BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Atraumatic Care 1.1 Definisi

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Atraumatic Care
1.1 Definisi atraumatic care
Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan,
oleh personel, dan melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau
memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan
keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Wong, et al., 2009).
Atraumatic care
adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh
tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan
tindakan yang dapat mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang
dialami anak maupun orang tua (Supartini, 2014).
Asuhan terapeutik tersebut mencakup pencegahan, diagnosis, atau
penyembuhan kondisi akut atau kronis. Intervensi berkisar dari pendekatan
psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk prosedur pemeriksaaan,
sampai pada intervensi fisik seperti menyediakan ruangan untuk orang tua
tinggal bersama anak
dalam satu kamar (rooming in). Distres psikologis
meliputi kecemasan, ketakutan, kemarahan, kekecewaaan, kesedihan, malu,
atau rasa bersalah. Sedangkan distres fisik dapat berkisar dari kesulitan tidur
dan immobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang mengganggu
seperti rasa sakit (nyeri), temperatur ekstrem, bunyi keras, cahaya yang dapat
menyilaukan atau kegelapan (Wong, et al., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Atraumatic care berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa,
dan bagaimana setiap prosedur dilakukan pada anak untuk mencegah atau
meminimalkan stress fisik dan psikologis (Wong, 1989, dalam Wong, et al.,
2009). Maka dapat disimpulkan, atraumatic care adalah pelaksanaan
perawatan terapeutik pada anak dan keluarga oleh perawat atau tenaga
kesehatan lain dengan intervensi meminimalkan atau mencegah timbulnya
distres fisik maupun psikologis dalam sistem pelayanan kesehatan.
1.2 Manfaat atraumatic care
Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu
perhatian lebih, karena masa anak merupakan proses menuju kematangan.
Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti sakit atau hospitalisasi akan
menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri, dan lain-lain.
Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan masalah
psikologis pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena
itu, manfaat atraumatic care adalah mencegah masalah psikologis (kecemasan)
pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
(Hidayat, 2012). Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa
penerapan atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan terhadap
penurunan respon kecemasan pada anak yang di hospitalisasi (Bolin, 2011 &
Breving, et al., 2015).
1.3 Tujuan atraumatic care
Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009)
sebagai tujuan utama dari atraumatic care.
b. Mencegah dan mengurangi stres fisik (Supartini, 2014).
c. Mencegah dan mengurangi stres psikologis (Supartini, 2014).
Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip atraumatic care
sebagai kerangka kerjanya (Wong, et al., 2009).
1.4 Prinsip atraumatic care
Supartini (2014) menyatakan bahwa prinsip atraumatic care dibedakan
menjadi empat, yaitu: mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara
orang tua dan anak dengan menggunakan pendekatan family centered,
meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya,
mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri) serta
memodifikasi lingkungan fisik ruang perawatan anak.
a.
Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan bagi keluarga, anak mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, dan kurangnya kasih sayang.
Gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2012).
b.
Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan
anak
Perawat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan orang tua
dalam merawat anaknya. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan pentingnya
keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya di rumah sakit. Orang tua
Universitas Sumatera Utara
dipandang sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk melaksanakan
perawatan pada anaknya (Darbyshire, 1992 dan Carter & Dearmun, 1995,
dalam Wong, et al., 2009).
c.
Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)
Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut, cemas, dan stres.
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan nyeri sering tidak dapat
dihilangkan tetapi dapat dikurangi melalui teknik farmakologi dan teknik
nonfarmakologi (Wong, et al., 2009).
d.
Modifikasi lingkungan fisik
Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga
anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Hidayat,
2012).
1.5 Intervensi atraumatic care
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan, memegang posisi kunci
untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada di samping pasien
selama 24 jam dan fokus asuhan adalah peningkatan kesehatan anak. Asuhan
yang berpusat pada keluarga dan atraumatic care merupakan falsafah utama
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan anak. Oleh karena itu, upaya dalam
mengatasi masalah yang timbul baik pada anak maupun orang tuanya selama
Universitas Sumatera Utara
dalam masa perawatan berfokus pada intervensi atraumatic care yang
berlandaskan pada prinsip atraumatic care (Supartini, 2014).
a.
Intervensi menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari
keluarga.
Mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan pada anak dapat
dilakukan dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam
perawatan anak (Supartini, 2014), yaitu:
1) Memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24
jam (rooming in) atau jika tidak memungkinkan untuk rooming in
maka berikan kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat
dengan maksud untuk mempertahankan kontak antara mereka.
2) Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang
rawat seperti di rumah.
3) Pempertahankan kontak dengan memfasilitasi pertemuan dengan
guru, teman sekolah dan berhubungan dengan siapa saja yang anak
inginkan.
4) Libatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat anak yang
sakit (Susilaningrum, et al., 2013).
b.
Intervensi meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol
perawatan anak
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan
anak untuk membantu orang tua dengan cara memberikan informasi
sehubungan dengan penyakit, prosedur pengobatan, prognosis serta
Universitas Sumatera Utara
perawatan yang dapat dilakukan orang tua, dan reaksi emosional anak
terhadap sakit dan hospitalisasi (Wong, et al., 2009).
Perawat dapat juga menginformasikan kepada orang tua mainan yang
boleh dibawa ke rumah sakit, membuatkan keluarga jadwal untuk anak,
serta penting untuk perawat mempersiapkan anak dan orang tuanya
sebelum dirawat di rumah sakit melalui kegiatan pendidikan kesehatan
pada orang tua. Sehingga selama perawatan di rumah sakit orang tua
diharapkan dapat belajar dalam hal peningkatan pengetahuan maupun
keterampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit anaknya (Supartini,
2014).
c.
Intervensi mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis
(nyeri)
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dalam proses
keperawatan terkait mengurangi atau mencegah dampak nyeri. Dalam
pengkajian nyeri penting bagi perawat menggunakan definisi operasional
nyeri yang diungkapkan oleh McCaffery dan Pasero (1999) dalam Wong
dan koleganya (2009) yaitu nyeri adalah apapun yang dikatakan oleh orang
yang mengalaminya, ada pada saat orang tersebut mengatakan itu terjadi.
Wong dan koleganya (2009) juga menyatakan bahwa prinsip
pengkajian nyeri pada anak-anak adalah QUESTT yaitu question the child
(tanyakan pada anak), use a pain rating scale (gunakan skala nyeri),
evaluate behavioral and physiologic changes (evaluasi perubahanperubahan sikap dan fisiologis), secure parent’s involvement (pastikan
Universitas Sumatera Utara
keterlibatan orang tua), take the cause of pain into account (pertimbangkan
penyebab nyeri), dan take action and evaluate results (lakukan tindakan
dan evaluasi hasilnya).
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua teknik. Pertama,
teknik nonfarmakologi dapat dilaksanakan melalui distraksi, relaksasi,
imajinasi terbimbing, stimulasi kutaneus, memberikan strategi koping
yang dapat mengurangi persepsi nyeri dengan cara bicara hal yang positif
pada diri, berhenti berfikir tentang hal menyakitkan, dan kontrak perilaku
(Wong, et al., 2009). Kedua, teknik farmakologis dilakukan dengan cara
meningkatkan efektivitas dari pemberian obat melalui penggunaan prinsip
enam benar, meliputi: benar klien, benar obat, benar dosis, benar cara,
benar waktu, benar dokumentasi (Rusy dan Weisman, 2000 dalam Utami,
2012).
Untuk prosedur yang menimbulkan nyeri, anak harus menerima
analgesik dan sedasi yang cukup untuk meminimalkan nyeri dan
kebutuhan restrein yang berlebihan. Untuk anestesi lokal
gunakan
lidokain yang dibufer untuk mengurangi sensasi sakit atau berikan EMLA
(Extectic Mixture of Local Anesthetics) secara topikal sebelum dilakukan
injeksi parenteral (Wong, 2013). Apabila tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan (Hidayat,
2012).
Universitas Sumatera Utara
Supartini (2014) menyatakan bahwa meminimalkan rasa takut
terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan
prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
Persiapan ini dilakukan perawat dengan cara menjelaskan apa yang
akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua
(Supartini, 2014). Persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur
yang menakutkan
dapat
menurunkan
ketakutan
mereka,
serta
memanipulasi teknik prosedural untuk anak-anak di setiap kelompok
umur juga meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh (Wong, et al.,
2009).
2) Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan
fisik anak
Permainan yang bisa dilakukan diantaranya bercerita, menggambar,
menonton video kaset dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan
atau prosedur yang akan dilakukan pada anak (Supartini, 2014).
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah
satu alat paling efektif untuk penatalaksanaan stres, serta bermain juga
sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan sosial anak
(Wong, et al., 2009).
Kebutuhan bermain bagi anak sama halnya dengan kebutuhan
perkembangan anak, tidak berhenti saat anak sakit atau di hospitalisasi.
Universitas Sumatera Utara
Bermain di rumah sakit memberikan banyak manfaat pada anak yaitu
memberikan pengalihan dan menyebabkan relaksasi, membantu anak
merasa lebih nyaman di lingkungan yang asing, membantu mengurangi
stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah, sebagai alat untuk
melepas ketegangan dan ungkapan perasaan, meningkatkan interaksi
dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain, sebagai alat
ekspresi ide-ide dan minat, sebagai alat untuk mencapai tujuan
terapeutik, dan menempatkan anak pada peran aktif dan memberi
kesempatan pada anak untuk menentukan pilihan dan merasa
mengendalikannya (Wong, et al., 2009).
Supartini (2014) mengemukakan bahwa dalam melakukan aktivitas
bermain perawat hendaknya memperhatikan prinsip permainan pada
anak di rumah sakit, yaitu:
a) Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang
sedang dijalankan pada anak
Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang
dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain
dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang
rawat. Misalnya, sambil tiduran di tempat tidurnya anak dapat
dibacakan buku cerita atau diberi buku komik anak-anak, mobilmobilan yang tidak menggunakan remote control, robot-robotan, dan
permainan lain yang dapat dimainkan anak sambil tiduran.
Universitas Sumatera Utara
b) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat, dan
sederhana
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan
alat permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan.
Kalaupun akan membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana
agar tidak melelahkan anak. Misalnya, menggambar atau mewarnai,
bermain boneka, dan membaca buku cerita.
c)
Permainan yang harus mempertimbangkan keamanan anak
Pilih alat permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak
merangsang anak untuk berlari-lari, dan bergerak secara berlebihan.
d)
Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
Apabila permainan dilakukan khusus di kamar bermain secara
berkelompok, permainan harus dilakukan pada kelompok umur yang
sama. Misalnya, permainan mewarnai pada kelompok usia prasekolah.
e)
Melibatkan orang tua
Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua mempunyai kewajiban
untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada
anak walaupun sedang dirawat di rumah sakit, termasuk dalam aktivitas
bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga
apabila permainan diinisiasi oleh perawat, orang tua harus terlibat
secara aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai
mengevaluasi hasil permainan anak bersama dengan perawat dan orang
tua anak lainnya.
Universitas Sumatera Utara
3)
Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua
Pada
saat
anak
dilakukan
tindakan
atau
prosedur
yang
menimbulkan rasa nyeri apabila orang tua tidak dapat menahan diri,
bahkan menangis bila melihatnya. Maka, perlu dipertimbangkan untuk
menghadirkan orang tua. Sebaiknya dalam kondisi ini tawarkan pada
anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai
pendamping anak selama prosedur tindakan (Supartini, 2014).
4)
Tunjukkan sikap empati
Menunjukkan sikap empati sebagai pendekatan utama dalam
mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Empati
merupakan kemampuan untuk memahami dan menerima realita
seseorang, merasakan perasaan dengan tepat, dan mengkomunikasikan
pengertian kepada pihak lain. Untuk mengekspresikan empati, perawat
memperlihatkan pengertian atas kepentingan pesan berdasarkan tingkat
perasaan. Teknik ini mengharuskan perawat untuk sensitif dan
imajinatif, terutama jika perawat tidak memiliki pengalaman terdahulu.
Empati merupakan tujuan yang penting, kunci untuk menyelesaikan
masalah, dan mendukung komunikasi. Pernyataan yang menunjukkan
empati sangat efektif karena memperlihatkan perhatian perawat atas
kandungan perasaan dan fakta dari komunikasi. Pernyataan empati
bersifat
netral,
tidak
menuduh,
dan
membantu
pembentukan
kepercayaan dalam situasi yang sulit (Potter & Perry, 2009).
Universitas Sumatera Utara
5) Lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya pada tindakan
pembedahan elektif (apabila memungkinkan)
Persiapan khusus yang dapat dilakukan misalnya, dengan
mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan, dan
petugas yang akan menangani anak melalui cerita, gambar, atau
menonton film video yang menggambarkan kegiatan operasi tersebut.
Terlebih dahulu lakukan pengkajian yang akurat tentang kemampuan
psikologis anak dan orang tua untuk menerima informasi ini dengan
terbuka. Lakukan pula relaksasi pada fase sebelum operasi sebagai
persiapan untuk perawatan pasca operasi (Supartini, 2014).
d.
Intervensi modifikasi lingkungan fisik
Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat dilakukan dengan
penataan atau dekorasi menggunakan alat tenun dan tirai bergambar bunga
atau binatang lucu, hiasan dinding bergambar dunia binatang atau fauna,
papan nama pasien bergambar lucu, dinding berwarna dan penggunaan
warna yang cerah di ruangan, serta tangga dicat warna-warni (Supartini,
2014).
Penggunaan Pakaian seragam tim kesehatan yang berwarna putih pun
bisa menjadi stresor bagi anak, layaknya lingkungan rumah sakit yang
asing bagi anak dan orang tua (Supartini, 2014). Sehingga penggunaan
pakaian multi warna nonkonvensional pada perawat lebih disukai oleh
anak-anak dan orang tua yang anaknya dirawat di rumah sakit. Selain itu,
seragam perawat yang berwarna mampu meningkatkan persepsi orang tua
Universitas Sumatera Utara
tentang keandalan perawat dimana penggunaan pakaian perawat
nonkonvensional dapat berkontribusi untuk meningkatkan hubungan anak
dan perawat (Festini, et al., 2008 dalam Utami, 2012).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah
sakit
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perawat dalam melaksanakan
atraumatic care di rumah sakit. Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa ada dua
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.
2.1 Faktor internal
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang
menjadi
rasional
untuk
seseorang
berperilaku
terdiri
dari
persepsi,
pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat, dan sikap.
a.
Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah
orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia
harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut. Perawat
Universitas Sumatera Utara
akan melaksanakan atraumatic care apabila ia tahu apa definisi, tujuan,
manfaat, prinsip dan intervensi atraumatic care tersebut.
b.
Sikap
Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012).
Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowits, 1972 dalam Azwar, 2007).
Notoatmodjo (2012) juga menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan
terhadap objek.
Secara lebih sederhana sikap dapat dianggap sebagai suatu
predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif atau
negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif.
Sikap membutuhkan penilaian, ada penilaian positif, negatif atau netral
tanpa reaksi afektif apapun (Maramis, 2006). Sikap positif merupakan
sikap yang menunjukkan atau mempertahankan, menerima, mengakui,
menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana
individu itu berada. Sikap negatif merupakan sikap yang menunjukkan,
memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma
yang berlaku dimana individu itu berada (Niven, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Faktor eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang yang
mendukung seseorang untuk bertindak (berperilaku) atau mencapai tujuan yang
diinginkan, seperti pengalaman, fasilitas, dan sosiobudaya (Notoadmodjo,
2010). Fasilitas atau sarana di rumah sakit sangat diperlukan untuk
mewujudkan sikap perawat agar menjadi tindakan, seperti tersedianya ruang
bermain atau alat-alat permainan untuk melakukan intervensi bermain pada
anak, tersedianya tirai bergambar bunga atau binatang lucu, hiasan dinding
bergambar dunia binatang atau fauna, papan nama pasien bergambar lucu, dan
tersedianya pakaian berwarna warni untuk perawat di ruang anak (Supartini,
2014).
Universitas Sumatera Utara
Download