OPTIMALISASI HEMODIALISIS MENGURANGI KOMPLIKASI JANGKA PANJANG Dr BARKAH DJAKA P, SpPD FINASIM PENDAHULUAN Di Indonesia, penderita penyakit ginjal kronik (PGK) semakin meningkat sehingga layanan terapi pengganti ginjal semakin diperlukan. Menurut IRR 2014 pasien PGK stadium V, 82% terlayani dengan hemodialisis karena masih minimnya layanan CAPD dan transplantasi ginjal. Kondisi ini mengharuskan optimalisasi hemodialisis dengan tujuan memberikan hasil optimal pada pasien sehingga bisa mengurangi morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup. PERJALANAN ALAMIAH PGK DENGAN HEMODIALISIS KRONIK Diabetes mellitus (DM) dan hipertensi (HT) merupakan faktor risiko utama PGK, disamping batu saluran kemih, infeksi, tumor, zat nefrotoksik, autoimun dll. Pasien dg PGK stadium V yang dilakukan hemodialisis kronik sering bersamaan penyakit lain (co morbid) seperti stroke, acute coronary syndrome (ACS), malignancy, penyakit vaskuler (DVT,PAD), hepatitis B dan C, Tuberkulosis, Pneumonia, CMV dll. Selama menjalani hemodialisis juga sering mengalami komplikasi akut seperti akses tidak adekuat, infeksi HD catheter, HT intradialitik, hipoglikemia, hipotensi sampai syok, perdarahan, clotting, overload cairan dll. Apabila co morbid dan komplikasi akut tidak dicegah dan tidak tertangani secara optimal maka berlanjut komplikasi kronik seperti hipertensi interdialitik, gagal jantung, stroke, mineral bone disease(MBD), malnutrisi, anemia dll yang berakibat pada outcome pasien hemodialisis dengan kualitas hidup jelek, premature death, squele, rehospitalisasi. Penting untuk mencapai outcome hemodialisis dengan kualitas hidup yang baik, mengurangi rehospitalisasi, squele dan secara umum mengurangi morbiditas dan mortalitas dengan tatalaksana co morbid yang optimal dan program hemodialisis yang optimal. OPTIMALISASI HEMODIALISIS Selama hemodialisis kronik, beberapa hal yang bisa dilakukakan optimalisasi antara lain: tercapainya adekuasi HD, akses yang adekuat, pencegahan infeksi HD cath, asupan gizi terpenuhi, keseimbangan cairan tercapai, pencapaian berat kering, penanganan hipertensi, koreksi anemia pencegahan clothing dan meminimalisasi blood loss. ADEKUASI HEMODIALISIS Hemodialisis yang adekuat ditunjukkan dengan outcome yang baik, morbiditas dan mortalitas rendah (angka kematian, angka rawat inap, kejadian infeksi, cardiovascular event), patient well being, kendali cairan, kendali tekanan darah dan kendali biokimia. Alat ukur biokimia (ureum, kreatinin, phosphate, PTH, PGF-23, B2 makroglobulin, P-cresol), Urea Reduction Ratio (URR) 65-79% dan Urea Kinetic Modelling (Kt/V). Target Kt/V untuk HD 3x/minggu adalah 1,4 atau minimal 1,2 (KDOQI update 2015). AKSES VASKULER Akses vaskuler femoral tidak direkomendasikan dan hanya dilakukan dengan indikasi terbatas karena kedaruratan. Akses AV shunt dengan segala variannya seperti AV Fistula dan AV graft menjadi pilihan. Akses lain dengan HD catheter baik temporer atau permanen. HD catheter permanen bisa dilakukan bila ada kontra indikasi AV shunt. Pemasangan HD catheter berturut turut dari yang paling baik adalah jugular, subclavia dan femoral (White, 2008). Rekomendasi durasi HD catheter jugular/subclavia 2-3 minggu, femoral 2-5 hari, sedangkan yang permanen bisa 1 tahun atau lebih (Agarwal et al, 2009). Komplikasi paling sering HD catheter adalah infeksi, baik sistemik (CRBIs), exit site infection dan cuffed tunnel infection. Rekomendasi KDOQI membersihkan catheter dengan chlorhexidin, pemberian salep mupirocin pada pemasangan baru dapat menurunkan 85% angka infeksi. Pemberian anticoagulan dan antibiotic lock terbukti mencegah clothing dan menurunkan angka CRBIs 60-70% (Maya et al. 2007). ULTRAFILTRATION RATE Guideline menggunakan patokan UF rate 10-13 mL/kg BB ideal/jam, semakin rendah semakin baik. Dibandingkan UF rate ≤ 13mL/kg BB ideal/jam, UF rate >13 mL/kg BB ideal/jam dihubungkan dengan angka kematian lebih tinggi. Demikian juga dibandingkan UF rate ≤ 10 mL/kgBB ideal/jam, UF rate > 10 mL/kgBB ideal/jam angka kematian lebih tinggi (Assimon et al, 2016). Penelitian sebelumnya juga menunjukkan UF rate 10 mL/Kg BB/jam selama 4 jam angka kematian lebih rendah dibanding UF rate >10 mL/kg BB/jam selama 3 jam (Flythe et al, 2011). MEMBRAN HEMODIALISIS Rekomendasi KDOQI menggunakan biocompatible, baik high atau low flux untuk intermitten hemodialisis. Membran high flux tidak menunjukkan manfaat terhadap umur harapan hidup tetapi memperlihatkan penurunan mortalitas kardiovaskuler. Membran high flux juga menurunkan semua penyebab kematian pada kasus albumin serum < 4g/dL dan yang menjalani dialysis >3,7 tahun, serta pasien diabetes dan yang menggunakan AV fistula. Tidak ada bahaya khusus hanya masalah biaya. (KDOQI up date 2015). OVERLOAD CAIRAN dan ESTIMASI BERAT KERING Overload cairan > 2,5 liter mempunyai kontribusi terhadap semua penyebab kematian dengan HR 2,6 (Wiseman, 2009). Overload cairan akan meningkatkan tekanan darah tinggi selanjutnya berkembang menjadi LVH, CV events dan mortalitas, sehingga penting untuk mencapai berat kering dan mengukurnya (Agarwal et al, 2003). Estimasi berat kering dihitung berdasar kemampuan pasien mentolerir jumlah ultrafiltrasi yang diberikan selama waktu tertentu. Pencapaian berat kering juga dianggap sebagai cara mengelola hipertensi dan bisa mengurangi obat anti hipertensi. Paru paru yang bersih dan tidak adanya edema bukan menunjukkan pencapaian estimasi berat kering. Metode lain adalah dengan haematocrit lines dan bioimpedance. KENDALI VOLUME, TEKANAN DARAH DAN PROFILLING NATRIUM Ultrafiltrasi harus dioptimalkan mencapai target pasien euvolemik dan normotensive. Pembatasan asupan natrium 2 gr/24 jam. Menaikkan balance positif natrium dengan “profiling natrium” atau menggunakan dialisat konsentrasi tinggi natrium harus dihindari (KDOQI, 2006). Tekanan darah terbaik untuk pasien dialysis kebanyakan masih data observasional, optimal TD systole 130-150 atau bahkan 140-160. Tekanan darah systole rendah <120 berhubungan dengan outcome yang jelek mungkin menggambarkan jeleknya fungsi ventrikel kiri. Natrium, idealnya natrium dialisat seharusnya sedikit lebih rendah dari kadar natrium pasien. Saat ini natrium lebih dipandang sebagai cara menstabilkan tekanan darah intra dialitik dan bukan cara untuk menaikkan ultrafiltrasi atau mengurangi volume sirkulasi. Modeling natrium dengan menambah natrium akan meningkatkan rasa haus post dialisis dan mengakibatkan penambahan berat badan interdialitik HIPOTENSI dan TEMPERATUR Bagaimana meminimalisasi hipotensi? Hindari UF yang berlebihan, memperlambat laju UF, modelling kadar natrium, menurunkan temperature dialisat dari 37 oC menjadi 34 – 35oC (sesuai anjuran dokter), memberikan midodrine pre dialysis (sesuai anjuran dokter), mengoptimalkan Hb dan edukasi membuat pasien optimis. Temperatur dialisat normal (37oC) menambah suhu positif dan menghasilkan vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah. Temperatur dialisat yang lebih rendah mencegah penambahan suhu sehingga tekanan darah lebih stabil. Menurunkan temperatur dialisat harus menjadi pertimbangan pertama dalam meningkatkan stabilitas intra dialitik. FREKUENSI, INTERVAL DAN DURASI HEMODIALISIS Pasien yang mendapat hemodialisis 3x seminggu mempunyai 2 kali interval 1 hari dan 1 kali interval 2 hari. Risiko kematian dan serangan jantung yang menyebabkan rawat rumah sakit meningkat pada interval 2 hari (Foley et al, 2011). Pasien dengan fungsi ginjal sisa rendah (<2ml/min) yang menjalani HD 3x seminggu harus diresepkan minimal 3 jam per sesi HD. Penambahan sesi HD atau perpanjangan waktu HD untuk pasien yang dengan penambahan berat badan banyak, UF rate tinggi, tekanan darah tidak terkendali, sulit mencapai berat kering atau kontrol metabolik yang jelek (seperti hiperphosphatemia, asidosis metabolik, hiperkalemia) (KDOQI Update, 2015). Berapa kali per minggu untuk mencapai optimal hemodialisis? Dari data HD harian pendek dan program nocturnal menunjukkan outcome superior, seperti di Australia dengan HD selang sehari (7x/minggu) hasilnya excellent. Tetapi kebanyakan dialisis di dunia 3x/minggu; dan umumnya 2x/minggu karena masalah biaya. ANEMIA dan MALNUTRISI Anemia adalah masalah defisiensi eritropoetin. Hilangnya zat besi bermakna untuk HD 3x/minggu, absorpsi besi juga terganggu pada PGK karena inflamasi/hepcidin. Campuran terbaik epo dan besi belum diketahui, faktanya target optimal Hb baru tercapai pada angka 10-11 dari target 11-12. Asupan makan juga sering terganggu, sehingga banyak yang mengalami malnutrisi. Indikator malnutrisi pada pasien yang sudah menjalani HD rutin jika subjective global assessment (SGA) B dan C, albumin serum <3,8 d/dL, kreatinine serum < 10 mg/dL, index massa tubuh (IMT) < 20 kg/m2, cholesterol total < 147 dan pre albumin serum < 30mg/dL. Rekomendasi asupan energi 30-35 Kal/BB ideal/hari, protein 1,2 gram/kgBB ideal/hari dengan minimal 50% kandungan biologis tinggi (protein hewani). Asupan lemak 25-30% total kalori, pembatasan lemak jenuh <10% dan jika didapatkan dislipidemia dianjurkan kadar cholesterol dalam makanan < 300mg/hari. Asupan karbihidrat sisa dari perhitungan protein dan lemak. Asupan cairan hanya boleh 500 mL + produksi urin/hari (PERNEFRI, 2011) REFERENSI KDOQI, 2015 Hemodialysis Adequacy Update). Indonesian Renal Registri (IRR), 2014 White, 2008. Handbook of Dialysis Therapy Agarwal, Anil K., Asif, Arif, 2009. NephSHAP Interventional Nephrology ASN 361-375 Maya I.D., Carlton D., Estrada E., Allon M., 2007. Treatment of Dialysis Catheter-Related Staphylococcus aureus Bacteriemia with Antibiotic lock: A Quality improvement Report. Am J Kidney Dis 50: 289-295 et al. 2007 Assimon et al., 2016 AJKD December Pages 911–922 Volume 68, Issue 6, Flythe, et al., 2011. Kidney Int; 79:250-257 Wiseman, 2009. Nephrol Dial Transplant Agarwal et al, 2003 Am J Med KDOQI, 2006 Foley et al, 2011 N Engl J Med Volume 365(12):1099-1107 September 22 PERNEFRI, 2011. Konsensus Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik