HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP

advertisement
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSP. Dr. ARIO
WIRAWAN SALATIGA
ARTIKEL
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan
Oleh
I GUSTI NGURAH KARDISAPUTRA
NIM. 010113a047
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN
2017
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSP. DR. ARIO
WIRAWAN SALATIGA
I Gst. Ngurah Kardisaputra*, Priyanto**, Imron Rosyidi**
*) Mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo
**) Dosen Pembimbing Skripsi Universitas Ngudi Waluyo
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Meningkatnya penyakit Tuberkulosis di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2015
mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 7% menjadi 14%, sehingga
memberikan pengaruh kecemasan terhadap pasien yang menjalani hospitalisasi, pengaruh
kecemasan yang mungkin terjadi seperti persepsi pasien dengan takut kematian, takut
dengan efek samping obat yang mereka minum, takut menularkan penyakit kepada orang
lain. maka penanganan dari kecemasan yang dialami pasien adalah memberikan
komunikasi terapeutik karena Komunikasi terapeutik memiliki tehnik dan karakteristik
komunikasi terapeutik seperti empati yang dapat membina hubungan terapeutik perawat
untuk mempengaruhi kecemasan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
apakah ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
PasienTuberkulosis Paru Di RSP. Dr.Ario Wirawan Salatiga.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasif dengan
populasi pasien TB paru BTA (+) yang ada di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga.
Pengambilan sampel dengan accidental sampling sebanyak 47 responden. Pengumpulan
data menggunakan koesioner. Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat. Uji
statistik yang digunakan chi square test derajat kemaknaan p > α 0,05.
Hasil uji chi-square didapatkan p value 0,000 < α 0,05. Ada hubungan yang
bermakna antara terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien tuberkulosis
paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga.
Diharapkan perawat lebih meningkatkan lagi komunikasi terapeutik dengan
mengikuti pelatihan atau seminar komunikasi terapeutik sehingga dapat memberikan
informasi yang baik tentang perawatan pasien TB paru dan peneliti selanjutnya dapat
meneliti tentang faktor–faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan.
Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Kecemasan, TB paru BTA (+)
Kepustakaan : 29 (2006– 2016)
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
1
ABSTRACT
The increase of tuberculosis disease in Indonesia from 2003 to 2015 is experiencing a very
significant increase from 7% to 14%, thus giving the influence of anxiety against patients
who undergoing hospitalization, the influence of anxiety that may occur as the perception
of the patient with a fear of death, fear of side effects with the medication that they drink,
the fear of passing the disease to others. Then the handling of anxiety experienced by
patients is to provide therapeutic communication because it has therapeutic communication
techniques and characteristics like empathy that can foster a therapeutic relation ship of
nurses to influence patient anxiety. The purpose of this research is to analyze whether there
are correlation between nurse’s therapeutic communication and anxiety levels on
tuberculosis patients at RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga.
The design of the research was descriptive correlation with pulmonary TB patient
population of BTA (+) at RSP. Dr Ario Wirawan Salatiga. Sampling with accidental
sampling as many as 47 respondents. Data collection used questionnaire. Data analysis was
done in univariat and bivariat. The statistical test used chi square test with degree of
significance of p< α 0.05.
The results of the chi-square test obtain p value 0.000 < α 0.05. There is a significant
correlation between nurse’s therapeutic communication and anxiety levels on
tuberculosis patients at RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga.
Nurses are expected to further enhance therapeutic communication by following
therapeutic communication seminar or training to provide good information about
pulmonary TB patient care and the researcher can examine other factors that can affect the
level of anxiety.
Keywords
: Therapeutic Communication, anxiety, pulmonary TB BTA (+)
Bibliographies: 29 (2006-2016)
PENDAHULUAN
Prevelensi pasien TB paru di Indonesia terkonfirmasi mengalami peningkatan
signifikan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 dari 7% menjadi 13%. Indikator ini
cenderung menurun dari tahun 2003 samapai dengan tahun 2014 Pada tahun 2015
indikator ini kembali meningkat menjadi 14% (Depkes, 2016). Prevelensi TB per 100.000
penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 106,42 (Dinkes,2012).
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobakterium tuberkulosis dan
Mycobacterium bovis (Widoyono, 2008). Gejala utama pada pasien TB paru adalah batuk
berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak napas, dan nyeri dada (Widoyono,
2008).
Tuberkulosis juga memberikan dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien
berupa dampak fisik, sosial dan mental. Dampak fisik pada pasien dapat berupa
keterbatasan dalam melakukan kegiatan fisik secara normal. Dampak sosial dan mental
terhadap pasien TB dapat berupa terisolasi atau dikucilkan oleh masyarakat. Pasien TB
mengalami ketakutan dan kecemasan karena tidak bisa diterima di masyarakat. (Depkes,
2016).
Kecemasan (ansietas / anxiety) adalah gangguan alam perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan (Manurung, 2016).
Menurut Savitri (2003) dalam Manurung (2016) faktor penyebab kecemasa adalah
lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri
sendiri maupun orang lain, faktor emosi dan sebab-sebab fisik.
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
2
Apabila kecemasan tidak ditangani dengan benar maka akan mengalami gangguan
kecemasan seperti darah tinggi, tachycardia(percepatan darah) , excited (heboh, gempar),
meningkatnya resiko masalah jantung, terjadinya penurunan pada kognisi otak dan
gangguan pada pencernaan atau lambung. (Manurung, 2016)
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan,
sedang, berat atau berat sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal
dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HAR-A). (Hawari, 2013)
Sedangkan penatalaksanaan penanganan kecemasan adalah dengan komunikasi
terapeutik untuk menurunkan tingkat kecemasan, menurut (Stuart G.W dan sundeen S.J.
1998 dalam Wahjudi, 2009)
Menurut Northouse (1998) dalam Suryani, 2015komunikasi terapiutik adalah
kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis, serta belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Karena komunikasi terapeutik memiliki Tehnik komunikasi terapeutik seperti
mendengarkan dan memberikan perhatian penuh (caring), serta karakteristik komunikasi
terapeutik seperti empati membina hubungan terapeutik untuk mempengaruhi kecemasan
klien yaitu perawat masuk dalam kehidupan dan perasaan klien, perawat memandang
melalui pandangan klien kemudian mengidentifikasi masalah tersebut (Suryani, 2015).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24
September 2016 di Ruang Dahlia II RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga dengan mewawan
carai sepuluh orang pasien TB paru menyatakan bahwa 4 orang pasien yang mengalami
cemas ringan sehingga komunikasi perawat baik, 6 orang mengalami kecemasan sedang
sehingga komunikasi yang dilakukan perawat adalah cukup.
Berdasarkan urian dalam latar belakang di atas rumusan masalah penelitian ini
adalah “Apakah Ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga”
METODE
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi yaitu mendeskripsikan variabel
bebas dan variabel terikat, kemudian melakukan korelasi antara kedua variabel yaitu
variabel bebas dan variabel terikat (Notoadmodjo, 2010), sehingga dapat diketahui
seberapa jauh kontribusi variabel terikat terhadap adanya variabel bebas. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. dimana penelitian bermaksud untuk
meneliti hubungan komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kecemasan. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien TB paru BTA (+) yang dirawat inap di Rumah Sakit
Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah kriteria sampel
dari pasien TB paru BTA (+) berusia ≥13 sampai dengan , < 60 tahun Pasien TB Paru
yang pemeriksaan sputum ditemukan kuman Mycobacterium tuberkulosis BTA positif,
bisa membaca dan menulis serta berada ditempat penelitian. waktu dan tempat penelitian
pada bulan Januari 2017 di RSP Dr. Ario Wirawan Salatiga.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner yaitu pernyataan
tertulis kepada responden untuk mengukur variabel yang diteliti. Data yang didapatkan
kemudian dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan tingkat signifikasi
p< α (0,05). Pengolahan uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 untuk windows
2007.
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Univariat
1. Komunikasi terapeutik perawat pada asuhan keperawata pasien tuberkulosis paru di
RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga
Tabel 1 Distribusi frekuensi gambaran komunikasi terapeutik perawat pada
asuhan keperawata pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga
Komunikasi teraupetik
Kurang
Baik
Total
Frekuensi
17
30
47
Persentase (%)
36,2
63,8
100,0
Dari Tabel 1 Distribusi frekuensi diketahui bahwa sebagian besar responden
menyatakan bahwa komunikasi teraupetik perawat pada asuhan keperawatan pasien TB
paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui dalam kategori baik yaitu sebanyak
30 responden (63,8 %).
2. Tingkat kecemasan klien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga
Tabel 2 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan klien tuberkulosis paru di RSP.
DR. Ario Wirawan Salatiga
Tingkat kecemasan
Sedang
Ringan
Tidak cemas
Total
Frekuensi
14
18
15
47
Persentase (%)
29,8
38,3
31,9
100,0
Dari Tabel 2 distribusi frekuensi tingkat kecemasan klien TB paru di RSP. Dr.
Ario Wiarawan Salatiga diketahui bahwa paling banyak responden mempunyai tingkat
kecemasan dalam kategori ringan yaitu sebanyak 18 responden (38,3 %).
Analisa Bivariat
Hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien
tuberkulosis paru di RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga
Tabel 3 Tabel hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat
kecemasan pada pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga
Kecemasan
Total
Komunikasi
Sedang
Ringan
Tidak cemas
teraupetik
N
%
N
%
N
%
N
%
Kurang
11
64,7
5
27,8
1
6,7
17
100,0
Baik
3
10,0
13
43,3
14
46,7
30
100,0
Total
14
29,8
18
38,3
15
31,9
47
100,0
p value =0,000
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa, responden yang mendapatkan
komunikasi teraupetik dalam kategori kurang sebagian besar yaitu sebanyak 11 responden
(64,7 %) mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori sedang dan responden yang
mendapatkan komunikasi teraupetik dalam kategori baik sebagian besar mempunyai
tingkat kecemasan dengan kategori tidak cemas yaitu sebanyak 14 responden (46,7 %).
Dari hasil uji statistik menggunakan uji Chi Squaredengan taraf signifikansi 5 % (0,05)
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
4
didapatkan p value sebesar 0,000. (Apabila p value/ signifikansi di bawah 0,05 maka
hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada
pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga.
PEMBAHSAN
Analisa Univariat
1. Komunikasi terapeutik perawat pada asuhan keperawata pasien tuberkulosis paru di
RSP. Dr. Ario Wirawan Salatiga
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden
menyatakan bahwa komunikasi teraupetik perawat pada asuhan keperawatan pasien TB
paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui dalam kategori baik yaitu sebanyak
30 responden (63,8 %). Hal ini dapat dilihat dari total jumlah keselurhan tiap-tiap tahap
kusioner komunikasi terapeutik perawat. Pada tahap orientasi responden yang
menyatakan komunikasi terapeutik sering dilakukan perawat sebanyak 2233,3% dan
komunikasi terapeutik selalu dilakukan perawat ketika berinteraksi sebanyak 429, 9%,
Menurut (Stuart 1998) dalam Suryani (2015),sangat penting bagi perawat untuk
melaksanakan tahapan orientasi ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar
bagi hubungan antara perawat dengan pasien. Pernyataan tersebut sejalan dengan teori
Suryani, (2015) dengan membina hubungan dengan baik, berarti perawat telah
berrsikap terbuka pada klien, hal ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka
dirinya.
Sedangkan pada tahap kerja sebagian besar responden menyatakan komunikasi
terapeutik perawat yang menyatakan sering sebanyak 313,3% dan yang menyatakan
selalu 233,3% Sedangkan pada tahap terminasi jumlah responden yang menyatakan
sering sebanyak 170% dan menyatakan selalu sebanyak 50,0%.
Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden menyatakan bahwa secara keseluruhan dilihat dari berbagai aspek tahapan
kerja perawat diketahui bahwa komunikasi teraupetik yang dilakukan oleh perawat
tergolong dalam kategori baik.
Menurut Suryani (2015), menyatakan bahwa untuk melakukan komunikasi
terapeutik perawat dengan baik harus melalui beberapa tahapan yaitu fase pre interaksi,
fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Menjalin hubungan yang baik antara
perawat dan klien mutlak diperlukan dalam upaya memperlancar pelaksanaan tugas
perawat dan klien saat berlangsungnya pelayanan kesehatan (Sharif, 2012) dalam
Mudakir,(2006).
2. Tingkat kecemasan klien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kecemasan klien TB paru di
RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui bahwa paling banyak responden
mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori ringan yaitu sebanyak 18 responden
(38,3 %). Ini dapat dilihat dari data temuan di kuesioner tingkat kecemasan dalam
kategori ringan pada sebagian besar responden dapat dilihat dari hasil penelitian
dimanaKetegangan dengan gejala ringan (78,9%), Ketakutan gejala ringan (84,2%),
gejala sedang gangguan tidur (47,4%), gejala ringan gangguan kecerdasan (78,9%).
Menurut (Stuart,1998) dalam Mudakir, (2006) kecemasan ringan berhubungan
dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu
menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsi. Kecemasan ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
5
Kecemasan yang dialami khususnya pada penderita TB paru merupakan respons
psikologi terhadap keadaan stres yang dialami, perasaan takut yang membuat hati
tidak tenang dan timbul rasa keragu-raguan (Muttaqin 2008). Kondisi seperti ini dapat
terkurangi jika perawat memberikan pelayanan keperawatan yang baik pada klien
dengan memberi penjelasan tentang kondisi yang sedang terjadi pada dirinya.Pada
kondisi klinis, klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai
dengan keluhan yang dialaminya (Muttaqin, 2008).
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis
atau perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme
koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Intensitas perilaku meningkat
sejalan dengan peningkatan kecemasan (Stuart,1998) dalam Mudakir, (2006).
Perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri
individu sendiri. Faktor tersebut yaitu susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi
dan belajar Manurung, (2016). Jika penderita tuberkulosis paru mengalami kecemasan
maka penderita akan terfokus pada masalahnya, memaksa pikiran untuk terus
menerus memikirkan masalahnya yang akan memicu otak secara emosional, yang
menimbulkan perubahan perilaku.
Analisa Bivariat
Hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien
tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, responden yang mendapatkan
komunikasi teraupetik dalam kategori kurang sebagian besar yaitu sebanyak 11 responden
(64,7 %) mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori sedang
Hal ini dapat dilihat dari hasil jumlah keseluruhan kuesioner komunikasi terapeutik
Pada tahap orientasi sebagian besar klien mengatakan tahap komunikasi jarang sebanyak
66,7%. Berdasarkan teorinya Mundakir, (2006) Bila fase orientasi dikatakan kurang
dikarenakan kecenderungan perawat hanya menanyakan identitas pasien, akan tetapi tidak
memperkenalkan diri kepasien. Kadang sifat judes masih terlihat didalam sosok diri
seorang perawat sehingga akan menimbulkan sikap tertutup dan apatis atas semua
penjelasan yang diberikan oleh perawat kepada klien.
Sedangkan kecemasan sedang yang terjadi akibat perawat memberikan komunikasi
terapeutik perawat kurang. Ini bisa kita lihat dari hasil jumlah data temuan pada gejala
sedang yang dialami pasien sebanyak 294.9% . kecemasan sedang yang dialami oleh klien
sesuai dari teori Stuart, (1998) dalam Manurung, (2016) bahwa kecemasan sedang adalah
dimana lahan persepsi terhadap masalah mulai menurun, individu lebih memfokuskan pada
hal-hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal yang lain.
Sedangkan responden yang mendapatkan komunikasi teraupetik dalam kategori baik
sebagian besar mempunyai tingkat kecemasan dengan kategori tidak cemas yaitu sebanyak
14 responden (46,7 %). Hal tersebut dapat dilihat dari data jumlah total keseluruhan tiaptiap tahap komunikasi terapeutik baik itu kategori sering dan selalu dilaksanakan oleh
perawat ketika berinteraksi. Pada tahap orientasi responden yang menyatakan komunikasi
terapeutik sering dilakukan perawat sebanyak 2233,3% dan pada tahap kerja sebagian
besar responden menyatakan komunikasi terapeutik perawat yang menyatakan sering
sebanyak 313.
Hal tersebut sejalan dengan teori Menurut (Stuart 1998) dalam Suryani (2015) sangat
penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan orientasi ini dengan baik karena tahapan
ini merupakan dasar bagi hubungan antara perawat dengan pasien.
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
6
Dari hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikansi 5 %
(0,05) didapatkan p value sebesar 0,000. (Apabila p value/ signifikansi di bawah 0,05 maka
hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antarakomunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada
pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga.
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa kekurangan yang disebabkan karena adanya
keterbatasan terhadap penelitian tingkat kecemasan ini dikarenakan tingkat kecemasan
pasien TB paru tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi sakit yang dia derita melainkan
karena biaya perawatan yang dapat menimbulkan kecemasan pada pasien TB dan
pengalaman, umur serta pengetahuan juga dapat perpengaruh terhadap tingkat kecemasan
pada pasien TB paru artinya peneliti belum memiliki pemikiran untuk menganalisa faktor
dari kecemasan yang melatar belakangi kecemasan pada pasie TB paru sehingga dalam
penelitian ini ada hasil yang mendapat kategori komunikasi terapeutik baik 3 (10.0%)
mempunyai tingkat kecemasan sedang dan kategori komunikasi terapeutik kurang 1
(6,7%) responden mengalimi kategori tingkat kecemasan tidak cemas. Hal ini dikarenakan
mengalami ketrbatasan dalam menganalisa faktor yang menyebabkan tingkat kecemasan
pada pasien TB paru.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar responden menyatakan bahwa komunikasi teraupetik perawat pada
asuhan keperawatan pasien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui
dalam kategori baik yaitu sebanyak 30 responden (63,8 %).
2. Tingkat kecemasan klien TB paru di RSP. Dr. Ario Wiarawan Salatiga diketahui
bahwa paling banyak responden mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori
ringan yaitu sebanyak 18 responden (38,3 %).
3. Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pada
pasien tuberkulosis paru di RSP. DR. Ario Wirawan Salatiga dengan nilai p value
0,000
B. Saran
1. Bagi Ilmu Keperawatan
Lebih dikaji kembali dalam mata ajar Keperawatan Dasar Manusia mengenai
kebutuhan Pasien rawat inap, terutama kebutuhan psikologis dan dalam mengatasi
kecemasan.
2. Bagi Praktisi dan Intitusi pelayanan kesehatan
Agar bisa ditingkatkan lagi penerapan komunikasi terapeutik perawat sebagai
salah satu bagian dari asuhan keperawatan keseluruh pasien rawat inap dalam
menurunkan tingkat kecemasan.
3. Bagi pendidikan,
Penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya
terkait komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien TB Paru.
4. Bagi Pasien Tuberkulosis Paru
Bagi pasien tuberkulosis paru disarankan untuk memperbaiki perilaku ataupun
kebiasaan sehari-hari untuk lebih mengarah pada perilaku baik supaya tidak
menularkan tuberkulosis pada orang disekelilingnya terutama keluarganya dan
diharapkan mencari tahu lebih dalam tentang penyakit tuberkulosis sehingga
tidak mengalami kecemasan yang lebih lanjut.
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
7
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2012. http://www.dinkesjatengprov.go.id. Diakses pada tanggal 18 Oktober
2016.
Depkes. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. 2016.http://wwwDepkes.go.id.
Diakses pada tanggal 2 November 2016.
Hawari, Dadang.2013. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Badan
FKUI.
Penerbit
Manurung, N. 2016. Terapi Reminiscence. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Mudakir, 2006. Komunikasi Terapeutik. Upaya Untuk menekan Kecemasan Pasien.
Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metoddologi penelitian Kesehatan Jakarta: Rineka Cipta
Suryani, 2015. Komunikasi Terapiutik.Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wahjudi Nugroho, H. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi
Pembratasnnya. Jakarta: Erlangga.
Penularan
Pencegahan
Dan
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
8
Download