HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSP. Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA ARTIKEL Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Oleh I GUSTI NGURAH KARDISAPUTRA NIM. 010113a047 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2017 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSP. DR. ARIO WIRAWAN SALATIGA I Gst. Ngurah Kardisaputra*, Priyanto**, Imron Rosyidi** *) Mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo **) Dosen Pembimbing Skripsi Universitas Ngudi Waluyo E-mail: [email protected] ABSTRAK Meningkatnya penyakit Tuberkulosis di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2015 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 7% menjadi 14%, sehingga memberikan pengaruh kecemasan terhadap pasien yang menjalani hospitalisasi, pengaruh kecemasan yang mungkin terjadi seperti persepsi pasien dengan takut kematian, takut dengan efek samping obat yang mereka minum, takut menularkan penyakit kepada orang lain. maka penanganan dari kecemasan yang dialami pasien adalah memberikan komunikasi terapeutik karena Komunikasi terapeutik memiliki tehnik dan karakteristik komunikasi terapeutik seperti empati yang dapat membina hubungan terapeutik perawat untuk mempengaruhi kecemasan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis apakah ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Pada PasienTuberkulosis Paru Di RSP. Dr.Ario Wirawan Salatiga. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasif dengan populasi pasien TB paru BTA (+) yang ada di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga. Pengambilan sampel dengan accidental sampling sebanyak 47 responden. Pengumpulan data menggunakan koesioner. Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan chi square test derajat kemaknaan p > α 0,05. Hasil uji chi-square didapatkan p value 0,000 < α 0,05. Ada hubungan yang bermakna antara terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga. Diharapkan perawat lebih meningkatkan lagi komunikasi terapeutik dengan mengikuti pelatihan atau seminar komunikasi terapeutik sehingga dapat memberikan informasi yang baik tentang perawatan pasien TB paru dan peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang faktor–faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan. Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Kecemasan, TB paru BTA (+) Kepustakaan : 29 (2006– 2016) HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 1 ABSTRACT The increase of tuberculosis disease in Indonesia from 2003 to 2015 is experiencing a very significant increase from 7% to 14%, thus giving the influence of anxiety against patients who undergoing hospitalization, the influence of anxiety that may occur as the perception of the patient with a fear of death, fear of side effects with the medication that they drink, the fear of passing the disease to others. Then the handling of anxiety experienced by patients is to provide therapeutic communication because it has therapeutic communication techniques and characteristics like empathy that can foster a therapeutic relation ship of nurses to influence patient anxiety. The purpose of this research is to analyze whether there are correlation between nurse’s therapeutic communication and anxiety levels on tuberculosis patients at RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga. The design of the research was descriptive correlation with pulmonary TB patient population of BTA (+) at RSP. Dr Ario Wirawan Salatiga. Sampling with accidental sampling as many as 47 respondents. Data collection used questionnaire. Data analysis was done in univariat and bivariat. The statistical test used chi square test with degree of significance of p< α 0.05. The results of the chi-square test obtain p value 0.000 < α 0.05. There is a significant correlation between nurse’s therapeutic communication and anxiety levels on tuberculosis patients at RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga. Nurses are expected to further enhance therapeutic communication by following therapeutic communication seminar or training to provide good information about pulmonary TB patient care and the researcher can examine other factors that can affect the level of anxiety. Keywords : Therapeutic Communication, anxiety, pulmonary TB BTA (+) Bibliographies: 29 (2006-2016) PENDAHULUAN Prevelensi pasien TB paru di Indonesia terkonfirmasi mengalami peningkatan signifikan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 dari 7% menjadi 13%. Indikator ini cenderung menurun dari tahun 2003 samapai dengan tahun 2014 Pada tahun 2015 indikator ini kembali meningkat menjadi 14% (Depkes, 2016). Prevelensi TB per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 106,42 (Dinkes,2012). Penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobakterium tuberkulosis dan Mycobacterium bovis (Widoyono, 2008). Gejala utama pada pasien TB paru adalah batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak napas, dan nyeri dada (Widoyono, 2008). Tuberkulosis juga memberikan dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien berupa dampak fisik, sosial dan mental. Dampak fisik pada pasien dapat berupa keterbatasan dalam melakukan kegiatan fisik secara normal. Dampak sosial dan mental terhadap pasien TB dapat berupa terisolasi atau dikucilkan oleh masyarakat. Pasien TB mengalami ketakutan dan kecemasan karena tidak bisa diterima di masyarakat. (Depkes, 2016). Kecemasan (ansietas / anxiety) adalah gangguan alam perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan (Manurung, 2016). Menurut Savitri (2003) dalam Manurung (2016) faktor penyebab kecemasa adalah lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain, faktor emosi dan sebab-sebab fisik. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 2 Apabila kecemasan tidak ditangani dengan benar maka akan mengalami gangguan kecemasan seperti darah tinggi, tachycardia(percepatan darah) , excited (heboh, gempar), meningkatnya resiko masalah jantung, terjadinya penurunan pada kognisi otak dan gangguan pada pencernaan atau lambung. (Manurung, 2016) Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HAR-A). (Hawari, 2013) Sedangkan penatalaksanaan penanganan kecemasan adalah dengan komunikasi terapeutik untuk menurunkan tingkat kecemasan, menurut (Stuart G.W dan sundeen S.J. 1998 dalam Wahjudi, 2009) Menurut Northouse (1998) dalam Suryani, 2015komunikasi terapiutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, serta belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Karena komunikasi terapeutik memiliki Tehnik komunikasi terapeutik seperti mendengarkan dan memberikan perhatian penuh (caring), serta karakteristik komunikasi terapeutik seperti empati membina hubungan terapeutik untuk mempengaruhi kecemasan klien yaitu perawat masuk dalam kehidupan dan perasaan klien, perawat memandang melalui pandangan klien kemudian mengidentifikasi masalah tersebut (Suryani, 2015). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24 September 2016 di Ruang Dahlia II RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga dengan mewawan carai sepuluh orang pasien TB paru menyatakan bahwa 4 orang pasien yang mengalami cemas ringan sehingga komunikasi perawat baik, 6 orang mengalami kecemasan sedang sehingga komunikasi yang dilakukan perawat adalah cukup. Berdasarkan urian dalam latar belakang di atas rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga” METODE Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi yaitu mendeskripsikan variabel bebas dan variabel terikat, kemudian melakukan korelasi antara kedua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoadmodjo, 2010), sehingga dapat diketahui seberapa jauh kontribusi variabel terikat terhadap adanya variabel bebas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. dimana penelitian bermaksud untuk meneliti hubungan komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kecemasan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB paru BTA (+) yang dirawat inap di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah kriteria sampel dari pasien TB paru BTA (+) berusia ≥13 sampai dengan , < 60 tahun Pasien TB Paru yang pemeriksaan sputum ditemukan kuman Mycobacterium tuberkulosis BTA positif, bisa membaca dan menulis serta berada ditempat penelitian. waktu dan tempat penelitian pada bulan Januari 2017 di RSP Dr. Ario Wirawan Salatiga. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner yaitu pernyataan tertulis kepada responden untuk mengukur variabel yang diteliti. Data yang didapatkan kemudian dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan tingkat signifikasi p< α (0,05). Pengolahan uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 untuk windows 2007. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Univariat 1. Komunikasi terapeutik perawat pada asuhan keperawata pasien tuberkulosis paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga Tabel 1 Distribusi frekuensi gambaran komunikasi terapeutik perawat pada asuhan keperawata pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga Komunikasi teraupetik Kurang Baik Total Frekuensi 17 30 47 Persentase (%) 36,2 63,8 100,0 Dari Tabel 1 Distribusi frekuensi diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa komunikasi teraupetik perawat pada asuhan keperawatan pasien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui dalam kategori baik yaitu sebanyak 30 responden (63,8 %). 2. Tingkat kecemasan klien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga Tabel 2 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan klien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga Tingkat kecemasan Sedang Ringan Tidak cemas Total Frekuensi 14 18 15 47 Persentase (%) 29,8 38,3 31,9 100,0 Dari Tabel 2 distribusi frekuensi tingkat kecemasan klien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui bahwa paling banyak responden mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori ringan yaitu sebanyak 18 responden (38,3 %). Analisa Bivariat Hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga Tabel 3 Tabel hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga Kecemasan Total Komunikasi Sedang Ringan Tidak cemas teraupetik N % N % N % N % Kurang 11 64,7 5 27,8 1 6,7 17 100,0 Baik 3 10,0 13 43,3 14 46,7 30 100,0 Total 14 29,8 18 38,3 15 31,9 47 100,0 p value =0,000 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa, responden yang mendapatkan komunikasi teraupetik dalam kategori kurang sebagian besar yaitu sebanyak 11 responden (64,7 %) mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori sedang dan responden yang mendapatkan komunikasi teraupetik dalam kategori baik sebagian besar mempunyai tingkat kecemasan dengan kategori tidak cemas yaitu sebanyak 14 responden (46,7 %). Dari hasil uji statistik menggunakan uji Chi Squaredengan taraf signifikansi 5 % (0,05) HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 4 didapatkan p value sebesar 0,000. (Apabila p value/ signifikansi di bawah 0,05 maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga. PEMBAHSAN Analisa Univariat 1. Komunikasi terapeutik perawat pada asuhan keperawata pasien tuberkulosis paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa komunikasi teraupetik perawat pada asuhan keperawatan pasien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui dalam kategori baik yaitu sebanyak 30 responden (63,8 %). Hal ini dapat dilihat dari total jumlah keselurhan tiap-tiap tahap kusioner komunikasi terapeutik perawat. Pada tahap orientasi responden yang menyatakan komunikasi terapeutik sering dilakukan perawat sebanyak 2233,3% dan komunikasi terapeutik selalu dilakukan perawat ketika berinteraksi sebanyak 429, 9%, Menurut (Stuart 1998) dalam Suryani (2015),sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan orientasi ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan antara perawat dengan pasien. Pernyataan tersebut sejalan dengan teori Suryani, (2015) dengan membina hubungan dengan baik, berarti perawat telah berrsikap terbuka pada klien, hal ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya. Sedangkan pada tahap kerja sebagian besar responden menyatakan komunikasi terapeutik perawat yang menyatakan sering sebanyak 313,3% dan yang menyatakan selalu 233,3% Sedangkan pada tahap terminasi jumlah responden yang menyatakan sering sebanyak 170% dan menyatakan selalu sebanyak 50,0%. Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa secara keseluruhan dilihat dari berbagai aspek tahapan kerja perawat diketahui bahwa komunikasi teraupetik yang dilakukan oleh perawat tergolong dalam kategori baik. Menurut Suryani (2015), menyatakan bahwa untuk melakukan komunikasi terapeutik perawat dengan baik harus melalui beberapa tahapan yaitu fase pre interaksi, fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Menjalin hubungan yang baik antara perawat dan klien mutlak diperlukan dalam upaya memperlancar pelaksanaan tugas perawat dan klien saat berlangsungnya pelayanan kesehatan (Sharif, 2012) dalam Mudakir,(2006). 2. Tingkat kecemasan klien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kecemasan klien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui bahwa paling banyak responden mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori ringan yaitu sebanyak 18 responden (38,3 %). Ini dapat dilihat dari data temuan di kuesioner tingkat kecemasan dalam kategori ringan pada sebagian besar responden dapat dilihat dari hasil penelitian dimanaKetegangan dengan gejala ringan (78,9%), Ketakutan gejala ringan (84,2%), gejala sedang gangguan tidur (47,4%), gejala ringan gangguan kecerdasan (78,9%). Menurut (Stuart,1998) dalam Mudakir, (2006) kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsi. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 5 Kecemasan yang dialami khususnya pada penderita TB paru merupakan respons psikologi terhadap keadaan stres yang dialami, perasaan takut yang membuat hati tidak tenang dan timbul rasa keragu-raguan (Muttaqin 2008). Kondisi seperti ini dapat terkurangi jika perawat memberikan pelayanan keperawatan yang baik pada klien dengan memberi penjelasan tentang kondisi yang sedang terjadi pada dirinya.Pada kondisi klinis, klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya (Muttaqin, 2008). Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis atau perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Intensitas perilaku meningkat sejalan dengan peningkatan kecemasan (Stuart,1998) dalam Mudakir, (2006). Perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri. Faktor tersebut yaitu susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar Manurung, (2016). Jika penderita tuberkulosis paru mengalami kecemasan maka penderita akan terfokus pada masalahnya, memaksa pikiran untuk terus menerus memikirkan masalahnya yang akan memicu otak secara emosional, yang menimbulkan perubahan perilaku. Analisa Bivariat Hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, responden yang mendapatkan komunikasi teraupetik dalam kategori kurang sebagian besar yaitu sebanyak 11 responden (64,7 %) mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori sedang Hal ini dapat dilihat dari hasil jumlah keseluruhan kuesioner komunikasi terapeutik Pada tahap orientasi sebagian besar klien mengatakan tahap komunikasi jarang sebanyak 66,7%. Berdasarkan teorinya Mundakir, (2006) Bila fase orientasi dikatakan kurang dikarenakan kecenderungan perawat hanya menanyakan identitas pasien, akan tetapi tidak memperkenalkan diri kepasien. Kadang sifat judes masih terlihat didalam sosok diri seorang perawat sehingga akan menimbulkan sikap tertutup dan apatis atas semua penjelasan yang diberikan oleh perawat kepada klien. Sedangkan kecemasan sedang yang terjadi akibat perawat memberikan komunikasi terapeutik perawat kurang. Ini bisa kita lihat dari hasil jumlah data temuan pada gejala sedang yang dialami pasien sebanyak 294.9% . kecemasan sedang yang dialami oleh klien sesuai dari teori Stuart, (1998) dalam Manurung, (2016) bahwa kecemasan sedang adalah dimana lahan persepsi terhadap masalah mulai menurun, individu lebih memfokuskan pada hal-hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal yang lain. Sedangkan responden yang mendapatkan komunikasi teraupetik dalam kategori baik sebagian besar mempunyai tingkat kecemasan dengan kategori tidak cemas yaitu sebanyak 14 responden (46,7 %). Hal tersebut dapat dilihat dari data jumlah total keseluruhan tiaptiap tahap komunikasi terapeutik baik itu kategori sering dan selalu dilaksanakan oleh perawat ketika berinteraksi. Pada tahap orientasi responden yang menyatakan komunikasi terapeutik sering dilakukan perawat sebanyak 2233,3% dan pada tahap kerja sebagian besar responden menyatakan komunikasi terapeutik perawat yang menyatakan sering sebanyak 313. Hal tersebut sejalan dengan teori Menurut (Stuart 1998) dalam Suryani (2015) sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan orientasi ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan antara perawat dengan pasien. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 6 Dari hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikansi 5 % (0,05) didapatkan p value sebesar 0,000. (Apabila p value/ signifikansi di bawah 0,05 maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antarakomunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa kekurangan yang disebabkan karena adanya keterbatasan terhadap penelitian tingkat kecemasan ini dikarenakan tingkat kecemasan pasien TB paru tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi sakit yang dia derita melainkan karena biaya perawatan yang dapat menimbulkan kecemasan pada pasien TB dan pengalaman, umur serta pengetahuan juga dapat perpengaruh terhadap tingkat kecemasan pada pasien TB paru artinya peneliti belum memiliki pemikiran untuk menganalisa faktor dari kecemasan yang melatar belakangi kecemasan pada pasie TB paru sehingga dalam penelitian ini ada hasil yang mendapat kategori komunikasi terapeutik baik 3 (10.0%) mempunyai tingkat kecemasan sedang dan kategori komunikasi terapeutik kurang 1 (6,7%) responden mengalimi kategori tingkat kecemasan tidak cemas. Hal ini dikarenakan mengalami ketrbatasan dalam menganalisa faktor yang menyebabkan tingkat kecemasan pada pasien TB paru. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Sebagian besar responden menyatakan bahwa komunikasi teraupetik perawat pada asuhan keperawatan pasien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui dalam kategori baik yaitu sebanyak 30 responden (63,8 %). 2. Tingkat kecemasan klien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui bahwa paling banyak responden mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori ringan yaitu sebanyak 18 responden (38,3 %). 3. Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga dengan nilai p value 0,000 B. Saran 1. Bagi Ilmu Keperawatan Lebih dikaji kembali dalam mata ajar Keperawatan Dasar Manusia mengenai kebutuhan Pasien rawat inap, terutama kebutuhan psikologis dan dalam mengatasi kecemasan. 2. Bagi Praktisi dan Intitusi pelayanan kesehatan Agar bisa ditingkatkan lagi penerapan komunikasi terapeutik perawat sebagai salah satu bagian dari asuhan keperawatan keseluruh pasien rawat inap dalam menurunkan tingkat kecemasan. 3. Bagi pendidikan, Penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya terkait komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien TB Paru. 4. Bagi Pasien Tuberkulosis Paru Bagi pasien tuberkulosis paru disarankan untuk memperbaiki perilaku ataupun kebiasaan sehari-hari untuk lebih mengarah pada perilaku baik supaya tidak menularkan tuberkulosis pada orang disekelilingnya terutama keluarganya dan diharapkan mencari tahu lebih dalam tentang penyakit tuberkulosis sehingga tidak mengalami kecemasan yang lebih lanjut. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 7 DAFTAR PUSTAKA Dinkes Provinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. http://www.dinkesjatengprov.go.id. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2016. Depkes. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. 2016.http://wwwDepkes.go.id. Diakses pada tanggal 2 November 2016. Hawari, Dadang.2013. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Badan FKUI. Penerbit Manurung, N. 2016. Terapi Reminiscence. Jakarta: CV. Trans Info Media. Mudakir, 2006. Komunikasi Terapeutik. Upaya Untuk menekan Kecemasan Pasien. Jakarta: Salemba Medika Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metoddologi penelitian Kesehatan Jakarta: Rineka Cipta Suryani, 2015. Komunikasi Terapiutik.Edisi 2. Jakarta: EGC. Wahjudi Nugroho, H. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi Pembratasnnya. Jakarta: Erlangga. Penularan Pencegahan Dan HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA 8