1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gagal ginjal dikelompokkan dalam 2 kategori besar: (1) gagal ginjal akut, dimana seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba terganggu namun akhirnya dapat membaik kembali seperti sedia kala, dan (2) gagal ginjal kronik, yang dikenal juga dengan CKD (Chronic Kidney Disease), dimana ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu persatu yang secara bertahap sampai seluruh fungsi ginjalnya menurun/rusak (Price dan Wilson, 2006). Pasien yang mengalami CKD stadium 5/ESRD (End Stage Renal Disease)/ penyakit ginjal tahap akhir/gagal ginjal terminal (GGT) memerlukan terapi pengganti ginjal, yang dikenal juga dengan istilah RRT (Renal Replacement Therapy) salah satunya yaitu hemodialisis (HD), dimana saat ini jumlah pasien yang memerlukan hemodialisis semakin hari jumlahnya semakin meningkat dan tentunya memerlukan biaya pengobatan yang tidak sedikit jumlahnya. Berdasarkan data BadanKesehatanDunia/World Health Organization (WHO), dikatakan di seluruh dunia, jumlah orang yang menerima terapi pengganti ginjal/ RRT diperkirakan lebih dari 1,4 juta, dengan kejadian insiden sekitar 8% per tahunnya (Sarah et al, 2008). Menurut Laporan Data Tahunan Sistem Data Ginjal Amerika Serikat yang terbaru, bahwa lebih dari 660.000 orang Amerika dirawat karena gagal ginjal, juga disebut ESRD. Dari jumlah tersebut, 468.000 adalah pasien hemodialisis dan lebih dari 193.000 pasien transplantasi ginjal. Pada tahun 2013, kasus baru yang dilaporkan gagal ginjal terjadi pada sekitar 117.000 orang Amerika. Ada sekitar 6.479 fasilitas dialisis di AS. Fasilitas hemodialisis tersebut, sekitar 617 yang berbasis rumah sakit. Biaya kesehatan tahunan untuk mengobati gagal ginjal di AS adalah sekitar USD 31 milyar. Lebih dari 89.000 orang dengan penyakit gagal ginjal tahap akhir meninggal setiap tahun (USRDS, 2016). Menurut penelitian Rajnish Mehrotra et al. 2013, menyatakan bahwa di seluruh dunia, telah terjadi peningkatan 165% dalam perawatan hemodialisis 1 2 untuk ESRD selama dua decade terakhir. Prevalensi global pengobatan ESRD dengan dialisis untuk negara-negara dengan akses hemodialisis yang universal meningkat 134% setelah disesuaikan untuk pertumbuhan populasi dan penuaan (145% pada wanita vs 123% pada pria). Untuk negara-negara yang populasinya tidak memiliki akses hemodialisis universal, prevalensi meningkat 102% (116% untuk perempuan vs 90% untuk laki-laki). Lima wilayah dunia tidak mengalami peningkatan yang substansial dalam prevalensi dialisis termasuk Oceania, Asia Selatan, Sub-Sahara, Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin. Temuan menunjukkan bahwa pertumbuhan yang signifikan dalam terapi dialysis mencolok dari proporsi pertumbuhan penduduk mayoritas di dunia. "Hal ini menekankan perlunya deteksi dini penyakit ginjal kronis dan pengobatan dengan menargetkan pada pencegahan ESRD, sehingga prevalensinya tidak semakin meningkat.” Sedangkan di Indonesia, data yang dihimpun oleh Indonesia Renal Registry menyatakan bahwa pada tahun 2014 ada 17.193 pasien barudan11.689 pasien yang aktif hemodialisis, dengan jumlah total HD rutin 711.986. Jumlah mesin hemodialisis yang tersedia pada tahun 2014 adalah 5.699 dengan jumlah renal unit 358 baik di rumah sakit ataupun klinik HD. Gambar 1. Pasien Baru dan Pasien Aktif di Indonesia dari tahun 2007 - 2014 2 3 Gambar 2. Jumlah Tindakan HD di Indonesia Dari Tahun 2007 – 2014 Gambar 3. Jumlah Mesin HD Setiap Korwil Berdasarkan Database Vendor Tahun 2014 Sedangkan mengenai besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang pasien yang menjalani hemodialisis adalah di AS sekitar$ 48milyar per tahun. Biaya ini merupakan 6,7% dari total anggaran medicare. Di Cina diperlukan biaya US $ 558 milyar per tahun. Di Uruguay, biaya tahunan dialisis sekitar US $ 23 juta, yang mewakili 30% dari anggaran Dana Sumber Daya Nasional untuk 3 4 kesehatan. Di Inggris, menurut sebuah laporan terbaru yang diterbitkan olehNHS (National Health System) Perawatan Ginjal, biaya terapi penyakit ginjal kronik lebih besar daripada biaya untuk menangani pasien kanker payudara, paru-paru, usus besar, dan kanker kulit. Di Australia, diperlukan biaya pengobatan sekitar $ 12 miliar (World Kidney Day, 2015). Di Indonesia, pemerintah dengan sistem JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang dikelola oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), dan tertuang didalam Peraturan Menteri Kesahatan No.59 tahun2014, maka biaya yang diperlukan oleh seorang pasien yang di HD dengan frekuensi HD seminggu 2 kali, paling minimal adalah Rp 812.500 x 8 = Rp 6.500.000 jika pasien tersebut HD di RS Tipe D atau klinik HD, belum termasuk kebutuhan lainnya seperti obat-obatan, transfusi, dll. Tabel 1. Perbandingan Tarif INA-CBG 2014, Regional 1, Rawat Jalan Hemodialisis adalah suatu proses pembersihan darah dengan menggunakan ginjal buatan (dialiser), dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut dapat berupa zat yang terlarut dalam darah, sepertit oksinureum dan kalium, atau zat pelarutnya, yaitu air atau serum darah (Suwitra, 2014). Di era sistem JKN ini, dimana sistem pembiayaan kesehatan ditanggung oleh pemerintah berdasarkan tipe RS, regional layanan kesehatan/RS, rawat 4 5 inap/rawat jalan, dengan bertambahnya jumlah pasien yang mengalami CKD dan memerlukan tindakan HD maka semakin banyak pula senter-senter pelayanan HD diperlukan guna memenuhi kebutuhan terhadap pasien CKD ini. Rumah Sakit Khusus Jakarta (RSKJ) merupakan salah satu rumah sakit tersier milik pemerintah tipe A khusus, yang melayani hampir lebih dari 90% pasien BPJS. Oleh karena itu, tentunya RS Khusus Jakarta pun harus dapat mengembangkan diri dan menjawab kebutuhan salah satu pelayanan medis yang sanga diperlukan oleh para pasien CKD, yaitu hemodialisis. Rencana untuk mengembangkan unit HD RSKJ sudah dicetuskan oleh pimpinan RSKJ, namun apakah rencana pengembangan dan layanan HD di RSKJ ini masih memberikan peluang dan menjadikan unit HD RSKJ sebagai salah satu unit pelayanan yang bersifat revenue center? Akankah ada selisih biaya yang menghasilkan pendapatan yang positif bagi RSKJ dalam menutupi besarnya biaya pelayanan tindakan HD RSKJ dibandingkan dengan besarnya biaya yang ditanggung oleh BPJS? Untuk menjawab rencana pengembangan pelayanan HD ini maka diperlukan analisis kelayakan dan telaah lebih lanjut untuk dapat memastikan rencana pengembangan ini tepat/tidaknya. Penelitian ini didasarkan pada analisis unit costsingle useataure-useper kali tindakan HD. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah apakah keputusan pengembangan unit hemodialisis RS Khusus Jakarta adalah tepat dan akankah unit hemodialisis ini sebagai cost center atau revenue center? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuanumum Untuk menganalisis kelayakan ekonomi pengembangan unit hemodialisis RS Khusus Jakarta. 5 6 2. Tujuankhusus a. Untuk menganalisis besarnya pangsa pasar pelayanan hemodialisis. b. Untuk menganalisis unit cost untuk single use dan re-use. c. Membandingkan unit cost dengan tarif BPJS. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pihak pemerintah atau penyedia biaya kesehatan Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan pertimbangan mengenai besarnya pembiayaan yang diperlukan dalam pelayanan hemodialisis. 2. Bagi pihak PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk Pernefri sebagai salah satu lembaga yang ikut berperan dalam menentukan besarnya biaya pelayanan hemodialisis. 3. Bagi pihak rumah sakit Sebagai bahan pengetahuan dan pertimbangan dalam merencanakan pengembangan pelayanan hemodialisis. 4. Bagi dokter dan perawat Sebagai bahan masukan dan evaluasi mengenai tingkat pelayanan hemodialisis yang telah berjalan sehingga melalui evaluasi ini mutu pelayanan secara terusmenerus ditingkatkan guna mencapai pelayanan hemodialisis yang berkualitas dan prima dengan tercapainya patient safety, sesuai dengan misi RSKJ. 5. Bagi pasien Sebagai bahan pengetahuan dan masukan agar pasien juga mengerti dan memahami mengenai besarnya biaya yang diperlukan dalam pelayanan hemodialisis sehingga pasien dan keluarganya dapat benar-benar memahami dan mengerti arti kata jaminan kesehatan nasional dengan cara menjaga kesehatan badannya sebaik mungkin, sehingga meminimalkan munculnya komplikasi. 6 7 6. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan dalam menganalisis tentang komponen yang diperlukan dalam suatu pengembangan layanan kesehatan. 7. Bagi peneliti Merupakan suatu pengalaman berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan keilmuan, khususnya mengenai analisis SDM, biaya, dan investasi guna pengembangan suatu unit layanan kesehatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian studi kelayakan pengembangan unit hemodialisis di RS Khusus Jakarta belum pernah dilakukan, Penelitian yang hamper mirip tentang studi kelayakan dalam pelayanan kesehatan yang telah dilakukan yaitu : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ika Puspitasari, tahun 2015, Studi Kelayakan Pengembangan Poliklinik dan Rumah Bersalin Rejosari Husada Delanggu Menjadi Rumah Sakit Umum Ditinjau Dari Analisis Keuangan dan Investasi. Penelitian ini menjelaskan tentang kajian untuk mengembangkan poliklinik dan rumah bersalin menjadi RSU dengan memperluas pelayanan. Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif. 2. Penelitian Ana, 2009 :Analisa Kelayakan Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP di RSU Meuraxa Banda Aceh Tahun 2007 – 2008, aspek yang diteliti yaitu Analisis Kelayakan Pengembangan dengan melalui analisis kondisi internal dan eksternal. Keputusan pengembangan menggunakan analisis SWOT, yaitu analisis kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats), serta analisis investasi/keuangan dengan cara menghitung NPV (Net Present Value) dan PP (Payback Period). 7 8 3. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani, tahun 2006, yang meneliti tentang Analisis Rencana Investasi Untuk Pengembangan Rumah Sakit Bersalin Gladiool Magelang menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak. Metode penelitian adalah desktiptif. Menilai dan meninjau aspek keuangan, permintaan pasar, dan provider. 8