BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan yang dialami pasien dan keluarga biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan (Carpenito, 2013). Carpenito (2013) menyatakan bahwa 90% pasien pre operasi berpotensi mengalami kecemasan (ansietas). Menurut Dalami (2009) kecemasan merupakan respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Sedangkan menurut Suliswati (2009), kecemasan merupakan respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Menanggulangi atau menurunkan kecemasan pasien merupakan salah satu tugas perawat. Salah satu caranya yaitu dengan komunikasi. Misalnya penjelasan tentang prosedur tindakan. Fenomena yang ada sekarang, bahwa komunikasi yang dilakukan perawat sebagai orang yang terdekat dan paling lama berada di dekat pasien cenderung mengarah pada tugas perawat dari pada mengenali kecemasan dan persepsi pasien tentang tindakan yang menyebabkan kecemasan. Terdapat bukti bahwa perbincangan antara perawat dan pasien cenderung mengarah pada tugas perawat daripada mengenali kecemasan dan pandangan-pandangan pasien (Ellis, 2010). Menurut Purwanto (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Sementara itu menurut Mundakir (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang 1 2 direncanakan secara sadar dan bertujuan untuk kesembuhan pasien. Sejalan dengan Potter (2009), komunikasi terapeutik merupakan proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien. Keperawatan pada intinya adalah sebuah proses interpersonal. Jika ini benar maka perawat yang berkompeten harus menjadi seorang komunikator yang efektif. Dengan demikian komunikasi keperawatan sangat penting dalam memberikan intervensi keperawatan. Perawat yang menjalankan rutinitas keperawatan pada pasien mempunyai kewenangan untuk mengurangi kecemasan pasien tentang keberadaannya di rumah sakit (Ellis, 2010). Perawat dan pasien diperbolehkan memasuki hubungan interpersonal yang akrab. Pasien berhak mengetahui tentang asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat sebagai petugas kesehatan yang profesional. Komunikasi perawat yang diarahkan pada pencapaian tujuan untuk menyembuhkan pasien merupakan salah satu karakteristik komunikasi terapeutik (Purwanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Sulastri (2011), tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pasien yang dirawat di unit perawatan kritis di RSUD dr.Moewardi Surakarta, didapatkan hasil bahwa ada hubungan komunikasi perawat terhadap kecemasan pasien yang di rawat di unit perawatan kritis (p = 0,005 ; α = 0,05). Hasil penelitian Atmawati (2010), didapatkan hasil tingkat kecemasan pasien pra operasi, kecemasan sedang 7 orang (15,6%), dan kecemasan rendah 38 orang (84,4), dan mengalami kecemasan berat tidak ada. Hasil uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan dalam tingkatan sedang antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pra operasi di ruang Bougenvil dan Edelwis RSUD Setjonegoro Wonosobo. Sementara itu hasil penelitian Tanjung (2005), tentang efek komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Haji Adam Malik didapatkan hasil bahwa sebanyak 84,6% responden mengalami 3 kecemasan ringan dan 15,4% mengalami kecemasan sedang dan tidak ada pasien dengan tingkat kecemasan berat maupun panik sebelum pelaksanaan komunikasi terapeutik. Setelah pelaksanaan komunikasi terapeutik 92,3% pasien pre operasi tingkat kecemasannya menjadi ringan dan hanya 7,7% tingkat kecemasannya menjadi sedang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kecemasan klien (p=0,001 ; α = 0,05). Berdasarkan survey pendahuluan di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar didapat bahwa jumlah pasien pra operasi pada tahun 2012 sebanyak 280 orang, dan pada Tahun 2013 sebanyak 321 orang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada 10 pasien yang akan melakukan operasi, semua mengatakan cemas menghadapi tindakan operasi, pasien yang pasien tingkat kecemasannya ringan berjumlah 4 orang (40%), cemas sedang berjumlah 5 orang (50 %) dan cemas berat berjumlah 1 orang (10%). Berdasarkan hasil observasi peneliti di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar tentang komunikasi perawat yang dilakukan terhadap 10 orang perawat yang bertugas di ruang pra operasi didapatkan bahwa 90% perawat tidak pernah memberikan komunikasi terapeutik secara lengkap kepada pasien pra operasi dan keluarga, perawat hanya melakukan tindakan sebelum melakukan komunikasi tentang tujuan dari tindakan operasi tapi tidak keperawatan pra operasi tersebut. Hal ini dikarenakan perawat terlalu sibuk melakukan keperawatan sehingga tindakan mengabaikan komunikasi terapeutik untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien. Beberapa alasan yang menyebabkan pasien cemas dalam menghadapi pembedahan yaitu takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, takut mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, takut 4 mati saat dibius, dan takut operasi gagal. Beberapa terpaksa menunda jadwal operasi karena belum siap secara mental oleh karena cemas yang berlebihan. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik meneliti tentang hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pra operasi di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pra operasi di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pra operasi di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik perawat pada pasien pra operasi di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar. b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien pra operasi di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Manajemen Rumah Sakit Tentara Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi manajemen Rumah Sakit tentang komunikasi terapeutik terhadap kecemasan pasien pra operasi dan dapat digunakan untuk menyusun standar operasional prosedur persiapan pembedahan pasien dalam rangka meningkatkan pelayanan Rumah Sakit. 5 2. Untuk perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan perawat di Rumah Sakit dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien pra operasi. 3. Untuk Pasien Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pasien pra operasi tentang cara menurunkan rasa cemas dalam menghadapi operasi. 4. Untuk Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kecemasan pra operasi.