8. Ida.pmd - Jurnal Aplikasi Manajemen

advertisement
Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman
Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali
yang Bekerja di Sektor Publik: Studi Konflik Peran
Ida Ayu Nyoman Saskara
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Bali
Pudjihardjo, Ghozali Maskie, Agus Suman
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang
Abstract: The purpose of this study is to examine: (1) the influence of culture on the economy and work
environment, (2) the influence of the social economy, (3) the influence of economic and noneconomic
(cultural, work environmental, and social) on role conflict, (4 ) behavior of Balinese women in resolving
conflicts. Total respondents were 216 people. Data were analyzed by PLS method (Partial Least Square)
and descriptive qualitative. The research results showed that Balinese women’s role conflict significantly
influenced by cultural and work environment variables. Culture also has significant effect on the economy
and work environment variables. Economy variables has significant effect on social variable. While the
economic and social variables are not shown to increase role conflict, Balinese women who workin public
sector experience behavioral changes
Keywords: balinese women, conflict, work, public sector
Abstrak: Tujuan dari studi ini adalah untuk menguji: (1) pengaruh budaya terhadap lingkungan ekonomi dan
lingkungan kerja, (2) pengaruh sosial ekonomi, (3) pengaruh perekonomian dan nonekonomi (budaya, lingkungan
kerja, dan sosial) terhadap konflik peran, (4) perilaku dari masyarakat perempuan Bali dalam mengatasi konflik.
Jumlah responden adalah 216 orang. Data dianalisis dengan menggunakan PLS (Partial Least Square) dan
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik peran masyarakat perempuan Bali dipengaruhi
budaya dan variabel lingkungan kerja secara signifikan. Budaya juga memiliki pengaruh terhadap ekonomi
dan variabel lingkungan kerja secara signifikan. Variabel perekonomian memiliki dampak yang signifikan
terhadap variabel sosial. Sementara variabel perekonomian dan variabel sosial meningkatkan konflik peran,
masyarakat perempuan Bali yang bekerja di sektor publik memiliki pengalaman perubahan perilaku.
Kata Kunci: perempuan Bali, konflik, kerja, sektor publik
Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja guna
memberikan pemerataan terhadap proses pembangunan merupakan suatu keharusan, walaupun masih
terjadi diskriminasi. Adanya gerakan-gerakan serta
kajian-kajian perempuan, memberikan kesempatan
bagi perempuan untuk bisa tampil di dunia yang secara
tradisional dianggap dunia pria.Pembangunan
Alamat Korespondensi:
Ida Ayu Nyoman Saskara, Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana Bali
542
menghasilkan perubahan termasuk berubahnya peran
perempuan yang seharusnya membawa konsekuensi
berubah pula peran-peran pria dalam tatanan sosial
yang ada. Jika pria sebagai bagian dari masyarakat
tidak ikut berubah, maka akan timbul permasalahan.
Kondisi yang kerap diistilahkan sebagai peran ganda
bahkan multi peran ini, tanpa melibatkan peran serta
pria untuk keseimbangan, cenderung akan menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan konflik
bagi perempuan itu sendiri.
Provinsi Bali sebagai salah satu Provinsi di
Indonesia tidak terlepas dari arus perubahan ini.
JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME542
10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali
Budaya dan adat-istiadat di Bali, mewajibkan masyarakatnya baik laki-laki maupun perempuan melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan adat dan agama,
sesuai dengan yang tertuang dalam awig-awig (aturan
adat) yang dibuat dan disepakati bersama warga
(Sirta, 2004), sehingga bagi perempuan khususnya
yang berpartisipasi di sektor publik (produktif) sering
terjadi konflik (Sunasri, 2003). Selain faktor budaya
dan adat istiadat, faktor sosial, ekonomi dan lingkungan
dimana mereka bekerja juga mempengaruhi konflik
dalam menentukan pilihan apakah mengorbankan
pekerjaan publik demi melaksanakan kegiatan domestik (rumahtangga, adat dan agama), yang berdampak
pada punishment atau mengorbankan kegiatan
domestik untuk kegiatan publik yang menghasilkan
uangyang berdampak pada kena sanksi sosial.
Terjadinya konflik peran sesuai teori gender dari Edward Wilson (1975) dalam Sasongko (2009), demikian
juga teori konflik dari Marx.(Deliarnov, 2005), serta
teori pilihan (Theory of Choice) dari Nicholson (2001)
bahwa seseorang dalam menentukan pilihan yang
terkendala oleh waktu, akan bersikap rasional terhadap pilihannya. Dalam hal ini manajemen waktu
sangat penting sesuai teori Gery Becker (1976).
Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa
rata-rata pengangguran terbuka perempuan Bali jauh
lebih rendah daripada perempuan di Indonesia atau
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan Bali rata-rata lebih tinggi daripada TPAK
perempuan Indonesia (Sakernas, 2010). Hal ini dapat
dipahami karena ajaran dharma, artha, kama dan
moksah yang melandasi kehidupan setiap manusia
Bali. Ajaran tersebut disebut Catur Purusa Artha,
yang sangat berpengaruh terhadap motivasi kerja
manusia Bali. Bekerja berdasarkan sifat-sifat yang
baik (dharma) dan keinginan atau hasrat (kama)
yang baik untuk memperoleh penghasilan atau harta
(artha) guna mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang abadi (moksah) adalah suatu kewajiban
bagi setiap orang Bali umumnya dan perempuan Bali
khususnya. (Bhagawad Gita, 1972).
Kondisi konflik peran yang dialami perempuan
Bali yang bekerja di sektor publik menuntut perempuan Bali harus cerdas dalam menjalankan perannya,
baik di sektor publik maupun domestik. Kecerdasan
dalam mengambil peran ketika ada aktivitas di sektor
publik yang bersamaan dengan aktivitas di sektor
domestik sangat menentukan tinggi atau rendahnya
konflik peran. Untuk mengetahui sejauhmana konflik
peran perempuan Bali yang bekerja disektor publik
dan faktor-faktor yang berpengaruh, maka penelitian
ini layak dilakukan sehingga dapat menemukan
penjelasannya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh
variabel budaya terhadap variabel ekonomi dan variabel lingkungan kerja, (2) mengetahui pengaruh variabel
ekonomi terhadap variabel sosial, bagi wanita Bali
yang bekerja di sektor publik, (3) mengetahui pengaruh variabel ekonomi, dan non ekonomi (budaya,
lingkungan kerja dan sosial) yang menyebabkan
konflik, (4) mendapatkan pemahaman mengenai
perilaku perempuan Bali dalam mengatasi konflik
peran sebagai ibu rumah tangga yang bekerja di sektor
publik untuk menopang ekonomi keluarga tanpa
mengabaikan kegiatan rumah tangga dan kewajiban
adat budaya Bali.
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat
untuk pengembangan ilmu (akademik), yaitu pemahaman obyektif tentang eksistensi kehidupan kaum
perempuan Bali dalam perannya disektor domestik
(rumah tangga dan adat) di satu sisi dan di sisi lain
berperan sebagai pekerja disektor publik. Bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan program pemberdayaan perempuan dalam pembangunan dengan
merumuskan sasaran strategi pengarusutamaan gender. Dan bagi masyarakat sebagai pengampu kearifan
lokal (local genius), adalah mempertahankan adat
budaya Bali sebagai kearifan lokal melalui pemberdayaan perempuan Bali dengan peningkatan perannya
di sektor publik.
METODE
Jenis penelitian iniexplanatory research yaitu
penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan
kausal antara variabel-variabel melalui pengujian
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya
(Arikunto, 2005).Lokasi penelitian di Provinsi Bali.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perempuan
Bali yang bekerja di sektor publik di wilayah terpilih.
Jumlah responden/sampel di setiap wilayah penelitian
ditentukan dengan kuota tertentu, dan sampel ditentukan secara purposive (purposive sampling). Total
responden yang diambil sebanyak 216 orang.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
543
Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman
Uji validitas dan reliabelitas instrument dilakukan
dengan analisis korelasi product moment untuk uji
validitas dan uji reliabilitas akan menggunakan metode
konsistensi internal dengan menggunakan nilai alpha
cronbach.Sedangkan validitas dan reliabelitas konstruk akan digunakan convergent validity, discriminant validity dan composite reliabelity, untuk variabel latent yang berkaitan dengan indikator refleksif,
sementara untuk vaiabel latent ekonomi yang berkaitan
dengan indikator formatif menggunakan nilai weight
setiap indikator (Chin dalam Imam Ghozali 2008).
Variabel penelitian atau faktor yang digunakan
untuk menjawab tujuan penelitian diidentifikasi seperti
berikut. 1) Faktor budaya (X), yang diukur dari 4
indikator yaitu: (1) intensitas pelaksanaan kegiatan
adat/agama (X1); (2) keketatan penerapan awig-awig
banjar adat (X2); (3) pola pengambilan keputusan
dalam rumah tangga (X3); (4) pembagian warisan
dalam rumah tangga(X4). 2) Faktor ekonomi (Y1),
yang diukur dari 3 indikator yaitu: (1) kontribusi
pendapatan istri terhadap pendapatan keluarga (Y11);
(2) produktifitas(Y12); (3) jarak tempat tinggal dengan
pelaksanaan upacara adat/agama (Y13). 3) Faktor
lingkungan kerja Y2), yang diukur dari 3 indikator yaitu:
(1) sistem remunerasi (Y21); (2) disiplin kerja (Y22);
(3) sistem reward dan punishment (Y23). 4) Faktor
sosial (Y3), yang diukur dari 3 indikator yaitu: (1) Perubahan perilaku (Y31); (2) pendidikan (Y32); (3) sosialisasi peran jenis kelamin (Y33). 5). Faktor konflik (Y4),
yang diukur dari 5 indikator yaitu: (1) Tingkat kecemasan akibat tidak dapat melakukan kegiatan adat/
agama karena bekerja (Y41); (2) Frekuensi/ tingkat
keseringan membawa pekerjaan kantor untuk dikerjakan di rumah, sehingga mengganggu peran domestik
(Y42); (3) Tingkat perasaan bersalah karena ketiadaan
waktu untuk peran domestik (Y 43); (4) Tingkat
keseringan/frekuensi ketidakhadiran dalam kegiatan
adat/agama akibat kerja (Y44); (5) Tingkat oportunity
cost (Y45).
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
diskriptif dan PLS (Parsial Least Square)
HASIL
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrumen
menunjukkan bahwa instrumen penelitian untuk
semua variabel adalah valid dan reliabel. Demikian
544
juga uji validitas dan reliabelitas indikator konstruk
variabel latent budaya (X), sosial (Y3), konflik (Y4)
dan lingkungan kerja (Y2) dengan indikator refleksif
adalah valid dan reliabel. Vaiabel latent ekonomi (Y1),
yang berkaitan dengan indikator formatif, ketiga indikator adalah siginfikan secara statistik menkonstruk
laten ekonomi.
Nilai Goodness of Fit model struktural pada
analisis PLS adalah nilai predictive-relevance (Q2),
diperoleh sebesar 73,10% berarti model mampu
menjelaskan fenomena empiris tentang variabelvariabel yang mempengaruhi konflik sebesar 73,10%,
sisanya dipengaruhi oleh error dan variabel lain yang
belum masuk ke dalam model.
Nilai factor loading menunjukkan bobot dari
setiap dimensi sebagai pengukur dari masing-masing
variabel. Dimensi dengan factor loading besar menunjukkan bahwa dimensi tersebut sebagai pengukur
variabel yang terkuat (dominan). Hasil analisis beserta
full model nya adalah sebagai berikut:
Hasil full model struktural yang diteliti adalah
sebagaimana Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa pada variabel
budaya nilai tertinggi indikator terdapat pada keketatan awig-awig (X2) dengan bobot faktor (loading
faktor) sebesar 0,836. Hal ini mengindikasikan bahwa
keketatan awig-awig sebagai aturan banjar merupakan hal yang paling dominan menentukan budaya.Hal
itu terjadi karena dalam awig-awig tertuang aturanaturan yang mesti ditaati oleh masyarakat sebagai
warga banjar, terutama yang berkaitan dengan kematian.Sementara laten ekonomiindikator produktivitas
(Y12) dengan outer weight tertinggi sebesar 0.593.
Hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas seseorang bisa menunjukkan bahwa yang bersangkutan
memiliki etos kerja yang tinggi dan bisa memperoleh
penghasilan yang tinggi.
Nilai loading faktor tertinggi pada variabel sosial
ada pada indikator pendidikan (Y32) yaitu sebesar
0,910.Hal ini mengindikasikan bahwa status sosial
masyarakat bisa tercermin dari unsur pendidikan.
Pendidikan bisa mengubah perilaku hidup seseorang.
Variabel konflik,indikator perasaan bersalah karena
ketiadaan waktu untuk peran domestik (Y42) merupakan hal yang dominan membentuk laten konflik
dengan nilai tertinggi bobot faktor, yaitu 0,806. Hal ini
menunjukkan bahwa konflik peran yang muncul
JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali
Gambar 1. Full Model Struktural
sebagai konsekuensi dari suatu pilihan kalau bekerja
publik akan merasa bersalah karena sesuai dengan
kodrat sebagai wanita, waktu untuk peran domestik
otomatis berkurang.Variabel lingkungan kerja nilai
loading faktor tertinggi adalahY23 (sistem reward
dan punishment) yaitu 0,804. Ini berarti bahwa
seseorang akan sangat mempertimbangkan sistim
reward dan punishement yang diterapkan di mana
mereka bekerja.
PENGUJIAN HIPOTESIS
Hasil pengujian hipotesis dan koefisien jalur dapat
dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. Tabel 1 menunjukkan
Tabel 1. Hasil Pengujian Hipotesis
T-statistik
Keputusan
Uji Hipotesisi
3.101***
Signifikan
Budaya (X)
Konflik (Y4)
Koefsien
Jalur
Standardize
0.521
Ekonomi (Y1)
Konflik (Y4)
-0.098
0.500
Nonsignifikan
Lingkungan (Y2)
Konflik (Y4)
0.384
2.233**
Signifikan
Sosial (Y3)
Konflik (Y4)
-0.01
0.061
Nonsignifikan
Budaya (X)
Ekonomi (Y1)
-0.651
7.751***
Signifikan
Ekonomi (Y1)
Sosial (Y3)
0.437
3.414***
Signifikan
Budaya (X)
Lingkungan (Y 2)
-0.251
1.673*
Signifikan
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Keterangan:
* = signifikan pada α = 0,10 ; ** = signifikan pada α = 0,05 dan***signifikan pada α = 0.01
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
545
Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman
Ekonomi
(Y1)
0,361 s
Sosial
(Y3)
-0,295 s
0,100 ns
-0,075
ns
0,196 s
Budaya
(X)
Konflik
(Y4)
0,265 s
0,476 s
Lingkunga
n(Y2)
Goodness of Fit model :
Q 2 = 0,49952
Gambar 2. Koefisien Jalur Pengaruh Langsung dan Hasil Uji Hipotesis (PLS)
bahwa konflik peran wanita Bali yang bekerja di
sektor publik secara positif dan signifikan dipengaruhi
oleh variabel budaya, dan lingkungan kerja. Variabel
budaya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
ekonomi dan lingkungan kerja, dan variabel ekonomi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap sosial.
Sementara variabel ekonomi dan sosialberpengaruh
negatif terhadap konflik, tetapi tidak signifikan.
PEMBAHASAN
Pengaruh Budaya terhadap Ekonomi Perempuan
Bali
Sesuai teori gender yaitu teori nurture menurut
EdwardWilson (1975) dalam Sasongko (2009) bahwa
peran gender adalah dikonstruk oleh budaya.Artinya
perempuan ikut bekerja mencari nafkah karena
bekerja bagi orang Bali baik laki-laki maupun perempuan, disamping karena faktor ekonomi juga karena
budaya.Karena bekerja bagi orang Bali adalah perbuatan dharma yaitu berbuat baik.
Perempuan Bali yang bekerja ikut mencari
nafkah mampu meningkatkan ekonomi rumah tangga.
Ekonomi yang dilihat dari kontribusi pendapatan istri
terhadap pendapatan keluarga juga produktivitas akan
makin rendah bila kegiatan-kegiatan nonekonomi,
546
seperti kegiatan adat sebagai cerminan budaya Bali
meningkat. Hal ini terjadi karena nilai waktu secara
ekonomi berkurang yang berpengaruh terhadap
penghasilan dan pekerjaan. Secara otomatis akan
semakin kecil kontribusi penghasilan istri terhadap
pendapatan keluarga. Padahal, kontribusi pendapatan
istri yang tercermin dari peningkatan ekonomi rumah
tangga secara tidak langsung mampu meningkatkan
status sosial keluarga di samping juga meningkatkan
kemampuan dalam ber-yadnya karena semua
yadnya yang dilakukan di Bali membutuhkan biaya.
Secara ekonomi kondisi ini memang sulit dikatakan
sebagai sebuah kemajuan, apalagi dalam meniti
karier.Namun, keberadaan tugas-tugas nonekonomi
bukan sebuah hal sederhana yang serta merta dapat
dikesampingkan untuk sebuah jenjang karier yang
lebih tinggi.
Dalam hal pengambilan keputusan dalam rumah
tangga jika perempuan Bali lebih banyak terlibat dalam
pengambilan keputusan, secara tidak langsung
sesungguhnya merupakan cerminan mencairnya
budaya patriarki. Walaupun mereka akan lebih
terbebani, mereka merasa lebih dihargai, dan ke depan
peran perempuan akan semakin kuat.Sesuai penelitian
Putra Astiti (1995) bahwa 49% perempuan membuat
keputusan dan 51% laki-laki, baik dalam rumah tangga
JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali
maupun masyarakat. Dan dalam penelitian ini 82,8%
responden menyatakan dilibatkan dalam pengambilan
keputusan. Peneliti lain Anwar (1997), Suradisastra
(1998) juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peran gender perempuan baik dalam rumah
tangga maupun dalam masyarakat luas salah satunya
adalah posisi dalam pengambilan keputusan. Anggota
rumah tangga (individu-individu) dalam mengalokasikan jam kerja akan bertindak rasional, yaitu memaksimalkan utilitas. Hal ini sesuai dengan teori pilihan
rasional menurut Zafirovski, Milan (1998) dan juga
(Lutz 1990, dalam Zafirovski,1998) bahwa pilihan
rasional dipandang sebagai hasil dari susunan sosial,
dan dengan demikian sebagai penciptaan budaya.
Demikian juga pendapat dari Franklin Cannon (1998),
dan Lily, et al. (2006).Mereka mengemukakan bahwa
konflik antara pekerjaan dan keluarga mempengaruhi
poduktivitas, profitabilitas. Artinya bila beban dalam
keluarga tinggi maka produktivitas akan rendah.
Pengaruh Budaya terhadap Lingkungan Kerja
Perempuan Bali
Hasil penelitianmenunjukkan bahwa budaya
kurang mendukung lingkungan kerja. Walaupun
demikian, perempuan Bali yang terikat adat dan
bekerja di sektor publik, dengan diterapkannya disiplin
kerja dan sistem remunerasi di tempat kerja, akan
berusaha menyesuaikan diri dengan mengatur waktu
dan membuat skala prioritas pekerjaan yang harus
diambil sehingga dapat memilih atau mendahulukan
pekerjaan di tempat kerja atau kegiatan adat yang
jadwalnya bersamaan. Karena bagaimanapun juga,
di mana pun juga disipilin kerja seperti disampaikan
Moekijat (1994) menitikberatkan pada bantuan
pegawai untuk mengembangkan sikap yang baik
terhadap pekerjaan.
Dalam kaitan dengan perempuan Bali yang
bekerja publik (bekerja mencari nafkah), bekerja dari
segi ekonomi walaupun bisa juga karena aktualisasi
diri, yang jelas mereka pasti berusaha bekerja dengan
baik, pintar, dan cerdas dalam mengatur waktu,
disiplin, dan mencintai pekerjaannya. Namun, di sisi
lain adanya kewajiban-kewajban non ekonomi (adat,
agama, dan rumah tangga), yang sering membatasi
keterlibatan perempuan Bali di sektor publik.
Keadaan seperti ini terutama kegiatan adat dalam
budaya Bali, yang merupakan kewajiban bagi setiap
warga dapat menghambat aktivitas perempuan di
lingkungan kerjanya.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
Lily, et al. (2006) bahwa tempat kerja atau lingkungan
kerja dan budaya berhubungan dalam masyarakat di
mana mereka berada.
Pengaruh Ekonomi terhadap Status Sosial
Perempuan Bali
Perempuan Bali yang bekerja publik dengan etos
kerja tinggi, produktivitas akan tinggi, ekonomi
keluarga semakin baik karena reward yang diterima
meningkat sehingga kontribusi pendapatan istri
terhadap pendapatan keluarga juga meningkat yang
pada akhirnya meningkatkan pula status sosialnya.
Setatus sosial dan perilaku sosial yang lebih baik ditandai dengan perubahan perilaku dalam hal berpakaian,
konsumsi, penggunaan alat komunikasi, penggunaan
alat transportasi, dan gaya hidup yang cenderung
konsumtif, pendidikan yang semakin tinggi, dan
perannya cukup besar di tempat kerja. Seperti yang
disampaikan Hubert Bonner (1953), A M Chorus
(1953) dalam Abu Ahmadi (2007) bahwa tingkah laku
individu dalam hubungannya sebagai anggota masyarakat tidak bisa lepas dari hubungan masyarakat.
Sehubungan dengan itu, adanya perubahan perilaku
hidup sebagai akibat meningkatnya keadaan ekonomi
rumah tangga tidak bisa lepas juga dari responden
adalah individu dalam hubungannya sebagai anggota
masyarakat.Perubahan perilaku hidup adalah sebagai
akibat dari meningkatnya kualitas SDM perempuan
Bali dalam pembangunan yang mengambil peran
sejajar dengan tenaga kerja laki-laki. Hal ini sesuai
dengan program pemerintah dan rumusan International Women Conference (IWC) yang ke-4 di Nusa
Dua, Provinsi Bali, Indonesia (International- WomenConference) November 2010.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
yang disampaikan Rachel Silvey (2006) bahwa
kemampuan rumah tangga untuk mengatasi kesulitan
krisis yang terjadi adalah dengan melibatkan perempuan dan gadis remaja masuk dalam dunia kerja.
Dalam kondisi ini mungkin tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa perempuan merupakan ciptaan
Tuhan yang serba bisa karena setiap kewajiban, baik
dalam lingkungan sosial maupun rumah tangga
membuat perempuan dapat belajar lebih bijak dan
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
547
Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman
lebih tegar dalam menjalani kehidupan di setiap
aspeknya.
Pengaruh Budaya terhadap Konflik Peran
Perempuan Bali
Adanya aturan yang tertuang dalam awig-awig
yang melekat pada kehidupan masyarakat Bali
merupakan pengikat yang harus dipatuhi dalam setiap
jenjang kehidupan di Bali. Keketatan awig-awig akan
menciptakan intensitas kegiatan adat yang akan dapat
menimbulkan konflik bagi perempuan Bali yang
bekerja di sektor publik. Awig-awig ini merupakan
kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap krama
(anggota masyarakat), tanpa memandang status
jabatan dan pekerjaan.Pilihan yang dihadapi adalah
apakah mengorbankan pekerjaan publik yang
menghasilkan uang demi pekerjaan domestik (rumah
tangga, adat, dan agama), yang bisa dikatakan pekerjaan nonekonomi yang tidak menghasilakan uang.
Pilihan ini seperti dua sisi mata uang logam yang saling
berdampingan karena merupakan sebuah keputusan
yang berat untuk mengorbankan salah satunya.
Mengorbankan adat akan berhadapan dengan sanksi
adat yang bersifat sosial. Melalaikan pekerjaan publik
akan kehilangan nafkah.Sesuai dengan yang disampaikan Henley (1985), dan Endang (2004) bahwa gender adalah merupakan rekayasa sosial dan tidak bersifat universal yang didasarkan pada pembedaan nilainilai menentukan peran perempuan.Hal ini senada
dengan teori gender yaitu teori nurture, fungsionalis
dan equilibrium menurut Edward Wilson (1975) dalam
Sasongko (2009).Berdasarkan teori gender tersebut
maka parempuan bisa diterima masuk ke pasar kerja
walaupun dapat menimbulkan konflik peran.
Terjadinya konflik antara urusan domestik dengan
pekerjaan sesuai dengan temuanSusanna Lo etal.
(2003), Nini Yang, et al. (2000) bahwa konflik
pekerjaan dan keluarga merupakan problem signifikan
bagi banyak perempuan profesional yang telah menikah, namun menangkal temuan Thompson et al
(1999) bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara budaya keluarga, pekerjaan, dan konflik
pekerjaan.Bahwa budaya bekerja suportif menghasilkan level konflik bekerja yang lebih rendah.
Hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan
Endang (2004), Realyta (2007), bahwa budaya di
548
masing-masing daerah sangat berpengaruh terhadap
peran gender.
Penelitian lain yang senada dengan hasil penelitian ini, yakni intensitas kegiatan adat dalam budaya
Bali bisa memunculkan konflik peran adalah penelitian
yang dilakukan DeMeulenaere, S. & Lietaer, B.
(2003), Geertz (1980) bahwa kegiatan banjar dan
pentingnya waktu berkumpul dan saling bertemu
dalam sebuah banjar bisa juga mencerminkan sisi
negatif: bentuk hukuman yang terberat yang dilakukan
oleh banjar bukan dalam bentuk denda uang, melainkan pengasingan, yaitu mengasingkan seseorang yang
menolak tiga kali secara berturut turut untuk mematuhi keputusan masyarakat. ”Sampai hari ini orang
Bali masih mengatakan bahwa untuk meninggalkan
krama (komunitas banjar) adalah hanya untuk
berbaring dan mati”.
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Konflik
Peran Perempuan Bali
Semakin ketat penetapan reward, semakin berat
kondisi di tempat kerja akan menyebabkan semakin
tinggi konflik peran perempuan karena akan semakin
cemas bagi yang bersangkutan bila tidak bisa
mengerjakan pekerjaan domestik (adat, agama, dan
rumah tangga). Penerapan sistem reward dan punishment akan mempengaruhi prestasi kerja. Sehubungan dengan itu, mereka akan memilih tingkat
kinerja yang lebih tinggi dengan harapan mendapat
kompensasi yang lebih besar (Henry, 2006). Fenomena ini sesuai dengan pendapat O’Neilet al. (1995),
dan Wiersma (1990) yang menyatakan bahwa kondisi
kerja/lingkungan kerja, tempat kerja, dan budaya
keluarga berhubungan dalam masyarakat di mana
mereka berada.
Schultz & Schultz (1994) juga mengungkapkan
bahwa perempuan memperlihatkan frekuensi lebih
besar untuk mengalami burnout (kelelahan fisik,
mental, dan emosional yang terjadi karena stres yang
diderita dalam jangka waktu yang lama). Hal itu
senada dengan pendapat Kulik dan Faisal (2006)
bahwa banyak profesional perempuan menikah
merasa tidak bebas melaksanakan tugas di tempat
kerja. Di samping itu prasyarat untuk promosi dan
pertumbuhan karier juga terhambat.
Guna meminimalkan konflik peran perempuan
Bali diperlukan regulasi perusahaan atau unit kerja
JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali
yang mengadopsi kearifan lokal yang berlaku di mana
perusahaan atau unit kerja itu berada. Bali ke depan
mungkin menjadi pulau yang tidak lagi menarik untuk
dikunjungi oleh wisatawan bila kearifan lokalnya
tergerus atau lenyap seiring dengan meredupnya
budaya Bali. Bali menarik bukan semata-mata karena
keindahan alamnya, melainkan karena budayanya
yang ditopang oleh krama istri dan lanang sebagai
subjek dan motor penggerak budaya.
Kunjungan wisatawan ke Bali yang meningkat
sepanjang tahun disebabkan oleh lestarinya budaya
Bali.Hal itu berdampak positif terhadap perusahaan
atau unit kerja khususnya perusahaan jasa yang
bergerak dalam sektor hotel dan restoran.Kondisi ini
memberikan hubungan kuat terhadap sektor lainnya,
di mana di dalamnya perempuan Bali ikut mengambil
bagian dalam kesempatan yang timbul dari sektor
pariwisata yang menjadi tameng perekonomian Bali.
Keadaan ini menjadi sebuah tolok ukur perempuan
Bali untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai aspek
pembangunan sesuai dengan Instruksi Presiden No.9/
2000 tentang Penerapan Strategi Pengarusutamaan
Gender (PUG) dalam pembangunan nasional.
Pengaruh Ekonomi terhadap Konflik Peran
Perempuan Bali
Meningkatnya kebutuhan dalam hidup memaksa
setiap orang melakukan berbagai hal untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari hasil analisis
dalam penelitian ini diketahui bahwa dengan ikutnya
perempuan bekerja mencari nafkah, otomatis meningkatkan kondisi ekonomi, ternyata mampu menekan
konflik peran yang dihadapi.
Dugaan bahwa dengan semakin terlibatnya perempuan mencari nafkah, akan semakin susah mengatur waktu untuk kegiatan domestik (adat, agama, dan
rumah tangga), ternyata tidak terjadi. Dalam kenyataannya meningkatnya ekonomi dengan berkontribusinya istri ikut mencari nafkah dapat menekan konflik.
Kendatipun waktu untuk kegiatan domestik berkurang, namun dengan bekerja dan memperoleh penghasilan mampu melakukan kompensasi terhadap halhal yang menjadi kewajiban perempuan di sektor
domestik. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Putra
Astiti (1989) bahwa sumbangan peran perempuan Bali
dalam menunjang ekonomi keluarga adalah 46,5%,
sedangkan laki-laki 53,5%. Tingginya keadaan
ekonomi dapat dimanfaatkan untuk mengganti kegiatan di sektor domestik atau rumah tangga melalui
pengeluaran biaya untuk keperluan rumah tangga,
misalnya membeli makanan untuk dikonsumsi seharihari tanpa harus memasak dan membayar pembantu
rumah tangga.Demikian pula dalam hal kegiatan adat
dapat berpartisipasi yang berbentuk pemberian
sumbangan dari pendapatan yang diperoleh di sektor
publik.
Pada prinsipnya kegiatan adat di Bali berlandaskan gotong royong. Artinya pada setiap anggota masyarakat adat (banjar) terbangun rasa kebersamaan,
saling menolong, dan saling berempati terutama dalam
keadaan duka. Setiap anggota banjar akan selalu
berpartisipasi dalam setiap kegiatan adat, baik dalam
bentuk tenaga kerja maupun materi.
Sesuai dengan hasil penelitian DeMeulenaere,
S. & Lietaer, B.(2003), yaitu pendekatan Sistem Alat
Tukar Ganda memberikan pandangan bahwa struktur
banjar mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel
untuk memobilisasi sumber daya lokal.
Hasil penelitian ini juga senada dengan hasil
penelitian Endang (2004), bahwa keterlibatan perempuan dalam menambah penghasilan rumah tangga
dipengaruhi oleh banyak faktor. Bila dilihat peran perempuan secara ekonomi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi pekerja perempuan
tidak hanya sebagai penyumbang pendapatan rumah
tangganya, tetapi lebih jauh adalah pada pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan sosial di tempat mereka
bekerja.
Hasil penelitian Lori et al. (2004) menyatakan
bahwa keberhasilan di tempat kerja mungkin dapat
’spill over’ ke rumah, menguntungkan hubungan
keluarga dan mempengaruhi sikap umum individual
terhadap kehidupan. Sehubungan dengan itu dapat
dikatakan bahwa hasil penelitian ini senada karena
ternyata dari satu domain justru menularkan domain
lain, dapat spill over ke rumah dari tempat kerja, yang
dapat dikatakan memberikan pengaruh positif. Dari
hasil penelitian ini diketahui bahwa dengan bekerja
dapat menekan konflik, yang dapat diartikan juga
kearah positif.
Sesuai teori konflik dari Marx Weber (dalam
Moore, 1996) dan Marx (dalam Deliarnov, 2005)
bahwa konflik peran merupakan fenomena manusia
yang dinamis. Melalui proses dialektika tesis dan
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
549
Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman
antithesis dari setiap konflik akan muncul perubahan.
Marx berpendapat bagaimana konflik diganti dengan
harmoni atau keselarasan etis, social, dan ekonomi.
Hal ini juga sesuai dengan teori fungsionalis dan teori
equilibrium tentang gender dari Edward Wilson (1975)
dalam Sasongko (2009). Bila dikaitkan dengan konflik
waktu bagi perempuan Bali yang bekerja di sektor
publik, bagaimana waktu dikelola sedemikian rupa
sehingga terjadi keselarasan antara penggunaan waktu
untuk satu kegiatan ekonomi yang menghasilkan uang,
dengan kegiatan lain yaitu kegiatan non ekonomi yang
tidak menghasilkan uang, namun merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan.
Pengaruh Sosial terhadap Konflik Peran
Perempuan Bali
Status sosial seseorang bisa tercermin dari pendidikan, cara berpikir.dan perilaku hidup yang bersangkutan. Semakin tinggi pendidikan, bila yang bersangkutan bekerja, secara logika akan semakin tinggi
peluangnya menjabat, berkarier, sibuk sehingga diduga
akan semakin tinggi pula derajat konflik yang dialami.
Sesuai dengan pendapat Golf and Mount (1991),
bahwa status sosial ekonomi seseorang akan dapat
mempengaruhi kualitas kehidupan keluarga. Demikian
kualitas kehidupan kerja (QWL) dan kualitas kehidupan
keluarga (QFL) akan dapat mempengaruhi konflik
antara keluarga dan pekerjaan serta konsekuensi
negatif yang terjadi karenanya. Namun, dalam kenyataannya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status sosial dapat menekan konflik peran perempuan
Bali. Hal ini mengindikasikan bahwa logika diatas,
yaitu semakin tinggi pendidikan perempuan akan
menyebabkan semakin aktif dan semakin berat bebannya di tempat kerja, misalnya yang bersangkutan
menjabat akan menyebabkan semakin tinggi konflk
ternyata tidak terbukti benar.
Todaro (2006) mengemukakan bahwa dalam
teori pertumbuhan ekonomi neoklasik tradisional,
pertumbuhan output bersumber dari kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja melalui pertambahan
jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan. Ini berarti
bahwa pendidikan sangat berpengaruh di samping
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
personal juga mampu menekan konflik.Sehingga hasil
penelitian ini dapat dikatakan mendukung teori Todaro,
bahwa kualitas SDM dapat menekan konflik peran.
550
Apalagi adanya dukungan suami, keluarga, dan berubahnya sikap/peran laki-laki sebagai akibat berperannya perempuan dalam ekonomi keluarga merupakan
hal yang sangat mendukung memperkecil derajat
konflik.
Adanya pengaruh budaya dan adat istiadat terhadap perempuan bekerja merupakan hal yang sesuai
dengan pernyataan Muthaliin (2000), bahwa gender
tidak bersifat universal dan memiliki identitas berbedabeda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, agama etnik, adatistiadat, golongan, faktor sejarah, waktu dan tempat,
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara hasil penelitian lain mengatakan bahwa
lingkungan sosial meningkatkan konflik adalah
penelitian Homer (dalam Nauly, 2003), bahwa dalam
diri perempuan terdapat ketakutan untuk sukses (fear
of success). Hal ini timbul karena adanya konsekuensikonsekuensi negatif sehubungan dengan keberhasilan
perempuan, antara lain penolakan lingkungan dan
kehilangan femininitas. Hal-hal inilah yang merupakan
kendala dari masyarakat terhadap perkembangan
karier perempuan.
Perubahan Perilaku Perempuan Bali yang
Bekerja di Sektor Publik
Hasil wawancara mendalam baik dengan
responden maupun dengan informan diperoleh hasil
bahwa perempuan Bali yang bekerja di sektor publik
telah mengalami perubahan perilaku hidup. Perempuan Bali yang bekerja dengan etos kerja tinggi akan
diikuti oleh kontribusi pendapatan istri terhadap
pendapatan keluarga juga meningkat yang pada
akhirnya dapat meningkatkan status sosialnya.
Perubahan ini sebagai akibat dari meningkatnya
kualitas SDM perempuan Bali dalam pembangunan
yang mengambil peran sejajar dengan tenaga kerja
laki-laki sesuai dengan Instruksi Presiden No.9/2000
tentang Penerapan Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional. Instruksi
presiden itu mewajibkan semua kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota untuk melaksanakan
strategi PUG dalam proses perencanaan pembangunan. Program pemerintah ini sangat mendukung
pemberdayaan perempuan Bali dalam meningkatkan
harkat dan martabatnya sebagai pelaku pembangunan
yang berdampak pada peningkatan status sosialnya.
JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali
Keberhasilan program pemerintah ini dapat dilihat
pada terbukanya akses untuk perempuan Bali dalam
mengenyam pendidikan dan bekerja pada semua lini
pembangunan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Konflik peran wanita Bali yang bekerja di sektor
publik secara signifikan dipengaruhi oleh faktor budaya
dan lingkungan kerja, faktor budaya juga berpengaruh
signifikan terhadap faktor ekonomi dan lingkungan
kerja, dan faktor ekonomi berpengaruh signifikan
terhadap faktor sosial. Sementara ekonomi dan sosial
berpengaruh negatif terhadap konflik tetapi secara
statistik tidak signifikan.
Perilaku perempuan Bali yang bekerja di sektor
publik adalah mereka mengorbankan kegiatan rutinnya
di tempat kerja untuk berpartisipasi pada kegiatan adat
terutama dalam upacara kematian di lingkungan
banjar-nya.
Saran
Dalam hal mengatasi konflik peran perempuan
Bali hendaknya ada fleksibilitas terhadap aturanaturan adat, neningkatkan pendapatannya dari bekerja
di sektor publik. Kualitas SDM terus-menerus ditingkatkan
Pemangku kepentingan (stake holder) harus
mempertimbangkan faktor budaya (khususnya yang
berkaitan dengan aktivitas adat), dalam merencanakan
dan melaksanakan program kesetaraan gender. Di
pihak lain budaya sebagai leading sektor pariwisata
harus tetap dikembangkan.
DAFTAR RUJUKAN
Abu, A. 2007. Psikologi Sosial. Edisi Revisi Jakarta: Rineka
Cipta
Anwar, A. 1997. ”Masalah Sumber Daya Modal Manusia
(Human Capital) Khususnya dalam Mengatasi
Kesenjangan Gender dan Kebijaksanaan Pemerataan Ekonomi”. Unpublish.
Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian, Edisis Revisi,
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Bhagawad, G. 1972. The Bhaktivedanta Book Trust International. Inc.DeMeulenaere, S. & Lietaer, B. 2003"
Sustaining Cultural Vitality in a Globalizing World:
The Balinese Example”.International Journal of Social Economics. Vol. 30 No. 9.
Deliarnov. 2005. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.
Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.
Endang, L.H. 2004. Hambatan Sosial Budaya dalam
Pengarusutamaan Gender di Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian, Departemen Pertanian, Icaserd Working
Paper No.50.
Franklin, C.D. 1998. ”Better Understanding of Impact of
Work Interferences on Organizational Commitment.
Marriage and Family Review.28, 153–166.
GaryBecker, S. 1976. The Economic Approach to Human
Behaviour. The University of Chicago Press.
Geertz, C. 1980.Negara: the Theater State in Nineteenth
Century Bali. Princeton: Princeton University Press.
Ghozali, I. 2008. Structural Equation Modeling, Metode
Alternatif dengan Partial Least Square, Badan
Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang.
Goff, S.J., & Mount, M.K. 1991. ”Employer Supported
Child Care, Work/Family Conflict, and Absenteeism: A Field Study”. Personnel Psychology, 44. 793–
809.
Henley, N.M. 1985. ”Psychology and Gender”, Signs: Journal of Women in Culture and Society. Vol. 11. pp.
1100–29.
Henry, S. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi
III. Yogyakarta: STIE YKPN.
Kulik, L., dan Faisal, R. 2006. Relationship between Dual
Earner Spouse, Strategies for Coping with h HomeWork Demand and Emotional Wellbeing. Community, Work, and Family. Volume 9. No. 4. pp:457–477.
Lilly, J.D., and Jo, A.D. 2006. A Gender-Sensitive Study of
Mcclelland’s Needs, Stress And Turnover Intent With
Work-Famili Conflict. Women in Management Review. Volume 21. No. 8. pp: 662–680.
Lori, L., Wadsworth, Bradley, P.O. 2004. The Effect of Social Support on Work-Family Enhancement and WorkFamily Confict In Public Sector, Essay Work Motivation and The Work Place.
Moore, Helen, A. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Muekijat. 1994. Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan untuk Meningkatkan Produktivitas
Kerja. Bandung: CV Mandar Maju.
Muthaliin, A. 2000. Bias Gender dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.
Nauly, M. 2003, Konflik Peran Gender pada Pria: Teori
dan Pendekatan Empirik, Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas SUMUT.
Nicholson, W. 2001. Mikrokonomi Intermediate dan
Aplikasinya, Edisi 8. Jakarta: Erlangga.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
551
Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman
Nini, Y., Chao, C., Chen, J.C., Yimin. 2000. ” Source of WorkFamily Conflict: a Sino US Comparation of the Effect
of Work and Family Demand”. Academic Management Journal. Volume 43. No. 1. 113–123.
O’Neil, J.M., Brook, and Gary, B. 1995. Men in Families:
Old Constraints, New Possibilities dalam Levant
&Pollack (ed). A New Psychology of Man. Basic
Books.
Putra, A. 1989. ”Perubahan Ekonomi Rumah Tangga dan
Status Sosial Wanita dalam Masyarakat Bali yang
Patrilinial”. Pusat Studi Wanita Unud.
Putra, A. 1995. ”Peranan Wanita dalam Pembangunan”.
Hasil Penelitian Universitas Udayana Bekerja Sama
dengan Bappeda Tingkat I Bali.
Rachel, S. 2006. Gender, Socio-spatial Nertwork, and
Rural Non-Farm Work Among Migrants in West Java.
Realyta, S. 2007. ” FearSuccess Wanita Bekerja pada Etnis
Melayu”. Thesis S-2 Universitas Sumatra Utara.
Sakernas.2010. Survei Ketenagakerjaan Nasional. BPS
dan BAPPEDA.
Sasongko, S.S. 2009. Konsep dan Teori Gender.Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan.
BKKBN.
Sirtha, I.N. 2004. Bali Heritage Trust sebagai Lembaga
Pelestarian Warisan Budaya Bali yang Berbasis
Desa Adat.
Sunasri, A A. 2003.”Konflik Peran Wanita Bekerja, di Desa
Pemecutan Kaja Kota Denpasar”.Tesis Program
Kajian Budaya Universitas Udayana Denpasar.
552
Suradisastra, K. 1998. ”Perspektif Keterlibatan Wanita di
Sektor Pertanian”. Forum Penelitian Agro Ekonomi.
FAE. Vol 16. No. 2.
Susanna, L., Raymond, S., dan Catherine, W.Ng. 2003.
”Work-Family Conflict and Coping Strategy Adopted
by Female Married Professional in Hong Kong”. Journal of Business and Psychologi. Volume 18, No. 4,
pp: 182–190.
Schultz, D.P., Schultz, S.E. 1994. Psychology and Work
Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. (6th Ed.).New York: MacMillan
Publishing Company.
Todaro, M.P. 2006. Pembangunan Ekonomi I. Edisi Kelima.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Thompson, C.A., Beauvais, L.L., & Lyness, K.S. 1999.
”When Work Family Benefits are Not Enough: The
Influence of Work-Family Culture on Benefit Utilization, Organizational Attachment, and Work-Family
Conflict”. Journal of Vocational Behavior. 54. 392–
415
Wiersma. U.J. 1990. ”Gender Differences in Job Attribute
Preference: Work-Home Role Conflict and Job Level
as Mediating Variables”. Journal of Occupational
Psychology. 63. 231–243.
Zafirovski, M. 1998. Socio Economic and Rational Choice
Theory-Specification of Their Relation. Journal of
Socio Economics, Volume 27, No. 2, pp: 165 –205.
JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Download