuan dari tindakan, menjelasan tentang alasan atau dasar harus
dilakukannya tindakan, menjelaskan perawatan yang akan dilakukan
(terapi obat-obatan dan persiapan pra operasi), perawat menjelaskan
kemungkinan rasa sakit yang dirasakan, memberikan kesempatan
bertanya kepada klien mengenai segala sesuatu tentang penyakit yang
dideritanya, memberikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan
ketakutannya (ketidaktahuan, nyeri, perubahan citra diri dan kematian).
3) Pada tahap terminasi
Pada tahap terminasi kegiatannya meliputi : menyimpulkan hasil
kegiatan, evaluasi proses dan hasil, memberikan reinforcement positif,
merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak untuk
pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik), mengakhiri kegiatan
dengan cara yang baik.
4. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik
komunikasi terapeutik setiap klien tidak sama, oleh karena itu
diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut ini
adalah teknik komunikasi berdasarkan referensi dari Tamsuri (2009) :
a. Diam, yaitu tenang dan tidak melakukan pembicaraan selama beberapa
detik atau menit
b. Mendengar adalah proses aktif penerimaan informasi dan penelaah reaksi
seseorang terhadap pesan yang diterima
c. Menghadirkan topik pembicaraan yang umum adalah dengan menggunakan
pernyataan atau pertanyaan yang mendorong klien untuk berbicara, memilih
topik pembicaraan dan memfasilitasi kelanjutan pembicaraan.
d. Menspesifikkan adalah membuat pernyataan yang lebih spesifik dan tentatif
e. Menggunakan pertanyaan terbuka adalah menanyakan sesuatu yang bersifat
luas,
yang
memberi
klien
kesempatan
untuk
mengeksplorasi
12
(mengungkapkan, klarifikasi, menggambarkan, membandingkan, atau
mengilustrasikan)
f. Sentuhan adalah melakukan kontak fisik untuk meningkatkan kepedulian
g. Mengecek persepsi atau memvalidasi adalah metode yang sama dengan
klarifikasi, tetapi pengecekan dilakukan terhadap kata-kata khusus yang
disampaikan klien.
h. Menawarkan diri adalah menawarkan kehadiran, perhatian, dan pemahaman
tentang sesuatu.
i. Memberi informasi adalah memberi informasi faktual secara spesifik
tentang klien walaupun tidak diminta. Apabila tidak mengetahui informasi
yang dimaksud, perawat menyatakan ketidaktahuannya dan menanyakan
orang yang dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi.
j. Menyatakan kembali dan menyimpulkan adalah secara aktif mendengarkan
pesan utama yang disampaikan klien dan kemudian menyampaikan kembali
pikiran dan perasaan itu dengan menggunakan kata-kata serupa.
k. Mengklarifikasi adalah metode membuat inti seluruh pesan dari pernyataan
klien lebih dimengerti. Klarifikasi dapat dilakukan bila perawat tidak dapat
menyatakan kembali. Perawat dapat melakukan klarifikasi dengan
menyatakan kembali pesan dasar/meminta klien mengulang atau meyatakan
kembali pesan yang disampaikan.
l. Refleksi adalah mengembalikan ide, perasaan, pertanyaan kepada klien
untuk memungkinkan eksplorasi ide dan perasaan mereka terhadap situasi.
m. Menyimpulkan dan merencanakan adalah menyatakan poin utama dalam
diskusi untuk mengklarifikasi hal-hal relevan yang perlu didiskusikan.
Teknik ini berguna pada akhir wawancara atau mengevaluasi penguasaan
klien terhadap program pengajaran kesehatan. Teknik ini sering digunakan
pada pendahuluan untuk menentukan rencana perawatan berikutnya.
n. Menyatakan realitas adalah
membantu klien membedakan antara yang
nyata dan yang tidak nyata.
o. Pengakuan adalah memberi komentar dengan teknik tidak menghakimi
terhadap perubahan perilaku seseorang atau usaha yang telah dilakukan
13
p. Klarifikasi waktu adalah membantu klien mengklarifikasi waktu atau
kejadian, situasi, kejadian dan hubungan antara peristiwa dan waktu.
q. Memfokuskan adalah membantu klien mengembangkan topik yang penting.
Penting bagi perawat untuk menunggu klien beberapa saat tentang tema apa
yang mereka sampaikan (perhatikan) sebelum memfokuskan pembicaraan.
5. Sikap Komunikasi Terapeutik
Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik berkomunikasi dan isi
komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam
berkomunikasi. Dalami (2009) mengidentifikasi lima sikap untuk menghadirkan
diri secara fisik, yaitu:
a. Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah “saya siap untuk anda”.
b. Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak
melipat
kaki
atau
tangan
menunjukkan
keterbukaan
untuk
berkomunikasi.
e. Tetap refleks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respon pada klien.
B. Konsep Kecemasan
1. Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak di sadari
mengenai keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri sendiri
dan kehidupan atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi (Lumongga, 2009).
14
Kecemasan
adalah respon emosional
subjektif, yang dipengaruhi alam bawah
terhadap
penilaian individu yang
sadar dan tidak diketahui
secara
khusus penyebabnya (Dalami, 2009).
2. Tanda-Tanda Umum kecemasan
Keluhan atau tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukan atau dikemukakan
oleh seseorang sangat bervariasi, tergantung dari beratnya kecemasan yang
dirasakan oleh individu tersebut, keluhan-keluhan yang sering dikemukakan
oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain yakni; cemas,
khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung,
merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada
keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang
menegangkan, gangguan kosentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik
misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus),
berdebar-berdebar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan,
sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2011).
3. Tingkat kecemasan
Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu :
a. Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
Individu akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajar
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan seperti
sesekali bernapas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada
lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, tidak
dapat duduk dengan tenang, dan tremor halus pada tangan.
b. Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu lebih
terfokus pada hal-hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Respons cemas sedang seperti sering napas pendek, nadi dan tekanan darah
15
naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit,
rangsangan luar tidak mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat,
susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung hanya
memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak mampu
berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan/ tuntunan.
Responnya meliputi napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,
berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi
sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi
cepat, dan perasaan ancaman meningkat.
d. Panik
Lahan persepsi individu telah terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan
diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun telah diberi
pengarahan. Respons panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat
berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak,
blocking, kehilangan kendali dan persepsi kacau (Suliswati, 2009).
4 . Alat Ukur Kecemasan
Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) adalah penilaian kecemasan pada
pasien dewasa yang dirancang oleh William W.K.Zung tahun 1997,
dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM-II). Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap
pertanyaan dinilai 1-4 (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagaian waktu,
4: hampir setiap waktu). Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan
kecemasan dan 5 pertanyaan ke arah penurunan kecemasan (Zung Self-Rating
Anxiety Scale dalam Mcdowell, 2006).
16
Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan antara lain :
a. Skor 20-44 : normal/tidak cemas
b. Skor 45-59 : kecemasan ringan
c. Skor 60-74 : kecemasan sedang
d. Skor 75-80 : kecemasan berat
C. Konsep Pra Operasi
1. Pengertian Pre Operasi
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer
and Bare, 2002). Sedangkan menurut Laksamana (2011), pembedahan adalah
semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka
atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani yang umumnya dilakukan
dengan membuka sayatan.
Pre Operasi adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi
(Smeltzer and Bare, 2002 ). Pembedahan atau lebih dikenal dengan istilah
operasi dapat dibedakan; pembedahan minor atau (operasi kecil), dimana dapat
dilakukan di ruang praktek klinik untuk rawat jalan dengan anastesi lokal.
Sedangkan operasi mayor (operasi besar) dengan menggunakan anastesi umum
yang dilakukan di unit pembedahan rawat inap, yang melibatkan rekonstruksi
atau perubahan yang luas pada bagian tubuh dan menimbulkan resiko yang
tinggi bagi kesehatan. Jenis prosedur pembedahan atau operasi di klasifikasi
berdasarkan tingkat keseriusan, kegawatan dan tujuan pembedahan.
D. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut :
17
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Komunikasi Terapeutik
Tingkat kecemasan
E. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pra
operasi.
Download