Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali yang Bekerja di Sektor Publik: Studi Konflik Peran Ida Ayu Nyoman Saskara Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Bali Pudjihardjo, Ghozali Maskie, Agus Suman Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Abstract: The purpose of this study is to examine: (1) the influence of culture on the economy and work environment, (2) the influence of the social economy, (3) the influence of economic and noneconomic (cultural, work environmental, and social) on role conflict, (4 ) behavior of Balinese women in resolving conflicts. Total respondents were 216 people. Data were analyzed by PLS method (Partial Least Square) and descriptive qualitative. The research results showed that Balinese women’s role conflict significantly influenced by cultural and work environment variables. Culture also has significant effect on the economy and work environment variables. Economy variables has significant effect on social variable. While the economic and social variables are not shown to increase role conflict, Balinese women who workin public sector experience behavioral changes Keywords: balinese women, conflict, work, public sector Abstrak: Tujuan dari studi ini adalah untuk menguji: (1) pengaruh budaya terhadap lingkungan ekonomi dan lingkungan kerja, (2) pengaruh sosial ekonomi, (3) pengaruh perekonomian dan nonekonomi (budaya, lingkungan kerja, dan sosial) terhadap konflik peran, (4) perilaku dari masyarakat perempuan Bali dalam mengatasi konflik. Jumlah responden adalah 216 orang. Data dianalisis dengan menggunakan PLS (Partial Least Square) dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik peran masyarakat perempuan Bali dipengaruhi budaya dan variabel lingkungan kerja secara signifikan. Budaya juga memiliki pengaruh terhadap ekonomi dan variabel lingkungan kerja secara signifikan. Variabel perekonomian memiliki dampak yang signifikan terhadap variabel sosial. Sementara variabel perekonomian dan variabel sosial meningkatkan konflik peran, masyarakat perempuan Bali yang bekerja di sektor publik memiliki pengalaman perubahan perilaku. Kata Kunci: perempuan Bali, konflik, kerja, sektor publik Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja guna memberikan pemerataan terhadap proses pembangunan merupakan suatu keharusan, walaupun masih terjadi diskriminasi. Adanya gerakan-gerakan serta kajian-kajian perempuan, memberikan kesempatan bagi perempuan untuk bisa tampil di dunia yang secara tradisional dianggap dunia pria.Pembangunan Alamat Korespondensi: Ida Ayu Nyoman Saskara, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Bali 542 menghasilkan perubahan termasuk berubahnya peran perempuan yang seharusnya membawa konsekuensi berubah pula peran-peran pria dalam tatanan sosial yang ada. Jika pria sebagai bagian dari masyarakat tidak ikut berubah, maka akan timbul permasalahan. Kondisi yang kerap diistilahkan sebagai peran ganda bahkan multi peran ini, tanpa melibatkan peran serta pria untuk keseimbangan, cenderung akan menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan konflik bagi perempuan itu sendiri. Provinsi Bali sebagai salah satu Provinsi di Indonesia tidak terlepas dari arus perubahan ini. JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME542 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012 Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali Budaya dan adat-istiadat di Bali, mewajibkan masyarakatnya baik laki-laki maupun perempuan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan adat dan agama, sesuai dengan yang tertuang dalam awig-awig (aturan adat) yang dibuat dan disepakati bersama warga (Sirta, 2004), sehingga bagi perempuan khususnya yang berpartisipasi di sektor publik (produktif) sering terjadi konflik (Sunasri, 2003). Selain faktor budaya dan adat istiadat, faktor sosial, ekonomi dan lingkungan dimana mereka bekerja juga mempengaruhi konflik dalam menentukan pilihan apakah mengorbankan pekerjaan publik demi melaksanakan kegiatan domestik (rumahtangga, adat dan agama), yang berdampak pada punishment atau mengorbankan kegiatan domestik untuk kegiatan publik yang menghasilkan uangyang berdampak pada kena sanksi sosial. Terjadinya konflik peran sesuai teori gender dari Edward Wilson (1975) dalam Sasongko (2009), demikian juga teori konflik dari Marx.(Deliarnov, 2005), serta teori pilihan (Theory of Choice) dari Nicholson (2001) bahwa seseorang dalam menentukan pilihan yang terkendala oleh waktu, akan bersikap rasional terhadap pilihannya. Dalam hal ini manajemen waktu sangat penting sesuai teori Gery Becker (1976). Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa rata-rata pengangguran terbuka perempuan Bali jauh lebih rendah daripada perempuan di Indonesia atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan Bali rata-rata lebih tinggi daripada TPAK perempuan Indonesia (Sakernas, 2010). Hal ini dapat dipahami karena ajaran dharma, artha, kama dan moksah yang melandasi kehidupan setiap manusia Bali. Ajaran tersebut disebut Catur Purusa Artha, yang sangat berpengaruh terhadap motivasi kerja manusia Bali. Bekerja berdasarkan sifat-sifat yang baik (dharma) dan keinginan atau hasrat (kama) yang baik untuk memperoleh penghasilan atau harta (artha) guna mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang abadi (moksah) adalah suatu kewajiban bagi setiap orang Bali umumnya dan perempuan Bali khususnya. (Bhagawad Gita, 1972). Kondisi konflik peran yang dialami perempuan Bali yang bekerja di sektor publik menuntut perempuan Bali harus cerdas dalam menjalankan perannya, baik di sektor publik maupun domestik. Kecerdasan dalam mengambil peran ketika ada aktivitas di sektor publik yang bersamaan dengan aktivitas di sektor domestik sangat menentukan tinggi atau rendahnya konflik peran. Untuk mengetahui sejauhmana konflik peran perempuan Bali yang bekerja disektor publik dan faktor-faktor yang berpengaruh, maka penelitian ini layak dilakukan sehingga dapat menemukan penjelasannya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh variabel budaya terhadap variabel ekonomi dan variabel lingkungan kerja, (2) mengetahui pengaruh variabel ekonomi terhadap variabel sosial, bagi wanita Bali yang bekerja di sektor publik, (3) mengetahui pengaruh variabel ekonomi, dan non ekonomi (budaya, lingkungan kerja dan sosial) yang menyebabkan konflik, (4) mendapatkan pemahaman mengenai perilaku perempuan Bali dalam mengatasi konflik peran sebagai ibu rumah tangga yang bekerja di sektor publik untuk menopang ekonomi keluarga tanpa mengabaikan kegiatan rumah tangga dan kewajiban adat budaya Bali. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu (akademik), yaitu pemahaman obyektif tentang eksistensi kehidupan kaum perempuan Bali dalam perannya disektor domestik (rumah tangga dan adat) di satu sisi dan di sisi lain berperan sebagai pekerja disektor publik. Bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan program pemberdayaan perempuan dalam pembangunan dengan merumuskan sasaran strategi pengarusutamaan gender. Dan bagi masyarakat sebagai pengampu kearifan lokal (local genius), adalah mempertahankan adat budaya Bali sebagai kearifan lokal melalui pemberdayaan perempuan Bali dengan peningkatan perannya di sektor publik. METODE Jenis penelitian iniexplanatory research yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Arikunto, 2005).Lokasi penelitian di Provinsi Bali. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perempuan Bali yang bekerja di sektor publik di wilayah terpilih. Jumlah responden/sampel di setiap wilayah penelitian ditentukan dengan kuota tertentu, dan sampel ditentukan secara purposive (purposive sampling). Total responden yang diambil sebanyak 216 orang. TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 543 Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman Uji validitas dan reliabelitas instrument dilakukan dengan analisis korelasi product moment untuk uji validitas dan uji reliabilitas akan menggunakan metode konsistensi internal dengan menggunakan nilai alpha cronbach.Sedangkan validitas dan reliabelitas konstruk akan digunakan convergent validity, discriminant validity dan composite reliabelity, untuk variabel latent yang berkaitan dengan indikator refleksif, sementara untuk vaiabel latent ekonomi yang berkaitan dengan indikator formatif menggunakan nilai weight setiap indikator (Chin dalam Imam Ghozali 2008). Variabel penelitian atau faktor yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian diidentifikasi seperti berikut. 1) Faktor budaya (X), yang diukur dari 4 indikator yaitu: (1) intensitas pelaksanaan kegiatan adat/agama (X1); (2) keketatan penerapan awig-awig banjar adat (X2); (3) pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga (X3); (4) pembagian warisan dalam rumah tangga(X4). 2) Faktor ekonomi (Y1), yang diukur dari 3 indikator yaitu: (1) kontribusi pendapatan istri terhadap pendapatan keluarga (Y11); (2) produktifitas(Y12); (3) jarak tempat tinggal dengan pelaksanaan upacara adat/agama (Y13). 3) Faktor lingkungan kerja Y2), yang diukur dari 3 indikator yaitu: (1) sistem remunerasi (Y21); (2) disiplin kerja (Y22); (3) sistem reward dan punishment (Y23). 4) Faktor sosial (Y3), yang diukur dari 3 indikator yaitu: (1) Perubahan perilaku (Y31); (2) pendidikan (Y32); (3) sosialisasi peran jenis kelamin (Y33). 5). Faktor konflik (Y4), yang diukur dari 5 indikator yaitu: (1) Tingkat kecemasan akibat tidak dapat melakukan kegiatan adat/ agama karena bekerja (Y41); (2) Frekuensi/ tingkat keseringan membawa pekerjaan kantor untuk dikerjakan di rumah, sehingga mengganggu peran domestik (Y42); (3) Tingkat perasaan bersalah karena ketiadaan waktu untuk peran domestik (Y 43); (4) Tingkat keseringan/frekuensi ketidakhadiran dalam kegiatan adat/agama akibat kerja (Y44); (5) Tingkat oportunity cost (Y45). Teknik analisis yang digunakan adalah analisis diskriptif dan PLS (Parsial Least Square) HASIL Hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrumen menunjukkan bahwa instrumen penelitian untuk semua variabel adalah valid dan reliabel. Demikian 544 juga uji validitas dan reliabelitas indikator konstruk variabel latent budaya (X), sosial (Y3), konflik (Y4) dan lingkungan kerja (Y2) dengan indikator refleksif adalah valid dan reliabel. Vaiabel latent ekonomi (Y1), yang berkaitan dengan indikator formatif, ketiga indikator adalah siginfikan secara statistik menkonstruk laten ekonomi. Nilai Goodness of Fit model struktural pada analisis PLS adalah nilai predictive-relevance (Q2), diperoleh sebesar 73,10% berarti model mampu menjelaskan fenomena empiris tentang variabelvariabel yang mempengaruhi konflik sebesar 73,10%, sisanya dipengaruhi oleh error dan variabel lain yang belum masuk ke dalam model. Nilai factor loading menunjukkan bobot dari setiap dimensi sebagai pengukur dari masing-masing variabel. Dimensi dengan factor loading besar menunjukkan bahwa dimensi tersebut sebagai pengukur variabel yang terkuat (dominan). Hasil analisis beserta full model nya adalah sebagai berikut: Hasil full model struktural yang diteliti adalah sebagaimana Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada variabel budaya nilai tertinggi indikator terdapat pada keketatan awig-awig (X2) dengan bobot faktor (loading faktor) sebesar 0,836. Hal ini mengindikasikan bahwa keketatan awig-awig sebagai aturan banjar merupakan hal yang paling dominan menentukan budaya.Hal itu terjadi karena dalam awig-awig tertuang aturanaturan yang mesti ditaati oleh masyarakat sebagai warga banjar, terutama yang berkaitan dengan kematian.Sementara laten ekonomiindikator produktivitas (Y12) dengan outer weight tertinggi sebesar 0.593. Hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas seseorang bisa menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki etos kerja yang tinggi dan bisa memperoleh penghasilan yang tinggi. Nilai loading faktor tertinggi pada variabel sosial ada pada indikator pendidikan (Y32) yaitu sebesar 0,910.Hal ini mengindikasikan bahwa status sosial masyarakat bisa tercermin dari unsur pendidikan. Pendidikan bisa mengubah perilaku hidup seseorang. Variabel konflik,indikator perasaan bersalah karena ketiadaan waktu untuk peran domestik (Y42) merupakan hal yang dominan membentuk laten konflik dengan nilai tertinggi bobot faktor, yaitu 0,806. Hal ini menunjukkan bahwa konflik peran yang muncul JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012 Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali Gambar 1. Full Model Struktural sebagai konsekuensi dari suatu pilihan kalau bekerja publik akan merasa bersalah karena sesuai dengan kodrat sebagai wanita, waktu untuk peran domestik otomatis berkurang.Variabel lingkungan kerja nilai loading faktor tertinggi adalahY23 (sistem reward dan punishment) yaitu 0,804. Ini berarti bahwa seseorang akan sangat mempertimbangkan sistim reward dan punishement yang diterapkan di mana mereka bekerja. PENGUJIAN HIPOTESIS Hasil pengujian hipotesis dan koefisien jalur dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. Tabel 1 menunjukkan Tabel 1. Hasil Pengujian Hipotesis T-statistik Keputusan Uji Hipotesisi 3.101*** Signifikan Budaya (X) Konflik (Y4) Koefsien Jalur Standardize 0.521 Ekonomi (Y1) Konflik (Y4) -0.098 0.500 Nonsignifikan Lingkungan (Y2) Konflik (Y4) 0.384 2.233** Signifikan Sosial (Y3) Konflik (Y4) -0.01 0.061 Nonsignifikan Budaya (X) Ekonomi (Y1) -0.651 7.751*** Signifikan Ekonomi (Y1) Sosial (Y3) 0.437 3.414*** Signifikan Budaya (X) Lingkungan (Y 2) -0.251 1.673* Signifikan Variabel Bebas Variabel Terikat Keterangan: * = signifikan pada α = 0,10 ; ** = signifikan pada α = 0,05 dan***signifikan pada α = 0.01 TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 545 Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman Ekonomi (Y1) 0,361 s Sosial (Y3) -0,295 s 0,100 ns -0,075 ns 0,196 s Budaya (X) Konflik (Y4) 0,265 s 0,476 s Lingkunga n(Y2) Goodness of Fit model : Q 2 = 0,49952 Gambar 2. Koefisien Jalur Pengaruh Langsung dan Hasil Uji Hipotesis (PLS) bahwa konflik peran wanita Bali yang bekerja di sektor publik secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh variabel budaya, dan lingkungan kerja. Variabel budaya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekonomi dan lingkungan kerja, dan variabel ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap sosial. Sementara variabel ekonomi dan sosialberpengaruh negatif terhadap konflik, tetapi tidak signifikan. PEMBAHASAN Pengaruh Budaya terhadap Ekonomi Perempuan Bali Sesuai teori gender yaitu teori nurture menurut EdwardWilson (1975) dalam Sasongko (2009) bahwa peran gender adalah dikonstruk oleh budaya.Artinya perempuan ikut bekerja mencari nafkah karena bekerja bagi orang Bali baik laki-laki maupun perempuan, disamping karena faktor ekonomi juga karena budaya.Karena bekerja bagi orang Bali adalah perbuatan dharma yaitu berbuat baik. Perempuan Bali yang bekerja ikut mencari nafkah mampu meningkatkan ekonomi rumah tangga. Ekonomi yang dilihat dari kontribusi pendapatan istri terhadap pendapatan keluarga juga produktivitas akan makin rendah bila kegiatan-kegiatan nonekonomi, 546 seperti kegiatan adat sebagai cerminan budaya Bali meningkat. Hal ini terjadi karena nilai waktu secara ekonomi berkurang yang berpengaruh terhadap penghasilan dan pekerjaan. Secara otomatis akan semakin kecil kontribusi penghasilan istri terhadap pendapatan keluarga. Padahal, kontribusi pendapatan istri yang tercermin dari peningkatan ekonomi rumah tangga secara tidak langsung mampu meningkatkan status sosial keluarga di samping juga meningkatkan kemampuan dalam ber-yadnya karena semua yadnya yang dilakukan di Bali membutuhkan biaya. Secara ekonomi kondisi ini memang sulit dikatakan sebagai sebuah kemajuan, apalagi dalam meniti karier.Namun, keberadaan tugas-tugas nonekonomi bukan sebuah hal sederhana yang serta merta dapat dikesampingkan untuk sebuah jenjang karier yang lebih tinggi. Dalam hal pengambilan keputusan dalam rumah tangga jika perempuan Bali lebih banyak terlibat dalam pengambilan keputusan, secara tidak langsung sesungguhnya merupakan cerminan mencairnya budaya patriarki. Walaupun mereka akan lebih terbebani, mereka merasa lebih dihargai, dan ke depan peran perempuan akan semakin kuat.Sesuai penelitian Putra Astiti (1995) bahwa 49% perempuan membuat keputusan dan 51% laki-laki, baik dalam rumah tangga JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012 Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali maupun masyarakat. Dan dalam penelitian ini 82,8% responden menyatakan dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Peneliti lain Anwar (1997), Suradisastra (1998) juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peran gender perempuan baik dalam rumah tangga maupun dalam masyarakat luas salah satunya adalah posisi dalam pengambilan keputusan. Anggota rumah tangga (individu-individu) dalam mengalokasikan jam kerja akan bertindak rasional, yaitu memaksimalkan utilitas. Hal ini sesuai dengan teori pilihan rasional menurut Zafirovski, Milan (1998) dan juga (Lutz 1990, dalam Zafirovski,1998) bahwa pilihan rasional dipandang sebagai hasil dari susunan sosial, dan dengan demikian sebagai penciptaan budaya. Demikian juga pendapat dari Franklin Cannon (1998), dan Lily, et al. (2006).Mereka mengemukakan bahwa konflik antara pekerjaan dan keluarga mempengaruhi poduktivitas, profitabilitas. Artinya bila beban dalam keluarga tinggi maka produktivitas akan rendah. Pengaruh Budaya terhadap Lingkungan Kerja Perempuan Bali Hasil penelitianmenunjukkan bahwa budaya kurang mendukung lingkungan kerja. Walaupun demikian, perempuan Bali yang terikat adat dan bekerja di sektor publik, dengan diterapkannya disiplin kerja dan sistem remunerasi di tempat kerja, akan berusaha menyesuaikan diri dengan mengatur waktu dan membuat skala prioritas pekerjaan yang harus diambil sehingga dapat memilih atau mendahulukan pekerjaan di tempat kerja atau kegiatan adat yang jadwalnya bersamaan. Karena bagaimanapun juga, di mana pun juga disipilin kerja seperti disampaikan Moekijat (1994) menitikberatkan pada bantuan pegawai untuk mengembangkan sikap yang baik terhadap pekerjaan. Dalam kaitan dengan perempuan Bali yang bekerja publik (bekerja mencari nafkah), bekerja dari segi ekonomi walaupun bisa juga karena aktualisasi diri, yang jelas mereka pasti berusaha bekerja dengan baik, pintar, dan cerdas dalam mengatur waktu, disiplin, dan mencintai pekerjaannya. Namun, di sisi lain adanya kewajiban-kewajban non ekonomi (adat, agama, dan rumah tangga), yang sering membatasi keterlibatan perempuan Bali di sektor publik. Keadaan seperti ini terutama kegiatan adat dalam budaya Bali, yang merupakan kewajiban bagi setiap warga dapat menghambat aktivitas perempuan di lingkungan kerjanya. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Lily, et al. (2006) bahwa tempat kerja atau lingkungan kerja dan budaya berhubungan dalam masyarakat di mana mereka berada. Pengaruh Ekonomi terhadap Status Sosial Perempuan Bali Perempuan Bali yang bekerja publik dengan etos kerja tinggi, produktivitas akan tinggi, ekonomi keluarga semakin baik karena reward yang diterima meningkat sehingga kontribusi pendapatan istri terhadap pendapatan keluarga juga meningkat yang pada akhirnya meningkatkan pula status sosialnya. Setatus sosial dan perilaku sosial yang lebih baik ditandai dengan perubahan perilaku dalam hal berpakaian, konsumsi, penggunaan alat komunikasi, penggunaan alat transportasi, dan gaya hidup yang cenderung konsumtif, pendidikan yang semakin tinggi, dan perannya cukup besar di tempat kerja. Seperti yang disampaikan Hubert Bonner (1953), A M Chorus (1953) dalam Abu Ahmadi (2007) bahwa tingkah laku individu dalam hubungannya sebagai anggota masyarakat tidak bisa lepas dari hubungan masyarakat. Sehubungan dengan itu, adanya perubahan perilaku hidup sebagai akibat meningkatnya keadaan ekonomi rumah tangga tidak bisa lepas juga dari responden adalah individu dalam hubungannya sebagai anggota masyarakat.Perubahan perilaku hidup adalah sebagai akibat dari meningkatnya kualitas SDM perempuan Bali dalam pembangunan yang mengambil peran sejajar dengan tenaga kerja laki-laki. Hal ini sesuai dengan program pemerintah dan rumusan International Women Conference (IWC) yang ke-4 di Nusa Dua, Provinsi Bali, Indonesia (International- WomenConference) November 2010. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang disampaikan Rachel Silvey (2006) bahwa kemampuan rumah tangga untuk mengatasi kesulitan krisis yang terjadi adalah dengan melibatkan perempuan dan gadis remaja masuk dalam dunia kerja. Dalam kondisi ini mungkin tidak berlebihan bila dikatakan bahwa perempuan merupakan ciptaan Tuhan yang serba bisa karena setiap kewajiban, baik dalam lingkungan sosial maupun rumah tangga membuat perempuan dapat belajar lebih bijak dan TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 547 Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman lebih tegar dalam menjalani kehidupan di setiap aspeknya. Pengaruh Budaya terhadap Konflik Peran Perempuan Bali Adanya aturan yang tertuang dalam awig-awig yang melekat pada kehidupan masyarakat Bali merupakan pengikat yang harus dipatuhi dalam setiap jenjang kehidupan di Bali. Keketatan awig-awig akan menciptakan intensitas kegiatan adat yang akan dapat menimbulkan konflik bagi perempuan Bali yang bekerja di sektor publik. Awig-awig ini merupakan kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap krama (anggota masyarakat), tanpa memandang status jabatan dan pekerjaan.Pilihan yang dihadapi adalah apakah mengorbankan pekerjaan publik yang menghasilkan uang demi pekerjaan domestik (rumah tangga, adat, dan agama), yang bisa dikatakan pekerjaan nonekonomi yang tidak menghasilakan uang. Pilihan ini seperti dua sisi mata uang logam yang saling berdampingan karena merupakan sebuah keputusan yang berat untuk mengorbankan salah satunya. Mengorbankan adat akan berhadapan dengan sanksi adat yang bersifat sosial. Melalaikan pekerjaan publik akan kehilangan nafkah.Sesuai dengan yang disampaikan Henley (1985), dan Endang (2004) bahwa gender adalah merupakan rekayasa sosial dan tidak bersifat universal yang didasarkan pada pembedaan nilainilai menentukan peran perempuan.Hal ini senada dengan teori gender yaitu teori nurture, fungsionalis dan equilibrium menurut Edward Wilson (1975) dalam Sasongko (2009).Berdasarkan teori gender tersebut maka parempuan bisa diterima masuk ke pasar kerja walaupun dapat menimbulkan konflik peran. Terjadinya konflik antara urusan domestik dengan pekerjaan sesuai dengan temuanSusanna Lo etal. (2003), Nini Yang, et al. (2000) bahwa konflik pekerjaan dan keluarga merupakan problem signifikan bagi banyak perempuan profesional yang telah menikah, namun menangkal temuan Thompson et al (1999) bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara budaya keluarga, pekerjaan, dan konflik pekerjaan.Bahwa budaya bekerja suportif menghasilkan level konflik bekerja yang lebih rendah. Hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan Endang (2004), Realyta (2007), bahwa budaya di 548 masing-masing daerah sangat berpengaruh terhadap peran gender. Penelitian lain yang senada dengan hasil penelitian ini, yakni intensitas kegiatan adat dalam budaya Bali bisa memunculkan konflik peran adalah penelitian yang dilakukan DeMeulenaere, S. & Lietaer, B. (2003), Geertz (1980) bahwa kegiatan banjar dan pentingnya waktu berkumpul dan saling bertemu dalam sebuah banjar bisa juga mencerminkan sisi negatif: bentuk hukuman yang terberat yang dilakukan oleh banjar bukan dalam bentuk denda uang, melainkan pengasingan, yaitu mengasingkan seseorang yang menolak tiga kali secara berturut turut untuk mematuhi keputusan masyarakat. ”Sampai hari ini orang Bali masih mengatakan bahwa untuk meninggalkan krama (komunitas banjar) adalah hanya untuk berbaring dan mati”. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Konflik Peran Perempuan Bali Semakin ketat penetapan reward, semakin berat kondisi di tempat kerja akan menyebabkan semakin tinggi konflik peran perempuan karena akan semakin cemas bagi yang bersangkutan bila tidak bisa mengerjakan pekerjaan domestik (adat, agama, dan rumah tangga). Penerapan sistem reward dan punishment akan mempengaruhi prestasi kerja. Sehubungan dengan itu, mereka akan memilih tingkat kinerja yang lebih tinggi dengan harapan mendapat kompensasi yang lebih besar (Henry, 2006). Fenomena ini sesuai dengan pendapat O’Neilet al. (1995), dan Wiersma (1990) yang menyatakan bahwa kondisi kerja/lingkungan kerja, tempat kerja, dan budaya keluarga berhubungan dalam masyarakat di mana mereka berada. Schultz & Schultz (1994) juga mengungkapkan bahwa perempuan memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout (kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terjadi karena stres yang diderita dalam jangka waktu yang lama). Hal itu senada dengan pendapat Kulik dan Faisal (2006) bahwa banyak profesional perempuan menikah merasa tidak bebas melaksanakan tugas di tempat kerja. Di samping itu prasyarat untuk promosi dan pertumbuhan karier juga terhambat. Guna meminimalkan konflik peran perempuan Bali diperlukan regulasi perusahaan atau unit kerja JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012 Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali yang mengadopsi kearifan lokal yang berlaku di mana perusahaan atau unit kerja itu berada. Bali ke depan mungkin menjadi pulau yang tidak lagi menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan bila kearifan lokalnya tergerus atau lenyap seiring dengan meredupnya budaya Bali. Bali menarik bukan semata-mata karena keindahan alamnya, melainkan karena budayanya yang ditopang oleh krama istri dan lanang sebagai subjek dan motor penggerak budaya. Kunjungan wisatawan ke Bali yang meningkat sepanjang tahun disebabkan oleh lestarinya budaya Bali.Hal itu berdampak positif terhadap perusahaan atau unit kerja khususnya perusahaan jasa yang bergerak dalam sektor hotel dan restoran.Kondisi ini memberikan hubungan kuat terhadap sektor lainnya, di mana di dalamnya perempuan Bali ikut mengambil bagian dalam kesempatan yang timbul dari sektor pariwisata yang menjadi tameng perekonomian Bali. Keadaan ini menjadi sebuah tolok ukur perempuan Bali untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai aspek pembangunan sesuai dengan Instruksi Presiden No.9/ 2000 tentang Penerapan Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional. Pengaruh Ekonomi terhadap Konflik Peran Perempuan Bali Meningkatnya kebutuhan dalam hidup memaksa setiap orang melakukan berbagai hal untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari hasil analisis dalam penelitian ini diketahui bahwa dengan ikutnya perempuan bekerja mencari nafkah, otomatis meningkatkan kondisi ekonomi, ternyata mampu menekan konflik peran yang dihadapi. Dugaan bahwa dengan semakin terlibatnya perempuan mencari nafkah, akan semakin susah mengatur waktu untuk kegiatan domestik (adat, agama, dan rumah tangga), ternyata tidak terjadi. Dalam kenyataannya meningkatnya ekonomi dengan berkontribusinya istri ikut mencari nafkah dapat menekan konflik. Kendatipun waktu untuk kegiatan domestik berkurang, namun dengan bekerja dan memperoleh penghasilan mampu melakukan kompensasi terhadap halhal yang menjadi kewajiban perempuan di sektor domestik. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Putra Astiti (1989) bahwa sumbangan peran perempuan Bali dalam menunjang ekonomi keluarga adalah 46,5%, sedangkan laki-laki 53,5%. Tingginya keadaan ekonomi dapat dimanfaatkan untuk mengganti kegiatan di sektor domestik atau rumah tangga melalui pengeluaran biaya untuk keperluan rumah tangga, misalnya membeli makanan untuk dikonsumsi seharihari tanpa harus memasak dan membayar pembantu rumah tangga.Demikian pula dalam hal kegiatan adat dapat berpartisipasi yang berbentuk pemberian sumbangan dari pendapatan yang diperoleh di sektor publik. Pada prinsipnya kegiatan adat di Bali berlandaskan gotong royong. Artinya pada setiap anggota masyarakat adat (banjar) terbangun rasa kebersamaan, saling menolong, dan saling berempati terutama dalam keadaan duka. Setiap anggota banjar akan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan adat, baik dalam bentuk tenaga kerja maupun materi. Sesuai dengan hasil penelitian DeMeulenaere, S. & Lietaer, B.(2003), yaitu pendekatan Sistem Alat Tukar Ganda memberikan pandangan bahwa struktur banjar mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel untuk memobilisasi sumber daya lokal. Hasil penelitian ini juga senada dengan hasil penelitian Endang (2004), bahwa keterlibatan perempuan dalam menambah penghasilan rumah tangga dipengaruhi oleh banyak faktor. Bila dilihat peran perempuan secara ekonomi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi pekerja perempuan tidak hanya sebagai penyumbang pendapatan rumah tangganya, tetapi lebih jauh adalah pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial di tempat mereka bekerja. Hasil penelitian Lori et al. (2004) menyatakan bahwa keberhasilan di tempat kerja mungkin dapat ’spill over’ ke rumah, menguntungkan hubungan keluarga dan mempengaruhi sikap umum individual terhadap kehidupan. Sehubungan dengan itu dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini senada karena ternyata dari satu domain justru menularkan domain lain, dapat spill over ke rumah dari tempat kerja, yang dapat dikatakan memberikan pengaruh positif. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa dengan bekerja dapat menekan konflik, yang dapat diartikan juga kearah positif. Sesuai teori konflik dari Marx Weber (dalam Moore, 1996) dan Marx (dalam Deliarnov, 2005) bahwa konflik peran merupakan fenomena manusia yang dinamis. Melalui proses dialektika tesis dan TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 549 Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman antithesis dari setiap konflik akan muncul perubahan. Marx berpendapat bagaimana konflik diganti dengan harmoni atau keselarasan etis, social, dan ekonomi. Hal ini juga sesuai dengan teori fungsionalis dan teori equilibrium tentang gender dari Edward Wilson (1975) dalam Sasongko (2009). Bila dikaitkan dengan konflik waktu bagi perempuan Bali yang bekerja di sektor publik, bagaimana waktu dikelola sedemikian rupa sehingga terjadi keselarasan antara penggunaan waktu untuk satu kegiatan ekonomi yang menghasilkan uang, dengan kegiatan lain yaitu kegiatan non ekonomi yang tidak menghasilkan uang, namun merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pengaruh Sosial terhadap Konflik Peran Perempuan Bali Status sosial seseorang bisa tercermin dari pendidikan, cara berpikir.dan perilaku hidup yang bersangkutan. Semakin tinggi pendidikan, bila yang bersangkutan bekerja, secara logika akan semakin tinggi peluangnya menjabat, berkarier, sibuk sehingga diduga akan semakin tinggi pula derajat konflik yang dialami. Sesuai dengan pendapat Golf and Mount (1991), bahwa status sosial ekonomi seseorang akan dapat mempengaruhi kualitas kehidupan keluarga. Demikian kualitas kehidupan kerja (QWL) dan kualitas kehidupan keluarga (QFL) akan dapat mempengaruhi konflik antara keluarga dan pekerjaan serta konsekuensi negatif yang terjadi karenanya. Namun, dalam kenyataannya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status sosial dapat menekan konflik peran perempuan Bali. Hal ini mengindikasikan bahwa logika diatas, yaitu semakin tinggi pendidikan perempuan akan menyebabkan semakin aktif dan semakin berat bebannya di tempat kerja, misalnya yang bersangkutan menjabat akan menyebabkan semakin tinggi konflk ternyata tidak terbukti benar. Todaro (2006) mengemukakan bahwa dalam teori pertumbuhan ekonomi neoklasik tradisional, pertumbuhan output bersumber dari kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja melalui pertambahan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan. Ini berarti bahwa pendidikan sangat berpengaruh di samping dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara personal juga mampu menekan konflik.Sehingga hasil penelitian ini dapat dikatakan mendukung teori Todaro, bahwa kualitas SDM dapat menekan konflik peran. 550 Apalagi adanya dukungan suami, keluarga, dan berubahnya sikap/peran laki-laki sebagai akibat berperannya perempuan dalam ekonomi keluarga merupakan hal yang sangat mendukung memperkecil derajat konflik. Adanya pengaruh budaya dan adat istiadat terhadap perempuan bekerja merupakan hal yang sesuai dengan pernyataan Muthaliin (2000), bahwa gender tidak bersifat universal dan memiliki identitas berbedabeda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama etnik, adatistiadat, golongan, faktor sejarah, waktu dan tempat, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara hasil penelitian lain mengatakan bahwa lingkungan sosial meningkatkan konflik adalah penelitian Homer (dalam Nauly, 2003), bahwa dalam diri perempuan terdapat ketakutan untuk sukses (fear of success). Hal ini timbul karena adanya konsekuensikonsekuensi negatif sehubungan dengan keberhasilan perempuan, antara lain penolakan lingkungan dan kehilangan femininitas. Hal-hal inilah yang merupakan kendala dari masyarakat terhadap perkembangan karier perempuan. Perubahan Perilaku Perempuan Bali yang Bekerja di Sektor Publik Hasil wawancara mendalam baik dengan responden maupun dengan informan diperoleh hasil bahwa perempuan Bali yang bekerja di sektor publik telah mengalami perubahan perilaku hidup. Perempuan Bali yang bekerja dengan etos kerja tinggi akan diikuti oleh kontribusi pendapatan istri terhadap pendapatan keluarga juga meningkat yang pada akhirnya dapat meningkatkan status sosialnya. Perubahan ini sebagai akibat dari meningkatnya kualitas SDM perempuan Bali dalam pembangunan yang mengambil peran sejajar dengan tenaga kerja laki-laki sesuai dengan Instruksi Presiden No.9/2000 tentang Penerapan Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional. Instruksi presiden itu mewajibkan semua kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota untuk melaksanakan strategi PUG dalam proses perencanaan pembangunan. Program pemerintah ini sangat mendukung pemberdayaan perempuan Bali dalam meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai pelaku pembangunan yang berdampak pada peningkatan status sosialnya. JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012 Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Nonekonomi Perempuan Bali Keberhasilan program pemerintah ini dapat dilihat pada terbukanya akses untuk perempuan Bali dalam mengenyam pendidikan dan bekerja pada semua lini pembangunan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Konflik peran wanita Bali yang bekerja di sektor publik secara signifikan dipengaruhi oleh faktor budaya dan lingkungan kerja, faktor budaya juga berpengaruh signifikan terhadap faktor ekonomi dan lingkungan kerja, dan faktor ekonomi berpengaruh signifikan terhadap faktor sosial. Sementara ekonomi dan sosial berpengaruh negatif terhadap konflik tetapi secara statistik tidak signifikan. Perilaku perempuan Bali yang bekerja di sektor publik adalah mereka mengorbankan kegiatan rutinnya di tempat kerja untuk berpartisipasi pada kegiatan adat terutama dalam upacara kematian di lingkungan banjar-nya. Saran Dalam hal mengatasi konflik peran perempuan Bali hendaknya ada fleksibilitas terhadap aturanaturan adat, neningkatkan pendapatannya dari bekerja di sektor publik. Kualitas SDM terus-menerus ditingkatkan Pemangku kepentingan (stake holder) harus mempertimbangkan faktor budaya (khususnya yang berkaitan dengan aktivitas adat), dalam merencanakan dan melaksanakan program kesetaraan gender. Di pihak lain budaya sebagai leading sektor pariwisata harus tetap dikembangkan. DAFTAR RUJUKAN Abu, A. 2007. Psikologi Sosial. Edisi Revisi Jakarta: Rineka Cipta Anwar, A. 1997. ”Masalah Sumber Daya Modal Manusia (Human Capital) Khususnya dalam Mengatasi Kesenjangan Gender dan Kebijaksanaan Pemerataan Ekonomi”. Unpublish. Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian, Edisis Revisi, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Bhagawad, G. 1972. The Bhaktivedanta Book Trust International. Inc.DeMeulenaere, S. & Lietaer, B. 2003" Sustaining Cultural Vitality in a Globalizing World: The Balinese Example”.International Journal of Social Economics. Vol. 30 No. 9. Deliarnov. 2005. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada. Endang, L.H. 2004. Hambatan Sosial Budaya dalam Pengarusutamaan Gender di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Icaserd Working Paper No.50. Franklin, C.D. 1998. ”Better Understanding of Impact of Work Interferences on Organizational Commitment. Marriage and Family Review.28, 153–166. GaryBecker, S. 1976. The Economic Approach to Human Behaviour. The University of Chicago Press. Geertz, C. 1980.Negara: the Theater State in Nineteenth Century Bali. Princeton: Princeton University Press. Ghozali, I. 2008. Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang. Goff, S.J., & Mount, M.K. 1991. ”Employer Supported Child Care, Work/Family Conflict, and Absenteeism: A Field Study”. Personnel Psychology, 44. 793– 809. Henley, N.M. 1985. ”Psychology and Gender”, Signs: Journal of Women in Culture and Society. Vol. 11. pp. 1100–29. Henry, S. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi III. Yogyakarta: STIE YKPN. Kulik, L., dan Faisal, R. 2006. Relationship between Dual Earner Spouse, Strategies for Coping with h HomeWork Demand and Emotional Wellbeing. Community, Work, and Family. Volume 9. No. 4. pp:457–477. Lilly, J.D., and Jo, A.D. 2006. A Gender-Sensitive Study of Mcclelland’s Needs, Stress And Turnover Intent With Work-Famili Conflict. Women in Management Review. Volume 21. No. 8. pp: 662–680. Lori, L., Wadsworth, Bradley, P.O. 2004. The Effect of Social Support on Work-Family Enhancement and WorkFamily Confict In Public Sector, Essay Work Motivation and The Work Place. Moore, Helen, A. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT Rineka Cipta. Muekijat. 1994. Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Bandung: CV Mandar Maju. Muthaliin, A. 2000. Bias Gender dalam Pendidikan. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press. Nauly, M. 2003, Konflik Peran Gender pada Pria: Teori dan Pendekatan Empirik, Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas SUMUT. Nicholson, W. 2001. Mikrokonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi 8. Jakarta: Erlangga. TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 551 Ida Ayu Nyoman Saskara, Pudjihardjo, Ghozali Maskie dan Agus Suman Nini, Y., Chao, C., Chen, J.C., Yimin. 2000. ” Source of WorkFamily Conflict: a Sino US Comparation of the Effect of Work and Family Demand”. Academic Management Journal. Volume 43. No. 1. 113–123. O’Neil, J.M., Brook, and Gary, B. 1995. Men in Families: Old Constraints, New Possibilities dalam Levant &Pollack (ed). A New Psychology of Man. Basic Books. Putra, A. 1989. ”Perubahan Ekonomi Rumah Tangga dan Status Sosial Wanita dalam Masyarakat Bali yang Patrilinial”. Pusat Studi Wanita Unud. Putra, A. 1995. ”Peranan Wanita dalam Pembangunan”. Hasil Penelitian Universitas Udayana Bekerja Sama dengan Bappeda Tingkat I Bali. Rachel, S. 2006. Gender, Socio-spatial Nertwork, and Rural Non-Farm Work Among Migrants in West Java. Realyta, S. 2007. ” FearSuccess Wanita Bekerja pada Etnis Melayu”. Thesis S-2 Universitas Sumatra Utara. Sakernas.2010. Survei Ketenagakerjaan Nasional. BPS dan BAPPEDA. Sasongko, S.S. 2009. Konsep dan Teori Gender.Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan. BKKBN. Sirtha, I.N. 2004. Bali Heritage Trust sebagai Lembaga Pelestarian Warisan Budaya Bali yang Berbasis Desa Adat. Sunasri, A A. 2003.”Konflik Peran Wanita Bekerja, di Desa Pemecutan Kaja Kota Denpasar”.Tesis Program Kajian Budaya Universitas Udayana Denpasar. 552 Suradisastra, K. 1998. ”Perspektif Keterlibatan Wanita di Sektor Pertanian”. Forum Penelitian Agro Ekonomi. FAE. Vol 16. No. 2. Susanna, L., Raymond, S., dan Catherine, W.Ng. 2003. ”Work-Family Conflict and Coping Strategy Adopted by Female Married Professional in Hong Kong”. Journal of Business and Psychologi. Volume 18, No. 4, pp: 182–190. Schultz, D.P., Schultz, S.E. 1994. Psychology and Work Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. (6th Ed.).New York: MacMillan Publishing Company. Todaro, M.P. 2006. Pembangunan Ekonomi I. Edisi Kelima. Jakarta: PT Bumi Aksara. Thompson, C.A., Beauvais, L.L., & Lyness, K.S. 1999. ”When Work Family Benefits are Not Enough: The Influence of Work-Family Culture on Benefit Utilization, Organizational Attachment, and Work-Family Conflict”. Journal of Vocational Behavior. 54. 392– 415 Wiersma. U.J. 1990. ”Gender Differences in Job Attribute Preference: Work-Home Role Conflict and Job Level as Mediating Variables”. Journal of Occupational Psychology. 63. 231–243. Zafirovski, M. 1998. Socio Economic and Rational Choice Theory-Specification of Their Relation. Journal of Socio Economics, Volume 27, No. 2, pp: 165 –205. JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012