1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepak bola merupakan olahraga yang paling digemari oleh masyarakat karena olahraga ini dianggap olahraga yang paling murah dan mudah untuk melakukannya. Penelitian ini mengambil subyek salah satu tim sepakbola peserta kompetisi IPL satu-satunya wakil Jawa Tengah yaitu Persijap Jepara. Pemain sepak bola adalah seseorang yang bekerja sebagai atlet pada suatu cabang olahraga yaitu sepak bola, setiap pemain yang ingin menampilkan permainan terbaiknya pasti mempunyai motivasi berprestasi menyatakan bahwa motivasi adalah upaya seseorang untuk menguasai tugasnya, mencapai hasil maksimum, mengatasi rintangan, memiliki kinerja lebih baik dari orang lain, dan bangga terhadap kemampuan yang dimilikinya. Pemain sepak bola di Jepara, banyak diperoleh dari SSB (Sekolah Sepak Bola). Ada beberapa SSB yang cukup terkenal di Jepara, yaitu Kenari dari Kecamatan Purwogondo, Merpati Putih dari Kecamatan Tahunan, Putra Kalingga dari Kecamatan Jepara dan Mitra Buana dari kecamatan Mlonggo. Tiap anak berlatih keras untuk meraih prestasi melalui kompetisi internal yang digelar oleh Persijap setiap tahunnya. Kegiatan ini untuk menjaring prestasi anak yang terbaik di Jepara, sehingga masuk Persijap Junior di usia 17 dan 21 tahun. Harapan anakanak tersebut adalah demi mencapai prestasi dalam jajaran pemain Persijap Senior. 1 2 Motivasi pemain terkadang dapat menurun karena berbagi hal, contoh saja kurangnya rasa percaya diri pemain, kejenuhan pada kompetisi yang sedang berlangsung, dan kurangnya rasa mencintai tim yang dibelanya, maka untuk meningkatkan semangat pemain manajemen memberikan insentif kepada pemain yang memiliki prestasi. Atlet yang berusaha menampilkan permainan terbaiknya pasti mempunyai motivasi berprestasi. Motivasi untuk berprestasi terkadang dapat menurun karena berbagai hal. Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi berprestasi para atlet adalah dengan pemberian insentif. Sepak bola merupakan salah satu cabang olah raga yang paling banyak digemari oleh sebagian besar lapisan masyarakat baik dan tingkat daerah, nasional, maupun internasional, dan usia anank-anak, remaja hingga orang tua, mereka senang bermain sepak bola sendiri ataupun sebagai penonton sepak bola. Dewasa ini permainan sepak bola tidak sekedar dilakukan untuk tujuan rekreasi dan pengisi waktu luang akan tetapi dituntut untuk suatu prestasi yang optimal. Dan akhirnya dan prestasi tersebut akan dapat menghasilkan sebuah penghargaan termasuk penghargaan berupa materi. Memasyarakatkan olah raga dan mengolah ragakan masyarakat sepak bola merupakan salah satu usaha dalam rangka membina kelangsungan masa depan persepakbolaan, dimana akan dapat menghasilkan bibit-bibit pemain yang baik dan potensial sehingga berprestasi lebih-lebih di dunia internasional yang nantinnya akan membawa harum nama baik bangsa dan negara. Dan sinilah salah satu awal dan keinginan seseorang menjadi seorang pemain sepak bola. Dunia sepak bola dapat memberikan harapan dan tumpuan 3 hidup. Perhatian pihak pemerintah maupun masyarakat lebih-lebih perusahaan pendukung memberikan sebuah motivasi tersendiri kepada seorang pemain sepak bola. Seorang pemain sepak bola adalah manusia yang merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan, perasaan, pikiran dan motivasi. Setiap manusia yang melakukan sesuatu pada dasarnya didorong oleh suatu motivasi. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow meletakkan kebutuhan fisiologis di urutan pertama tingkat kebutuhan yang dibutuhkan oleh seseorang dan mengasumsikan bahwa orang akan berusaha memenuhi kebutuhan secara fisiologis terlebih dahulu. Pemenuhan kebutuhan bersifat fisik ini sangat berkaitan erat dengan pemberian kompensasi yang sesuai dan wajar kepada pekerja untuk dapat memenuhi kesejahteraan hidup (Justicia, 2001). Terpenuhinya kesejahteraan pekerja dengan baik dan kompensasi yang cukup akan memacu prestasi dan kinerja pekerja tersebut. Ada bermacam-macam motivasi sehingga seseorang menjadi pemain sepak bola. Menurut Mulyana (2007), seseorang melakukan tindakan lebih karena didasari oleh suatu motivasi, dimana motivasi tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam teori motivasi yang diungkapkan oleh McClelland disebutkan bahwa motivasi merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan sesuatu yang invisible yang memberikan kekuatan (Rohmah, 2009). Persatuan Sepakbola Indonesia Jepara atau lebih dikenal dengan sebutan Persijap Jepara adalah sebuah klub profesional yang berkedudukan di Kota 4 Jepara. Tim berjuluk Laskar Kalinyamat saat ini adalah salah satu kontestan Superliga 2008/09, kompetisi sepakbola kasta tertinggi di tanah air. Persijap Jepara mengajarkan bagaimana sepak bola yang benar dengan menekankan teknik dasar, taktik dan strategi bermain sepakbola sehingga dapat mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Untuk meningkatkan dan mencapai pretasi yang setinggi-tingginya olahragawan menurut Sukatamsi (1984: 11) haruslah memiliki 4 kelengkapan pokok yaitu: 1) pembinaan teknik, 2) pembinaan fisik, 3) pembinaan taktik, dan 4) kematangan juara. Permainan sepakbola adalah cabang permainan beregu atau permainan team, untuk mencapai kerja sama team yang baik diperlukan pemainpemain yang dapat menguasai semua bagian-bagian dan macam-macam teknik dasar dan keterampilan bermain sepakbola, sehingga dapat memainkan bola dalam segala posisi dan situasi dengan cepat, tepat, dan cermat, artinya tidak membuang-buang energi dan waktu (Sukatamsi, 1984: 12). Ada berbagai macam bidang pekerjaan yang bisa dipilih oleh seseorang, antara lain pegawai negeri, pegawai swasta, dan wirausaha. Seseorang di dalam memilih bidang pekerjaan yang diminatinya akan dilandasi oleh alasanalasan tertentu. Di dalam memilih pekerjaan, apakah di kantor-kantor pemerintahan atau di perusahaan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan. Menurut Anoraga (1998, h. 1), di Indonesia pada umumnya sering terjadi di dalam memilih pekerjaan ada faktor penting yang kurang diperhatikan. Hal ini disebabkan karena bisa saja seseorang memilih pekerjaan tanpa memikirkan pengaruh beberapa faktor terhadap kepuasan kerja. 5 Melihat kondisi ini, menarik kiranya untuk mengkaji lebih dalam mengenai motivasi seseorang menjadi pemain sepak bola dan hal-hal apa saja yang melatarbelakangi motivasi tersebut, mengingat dunia sepak bola dewasa ini memberikan prospek terhadap para pemain yang mempunyai talenta yang kuat dan sarat prestasi. Para pemain di persijap termotivasi bermain di Persijap karena merupakan klub yang sudah besar dan saat ini tergabung di IPL juga memiliki pendanaan yang cukup, sehingga gaji dibayar secara baik. Akan tetapi banyak hal yang mendasari keinginan para pemain sepak bola masuk ke Persijap Jepara, sehingga menarik untuk diteliti, karena belum ada penelitian serupa mengenai apa yang mendasari pemain memilih persijap sebagai klub, serta motivasi pemain untuk bermain yang terbaik bagi Persijap. Atas dasar kenyataan inilah maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ANALISIS MOTIVASI MENJADI PEMAIN SEPAK BOLA (Studi Kasus Pada Pemain PERSIJAP Jepara)”. 1.2. Ruang Lingkup Masalah. Dalam penelitian ini peneliti memberi batasan masalah yang hanya di khususkan untuk mengetahui motivasi pemain di Persijap yang tergabung di LPI (Liga Primer Indonesia). 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, pokok rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana motivasi pemain Persijap untuk bermain sepakbola di Persijap. Dan 6 motivasi apa saja yang mendasari pemain Persijap untuk bermain di klub persijap, dan bagaimana memotvasi diri untuk bermain yang terbaik? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk menganalisis motivasi pemain Persijap untuk bermain sepakbola di Persijap. Dan menganalisa motivasi yang mendasari pemain Persijap untuk bermain di klub persijap, dan bagaimana memotvasi diri untuk bermain yang terbaik. 1.5. Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah: 1.5.1. Manfaat Teoritis Menambah ilmu pengetahuan terutama tentang motivasi dalam bekerja teruama dibidang oahraga sepak bola. 1.5.2. Manfaat Bagi peneliti 1. Menambah keilmuan di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. 2. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang cara memotivasi pekerja dibidang olahrag. Sepakbola. 1.5.3. Manfaat Bagi Persijap. 1. Sebagai informasi bagi manajemen dan pelatih Persijap dalam memotivasi pemain Persijap untuk memberikan permainan yang terbaik bagi Persijap. 2. Sebagai informasi bagi pelatih Persijap dalam memberikan motivasi kepada Pemainnya. 7 1.6. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempergunakan sistematika penulisan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, ruang lingkup masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini memuat tentang landasan teori yang berhubungan dengan masalah Motivasi, Kerja, motivasi kerja, penelitian terdahulu dan kerangka penelitian. BAB III : METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi tentang jenis penelitian subjek dan informan penelitian, fokus penelitian, jenis dan sumber data, teknik dan alat pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini membahas tentang hasil penelitian yang disajikan secara sistematis dari gambaran umum obyek penelitian yaitu Persijap Jepara, penyajian data, analisis data dan pembahasan. BAB V : PENUTUP Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan masalah penelitian. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian motivasi Motivasi adalah berasal dari kata motif. “Motif diartikan sebagai dorongan atau tenaga yang menggerakkan jiwa dan jasmani untuk berbuat sesuatu. Jadi motif merupakan pendorong (driving force) yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku yang di dalam perbuatan tersebut terdapat tujuan-tujuan tertentu”. (Moch As‟ad, 2005: 44). Sedangkan menurut Wexley dan Yulk, seperti dikutip Moh. As‟ad (2005: 44) motivasi didefinisikan sebagai “the process by which behavior is energized and directed”, yang artinya bahwa motivasi adalah merupakan proses dengan nama perilaku digerakkan atau diarahkan. Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa motif adalah yang melatar belakangi individu dalam berbuat untuk mencapai tujuan tertentu atau dapat dikatakan bahwa motif merupakan pendorong dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan motif. Jadi motivasi adalah sesuatu yang memberikan semangat atau dorongan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian motivasi menurut Irwanto, dkk (1997, h.193) adalah penggerak perilaku (the energizer of behavior). Manusia adalah makhluk yang mempunyai daya-daya di dalam dirinya sendiri untuk bergerak. Bisa dikatakan bahwa motivasi adalah determinan perilaku. McClelland (dikutip dalam Siagian & 8 9 Asfahani, 1996, h. 110) menyatakan bahwa perkataan motivasi menunjukkan perilaku kuat yang diarahkan menuju ke suatu tujuan tertentu, dimana ada kebutuhan dibalik perilaku ini. Kebutuhan inilah yang diartikan sebagai motivasi. Motivasi dapat juga dikatakan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah tujuan tertentu (Anoraga, 1998, h. 34). Wexley & Yukl (dikutip dalam As‟ad, h. 45) memberikan batasan kepada motivasi sebagai sebuah proses penggerakkan dan pengarahan perilaku. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai hal atau keadaan menjadi motif; atau pemberian/penimbulan motif. Petri (1985, h. 3) memberi definisi motivasi sebagai energi atau tenaga yang terdapat di dalam diri manusia untuk menimbulkan, mengarahkan, dan menggerakkan perilakunya. Berdasarkan pengertian yang diberikan para tokoh di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa motivasi adalah sebuah proses pengarahan perilaku yang melibatkan energi dalam diri manusia menuju ke suatu tujuan tertentu. Jika digabungkan dengan kata ”kerja”, maka motivasi kerja diartikan sebagai sebuah proses yang melibatkan energi yang bisa menimbulkan semangat atau dorongan untuk bekerja. Motivasi kerja adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual (Robbins, 1996, h. 198). 2.1.2. Ciri-ciri motivasi Sebagai upaya menimbulkan motivasi kerja bagi karyawan atau bawahannya tentunya seorang manajer atau pemimpin perlu dalam memahami 10 motif itu sendiri. Tentunya pemahaman motif tersebut akan membawa dampak positif dalam usaha memotifkan karyawan, maka seorang manajer perlu untuk mengetahui cir-ciri dari motif tersebut. Moch. As‟ad memberikan cirri-ciri motif sebagai berikut: a). Motif adalah majemuk Pendorong dan tujuan karyawan untuk bertindak tidak hanya satu, tetapi beberapa pendorong dan tujuannya berlangsung secara bersamasama. b). Motif dapat berubah-ubah Motif bagi seseorang yang seringkali mengalami perubahan. Ini disebabkan karena keinginan manusia sering berubah-ubah pula. c). Motif Berbeda-beda bagi individu Karyawan dari pekerja yang sama bisa memiliki motif yang berbeda. d). Beberapa motif tidak disadari oleh ndividu Banyak tingkah laku karyawan yang tidak dipahami oleh pelakunya sendiri. 2.1.3. Faktor-faktor Motivasi Menurut Abraham Maslow, dalam Kotler 2001 hirarki motivasi seseorang dalam urutan kepentingan adalah, jenjang kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan pengaktualisasian diri. Mula-mula seseorang mencoba untuk memuaskan kebutuhan yang paling penting. Kalau sudah terpuaskan, kebutuhan 11 itu tidak lagi menjadi motivator dan kemudian orang tersebut akan mencoba memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya. Misalnya orang yang kelaparan (kebutuhan fisiologis) tidak akan tertarik dengan apa yang terjadi dalam dunia seni (kebutuhan mengaktualisasikan diri), tidak juga pada bagaimana orang lain memandang dirinya atau penghargaan orang lain (kebutuhan sosial atau penghargaan), bahkan tidak tertarik juga pada apakah mereka menghirup udara. Motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial tertentu seperti kelompok referensi, keluarga, status dan peranan sosial mereka. Sedangkan secara formal adalah kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh perusahaan atau pun acara peringatan-peringatan hari bersejarah. Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan (2001: 187), antara lain mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan, untuk itu maka ia akan melakukan hubungan dengan teman-temannya. Menurut Megginson dalam bukunya T. Hani Handoko (1996: 258) antara lain menyatakan bahwa hubungan sosial secara teori adalah kebutuhan akan cinta persahabatan, perasaan memiliki dan diterima kelompok, keluarga, asosiasi. Selain kebutuhan untuk bersama seseorang juga menginginkan mendapat perhatian dan penghargaan secara personal. Baik itu pencapaian spiritual maupun kepuasan secara pribadi yang merupakan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan dari perwujudan ingin menggunakan potensi diri untuk mencpai yang diinginkan. Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani Handoko (1996: 265), memberikan penjelasan bahwa kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan pemenuhan diri, untuk 12 mempergunakan potensi diri, pengembangan diri, dan melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Moh. As‟ad (2005: 50) menyatakan bahwa manusia ingin mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerjanya melalui pengembangan pribadinya. Oleh sebab itu pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang paling baik. Gauzali Saydam (2005: 243) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk mewujudkan diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. 2.1.4. Kerja Anoraga (1998, h. 11) menyebutkan bahwa kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Pada diri manusia terdapat kebutuhankebutuhan yang akan membentuk tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995, h. 488), salah satu definisi kerja adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, atau kata lainnya adalah mata pencahariaan. Brown (dikutip dalam Anoraga, 1998, h. 13) menyatakan bahwa kerja merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia karena kerja merupakan aspek kehidupan yang memberikan status kepada masyarakat. 13 Dua orang guru besar, Prof. Miller dan Prof. Form (dikutip dalam Anoraga, 1998, h. 14), menyatakan bahwa motivasi bekerja tidak bisa dikaitkan begitu saja dengan kebutuhan ekonomis belaka, karena ada individu yang tetap bekerja meskipun sudah tidak membutuhkan dan memikirkan halhal yang bersifat materiil. Ada sebagian orang yang bekerja untuk kepuasan pribadinya, salah satu contohnya adalah memperoleh kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya itu pada orang lain. Anoraga (1998, h. 14 – 15) menyebutkan beberapa pandangan modern mengenai kerja, yaitu: 1. Kerja merupakan bagian yang paling mendasar/esensial dari kehidupan manusia. Kerja akan memberikan status dari masyarakat yang ada di lingkungannya. Dengan demikian, kerja akan memberi isi dan makna kehidupan manusia yang bersangkutan. 2. Baik pria maupun wanita sama-sama menyukai pekerjaan. Kalaupun ada individu yang tidak menyukai pekerjaan, hal ini bisa disebabkan kondisi psikologis dan sosial dari pekerjaan dan individu itu sendiri. 3. Moral dari pekerja tidak mempunyai hubungan langsung dengan kondisi material yang menyangkut pekerjaan tersebut. 4. Insentif dari kerja mempunyai banyak bentuk dan tidak selalu tergantung pada uang. Insentif ini adalah hal-hal yang mendorong tenaga kerja untuk bekerja lebih giat. Orang akan merasa puas atas kerja yang telah dijalankan apabila apa yang dikerjakannya itu dianggap telah memenuhi harapan dan sesuai dengan 14 tujuan bekerja. Keinginan dan kebutuhan inividu bisa terpuaskan dengan bekerja. Ada beberapa kebutuhan pada manusia yang perlu pemuasan, yaitu: kebutuhan fisiologis dasar, kebutuhan sosial, dan kebutuhan egoistik (Anoraga, 1998, h. 19). Kebutuhan fisiologis dasar (Anoraga, 1998, h. 19 – 20) menyangkut kebutuhan fisik atau biologis, seperti makan, minum, tempat tinggal, dan kebutuhan lain yang sejenis. Kebutuhan-kebutuhan sosial berkaitan dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia perlu persahabatan dan perlu teman. Ada beberapa pekerja yang menggunakan kelompok kerja untuk memuaskan kebutuhan sosial mereka mungkin karena mngalami kehidupan rumah tangga yang tidak berbahagia, Kebutuhan sosial lainnya juga dapat diperoleh dari hubungan antara antasan dan bawahan. Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan egoistik (Anoraga, 1998, h. 20 – 21). Kebutuhan egoistik ini mencakup beberapa hal, yaitu: a. Prestasi: salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan untuk merasa berprestasi, untuk merasa bahwa ia melakukan sesuatu, bahwa pekerjaannya itu penting. Pekerjaan yang menuntut ketrampilan tinggi sering lebih memuaskan karyawan daripada pekerjaan yang hampir tidak membutuhkan ketrampilan apa-apa. Kepuasan yang mereka peroleh adalah kepuasan yang lebih bersifat egoistik. b. Otonomi: seorang karyawan menginginkan adanya kebebasan, menginginkan kreativitas dan variasi dalam menjalankan pekerjaannya. Inisiatif dan imajinasi mencerminkan keinginan seseorang untuk bebas 15 menentukan apa yang dia inginkan c. Pengetahuan: kebutuhan akan pengetahuan merupakan dorongan dasar dari setiap manusia. Manusia tidak hanya ingin tahu apa yang terjadi, tetapi juga ingin mengetahui mengapa sesuatu itu terjadi. Bisa menjadi seorang ahli dalam suatu bidang akan memberikan kepuasan tersendiri bagi seseorang dan ini merupakan salah satu bentuk pemuasan kebutuhan egoistiknya. Anoraga (1998, h. 23) menyebutkan bahwa pada umumnya makna kerja berkaitan erat dengan kebutuhan dan atau motivasi. Makna atau arti kerja bagi seseorang perlu untuk diketahui seorang karyawan karena banyak hipotesis yang dibuat telah menunjukkan bahwa dengan pemaknaan kerja yang tepat akan meningkatkan produktivitas kerja. Keberhasilan bekerja tergantung pada motivasi, kesungguhan, disiplin, dan ketrampilan kerja (Anoraga, 1998, h. 26). Motivasi, disiplin, dan ketrampilan kerja merupakan hasil usaha dan pengembangan diri yang terus menerus, baik di lingkungan pendidikan maupun di lingkungan pekerjaan. Seseorang perlu percaya diri, berorientasi pada pencapaian hasil dan prestasi, tabah, banyak inisiatif dan inovasi, kreatif, siap menghadapi tantangan dan mengambil risiko, menghargai waktu, dan berpandangan jauh ke depan agar mampu menjadi mandiri serta tidak terikat kepada orangtua atau orang lain. 2.1.5. Teori motivasi kerja Banyak sekali ahli yang mengungkapkan teori motivasi, terutama teori 16 motivasi kerja. Pada dasarnya, teori motivasi kerja dibagi menjadi dua, yaitu teori motivasi isi dan motivasi proses. Teori motivasi isi adalah teori yag berfokus pada apa yang mendorong manusia melakukan suatu kegiatan. Teori ini berkaitan dengan isi dari motivasi itu sendiri. Jika dikaitkan dengan kerja, maka teori ini berkaitan dengan isi dari motivasi itu sendiri. Jika dikaitkan dengan kerja, maka teori ini berhubungan dengan pentingnya kerja itu sendiri, tantangannya, kesempatan untuk berkembang, dan tanggung jawab para pekerja (Schultz & Schultz, 2002, h. 224). Teori motivasi proses berfokus pada bagaimana mendorong manusia agar mau berbuat sesuatu, termasuk juga dalam bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Teori motivasi proses lebih berkaitan dengan proses kognitif yang digunakan individu dalam membuat keputusan dan pilihan tentang pekerjaan mereka (Schultz & Schultz, 2002, h. 231). Berikut ini adalah beberapa teori motivasi, baik teori motivasi isi maupun proses, yang berhubungan dengan asumsi peneliti. 2.1.5.1. Teori hirarki kebutuhan (Abraham Maslow) Teori motivasi yang paling dikenal adalah teori hirarki kebutuhan dari Maslow. Maslow membagi kebutuhan manusia dalam delapan tingkat. Menurut Maslow, manusia akan selalu menginginkan apa yang belum dimilikinya. Konsekuensinya adalah kebutuhan yang sudah terpuaskan tidak akan menjadi motivasi dalam berperilaku dan kebutuhan baru yang lain akan butuh pemuasan. Jika kebutuhan tingkat rendah sudah terpuaskan/terpenuhi, maka individu bisa memberikan perhatian pada 17 kebutuhan di atasnya (Schultz & Schultz, 2002, h. 226). Delapan tingkat kebutuhan Maslow dari yang terendah sampai tertinggi adalah: 1) Kebutuhan fisiologis: kebutuhan dasar manusia, meliputi makanan, udara, air, tidur, dan nafsu/dorongan seksual dan beraktivitas. 2) Kebutuhan akan rasa aman: kebutuhan akan perlindungan fisik, keamanan dan stabilitas psikologis dan emosional. 3) Kebutuhan akan cinta dan kasih sayang: kebutuhan sosial akan cinta, afeksi, pertemanan, dan afiliasi yang mencakup interaksi dan adanya penerimaan dari orang lain. Kebutuhan ini bisa digunakan untuk memotivasi seseorang dalam bekerja. Pekerja bisa mengembangkan jaringan dukungan sosial dan rasa memiliki dengan rekan kerjanya. 4) Kebutuhan akan harga diri: kebutuhan akan rasa hormat seperti harga diri, otonomi, prestasi, status, pengakuan, dan perhatian. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membeli rumah besar atau mobil yang menunjukkan bahwa pekerja itu telah berhasil. Kebutuhan ini juga bisa terpenuhi dengan adanya pujian atau penghargaan dari atasan, atau pemberian tempat kerja sendiri yang nyaman. 5) Kebutuhan kognitif: kebutuhan akan pengetahuan dan untuk memahami suatu masalah (Handoko, 2002, h. 20). 6) Kebutuhan estetik: kebutuhan akan keindahan, keteraturan, dan kerapian (Handoko, 2002, h. 20). 7) Kebutuhan aktualisasi diri: kebutuhan akan pemenuhan diri, untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki dan mencapai cita-citanya 18 sehingga pekerja seharusnya mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan bertanggung jawab atas suatu pekerjaan sehinggamereka bisa mengasah kemampuan mereka seoptimal mungkin. 8) Kebutuhan transenden: kebutuhan akan eksistensi psikologis manusia dimana salah satu refleksi psikologisnya adalah dengan meyakini suatu agama atau kepercayaan (Halim, 2005, h. 43). Jika dikaitkan dengan pekerjaan, maka sekali individu mendapatkan kepuasan dalam keamanan fisik dan ekonomi, maka akan memotivasinya untuk memenuhi kebutuhan di atasnya. Menurut Maslow (Robbins, 1996, h. 200), untuk memotivasi seseorang, maka perlu diketahui pada tingkat kebutuhan manakah pekerja itu berada dan membutuhkan pemuasan. 2.1.5.2. Teori motivasi-higiene/teori dua faktor (Frederick Herzberg) Frederick Herzberg mengatakan bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaannya merupakan suatu hubungan dasar dan sikapnya terhadap pekerjaannya akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan individu (Robbins, 1996, h.201). Teori dua faktor berkaitan dengan motivasi dan kepuasan kerja. Menurut Herzberg, ada dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan motivasi (motivator needs) yang menghasilkan kepuasan kerja dan kebutuhan higiene (hygiene needs) yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Kebutuhan motivasi adalah kebutuhan internal dari pekerjaan itu sendiri. 19 Kebutuhan ini dapat memotivasi seseorang untuk mendapatkan kepuasan kerja. Kebutuhan ini bisa terpenuhi dengan menstimulasi dan membuat pekerjaan menjadi lebih menantang. Tidak terpenuhinya kebutuhan motivasi bukan berarti individu mengalami ketidakpuasan kerja. Kebutuhan motivasi yang menjadi faktor penentu kepuasan kerja meliputi (Schultz & Schultz, 2002, h.228): 1) Tanggung jawab dan kealamiahan sebuah tugas/pekerjaan 2) Prestasi/keberhasilan (achievement) 3) Pengakuan (recognition) 4) Peningkatan atau kemajuan (advancement) 5) Pengembangan dan pertumbuhan karir (career growth dan development) Ketidakpuasan kerja ditentukan oleh kebutuhan higiene. Kebutuhan ini berkaitan dengan promosi dan perawatan kesehatan. Kebutuhan higiene berasal dari luar pekerjaan itu sendiri (eksternal) dan mencakup karakteristik lingkungan kerja. Terpenuhinya kebutuhan higiene bukan berarti individu mengalami kepuasan kerja. Faktor-faktor yang menentukan ketidakpuasan kerja antara lain: 1) Kebijakan dan administrasi perusahaan 2) Pengawasan (supervision) 3) Hubungan interpersonal 4) Kondisi kerja 5) Gaji dan keuntungan 20 2.1.5.3. Teori ERG (Clayton Alderfer) Aldefer menyebutkan ada tiga kebutuhan dasar pada manusia yang berakitan dengan teori hirarki kebutuhan Maslow. Tiga kebutuhan tersebut, yaitu (Schultz & Schultz, 2002, h. 227): 1) Kebutuhan eksistensi (existence needs): berada pada level yang terendah. Kebutuhan ini berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, meliputi kebutuhan akan makanan, air, perlindungan dan keamanan fisik. Organisasi bisa memuaskan kebutuhan ini melalui pemberian gaji, keuntungan dan penyediaan lingkungan kerja yang aman. 2) Kebutuhan keterhubungan (relatedness needs): mencakup interaksi dengan orang lain dan kepuasan akan hubungan sosial ini akan berkaitan dengan dukungan emosional, rasa hormat, pengakuan, dan rasa memiliki. Kebutuhan ini dapat terpuaskan di tempat kerja dengan adanya interaksi yang baik dengan teman kerja, atasan, dan adanya dukungan dari keluarga dan teman di luar tempat kerja. 3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs): kebutuhan ini berfokus pada diri, seperti kebutuhan akan perkembangan dan pertumbuhan kemampuan diri. Kebutuhan ini bisa terpenuhi dengan cara para pekerja memaksimalkan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Untuk memaksimalkannya, maka seorang pekerja membutuhkan pekerjaan yang penuh tantangan, dan menuntut kreativitas. Teori ERG ini tidak disusun dalam sebuah hirarki seperti kebutuhan 21 Maslow. Semua kebutuhan bisa mempengaruhi seseorang dalam waktu yang bersamaan. Kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan akan mengantarkan individu untuk memnuhi kebutuhan di atasnya; tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus, dan halangan dalam memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dapat menghasilkan regresi ke kebutuhan di bawahnya (Robbins, 1996, h. 205). Alderfer juga mengatakan bahwa memuaskan suatu kebutuhan maka akan meningkatkan kekuatannya. Salah satu contohnya, jika pekerjaan menyediakan tantangan dan memerlukan kreativitas, maka kebutuhan pertumbuhan pekerja akan semakin meningkat, dimana pekerja akan mencari tantangan yang lebih besar lagi dalam bekerja. 2.1.5.4. Teori kebutuhan (David McClelland) Teori motivasi dari David McClelland adalah salah satu teori motivasi kerja yang juga banyak digunakan dan sering dikaitkan dengan kewirausahaan. McClelland (dikutip dalam As‟ad, 2003, h. 52 – 53) mengemukakan bahwa timbulnya tingkah laku itu karena dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Konsep motivasi dari McClelland lebih dikenal dengan istilah social motives theory (teori motif sosial) karena orientasi pemuasan dari masing-masing kebutuhannya bersifat sosial. McClelland membagi kebutuhan menjadi tiga, kebutuhankebutuhan tersebut antara lain (dikutip dalam As‟ad, 2003, h. 52 – 54): 1) need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi) 22 Kebutuhan untuk berprestasi merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, dimana perilakunya selalu mengarah pada suatu standar keunggulan. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi ertentu. Kebutuhan berprestasi ini merupakan hasil dari suatu proses belajar, begitu juga dengan dua kebutuhan yang lain. McClelland melakukan penelitian yang merumuskan hubungan antara n-ach dengan pola asuhan dalam budaya tertentu. Hasilnya menunjukkan bahwa n-ach bisa ditingkatkan melalui latihan atau pembelajaran. Inilah yang mendasari munculnya Achievement Motivation Training (AMT), sebuah pelatihan untuk meningkatkan motivasi berprestasi. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi antara lain: a) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif. b) Mencoba mencari feed back (umpan balik) atas perbuatanperbuatannya. c) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya. d) Mengambil risiko-risiko yang wajar, artinya tidak akan mengambil halhal yang dianggap terlalu mudah atau terlalu sulit. 2) need for affiliation (kebutuhan untuk berafiliasi) Kebutuhan untuk berafiliasi merupakan kebutuhan akan kehangatan dan dukungan dalam berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan individu untuk mengadakan hubungan yang akrab 23 dengan orang lain. Pekerja yang mempunyai motivasi berafiliasi tinggi lebih menyukai persahabatan, saling pengertian, dan bekerja sama daripada persaingan. Tingkah laku pekerja yang didorong oleh kebutuhan ini akan nampak sebagai berikut: a) Lebih memperhatikan aspek hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya, daripada aspek tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu. b) Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerja sama dengan orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif. c) Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain. d) Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian. 3) need for power (kebutuhan untuk berkuasa) Kebutuhan untuk berkuasa merupakan kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini ditandai dengan keinginan untuk membuat orang lain mau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dilakukannya. Perilaku yang nampak dari kebutuhan berkuasa ini adalah: a) Berusaha menolong orang lain walaupun tidak dimintai tolong oleh orang tersebut. b) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari usahanya. c) Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise. d) Peka terhadap struktur pengaruh interpersonal suatu kelompok atau organisasi. 24 Menurut penelitian Kolb, Rubin, & Mc Intyre (dikutip dalam As‟ad, 2003, h. 54) kebutuhan untuk berprestasi sangat mempengaruhi perkembangan usaha seseorang. Menurut Inkson (dikutip dalam As‟ad, 2003, h. 54) individu yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi cenderung memilih profesi atau pekerjaan dalam bidang bisnis atau usaha. Penelitian tentang n-aff dan n -power belum banyak dilakukan sehingga belum bisa didapatkan banyak data mengenai dua kebutuhan tersebut. 2.1.5.5. Teori penentuan tujuan (Edwin Locke) Teori penentuan tujuan (Schultz & Schultz, 2002, h. 233) didasarkan pada gagasan bahwa motivasi utama individu dalam bekerja dipengaruhi oleh tujuan khusus apa yang ingin dicapai. Tujuan ini diartikan sebagai apa yang bisa dan harus dilakukan pada waktu yang diberikan di masa yang akan datang. Penentuan tujuan yang spesifik dan menantang bisa memotivasi dan membimbing perilaku individu agar lebih efektif dalam bekerja. Tujuan yang spesifik akan lebih memotivasi daripada tujuan yang sifatnya umum. Tujuan yang sulit untuk dicapai akan lebih memotivasi daripada tujuan yang mudah dicapai. Tapi, tujuan yang terlalu sulit dicapai oleh pekerja justru kurang baik dalam memotivasi dibandingkan dengan tanpa penentuan tujuan. Salah satu faktor penting dari teori penentuan tujuan ini adalah komitmen individu akan tujuan tersebut, yang didefinisikan sebagai kekuatan determinasi kita untuk mencapai tujuan. Komitmen terhadap tujuan 25 dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu eksternal, interaktif, dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi komitmen terhadap tujuan adalah otoritas, pengaruh rekan kerja, dan imbalan eksternal. Komitmen terhadap tujuan akan meningkat bila figur otoritasnya hadir di tempat kerja, suportif, dan bisa dipercaya. Tekanan rekan kerja dan peningkatan upah juga bisa memperkuat komitmen terhadap tujuan. Faktor interaktif yang mempengaruhi komitmen terhadap tujuan adalah persaingan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam menyusun tujuan. Faktor ini bisa menjadi pendorong agar individu menyusun tujuan yang lebih tinggi dan bekerja lebih keras untuk mencapainya. Faktor personal dan situasional juga berkaitan dengan komitmen tinggi terhadap tujuan. Faktor ini meliputi kebutuhan untuk berprestasi, ketahanan kerja, agresivitas, tingkat kompetisi/persaingan, keberhasilan mencapai tujuan yang sulit, harga diri yang tinggi, dan juga LOC (locus of control) internal. 2.1.6. Motivasi dalam Pemilihan dan Pertimbangan Kerja Di dalam memilih pekerjaan, apakah di kantor-kantor pemerintahan atau di perusahaan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan. Menurut Anoraga (1998, h. 1), di Indonesia pada umumnya sering terjadi pengabaian terhadap pertimbangan-pertimbangan dalam memilih pekerjaan karena individu kurang mengerti peranannya terhadap faktor kepuasan kerja. Ada beberapa pertimbangan yang bisa digunakan dalam memilih suatu pekerjaan. 26 Pertimbangan itu antara lain: nama dan reputasi perusahaan, tipe pekerjaan, rasa aman, kondisi tempat kerja, dan teman sekerja. Nama perusahaan bisa menentukan kemantapan dan semangat kerja (Anoraga, 1998, h. 2). Bila seseorang bekerja pada perusahaan dengan reputasi baik, maka tidak segan-segan untuk menjawab pertanyaan orang tentang di mana dirinya bekerja. Tetapi, bila tempat bekerja mempunyai reputasi yang kurang baik, maka seseorang akan malu dan tidak merasa bangga ketika harus mengatakannya kepada orang lain. Faktor kedua yang perlu untuk dipertimbangkan adalah kecocokan tipe pekerjaan dengan individu itu sendiri (Anoraga, 1998, h. 2). Seorang pencari kerja akan berusaha mencari jenis pekerjaan apa yang cocok dengan dirinya. Pencari kerja ini akan mencari informasi tentang seluk beluk pekerjaan sebelum memulai bekerja dan informasi yang dicari misalnya mengenai tipe pekerjaan yang paling melelahkan sampai ke tipe pekerjaan yang paling rileks, dari yang sederhana sampai ke yang modern, banyaknya penghasilan, dan juga status sosial yang dididapat ketika sudah bekerja. Faktor ketiga yang sering dipertimbangkan dalam memilih pekerjaan adalah gaji (Anoraga, 1998, h. 2). Pada umumnya, orang beranggapan bahwa tujuan bekerja adalah mencari uang sehingga semakin besar gaji yang diberikan semakin tertariklah orang pada pekerjaan itu. Ternyata, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di banyak perusahaan, bila gaji sudah mencukupi secara sederhana, maka gaji bukanlah faktor utama yang dikejar orang dalam bekerja. Orang lebih berkecenderungan untuk memikirkan tipe 27 pekerjaan, status sosial pekerjaan, dan kesempatan untuk maju walaupun gajinya rendah. Berdasarkan penelitian di luar negeri, gaji hanya menduduki urutan ketiga sebagai faktor yang bisa membuat seseorang menerima suatu pekerjaan (Anoraga, 1998, h. 3). Faktor yang paling utama dalam memotivasi orang untuk bekerja adalah rasa aman dan kesempatan untuk naik pangkat dalam pekerjaanya. Ada perusahaan yang tidak menyediakan kesempatan untuk naik pangkat bagi karyawannya sehingga karyawan merasa dirinya tidak maju di bidang kariernya. karyawan yang seperti ini akan rendah semangat kerjanya. Itulah sebabnya mengapa perlu dipertimbangkan ada tidaknya kesempatan naik pangkat dalam bekerja (Anoraga, 1998, h. 5). Anoraga (1998, h. 3) menyebutkan bahwa kebutuhan akan rasa aman merupakan faktor utama di dalam diri seseorang. Sejak kecil kebutuhan rasa aman ini telah ada dan orangtua adalah orang yang bisa mendatangkan rasa aman pada anak-anaknya. Begitu terlepas dari orangtua, individu harus mencari kebutuhan-kebutuhan seperti makan, minum, uang, dan perlindungan. Manusia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan seringkali karena tidak adanya pekerjaan tetap, orang menjadi cemas dan merasa dirinya tidak aman. Individu akan khawatir dengan kelangsungan karir dan kelangsungan hidupnya di kemudian hari. Oleh karena itu, di dalam memilih pekerjaan harus dipikirkan juga kelanggengan suatu pekerjaan karena pekerjaan yang langgeng akan menjamin sumber biaya hidup. Pada umumnya, orang merasa lebih aman menjadi pegawai negeri, karena walaupun penghasilannya kecil tetapi 28 pekerjaan tersebut langgeng dan tidak akan ada pemberhentian kerja semenamena (Anoraga, 1998, h. 4). Faktor lain yang ikut berpengaruh dalam mencari kerja adalah kesesuaian dengan rekan kerja (Anoraga, 1998, h. 4). Rekan kerja akan mempengaruhi sikap positif terhadap suatu pekerjaan. Kalau rekan kerja kompak, ramah, dan menyenangkan, maka pekerja akan merasa betah bekerja dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan dalam bekerja. 2.1.7. Pengertian Sepakbola Sepak bola merupakan permainan yang dimainkan oleh dua regu yang masing-masing regu terdiri dan sebelas (11) orang pemain, yang lazim disebut kesebelasan. Masing-masing regu atau kesebelasan berusaha memasukan bola sebanyak-banyaknya kedalam gawang lawan dan mempertahankan gawangnya sendiri agar tidak kemasukan (A. Sarumpaet, 1992: 5). Agar peraturan-peraturan permainan ditaati oleh pemain pada saat permainan atau pertandingan berlangsung maka ada wasit dan hakim garis yang memimpin atau mengawasi pertandingan tersebut. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pemain ada sangsinya (hukumnya), oleh karena itu kedua kesebelasan diharapkan bermain sebaik mungkin serta memelihara sportifitas (A. Sarumpaet.1992: 5). Permainan sepak bola adalah cabang olahraga permainan beregu atau permainan team, maka suatu kesebelasan yang baik, kuat, tangguh 29 adalah kesebelasan yang terdiri atas pemain-pemain yang mampu menyelenggarakan permainan yang kompak, artinya mempunyai kerja sama team yang baik. Untuk mencapai kerja sama team yang baik diperlukan pemain-pemain yang dapat menguasai semua bagian-bagian dan macam-macam teknik dasar dan keterampilan bermain sepakbola, sehingga dapat memainkan bola dalam segala posisi dan situasi dengan cepat, tepat dan cermat, artinya tidak membuang-buang energi atau waktu (Sukatamsi, 1984: 12). Untuk meningkatkan mutu permainan kearah prestasi maka masalah teknik dasar merupakan persyaratan yang menentukan. Dengan demikian seorang pemain sepakbola yang tidak menguasai teknik dasar dan keterampilan bermain sepakbola tidaklah mungkin akan menjadi pemain yang baik dan terkemuka. Teknik dasar merupakan salah satu fundasi bagi seseorang pemain untuk dapat bermain sepakbola. Menurut A. Sarumpaet (1992: 17) bahwa teknik dasar adalah semua kegiatan yang mendasari sehingga dengan modal sedemikian itu sudah dapat bermain sepakbola. Semua pemain sepakbola harus menguasai teknik dasar dan keterampilan bermain sepakbola karena orang akan menilai sampai dimana teknik dan keterampilan para pemain. Oleh karena itu tanpa menguasai dasar-dasar teknik dan keterampilan sepakbola dengan baik untuk selanjutnya tidak akan dapat melakukan prinsip-prinsip bermain sepakbola, tidak dapat melakukan pola-pola permainan atau 30 pengembangan taktik modern dan tidak akan dapat pula membaca permainan. Menurut Sukatamsi (1984: 34) bahwa teknik dasar bermain sepakbola terdiri dari: 1) Teknik tanpa bola, diantaranya adalah: a) lari, b) melompat, c) gerak tipu tanpa bola , d) gerakan khusus penjaga gawang. 2) Teknik dengan bola, diantaranya adalah: a) menendang bola, b) menerima bola, c) menggiring bola, d) menyundul bola, e) melempar bola, f) gerak tipu dengan bola, g) merampas atau merebut bola, dan h) teknik-teknik khusus penjaga gawang. 31 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel. 2.1. Penelitian terdahulu Peneliti Nila Yuniar Rohsantika & Agustin Handayani Judul PERSEPSI TERHADAP PEMBERIAN INSENTIF DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA PEMAIN SEPAK BOLA Masalah Bagaimana persepsi terhadap pemberian insentif dengan motivasi berprestasi pada pemain persatuan sepakbola Persijap Jepara. Hasil Persepsi terhadap pemberian insentif terhadap motivasi berprestasi pada pemain Persijap Jepara menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap pemberian insentif dengan mootivasi berprestasi pada pemain Persijap Jepara. Alat Uji Korelasi I Wayan Badra. Johana. E. Prawitasari. Hubungan Antara Stres dan Motivasi dengan Kinerja Dosen Tetap Pada Akper Sorong Masing-masing tingkat stres dan motivasi mempunyai hubungan yang kuat terhadap kinerja. Secara regresi berganda stres dan motivasi khususnya motivasi ekstrinsik yang sangat berpengaruh terhadap kinerja. Analisa data secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif Efa Novita Tawale Widjajaning Budi Gartinia Nurcholis Hubungan antara Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan mengalami Burnout pada Perawat di RSUD Serui–Papua Untuk mengetahui tingkat kinerja dosen tetap sehubungan dengan stres kerja dan motivasi dosen dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara motivasi kerja perawat dengan kecenderungan mengalami burnout pada perawat di RSUD Serui-Papua Metode Analisa Product Moment Ulil Ismawati Farikhah Analisis komitmen organisasi dan Motivasi berprestasi dalam upaya meningkatkan kinerja guru (Studi pada Guru SMA Laboratorium UM) Berdasarkan analisis product moment antara motivasi kerja perawat dengan kecenderungan mengalami burnout diperoleh hasil rxy sebesar -0,526 pada taraf signifikansi (p) 0,000 (p < 0,01). Dengan demikian motivasi kerja perawat mempunyai hubungan negatif dengan kecenderungan mengalami burnout pada perawat di RSUD Serui-Papua. Komitmen organisasi setiap guru di SMA Laboratorium UM berbeda. Komitmen afektif ditunjukkan dengan kehadiran guru yang tepat waktu, semangat guru dalam mewujudkan misi sekolah, rasa kepemilikan atas sekolah yang dipengaruhi oleh lama masa guru mengajar. Sedangkan komitmen kontinuan guru di SMA Laboratorium UM dipengaruhi oleh kebutuhan finansial. Komitmen organisasi dan motivasi berprestasi guru SMA Laboratorium dalam upaya meningkatkan kinerja guru Sumber: Nila Yuniar Rohsantika & Agustin Handayani (2011), I Wayan Badra. Johana. E. Prawitasari (2005), Efa Novita Tawale Widjajaning Budi Gartinia Nurcholis (2011) dan Ulil Ismawati Farikhah (2012). Deskriptif kualitatif 32 2.3.Kerangka Penelitian Penelitian ini mendeskripsikan tentang motivasi pemain persijap untuk bermain sepakbola secara baik untuk team. Penelitian ini berusaha untuk mempelajari suatu masalah dengan kerangka berfikir induktif, yaitu berusaha mendapatkan kesimpulan tentang suatu masalah yang sedang dipelajari berdasarkan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah motivasi pemain di Persijap Jepara. Pemain Persijap 1. Sistem rekrutmen pemain persijap. 2. Manajemen Persijap. 3. Motivasi Pelatih kepada pemain Persijap Persatuan Sepak Bola Jepara Persijap Motivasi Internal Motivasi Pemain Persijap Motivasi Eksternal Gambar 3.1. Kerangka berpikir Informasi yang dikumpulkan lebih banyak berkaitan dengan realitas internal yang terletak dalam diri manusia (pendapat, keyakinan, nilai) yaitu para pemain pelatih dan manajemen Persijap, dan dirumuskan secara interpretatif subyektif. 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2010) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah “penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata - kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang diamati“. Sedangkan menurut Arikunto (1998: 122) metode deskriptif adalah “suatu penelitian yang maksudnya tidak menggunakan hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan tentang satu variabel atau gejala-gejala tertentu”. Penelitian kualitatif merupakan tradisi dalam ilmuwan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusiadalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut menurut bahasa dan peristilahannya (Kirk dan Miller dalam Moleong, 2010). Bedasarkan beberapa pandangan tentang penelitian kualitatif, maka Moleong (2010) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, Husserl (dalam Moleong, 2010) mengartikan fenomenologi sebagai: 1) pengalaman subjektif atau 33 34 pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Istilah „fenomenologi‟ sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjukkan pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang. Para fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal lainnya dari pada dirinya sendiri. Menurut Moleong (2010) fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia. Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi faktual dan akurat mengenai motivasi pemain Persijap untuk bermain di Persijap. 3.2. Subjek dan Informan Penelitian 3.2.1. Subjek penelitian Subjek penelitian merupakan tanda, hal, orang atau tempat data untuk variabel penelitian yang melekat dan dipermasalahkan (Arikunto, 1998: 109). Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pemain Persijap Jepara. 3.2.2. Informan penelitian Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian Moleong (1990: 97). Informan dibedakan atas: pertama informan kunci, yaitu orang-orang yang betul-betul memahami permasalahan, yang menjadi informan kunci dalam 35 penelitian ini adalah pemain Persijap Jepara. Yang kedua informan non kunci, yaitu orang yang dianggap mengetahui masalah yang diteliti. Dalam hal ini informan non kunci adalah para pemain yang dipersiapkan untuk bermain di Persijap (pemain cadangan dan pemain yang berusia dibawah 18 tahun), serta beberapa orang informan lain. 3.3. Fokus penelitian Fokus dalam suatu penelitian sangat penting sekali, sebab fokus penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam melakukan penelitian serta untuk mengetahui secara rinci data yang diperlukan yang relevan dengan penelitian. Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: a. Bagaimana motivasi para pemain sepak bola profesional untuk bermain di Persijap Jepara. b. Bagaimana cara pemain Persijap dalam memotivasi diri untuk bermain yang terbaik. c. Kendala apa yang dihadapi dan bagaimana upaya pemain Persijap Jepara untuk selalu bermain bagus. 3.4. Jenis dan Sumber Data 3.4.1. Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan para pemain Persijap. Selain itu untuk perbandingan data dilakukan juga wawancara 36 dengan para manajemen Persijap, PSSI Jepara, Sponsor, Supporter dan pemerintah Jepara yang berkaitan dengan: a. Bagaimana motivasi para pemain sepak bola profesional untuk bermain di Persijap Jepara. b. Bagaimana cara pemain Persijap dalam memotivasi diri untuk bermain yang terbaik. c. Kendala apa yang dihadapi dan bagaimana upaya pemain Persijap Jepara untuk selalu bermain bagus. 3.4.2. Data sekunder Dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan berupa dokumen-dokumen, buku- buku dan dokumen lain yang menunjang penelitian ini. Seperti halnya di website bola, Koran dan majalah Bola dan Perpustakaan Jepara yang dapat dilihat yaitu mengenai perkembangan Persijap. 3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 3.5.1. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teknik wawancara Teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang berhubung dengan hal-hal sebagai berikut: a. Bagaimana motivasi para pemain sepak bola profesional untuk bermain di Persijap Jepara. 37 b. Bagaimana para pemain sepak bola dalam memotivasi diri untuk bermain yang terbaik demi Persijap. c. Kendala apa yang dihadapi dan bagaimana upaya pemain Persijap Jepara untuk selalu bermain bagus. 2. Studi Dokumentasi Digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan deskripsi organisasi Persijap, sejarah dan perkembangannya, data kemenangan dan kekalahan persijap tiap tahunnya, bagaimana sistem kerja dan penggajian di Persijap Jepara. 3.5.2. Teknik Menguji Keabsahan Data Dalam menguji keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi sumber. Teknik triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan terhadap suatu objek yang berbeda dalam metode kualitatif. Sebagaimana yang dikemukakan Moleong (2010) apabila data yang diperoleh dari beberapa sumber, teknik triangulasi yang paling tepat dipakai adalah triangulasi sumber atau pemeriksaan data melalui sumber lain. Hal ini dapat dicapai melalui beberapa cara diantaranya adalah: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan keadaan dan perspektif pemain persijap dengan berbagai pendapat ahli. 3. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi. 38 Jadi teknik triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dan berbagai pendapat orang dan membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi. 3.6. Teknik Analisis data Sesuai dengan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, data yang diperoleh dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan analisis kualitatif yang melalui tahapan sebagai berikut: 1. Tahapan seleksi dan reduksi data Data-data yang telah dikumpulkan diseleksi mana yang betul dibutuhkan sebagai data utama dan mana sebagai data pelengkap. 2. Tahapan klasifikasi data Data yang dikumpulkan dikelompok-kelompokan atau diklasifikasikan sesuai dengan kelompok-kelompoknya. 3. Bersamaan dengan itu setelah dilakukan dua tahap diatas, Data diolah selama penelitian berlangsung, untuk kemudian diambil kesimpulan. 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Persatuan Sepak Bola Jepara (Persijap). Sebelum berkiprah dalam kancah persepakbolaan nasional seperti sekarang ini, persijap telah mengarungi perjalanan dalam rentang waktu yang cukup panjang. Dengan kata lain sepakbola di Jepara mempunyai catatan sejarah yang cukup panjang. Pada paruh waktu sekitar tahun 1930-an, di Jepara lahir dua klub sepakbola bentukan Belanda. Yaitu Y.V.C. (Yapara Voedbal Club) dan Alsides. Dengan demikian cikal bakal sepak bola di Jepara sudah berakar sejak penjajahan Belanda. Sepak bola di Jepara pada kurun waktu itu dalam waktu singkat sudah bisa menjadi olah raga rakyat. Di setiap pelosok desa sepak bola sudah dimainkan. Namun setelah Belanda kalah dan bangsa Indonesia di jajah Jepang, dua klub tersebut akhirnya bubar. Sumber. Arsip Persijap. Tetapi terbukti kemudian, sebagai olah raga rakyat, sepak bola terus berkembang. Melihat perkembangan sepakbola di Jepara, Bupati Jepara waktu itu, Syahlan Ridwan (1954) berkeinginan membentuk sebuah kesebelasan milik Kabupaten Jepara. Ide ini dilandasi dengan semakin banyaknya klub-klub yang tumbuh. Tahun itu kemudian dicatat sebagai tahun berdirinya Persijap Jepara, tepatnya pada tanggal 11 April 1954. Sumber. Arsip Persijap. 39 40 Seiring dengan perjalanan serta kiprah persijap di jagat persepakbolaan nasional, juga memunculkan beberapa nama yang menjadi populer, bahkan melegenda. Diantaranya adalah Kamal Junaidi, yang meninggal karena tersambar petir, dalam laga final Piala Makutarama yang digelar di Salatiga pada tanggal 28 Agustus 1973 melawan kesebalasan dari Persipa Pati. Nama Kamal Junaidi kemudian diabadikan sebagai nama stadion sepak bola, yang menjadi kebanggan warga masyarakat Jepara. Beberapa pemain sepakbola dari Jepara juga pernah memperkuat timnas. Diantaranya adalah Haryanto yang menjadi kiper andalan timnas pada tahun 1979. Setelahnya juga ada nama Siswadi Gancis yang menjadi kiper PSSI Garuda pada tahun 80-an. Generasi setelahnya pada tahun 2000-an juga ada nama Solekan, dan Warsidi. Sumber. Arsip Persijap. Sehingga tidak berlebihan kalau Jepara, yang nota bene merupakan kota kecil, menjadi barometer sepak bola di Jawa Tengah. Bahkan dalam perkembangannya sekarang, bisa melampaui PSIS Semarang dan Persis Solo, yang mempunyai nama lebih besar dan dana yang juga lebih besar. Hal ini terkait dengan keberhasilan Persijap berhasil lolos ke Liga Super PSSI 2008. Sedangkan kedua tim lainnya dari Jawa Tengah tersebut tetap bertahan di Divisi Utama Home base Persijap terletak di Jl. Mangunsarkoro Jepara, sedangkan home ground-nya akan menempati stadion yang baru, yaitu Stadion Gelora Bumi Kartini (GBK). Stadion GBK menjadi stadion yang baru bagi Persijap, karena stadion Kamal Junaidi tidak lagi memenuhi syarat untuk dipakai bertanding dalam ajang Superliga tahun 2008. Kapasitas stadion (GBK) mempunyai daya tampung 41 sekitar 20.000 penonton, dengan kapasitas tribun tertutup sebanyak 7000 orang dan tribun terbuka 13.000 orang penonton. Hampir setiap kali pertandingan home (kandang), stadion di Jepara dipenuhi oleh penonton/supporter setia Persijap.Sementara ini supporter Persijap yang berjumlah sekitar 10.000 orang terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu Jetman (Jepara Tifosi Mania) dan Banaspati. www. Persijapjepara.com. Stadion GBK terletak di Kelurahan Ujungbatu, Kecamatan Jepara, sekitar 1 km dari Kantor Bupati Jepara. Stadion GBK dibangun sejak tahun 2001. Luas kawasan atau kompleks stadion ini 159.800 m2 dengan luas stadion 30.000 m², dan luas lapangan 7.500 m². Stadion ini nantinya dilengkapi dengan track untuk lintasan atletik dengan panjang 500m2 dengan lebar 6 m. Fasiltas lain yang melengkapi stadion GBK adalah tribun terbuka dan tribun VIP yang bertatap space frame. Jenis rumput yang digunakan di lapangan utama stadion GBK adalah bermuda (dactylon cycnodon). Fasilitas stadion nantinya akan semakin representatif dengan dilengkapinya sarana dan fasilitas stadion berupa ruang ganti pemain, ruang ganti wasit serta ruang untuk peliputan dan konferensi pers. Fasiltas berupa kamar mandi shower dan toilet diharapkan bisa membuat pengguna stadion ini bertambah nyaman. www. Persijapjepara.com. 4.1.2. Organisasi Persatuan Sepak Bola Jepara (Persijap). Persatuan Sepakbola Indonesia Jepara atau lebih dikenal dengan sebutan Persijap Jepara adalah sebuah klub profesional yang berkedudukan di Kota Jepara. Tim berjuluk "Laskar Kalinyamat" saat ini adalah salah satu kontestan 42 Superliga 2009/10, kompetisi sepakbola kasta tertinggi di tanah air. Meski telah berdiri sejak 11 April 1945, Persijap baru mulai menunjukkan eksistensinya setelah sepakbola nasional memasuki era profesional yang ditandai dengan digulirkannya Liga Indonesia. Tepatnya, pada musim kompetisi 1999/00, di mana kala itu tim ini berhasil menembus divisi utama. Alamat: Kompleks Stadion Gelora Bumi Kartini, Ujung Batu, Jepara, Jawa Tengah. Telpon: +62 (0291) 591018 Ketua Umum: Tafrikhan. Manajer Tim: Muhammad Said Bassalamah Pelatih: Raja Isa Suporter: Jetman (Jepara Tifosi Mania) dan Banaspati (Barisan Suporter Persijap Sejati). Julukan: Laskar Kalinyamat. Prestasi Persijap sudah cukup menggembirakan dari tahun ke tahun walaupun piala juara belum diraih klub dari bumi kartini ini. Berikut adalah prestasi Persijap dari tahun ke tahun. Table 4.1. Prestasi Persijap di Copa Indonesia No Tahun Prestasi Copa Indonesia 1 2005/06 16 besar 2 2006/07 64 besar (babak pertama) 3 2007/08 32 besar 4 2008/09 Empat besar Sumber: Manajemen Persijap. 43 Table 4.2. Prestasi Persijap di Liga Indonesia No Tahun Prestasi Liga Indonesia 1 1994/95 Divisi I 2 1995/96 Divisi I 3 1996/97 Divisi I 4 1998/99 Peringkat ke-3 Grup II Divisi I 5 1999/00 Juara Grup I Divisi I (Promosi ke divisi utama) 6 2001 Peringkat ke-12 Wilayah Timur (Degradasi ke divisi I) 7 2002 Peringkat ke-2 Grup Barat Divisi I 8 2003 Peringkat ke-8 Grup Barat Divisi I 9 2004 Peringkat ke-3 Grup Barat Divisi I (Promosi ke divisi utama) 10 2005 Peringkat ke-12 Wilayah Timur 11 2006 Peringkat ke-9 Wilayah Barat 12 2007 Peringkat ke-9 (Promosi ke Superliga) 13 2009/10 Peringkat ke-11 Superliga 14 2010/11 Peringkat ke-14 Superliga Sumber: Manajemen Persijap. Untuk memprkuat tim persijap, pihak manajemen seringkali membeli pemain bintang. Berikut adalah Pemain Bintang yang pernah dimiliki Persijap. 1. Pablo Alejandro Frances Striker asal Argentina kelahiran Cordoba, 29 September 1982, ini pernah menjadi andalan Persijap di lini depan. Kemampuan merobek gawang lawan dilakukannya di musim kedua Superliga. Terlebih karena musim dimana dia merumput di Persijap, ia mampu menjadi "tukang gedor" handal bagi timnya, dengan tampil sebagai pencetak gol terbanyak turnamen Copa Indonesia, yakni dengan delapan gol. Tak heran, jika beberapa klub kontestan Superliga sempat meliriknya. 44 2. Doni Fernando Siregar Kemampuan menjelajahi lapangan tengah yang diperankan pemain kelahiran Medan, 27 September 1983, musim saat ia main di Persijap cukup baik. Ia pun kembali didampuk untuk mengawal lini tengah Persijap di ajang Superliga edisi kedua musim tahun 2010. Akurasi umpan dan tendangan jarak jauhnya yang cukup baik, membuat ia sulit tergantikan di Persijap. 3. Evaldo Da Silva De Aziz Palang pintu pertahanan Persijap dipastikan kembali dikendalikan pemain asing asal Brasil ini. Dengan postur tubuh yang ideal sebagai pemain belakang, stopper kelahiran Brasil, 17 Agustus 1974, tetap menjadi andalan bagi pelatih Persijap. Hal yang sama pada penampilan mereka musim ini. Ketangguhannya mengawal lini belakang membuat Persijap terus menggunakan tenaganya. 4. Cristian Gaston Castano Penyerang handal dari Argentina Cristian Gaston Castano atau akrab disapa Gaston Castano. Mantan pemain Gresik United sempat akan memperkuat skuad Laskar Kalinyamat pada musim 2012/ 2013 yang mulai digulirkan Januari mendatang. Dengan bergabungnya Gaston ke Persijap akan membawa nuansan baru bagi seluruh pendukung Laskar Kalinyamat. Mantan bomber Persiba Balikpapan ini diharapkan mampu mendobrak pertahanan setiap lawan. Akan tetapi harapan ini tidak bisa terjadi, karena masalah non teknis, yakni pergantian manajemen. 45 4.1.3. Daftar Pemain & Pelatih Persijap No Nama Posisi No Nama Posisi 1 Erik Ardiles Kiper 14 Deddy Junaidi Gelandang 2 Muhammad Ridwan Kiper 15 M. Widya Wahyu Gelandang 3 Joko Ribowo Kiper 16 Muhammad Farikhin Gelandang 4 Endi Bagus Stiawan Kiper 17 Chanif Muhajirin Gelandang 5 Makhrus Bahtiar Bek 18 Gipsi Salat Taalaita Gelandang 6 Evaldo Silva Bek 19 Jimmy Max Gelandang 7 M. Fauzan Jamal Bek 20 Nanang Khanafi Gelandang 8 Fendy Juliyanto Bek 21 Ahmad Bukhori Gelandang 9 Anam Sahrul Bek 22 Agung Supriyanto Striker 10 Gunawan Dwi Cahyo Bek 23 Julio Striker 11 Catur Rintang Bek 24 Edo Welong Striker 12 Danial Bek 25 Noor Hadi Striker 13 Murwanto Bek 26 Zakirin Fawasta Striker 14 Walter Brizuela Gelandang Sumber: Manajemen Persijap, 2013. 4.1.4. Pembahasan mengenai motivasi pemain Persijap Para pemain persijap ternyata memiliki motif yang berbeda untuk bermain pada team yang berjuluk Laskar Kalinyamat Jepara. Tiap pemain mempunyai harapan tersendiri dengan bermain untuk persijap. Menurut M. Fauzan Jamal, pemain asal Sumatera Barat yang sekarang 46 tinggal di Persijap. Motivasi main di persijap kerena kebutuhan sehari-hari seperti makanan, istirahat dan libur sudah terpenuhi secara teratur ketika berada di Persijap. Selain itu, juga dapat meningkatkan karir dalam bermain sepakbola hingga menjadi pemain yang professional. Hal ini sedikit berbeda dengan A. Makhrus Bakhtiar, Pria berusia 26 tahun dan sekarang tinggal di Griya Kurnia Asri Bapangan Jepara ini, Untuk kebutuhan sehari-hari, sudah terpenuhi dengan baik. Beliau juga bersyukur dapat mendapat penghasilan yang cukup banyak dengan bermain bola. Beliau merasa terhormat dapat berprestasi dengan gaji yang layak, dan berhasil secara ekonomi ketika bermain untuk Persijap. Menurut Zakirin, Pekerjaan bermain bola di Persijap adalah pekerjaan yang menghasilkan uang untuk nantinya dalam menopang kehidupan menuju kesejahteraan diri dan keluarga. Pekerjaan bermain bola juga sebagai sarana untuk mencari nafkah dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Terpenuhinya kebutuhan hidup dapat mendorong ke arah tercapainya kesejahteraan keluarga. Kebutuhan akan penghasilan juga menjadi salah satu alasan subjek dalam mencari pekerjaan. Kebutuhan ini nantinya berkaitan dengan kebutuhan rasa aman secara ekonomi yang menjadi salah satu motivasi pemain memilih bekerja menjadi pemain sepak bola. Minat pada pekerjaan sebagai pemain bola ini meliputi hal-hal yang membuat individu tertarik akan pekerjaan sebagai pemain bola. Ada individu yang ingin menjadi pemain bola karena fasilitas-fasilitas yang didapatkan, ada juga yang karena sebagai sarana aktualisasi diri. 47 Menurut Julio, ada beberapa makna yang berhubungan dengan minat pada pekerjaan sebagai pemain bola. Kebutuhan aktualisasi diri menjadi salah satu motivasi untuk menjadi pemain sepakbola. Kebutuhan aktualisasi diri dengan menjadi pemain sepakbola antara lain berupa kebutuhan untuk mengembangkan diri dan ilmu serta adanya kebutuhan untuk mengabdikan diri. Menurut Deddy Djunaidi Baharudin, pemain Persijap 29 tahun ini, bahwa dengan bermain di persijap beliau dapat belajar ilmu pengetahuan baru dan banyak hal di persijap, “karena saat ini saya merasa ada perubahan yang signifikan dalam diri saya”. Dan ia merasa bangga bermain di Persijap, karena merasa terpuji dapat bermain di tim besar seperti Persijap. Menurut M. Widya Wahyu F, pemain asal Surabaya berusia 23 tahun ini merasa bahwa motivasinya menjadi pemain sepakbola adalah kebutuhan aktualisasi pengabdian diri dan kebutuhan akan pengetahuan. Beliau memaknai pekerjaan sebagai sarana belajar, dan dengan menjadi pemain sepakbola maka bisa menjadi pemenuhan kebutuhan aktualisasi pengabdian dirinya. beliau menganggap bahwa dengan menjadi pemain sepakbola, fasilitas pengembangan diri dan ilmu akan lebih mudah didapatkan karena fasilitas untuk belajar lebih lanjut memang disediakan oleh manajemen. Menurut Chanif Muhajirin, Motivasi tiap pemain seringkali berbeda dengan pemain lainnya. Motivasi itu timbul dari dalam diri pemain atau dari lingkungan yang ada disekitarnya. Menurut kebanyakan pemain sepakbola di Persijap Jepara, bermain bola pada mulanya adalah hobi yang ditekuni dengan bakat yang tersalurkan. Dan ketika menjadi pemain profesional tetap berusaha 48 bermain dengan suka cita untuk bermain prima. Menurut Gunawan Dwi Cahyo, pria kelahiran desa Kriyan kecamatan Kalinyamatan Jepara 24 tahun silam ini, selain hobi, bermain di Persijap juga harapan untuk mengharumkan nama Persijap, karena beliau adalah putra Jepara. Walau bonus yang diberikan tidak sebesar klubnya yang dulu, akan tetapi beliau merasa bangga. Menurut Fendy Juliyanto, pria asli Jepara, asal Pulodarat Pecangaan Jepara ini mengatakan bermain sepakbola adalah bekerja dengan hati, sehingga selalu merasa senang saat bermain untuk Persijap. Selain itu suasan indah Jepara juga membuatnya nyaman, karena warga Jepara Baik-baik, cakep-cakep dan cantikcantik. Begitu tuturnya. Kebutuhan akan rasa aman dalam bekerja tidak hanya meliputi perlindungan dari segi fisik, namun juga dari segi psikologis. Pada pekerjaan sebagai pemain sepakbola, rasa aman ditunjukkan dengan adanya gaji yang cukup tinggi dan kemapanan dalam bekerja. Hal ini bisa ditunjukkan dengan kepastian mendapatkan gaji setiap bulannya dan mendapatkan bonus. Kebutuhan akan rasa aman inilah yang dijadikan alasan bagi banyak orang untuk memilih pemain sepakbola sebagai pekerjaan utamanya, termasuk di dalamnya adalah pemain sepakbola di Persijap. Menurut Catur Rintang, pemain usia 26 tahun asal Jepara ini marasa cukup nyaman di Persijap, walau gaji yang diterima tidak sebesar pemain lain yang lebih baik penampilannya, tapi beliau bisa belajar mendapat pengalaman dari pemain lain. Selain itu gaji yang rutin diberikan oleh manajemen Persijap juga menjadi 49 motivasi bekerja, tanpa ditunda pembayarannya oleh pihak manajemen. Menurut beliau hal ini dikarenakan Persijap memberikan gaji yang tepat waktu, karena Persijap adalah tim yang mampu secara finansial. Salah satu motivasinya memilih bekerja menjadi pemain sepakbola adalah kebutuhan rasa aman dalam bekerja. Menurut Catur Rintang, gaji sebagai pemain sepakbola memang tidak terlalu banyak, untuk saat ini yang masih dalam tahap pematangan teknik, tetapi adanya kepastian dan kemapanan kerja membuat subjek tertarik menjadi pemain sepakbola. Catur Rintang sempat mengatakan bahwa dengan menjadi wirausaha bisa mendapatkan hasil yang melebihi gaji pemain sepakbola. Tetapi, menjadi wirausaha memiliki banyak tantangan, seperti ketidakpastian jalannya usaha dan ketidakpastian penghasilan yang diperoleh setiap bulannya sehingga kurang adanya kemapanan dan keamanan kerja. Kebutuhan rasa aman ini bagi subjek bukan sebagai motivasi utama subjek menjadi pemain sepakbola karena motivasinya lebih kepada kebutuhan aktualisasi pengabdian diri. Kebutuhan pertumbuhan karir adalah adanya keinginan seseorang untuk meningkatkan jenjang karirnya. Jika dalam pemain sepak bola, maka pertumbuhan karir berhubungan dengan jabatan karir pada pemain sepak bola, yaitu kenaikan posisi dalam pemain, hingga menjadi pemain inti, bukan cadangan. Hingga jabatan tertinggi dalam bermain sepakbola adalah sebagai kapten team, yang menjadi leader ditengah lapangan. Kenaikan pangkat dan golongan dalam pemain sepak bola akan berpengaruh pada kenaikan gaji yang diterima setiap bulannya. Kenaikan pangkat dipengaruhi dengan prestasi permainan yang 50 konsisten dan kebijakan dari tiap-tiap klub sepak bola. Menurut Joko Ribowo, Kiper yang meniti karir di Persijap ini, menurutnya “Dulu itu tidak terpikir untuk naik pangkat atau tidak. Jadi, kalau dulu yang penting itu bisa belajar lebih lanjut, belum terpikir untuk naik pangkat atau tidak. Karena menurut cerita dari teman-teman khusus untuk posisi kiper itu kepangkatan itu tidak berarti, karena tidak pernah mencetak goal”. Akan tetapi sekarang kan sudah bisa ditingkatkan karirnya dalam rangka pengabdiannya kepada sepak bola Indonesia yaitu meningkat menjadi pemain yang sedikit naik kelas. Menurut Joko Ribowo, bahwa munculnya kebutuhan pertumbuhan karir adalah setelah diterima sebagai kipper utama Persijap. Pemberian informasi dari teman menjadi salah satu pertimbangannya. Menurut Joko Ribowo kemudian mengetahui bahwa kepangkatan itu penting demi meningkatkan prestasi sehingga muncul kebutuhan pertumbuhan karir tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga kepentingan klub dan nama baik Indonesia di mata Internasional sepak bola. Kebutuhan pertumbuhan karir menurutnya dapat terfasilitasi sehingga cukup ada kepuasan. Motivasi seseorang untuk bekerja keras tidak akan terlepas dari gaji yang dihasilkan atas kerjanya. Gaji menjadi salah satu faktor penting dalam pekerjaan seseoranguntuk bekerja secara maksimal memberikan hasil yang terbaik dimana ia bekerja. Gaji dapat diartikan sebagai hasil pendapatan yang diperoleh setelah usaha/ kerja yang telah dilakukan oleh seorang pekerja. Gaji dapat menjadi salah satu faktor yang sering memicu ketidakpuasan atau kepuasan kerja seseorang. 51 Oleh karena itu, perlu diperhatikan masalah pemberian gaji ini agar pekerja lebih termotivasi lagi untuk bekerja sebaik-baiknya. Menurut Noor Hadi, motivasi menjadi pemain sepak bola menurutnya “Kalau menjadi pemain sepak bola itu banyak waktu luangnya karena, tugas pemain sepak bola itu belajar, untuk meningkatkan prestasi bermain bola. Karena bermain bola itu kadang satu minggu hanya satu kali atau dua kali sehingga banyak waktu luang. Waktu luang ini untuk digunakan dalam pengembangan diri meningkatkan kemampuan dan sebagainya termasuk mencari tambahan rezeki, dengan membina usaha bersama keluarga. Tambahan rezeki itu bisa lewat pengembangan kewirausahaan, yaitu dengan berjualan bersama keluarga sehingga menambah penghasilan. Menurut Anam Syahrul, pemain Persijap Asli Jepara 27 Tahun ini, menurutnya beliau termotivasi bermain bola karena adanya dukungan walaupun tidak harus disampaikan dalam pernyataan namun dengan tidak melarang atau diam pun itu merupakan bentuk dukungan. Walaupun pada awalnya kendala bermain bola adalah jauh dari teman sebaya, dan kendalanya harus meninggalkan bangku kuliah. Setelah mendapat dukungan dari orang tua terutama ibunya, maka ia melanjutkan untuk bermain bola. Saudara yang mayoritas adalah pedagang pun tidak melarang Anam untuk menjadi pemain sepak bola. Kesempatan pertumbuhan karir tidak selalu terbuka bagi semua pemain sepak bola dan ini tergantung pada bagaimana prestasi dalam bermain sepak bola itu sendiri. Begitu juga halnya dengan standar gaji yang didapatkan pemain sepak bola. Cukup atau tidaknya penghasilan yang diterima tergantung kepada individu 52 itu sendiri. Menurut Evaldo Silva, stopper kelahiran Brasil, 17 Agustus 1974, mengaku motivasi pada awal masuk di Persijap yang dialami adalah pemberian gaji yang lancar, setelah negosiasi yang panjang dan prestasi yang ditunjukkan semakin meningkat, akhirnya gaji beliau diberikan manajemen Persijap secara lancar. Hal ini ditunjang dengan pemberian gaji yang tepat waktu, serta sesuai dengan kontrak. Gaji yang diterima, menurutnya sudah cukup memenuhi kebutuhan hidup layak bagi dirinya dan keluarganya yang sekarang ini tinggal di kota Salatiga. Selain itu gaji yang diterima juga diinvestasikan untuk kebutuhan masa depan, karena bermain bola tidaklah selamanya, dan ada waktu pensiunnya dan pensiun menjadi pemain sepakbola, terhitung dini, yakni pada kisaran umur 35- 40 tahun. 4.2. Hasil dan Pembahasan Setiap pemain Persijap memiliki motivasi yang berbeda untuk meraih prestasi dan bermain yang terbaik bagi team. Semua pemain Persijap sepakat bila mereka bermain secara profesional dengan mengharap imbalan gaji dan kehidupan yang layak ketika bermain di Persijap. Seperti yang diungkapkan Zakirin, bahwa pekerjaan bermain bola di Persijap adalah pekerjaan yang menghasilkan uang untuk nantinya dalam menopang kehidupan menuju kesejahteraan diri dan keluarga. Pekerjaan bermain bola juga sebagai sarana untuk mencari nafkah dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Motivasi itu muncul, karena pada saat bermain menjadi pemain sepak bola profesional tidak dapat ditinggalkan sesuka hati untuk mengerjakan pekerjaan 53 yang lain. Pemain sepak bola harus selalu fokus dan siap bermain dalam keadaan apapun. Selain sebatas materi, banyak juga yang mengejar impian untuk menjadi pemain yang lebih handal. Bahkan ada beberapa yang ingin dapat menjadi pemain profesional yang dapat erlaga di liga-liga Eropa. Keinginan menjadi pemain kelas dunia tidak hanya harus menguasai teknik dan skill individu dalam bermain sepak bola. Akan tetapi harus menguasai bahasa dan kebudayaan tempat tinggal baru. Tiap pemain juga harus menguasasi ilmu dasar psikologis agar dapat bergaul dengan setiap pemain, karena mereka harus bermain secara kompak dan tidak bermain sendiri di lapangan. Dan di Persijap, setiap pemain diberikan kesematan untuk berkembang dan menjadi pemain yang lebih handal. Hal ini seperti yang diungkapkan M. Widya Wahyu F, bahwa motivasinya di persijap kerena merasa kebutuhan aktualisasi pengabdian diri dan kebutuhan akan pengetahuan terpenuhi di Persijap. dan dengan menjadi pemain sepakbola maka bisa belajar banyak hal. Dan fasilitas pengembangan diri dan ilmu akan lebih mudah didapatkan karena fasilitas untuk belajar lebih lanjut memang disediakan oleh manajemen Persijap. Rasa Nasionalisme untuk mengembangkan permainan Sepak bola Indonesia juga tertanam dalam diri pemain Persijap. Ada beberapa pemain yang ingin bermain di Tim Nasional agar dapat mengharumkan nama bangsa dan menjadikan Indonesia lebih jaya dengan sepak bola. Hal ini seperti yang diungkapkan Joko Ribiowo, bahwa beliau ingin meningkatkan karirnya dalam rangka pengabdiannya kepada sepak bola Indonesia yaitu meningkat menjadi pemain yang naik kelas. Saya kemudian mengetahui bahwa kepangkatan itu penting demi meningkatkan 54 prestasi sehingga muncul kebutuhan pertumbuhan karir tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga kepentingan klub dan nama baik Indonesia di mata Internasional sepak bola. Motivasi tiap pemain yang beragam inilah yang menjadikan tiap pemain memiliki karakter dan semangat untuk bermain yang terbaik. Kesamaan mereka adalah berharap dapat bermain yang terbaik bagi team. Selain itu hampir semua pemain sepakat bahwa gaji yang cukup dan dibayarkan tepat waktu menjadi motivasi untuk menumbuhkan semangat tiap pemain. Untuk itu diharapkan pihak manajemen tetap mempertahankan gaji mereka yang dibayarkan tepat waktu serta sesuai dengan kesepakatan yang ada dalam kontrak, ketika mereka akan bermain di Persijap. 55 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Motivasi yang melatarbelakangi pemain sepakbola memang beragam, tetapi dapat ditarik kesimpulan mengenai motivasi pemain sepak bola Persijap. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Pekerjaan bermain bola di Persijap adalah pekerjaan yang menghasilkan uang untuk nantinya dalam menopang kehidupan menuju kesejahteraan diri dan keluarga. Kebutuhan akan rasa aman yang dijadikan alasan pemain Persijap untuk memilih pemain sepakbola sebagai pekerjaan utamanya merupakan kebutuhan nyata bagi pemain Kebutuhan pertumbuhan karir di Persijap, bahwa kepangkatan bagi pemain persijap adalah penting demi meningkatkan prestasi dan aktualisasi diri.. Hal ini seperti dalam Seperti teori Abraham Maslow, dalam Kotler 2001 hirarki motivasi seseorang dalam urutan kepentingan adalah, jenjang kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan pengaktualisasian diri. 2. Kebanyakan pemain persijap termotivasi secara internal, yakni dari diri mereka untuk bermain bola, seperti hobi, kebutuhan prestasi, mendapat gaji yang layak serta fasilitas dan dapat meningkatkan diri dan aktualisasi. Sementara faktor eksternal dari keluarga, tanggungjawab manajemen 55 56 dalam pembayaran gaji dan keadaan klub tidak begitu diperhitungkan. Seperti halnya teori Herzberg (1966), Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), Sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). 3. Para pemain persijap cenderung untuk meningkatkan prestasi dibanding mengejar kekuasaan, yakni ingin menjadi kapten dalam tim. Hal ini sama dengan teori Mc Clelland (1961), bahwa pemain persijap memiliki kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow dan dorongan untuk mengatur 4. Kebanyakan pemain persijap memiliki motivasi untuk bermain sepakbola dengan tujuan utama mendapat gaji dan terpenuhinya kebutuhan fisik. Hal ini seperti teori Abraham Maslow, bahwa kebutuhan dasar manusia kebanyakan adalah terpenuhinya kebbutuhan fisiologis. 5.2. Saran 5.2.1. Bagi manajemen persijap sebaiknya mempertahankan pemberian gaji yang tepat waktu, karena hal tersebut merupakan motivasi yang penting bagi setiap pemain Persijap. 57 5.2.2. Bagi manajemen sebaiknya memperbaiki fasilitas tempat tinggal pemain Persijap yang ada di mess sehingga pemain dapat datang tepat waktu sesuai jadwal latihan. 5.2.3. Bagi manajemen, diharapkan sekali-kali didatangkan motivator yang handal, agar para pemain dapat lebih semangat untuk bermain yang terbaik bagi Persijap. 5.2.4. Bagi pelatih Persijap agar meningkatkan kualitas pelatihan dan motivasi yang baik kepada pemain Persijap, agar meningkatkan permainannya, dan pelatih agar memberi kesempatan yang sesuai dengan proporsi masingmasing, dalam peningkatan karir. 58 Daftar Pustaka Ahmadi, A. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Anoraga, P. 1998. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta. As‟ad, M.. 2003. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri Edisi Keempat. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Dayakisni, T. dan Yuniardi, S.. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Handoko, M.. 2002. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah laku. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Indriantoro Nur dan Bambang Supomo. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Irwanto, Elia, H., Hadisoepadma, A., Priyani, MJ. R., Wismanto, Y. B., dan Fernandes, C.. 1997. Psikologi Umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lexy J. Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remadja Karya. Bandung Poerwandari, K. 2001. Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia. Robbins, S. P.. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. New Jersey: Prentice Hall Inc.. Ruslan Rosady. 2004. Metode Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Santrock, J. W.. 2001. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga. Tjiptono Fandi dan Anastasia Diana. 2000. Total Quality Management. Edisi Ketiga. Andi Offset. Yogyakarta Walgito, B.. 2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi. 58