PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu pelayanan jasa yaitu jasa kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan baik preventif maupun kuratif dalam bentuk perawatan inap dan perawatan jalan ataupun perawatan di rumah. Salah satu pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit adalah tindakan pembedahan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Tindakan operasi atau pembedahan walaupun minor atau mayor merupakan pengalaman yang sulit dan bisa menimbulkan kecemasan bagi hampir semua pasien dan keluarganya. Kecemasan yang dialami pasien dan keluarga biasanya terkait dengan segala macam prosedur pembedahan yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan (Carpenito, 2013). Menurut Videbeck (2009), kecemasan (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Sedangkan menurut Lumongga (2010) Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak disadari mengenai keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri sendiri dan kehidupan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi. Menurut Videbeck (2009), tingkat kecemasan yang dialami oleh individu terdiri dari empat yaitu : kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat dan panik. Komunikasi dan hubungan terapeutik diharapkan dapat menurunkan kecemasan klien karena klien merasa hubungan interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam rangka mencapai tujuan keperawatan yang optimal, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat klien dengan tujuan membantu 1 klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan (Potter, 2009). Menurut Stuart (2007), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki klien dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosi klien. Sedangkan menurut Suryani (2006), komunikasi terapeutik adalah kemampuan dan keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Menurut Nurjannah (2005), ada tiga tahapan komunikasi terapeutik yaitu tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Tujuan komunikasi terapeutik membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, apabila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.intinya adalah bahwa komunikasi yang terapeutik dapat mengurangi kecemasan pasien (Nurda, 2012). Berdasarkan data yang diambil peneliti di Rumah Sakit Pabatu didapat bahwa jumlah pasien post operasi pada tahun 2012 sebanyak 230 orang, Tahun 2013 sebanyak 489 orang dan pada Tahun 2014 bulan Januari sampai bulan April 225 orang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada 10 pasien post operasi, semua pasien mengatakan cemas setelah operasi. Beberapa alasanyangmenyebabkan pasien cemas post operasi yaitu nyeri pada daerah pembedahan, takut tidak sembuh, takut ada keluhan setelah operasi, takut terjadi luka pada bekas operasi dan takut bekas operasi tidak sembuh. Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap perawat yang bertugas di ruang post operasi didapatkan bahwa 80% perawat tidak memberikan komunikasi terapeutik dengan lengkap dan latihan-latihan post operasi kepada pasien, perawat hanya melakukan tindakan pemberian obat kepada pasien dan melakukan tindakan vital sign dengan komunikasi yang singkat kepada pasien. Beberapa alasan yang dikemukakan perawat yang tidak melakukan komunikasi terapeutik adalah karena jumlah tenaga perawat yang sedikit sehingga mereka tidak punya waktu untuk memberikan komunikasi dan latihan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pasien post operasi. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Post Operasi di Rumah Sakit Pabatu Tahun 2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana “Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Post Operasi di Rumah Sakit Pabatu Tahun 2014?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiHubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Post Operasi di Rumah Sakit Pabatu Tahun 2014. 2.Tujuan khusus a. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien post operasi sebelum pelaksanaankomunikasi terapeutik di Rumah Sakit Pabatu Tahun 2014. b. Untuk mengetahui tingkat Kecemasan pasien post operasi sesudah pelaksanaankomunikasi terapeutik di Rumah Sakit Pabatu Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Rumah Sakit Pabatu Tebing Tinggi Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi manajemen Rumah Sakit dalam melaksanakan komunikasi terapeutik di Rumah Sakit. 2. Untuk Petugas Kesehatan Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam memberikan komunikasi terapeutik kepada pasien untuk mengurangi tingkat kecemasan post operasi. 3. Untuk Peneliti Selanjutnya Sebagai data dasar atau data tambahan terkait dengan komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan.