PROSES PENGOLAHAN SUSU MENJADI YOGHURT Celly H . Sirait Balai Penelitian Ternak, PENDAHULUAN Untuk memenuhi standar kecukupan gizi, maka dalam Widyakarya Pangan dan Gizi Tahun 1983 telah ditargetkan kebutuhan protein hewani asal ternak sebanyak 4 gram/kapita/hari . Dengan mempertimbangkan produksi hasil ternak, maka kebutuhan tersebut disesuaikan dengan setara konsumsi daging 6,5 kg, telur 4,2 kg dan susu 3,0 kg/kapita/tahun . Ternyata kebutuhan tersebut baru tercapai kira-kira 45%. Keadaan ini sebenarnya dapat menjadi tantangan positif bagi peternak untuk lebih berusaha meningkatkan produksinya . Namun dalam kenyataannya, walaupun produksi hasil ternak masih jauh dari target kebutuhan, tidaklah merupakan jaminan bahwa peningkatan produksi akan secara langsung terserap oleh konsumen . Kejadian susu "dibuang" adalah merupakan suatu kasus yang menggambarkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kelancaran penyampai an susu ke konsumen dengan baik . Sebab susu yang bernilai gizi tinggi dan mahal harganya itu, juga mempunyai sifat mudah rusak (highly perishable) dan menjadi tidak bernilai sama sekali, jika susu tersebut mengalami kerusakan . Dari laporan koperasi susu diungkapkan bahwa angka kerusakan susu masih tinggi, yaitu sekitar 5 - 12% (1) . Hal ini sering terjadi karena susu segar tersebut tidak dapat terjual semua dalam waktu yang tepat. Sebagai contoh dapat dikemukakan data pada Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) di Pangalengan bahwa selama enam bulan pertama tahun 1983, ada 36 .825 liter susu yang tidak terjual, atau kira-kira 200 liter per hari (1 ) . Dari sini dapat dilihat, berapa rupiah kerugian koperasi setiap harinya. Oleh karena itu, keadaan ini perlu mendapat perhatian yang serius, sebab kuranglah berarti segala usaha yang diberikan untuk peningkatan produksi, kalau dalam pemanfaatan hasilnya tidak dilaksanakan secara maksimal dan baik . Pada akhirnya, peternak jugalah yang menanggung risikonya. Untuk itu, pengolahan-pengolahan susu Bogor yang sederhana dan mudah dilakukan, serta produknya disukai, perlu dicari dan dikembangkan . Pengolahan susu menjadi yoghurt sudah lama dikenal di Indonesia, hanya saja masih berkisar pada lingkungan masyarakat kota . Dalam hal ini bukannya masyarakat desa tidak menyukainya, tapi lebih tepat bila dikatakan belum mengenalnya, sebab di beberapa daerah ada juga susu olahan tradisional yang rasanya hampir sama dengan yoghurt, seperti dadih dari Sumatra Barat. Oleh sebab itu, pengolahan susu menjadi yoghurt perlu dikembangkan . Di samping sebagai salah satu usaha pemanfaatan susu yang tidak terjual, juga sebagai usaha perbaikan gizi masyarakat, karena mereka dapat mengonsumsi salah satu makanan hasil olahan susu . Apalagi bila dihubungkan dengan pola konsumsi suatu masyarakat desa yang kurang suka minum susu segar, tapi lebih suka mengonsumsi susu olahan . APA YANG DISEBUT YOGHURT Salah satu cara pengawetan susu yang tertua adalah dengarl jalan mengasamkan melalui proses fermentasi, di ahtaranya adalah pembuatan yog hurt . Prinsip pembuatan yoghurt adalah : susu difermentasi dengan menggunakan biakan campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, sehingga menghasilkan konsistensi menyerupai "pudding" (8) . Kata yoghurt berasal dari "yugurt" dalam bahasa Turki . Namun nama produk ini sangat bervariasi di beberapa negara, antara lain "leben" di Mesir, "lebeny" di Syria, "dadhi" di India dan "mazum" di Amerika (5) . Yoghurt merupakan makanan dan minuman tradisional yang penting di negara-negara Balkan dan Timur Tengah dan juga sudah lama dikenal di Eropa Selatan, Asia Selatan, Mesir dan di sekitar Mediteran. Yoghurt bermanfaat bagi orang yang tidak tahan terhadap gula susu (lactose), yang dikenal sebagai penderita "lactose intolerance" . CELL Y H . SIRAIT: Proses pengolahan susu Karena pada proses pembuatan yoghurt dapat menurunkan seperempat kadar gula susu yang ada, maka bagi orang yang menderita "lactose intolerance", dapat mengonsumsi yoghurt sebagai sumber bahan makanan yang bergizi (10) . Di Eropa, produksi yoghurt secara komersial meningkat, apalagi setelah Meschihoff mengatakan dalam bukunya : "The Prolongation of Life", bahwa yoghurt berperan dalam memperpanjang hidup orang-orang dari suku bangsa Bulgaria (3) . Pendapat ini mungkin kurang tepat, tetapi dapat dikatakan, dengan minum yoghurt bisa meningkatkan kesehatan, karena susu memiliki nilai gizi yang tinggi . Di samping itu, juga karena bakteri-bakteri yoghurt yang masuk ke dalam usus setelah mengonsumsi yoghurt akan menyelimuti dinding usus, sehingga dinding usus menjadi asam dan kondisi ini menyebabkan mikroba-mikroba patogen tidak dapat menyerang (6). PROSES PEMBUATAN YOGHURT Proses pembuatan yoghurt sangat bervariasi, tapi pada dasarnya sama, yaitu memfermentasi susu dengan menggunakan biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Secara skematis proses pembuatan yoghurt dapat dilihat pada Gambar 1 . SUSU FUNGSI BIAKAN (STARTER) INOKULASI BIAKAN MASUKKAN DALAM CUP YOGHURT Susu yang akan difermentasi dipanaskan terlebih dulu dan pemanasan ini sangat bervariasi, baik dalam penggunaan susu maupun lama pema nasannya . Tapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan yoghurt. Selain itu, pemanasan susu sebelum dibuat yoghurt juga bertujuan untuk mengurangi airnya, sehingga akan diperoleh yoghurt yang lebih padat (5) . Menurut Foster (5), pemanasan susu dilakukan sampai 85 0 - 90 0 C selama 10 - 15 menit, atau 80 0 - 85 0 C selama 15 - 20 menit, ke mudian didinginkan sampai 48°C, selanjutnya diinokulasi biakan ("starter") sebanyak 2 - 3 persen dan diinkubasikan pada suhu 45 0 C sampai keasaman mencapai 0,85 - 0,90 persen asam laktat . Menurut Dewipadma (4), mula-mula susu dipanaskan pada api yang kecil sampai volumenya menjadi 2/3 atau 1/2 dari volume semula, kemudi an didinginkan sampai suhu 45 ° C dan selanjutnya diinokulasi starter sebanyak 2 - 5 persen . Lalu diinkubasikan pada suhu 45 0 C selama 4 - 6 jam, sampai keasaman mencapai 0,7 - 1,0 persen asam laktat . Secara tradisional, yoghurt dibuat dari susu yang dipanaskan pada suhu tinggi selama beberapa waktu untuk menguapkan sebagian kandung an airnya sampai 1/3 bagian dari volume asal, namun sekarang proses penguapan dapat dilakukan pada suhu rendah dalam keadaan vakum. 14 INKUBASI Gambar 1 . Skema proses pembuatan yoghurt. Biakan (starter) yang digunakan dalam pembuatan yoghurt berfungsi antara lain sebagai bahan pengawet ("preservative") . Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktose, menyebabkan pertumbuhan beberapa spesies bakteri tercegah, khususnya bakteri putrefaktif, karena bakteri ini kurang toleran terhadap asam . Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah laktose dan kasein . Laktose digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama pertumbuhan biakan yoghurt dan pada prosesnya menghasilkan asam laktat . Dengan terbentuknya asam laktat ini, keasaman susu akan meningkat atau pH menurun. Kasein yang merupakan bagian protein yang terbanyak dalam susu mempunyai sifat sangat peka terhadap perubahan keasaman/pH, sehingga dengan menurunnya pH susu sampai t 4,6, akan menyebab- WARTAZOA Vol. 1 No. 4, Juli 1984 kan kasein tidak stabil dan terkoagulasi dan padatan tersebutlah yang disebut yoghurt (6) . Pada Gambar 2 dapat dilihat skema pembentukan asam laktat dari laktose . Laktose mula-mula dihidrolisis oleh biakan menjadi glukose dan galaktose atau galaktose -6- fosfat . Selanjutnya melalui rantai glikolisis, glukose diubah menjadi asam laktat (5) . LAKTOSE GLUKOSE dan GALAKTOSE GLUKOSE dan GALAKTOSE-6-FOSFAT GLUKOSE GLIKOLISIS ASAM FORMAT HCOOH Gambar 2. Skema pembuatan asam laktat dari laktose oleh biakan yoghurt menurut Foster (5) . Penggumpalan kasein mulai terjadi pada saat konsentrasi ion hidrogen dalam susu mendekati titik isolistrik protein akibat dari terbentuknya asam, dan pada saat titik isolistrik tercapai, yaitu pada pH t 4,7 (37 1C) akan terjadi penggumpalan sempurna, yang pada saat itu, kasein mempunyai muatan listrik nol (9) . Keaktifan dari biakan yoghurt sangat dipengaruhi oleh suhu inkubasi dan pH sekitarnya . Menurut Pederson (7), suhu optimum untuk pertumbuh an L. bulgaricus adalah 45 0C sedangkan S. thermophilus pada suhu 37°C. L. bulgaricus merupakan bakteri yang bersifat asidurat atau mempunyai kondisi yang agak asam (pH 5,5) untuk pertum- buhan optimumnya, sedang S. thermophilus menyukai kondisi pH lebih tinggi yaitu 6,5 (1 ; 4) . Oleh karena itu, pada saat biakan diinokulasikan ke dalam susu, S. thermophilus mula-mula tumbuh dengan cepat, kemudian pada saat pH susu turun karena terbentuknya asam laktat, L. bulgaricus tumbuh dengan baik (7). Interaksi antara kedua bakteri dalam biakan yoghurt bersifat saling menguntungkan (mutualisme) . Kedua bakteri tersebut akan saling mensti mulir sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan jika masing-masing bakteri hidup sendiri-sendiri dalam susu. Pada saat fermentasi berlangsung, L. bulgaricus melepaskan asam-asam amino, antara lain valin, histidin dan glisin yang diperlukan oleh S. thermophilus untuk dapat menstimulir pertumbuhannya . Sebaliknya S. thermophilus membantu menurunkan pH dan menghasilkan asam format yang dapat menstimulir pertumbuhan L. bulgaricus (5, 6, 8) . Sifat "flavor" yoghurt ditimbulkan oleh asam laktat yang khas, sedangkan pada proses fermentasinya, L. bulgaricus menghasilkan asam laktat dan zat-zat volatil lainnya . Oleh karena itu, perlu diawasi keaktifan bakteri dalam menghasilkan zatzat tersebut sesuai dengan yang diinginkan, sebab bila biakan tidak aktif, maka bakteri lain dapat tumbuh sehingga mengakibatkan "flavor" yang kurang enak (menyimpang) . Untuk menghasilkan yoghurt dengan bentuk dan flavor yang baik, perlu diperhatikan perbandingan antara kedua biakan yang ditambahkan . Menurut Campbell dan Marshall (2), perbandingan antara L. bulgaricus dan S. thermophilus yang dapat menghasilkan yoghurt dengan bentuk dan flavor yang baik adalah dari 1 : 1 sampai 1 : 3 . Di samping itu, piprlu juga diperhatikan suhu dan lama inkubasi, kebersihan selama penanganan, dan jenis susu yang digunakan . DAFTAR PUSTAKA 1 . Anonymous . 1982. Ringkasan Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) . Pangalengan . 2 . Campbell, J .R . dan R.T. Marshall . 1975. The Science of Providing Milk for Man . McGraw - Hill Book Company, New York . 3. Davis, J .G. 1975. The Microbiology of Yoghurt Lactic Acid Bacteria in Beverages and Food . eds . J .G. Carr, C .V. Cutting dan G.C . Whiting, Academic Press Inc ., London. CELLYH . SIRAIT: Prosespengolahansusu 4 . Dewipadma, J .K . 1978 . Pekerjaan Laboratorium . Mikrobiologi Pangan . Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Meka nisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 5 . Foster . 1957 . Dairy Microbiology . Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey . Halferich, W. dan D . Westhoff . 1980 . All 6. About Yoghurt. Prentice - Hall Inc ., Englewood Cliffs, New Jersey . Pederson, 7. C.F . 1971 . Microbiology of Food Fermentation . The Avi Publishing Company Inc., West Part, Connecticut. 8 . Tamime, A.Y . dan H.C . Deeth . 1979 . Yoghurt. Technology and Biochemistry . Journal of Food Protection 43 (12) : 939-977 . 9 . Van Slyke, L.L . dan W.V . Price . 1949 . Cheese . Orange Judd Publishing Company Inc., New York . 10 . Winarno, F.G . 1980 . Gula Susu dan "Lactose Intolerance" . Harian Kompas, 27 Juli .