Laporan Pemantauan Hemodialisis Arifianto ARF - 20070702 Kepada Yth. .................................................... Laporan Pemantauan Hemodialisis Unit Hemodialisis RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta PENDAHULUAN Hemodialisis adalah metode artificial renal support paling efisien yang mampu melakukan transfer molekul lebih cepat dibandingkan dengan dialisis peritoneal ataupun continuous renal replacement therapies lainnya. Metode ini sangat efektif untuk keadaan akut terjadinya kelebihan cairan dan beberapa indikasi lain, dan salah satu metode dialisis kronik. Sejarah dialisis bermula pada tahun 1943 dengan dikenalkannya ginjal buatan oleh Kolff. Terapi awal tersebut dapat membuang toksin uremik, tetapi tidak dapat dipertahankan lama karena sukarnya akses vaskular permanen. Scribner dan Quanton memperkenalkan pintas arteriovena pada tahun 1960, sehingga pasien gagal ginjal kronik (GGK) dapat melakukan hemodialisis berkesinambungan. Perkembangan teknik pembedahan vaskular juga terus berkembang hingga saat ini. Kompleksitas hemodialisis menjadikannya sukar untuk digunakan oleh pasien anak. Kemajuan teknologi membuat hemodialisis kini dapat digunakan pada anak. Kateter vaskular dual-lumen, ditemukan oleh Hickman, memudahkan akses vaskular pada anak. Mesin hemodialisis dengan kendali ultrafiltasi juga memudahkan pengaturan volume intravaskular pada pasien anak. DASAR FISIOLOGI DIALISIS Prinsip transpor zat terlarut (solut) menjadi dasar semua modalitas terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy), termasuk hemodialisis. 1. Difusi adalah pergerakan zat-zat terlarut dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah melalui membran semipermeabel. Mekanisme difusi dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi dalam kedua larutan tersebut, berat molekul zat terlarut dan resistensi membran semipermeabel. 1 2. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat-zat terlarut yang permeabel melalui membran semipermeabel, karena adanya perbedaan antara tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik. Ultrafiltrasi hidrostatik. Pergerakan air terjadi dari kompartemen bertekanan hidrostatik tinggi ke kompartemen yang bertekanan hidrosatik rendah. Ultrafiltrasi hidrostatik tergantung pada tekanan transmembran (transmembrane pressure/TMP) dan koefisien ultrafiltrasi (KUF). Ultrafiltasi osmotik. Perpindahan air terjadi dari kompartemen yang bertekanan osmotik rendah ke kompartemen yag bertekanan osmotik tinggi, sampai tercapai keadaan tekanan osmotik di dalam kedua kompartemen tersebut seimbang. 2 3. Konveksi adalah gerakan molekul-molekul lainnya akibat perbedaan tekanan hidrostatik, yang terlarut dalam air, melalui membran semipermeabel. Akibat adanya tekanan hidrostatik, molekul-molekul kecil dan besar cenderung berpindah hingga tercapai keadaan keseimbangan, sesuai dengan ukuran yang dapat dilalui oleh membran semipermeabel. Molekul besar tidak dapat berpindah. Hemodialisis menggabungkan ketiga prinsip transpor solut dan air di atas. Darah pasien melalui dialiser yang bertindak selaku membran semipermeabel. Aliran dialisat melalui dialiser di bagian luar membran semipermeabel, dan bertindak sebagai media tempat molekl dari darah dapat berdifusi. Adanya tekanan hidrostatik yang melalui membran dialiser menimbulkan ultrafiltrasi air dari darah, seiring pemindahan molekul secara konveksi, sampai dengan batas ukuran pori-pori membran dialisis. INDIKASI DIALISIS Dialisis dilakukan secara elektif bila klirens kreatinin menurun sampai 0,1-0,15 ml/menit/kgBB atau 5-10 ml/menit/1,73 m2. Dialisis akut dilakukan pada gagal ginjal akut dengan keadaan: 1. Hiperkalemia berat. 2. Asidosis metabolik yang sulit diatasi (biasanya pada keadaan overload cairan yang mempersulit pemberian natrium bikarbonat). 3. Overload cairan dengan atau tanpa hipertensi berat atau gagal jantung kongestif 4. Gejala uremia, pada anak biasanya berupa depresi susunan saraf pusat. 3 5. Gangguan elektrolit yang persisten (hipo atau hipernatremia, hipokalsemia, hiperfosfatemia). 6. Sindrom lisis tumor. 7. Pembuangan obat atau toksin lain yang dapat dibersihkan dengan dialisis. Indikasi absolut dialisis kronik pada anak dengan gagal ginjal: 1. Hipertensi tidak terkendali. 2. Gagal jantung kongestif. 3. Perikarditis. 4. Neuropati perifer. 5. Osteodistrofi ginjal. 6. Depresi sumsum tulang. 7. Trombositopenia. PRINSIP DASAR HEMODIALISIS Sistem hemodialisis terdiri atas 3 elemen dasar, yaitu sistem sirkulasi darah di luar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser (ginjal buatan), dan sistem sirkulasi dialisat. 1. Sistem sirkulasi darah ekstrakorporeal Sistem ini dimulai dari pembuluh darah yang akan mengalirkan darah kepada sistem sirkulasi darah. Pembuluh yang langsung dapat dipakai tanpa persiapan lebih dulu adalah vena di paha dan di dekat leher. Pembuluh darah yang disiapkan sebagai sarana untuk hubungan sirkulasi yaitu pembuatan fistula arteriovenosa atau fistula arteri-vena di lengan yang berfungsi menghubungkan arteri dan vena sehingga aliran darah di vena tinggi (arteriovenous fistula/Cimino fistula). AV Shunt yaitu pemasangan kanula di pembuluh darah lengan atau kaki (Scribner Shunt). Pilihan lain adalah dengan pemasangan graft khusus. 4 2. Dialiser Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermeabel. Darah dialirkan pada satu sisi, dan dialisat pada sisi yang bersebelahan. Tekanan transmembran dapat disesuaikan dengan mengatur kecepatan aliran darah dan dialisat. Di dalam dialiser terjadi proses ”pencucian” darah melalui proses difusi dan ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah yang sudah ”bersih” dari zat-zat yang tidak dikehendaki. 3. Sistem sirkulasi dialisat Dialisat terbentuk dari 2 bahan yaitu cairan dialisat pekat dan air. Dialisat dapat dicampur terlebih dahulu (batch system) atau dicampur secara otomatis sambil hemodialisis berjalan (on line proportioning system). Dialisat terdiri atas natrium, kalium, kalsium, magnesium, asetat/bikarbonat, klorida, dekstrosa, dan air. Dialisat dipompa dan dialirkan dalam sirkulasi dialisat dengan kecepatan 500 ml/menit menuju ke dialiser, kemudian keluar menuju drain. 5 KASUS An. S, laki-laki, usia 14 tahun, datang ke IGD RSCM tanggal 26 Mei 2009 dengan keluhan sesak yang semakin memberat sejak 6 jam SMRS. Sesak bertambah jika berbaring, tidak berkurang dengan pemberian oksigen di rumah. Pasien tidak dapat beraktivitas, tetapi masih dapat makan dan minum. Pasien menjalani hemodialisis rutin dua kali dalam seminggu, tiap hari Rabu dan Sabtu di unit hemodialisis RSCM. Pertama kali datang ke RSCM pada tanggal 7 Oktober 2008, rujukan dari dokter SpA konsultan dengan keterangan gagal ginjal terminal ec tsk glomerulonefritis kronik, riwayat krisis hipertensi berulang dan hipertensi grade II. Pada riwayat penyakit sebelumnya, tiga tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sering kembung, BAK keruh, bengkak di mata dan kaki berulang. Pasien berobat ke SpA konsultan nefrologi dan didiagnosis sebagai glomerulonefritis kronis. Pasien tidak control selama 3 tahun. Sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, timbul keluhan sering kembung kembali. Satu hari sebelum masuk rumah sakit kembung memberat disertai cegukan terus menerus, mual dan muntah. Pasien berobat ke RS “E” dan didapatkan krisis hipertensi 2 kali yang tertangani dengan pemberian anti hipertensi oral. Pasien dirujuk ke RSCM untuk cuci darah. Diagnosis gagal ginjal terminal ditegakkan di RSCM pada bulan Oktober 2008, kemudian pasien menjalani hemodialisis kronik dengan kontrol minimal satu kali tiap bulan ke Poliklinik Nefrologi IKA, dengan minum obat-obatan teratur. Pada pemeriksaan fisis anak tampak sadar, sesak, dan tidak sianosis. Frekuensi nadi 120 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi nafas 34 kali/menit, teratur, kedalaman cukup, suhu 37,2C (aksila), tekanan darah 190/50 mmHg (P95 127/81 mmHg, P99 134/89 mmHg). Berat badan 43 kg, tinggi badan 160 cm. Pada pemeriksaan kepala tidak didapatkan deformitas, rambut hitam dan tidak mudah dicabut. Konjungtiva mata pucat, sklera tidak ikterik, edema palpebra (-), pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya langsung maupun tidak langsung normal. Pada wajah tidak didapatkan paresis nervus kranialis. Pada kedua telinga tampak membran timpani intak, refleks cahaya baik, dan tidak didapatkan serumen. Pada hidung tidak tampak deviasi septum dan tidak didapatkan sekret. Pada tenggorokan, tonsil T1-T1 dan faring tidak tampak hiperemis. Mukosa bibir dan lidah basah. Pada leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Dada tampak simetris, baik dalam keadaan statis maupun dinamis. Bunyi jantung I dan II normal, terdengar bising pansistolik derajat 3/6, tanpa irama derap. Suara nafas vesikuler, terdengar ronki di kedua lapang paru, tidak ada mengi. Perut tampak datar, shifting dullness (-), hati dan limpa tidak teraba, bising usus normal. Ekstremitas teraba hangat, perfusi perifer cukup, dan tidak ada pitting edema pada ekstremitas. 6 Hasil pemeriksaan laboratorium saat datang ke RSCM (26 Mei 2009): Hb 11,1 g/dL, Ht 32 vol%, leukosit 15.200/uL, trombosit 285.000/uL. Ureum 225 mg/dL, kreatinin 13,5 mg/dL, laju filtrasi glomerulus 6,5 ml/menit/1,73 m2 luas permukaan badan. AGD pH 7,315 pCO2 26,8, pO2 71,2, HCO3 13,8, base excess -12,6, saturasi oksigen 93,3%. Elektrolit natrium 146 mEq/l, kalium 4,7 mEq/l, klorida 109 mEq/l. Pasien didiagnosis krisis hipertensi, gagal ginjal terminal, edema paru, dekompensasi kordis, dan asidosis metabolik. Dilakukan tata laksana krisis hipertensi dengan pemberian nifedipin bertahap mulai dari dosis 0,1 mg/kgBB, hingga terkontrol dengan pemberian nifedipin sublingual 10 mg (tekanan darah 150/100 mmHg), dan dilanjutkan dengan nifedipin rumatan per oral. Pasien kemudian dirawat di IGD dan direncanakan hemodialisis. Tata laksana dengan pemberian diet nefritis 2400 kalori, vitamin D3 0,25 mcg (2x/minggu), CaCO3 2x1000 mg, Ca Sandoz 2 x 10 ml, captopril 2 x 25 mg, amlodipin 1 x 10 mg, nifedipin 4 x 10 mg po, bicnat 4x3,5 tab, dan koreksi bicnat intravena 80 Meq. Pasien menjalani hemodialis tanggal 27 Mei 2009. Laporan Hemodialisis tanggal 27 Mei 2009 Nama : An. S Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 14 tahun Akses vaskular : Double lumen Berat badan awal : 41,8 kg Dialiser : LO PS 15 Dialisat : Bikarbonat Heparin : Heparin awal 2000 U, kontinu 2000 U Awal dialisis : Tekanan darah 130/80 mmHg, laju nadi 80x/ menit, laju napas 20x/menit, suhu 360C, dan berat badan 41,8 kg Tahapan hemodialisis 1. Mesin dihidupkan 2. Pasien dipersiapkan 3. Pembilasan pada dialiser dengan NaCI 0,9% 1000 mL 4. Heparin awal diberikan 2000 U kemudian kontinu 2.000 unit yang dilarutkan dalam NaCI 0,9%. 5. Dilakukan pemasangan akses vena melalui double lumen subklavia kanan 6. Pemantauan selama dialisis: tidak didapatkan keluhan 7 Pukul 8.00 9.20 10.00 13.15 Tekanan darah (mmHg) 130/80 130/80 170/80 180/100 Qb (mL/men) Tekanan vena 240 240 240 191 60 60 Trans Membrane Pressure 79 73 77 Volume yang Keterangan ditarik (L) 467 1093 2300 UFG: 2100 UFR: 467 7. Setelah 4 jam, akses inlet distop, dilakukan pembilasan dengan NaCl 0,9% 200 mL kemudian akses dilepas. 8. Akhir dialisis : tekanan darah 180/100 mmHg, laju nadi 100x/menit, laju napas 28x/menit, suhu 36,70C, dan berat badan 42,0 kg. Dilakukan tata laksana krisis hipertensi dengan nifedipin sublingual hingga terkontrol dengan tekanan darah 150/90 mmHg. Pemeriksaan laboratorium pasca dialisis: ureum 99 mg/dL, kreatinin 7,2 mg/dL, LFG 15,55 ml/min/1,73m2. Mesin hemodialisis yang digunakan: 8