1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepak bola

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Sepak bola merupakan olahraga yang paling digemari oleh masyarakat
karena olahraga ini dianggap olahraga yang paling murah dan mudah untuk
melakukannya. Penelitian ini mengambil subyek salah satu tim sepakbola peserta
kompetisi IPL satu-satunya wakil Jawa Tengah yaitu Persijap Jepara. Pemain
sepak bola adalah seseorang yang bekerja sebagai atlet pada suatu cabang
olahraga yaitu sepak bola, setiap pemain yang ingin menampilkan permainan
terbaiknya pasti mempunyai motivasi berprestasi menyatakan bahwa motivasi
adalah upaya seseorang untuk menguasai tugasnya, mencapai hasil maksimum,
mengatasi rintangan, memiliki kinerja lebih baik dari orang lain, dan bangga
terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Pemain sepak bola di Jepara, banyak diperoleh dari SSB (Sekolah Sepak
Bola). Ada beberapa SSB yang cukup terkenal di Jepara, yaitu Kenari dari
Kecamatan Purwogondo, Merpati Putih dari Kecamatan Tahunan, Putra Kalingga
dari Kecamatan Jepara dan Mitra Buana dari kecamatan Mlonggo. Tiap anak
berlatih keras untuk meraih prestasi melalui kompetisi internal yang digelar oleh
Persijap setiap tahunnya. Kegiatan ini untuk menjaring prestasi anak yang terbaik
di Jepara, sehingga masuk Persijap Junior di usia 17 dan 21 tahun. Harapan anakanak tersebut adalah demi mencapai prestasi dalam jajaran pemain Persijap
Senior.
1
2
Motivasi pemain terkadang dapat menurun karena berbagi hal, contoh saja
kurangnya rasa percaya diri pemain, kejenuhan pada kompetisi yang sedang
berlangsung, dan kurangnya rasa mencintai tim yang dibelanya, maka untuk
meningkatkan semangat pemain manajemen memberikan insentif kepada pemain
yang memiliki prestasi. Atlet yang berusaha menampilkan permainan terbaiknya
pasti mempunyai motivasi berprestasi. Motivasi untuk berprestasi terkadang dapat
menurun karena berbagai hal. Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi
berprestasi para atlet adalah dengan pemberian insentif.
Sepak bola merupakan salah satu cabang olah raga yang paling banyak
digemari oleh sebagian besar lapisan masyarakat baik dan tingkat daerah,
nasional, maupun internasional, dan usia anank-anak, remaja hingga orang tua,
mereka senang bermain sepak bola sendiri ataupun sebagai penonton sepak bola.
Dewasa ini permainan sepak bola tidak sekedar dilakukan untuk tujuan rekreasi
dan pengisi waktu luang akan tetapi dituntut untuk suatu prestasi yang optimal.
Dan akhirnya dan prestasi tersebut akan dapat menghasilkan sebuah penghargaan
termasuk penghargaan berupa materi.
Memasyarakatkan olah raga dan mengolah ragakan masyarakat sepak bola
merupakan salah satu usaha dalam rangka membina kelangsungan masa depan
persepakbolaan, dimana akan dapat menghasilkan bibit-bibit pemain yang baik
dan potensial sehingga berprestasi lebih-lebih di dunia internasional yang
nantinnya akan membawa harum nama baik bangsa dan negara.
Dan sinilah salah satu awal dan keinginan seseorang menjadi seorang
pemain sepak bola. Dunia sepak bola dapat memberikan harapan dan tumpuan
3
hidup. Perhatian pihak pemerintah maupun masyarakat lebih-lebih perusahaan
pendukung memberikan sebuah motivasi tersendiri kepada seorang pemain sepak
bola. Seorang pemain sepak bola adalah manusia yang merupakan makhluk sosial
yang memiliki kebutuhan, perasaan, pikiran dan motivasi. Setiap manusia yang
melakukan sesuatu pada dasarnya didorong oleh suatu motivasi.
Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow meletakkan kebutuhan
fisiologis di urutan pertama tingkat kebutuhan yang dibutuhkan oleh seseorang
dan mengasumsikan bahwa orang akan berusaha memenuhi kebutuhan secara
fisiologis terlebih dahulu. Pemenuhan kebutuhan bersifat fisik ini sangat berkaitan
erat dengan pemberian kompensasi yang sesuai dan wajar kepada pekerja untuk
dapat memenuhi kesejahteraan hidup (Justicia, 2001). Terpenuhinya kesejahteraan
pekerja dengan baik dan kompensasi yang cukup akan memacu prestasi dan
kinerja pekerja tersebut.
Ada bermacam-macam motivasi sehingga seseorang menjadi pemain sepak
bola. Menurut Mulyana (2007), seseorang melakukan tindakan lebih karena
didasari oleh suatu motivasi, dimana motivasi tersebut diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam teori motivasi yang diungkapkan oleh McClelland
disebutkan bahwa motivasi merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan sesuatu yang invisible yang
memberikan kekuatan (Rohmah, 2009).
Persatuan Sepakbola Indonesia Jepara atau lebih dikenal dengan sebutan
Persijap Jepara adalah sebuah klub profesional yang berkedudukan di Kota
4
Jepara. Tim berjuluk Laskar Kalinyamat saat ini adalah salah satu kontestan
Superliga 2008/09, kompetisi sepakbola kasta tertinggi di tanah air. Persijap
Jepara mengajarkan bagaimana sepak bola yang benar dengan menekankan teknik
dasar, taktik dan strategi bermain sepakbola sehingga dapat mencapai prestasi
yang setinggi-tingginya.
Untuk meningkatkan dan mencapai pretasi yang setinggi-tingginya
olahragawan menurut Sukatamsi (1984: 11) haruslah memiliki 4 kelengkapan
pokok yaitu: 1) pembinaan teknik, 2) pembinaan fisik, 3) pembinaan taktik, dan 4)
kematangan juara. Permainan sepakbola adalah cabang permainan beregu atau
permainan team, untuk mencapai kerja sama team yang baik diperlukan pemainpemain yang dapat menguasai semua bagian-bagian dan macam-macam teknik
dasar dan keterampilan bermain sepakbola, sehingga dapat memainkan bola
dalam segala posisi dan situasi dengan cepat, tepat, dan cermat, artinya tidak
membuang-buang energi dan waktu (Sukatamsi, 1984: 12).
Ada berbagai macam bidang pekerjaan yang bisa dipilih oleh seseorang,
antara lain pegawai negeri, pegawai swasta, dan wirausaha. Seseorang di dalam
memilih bidang pekerjaan yang diminatinya akan dilandasi oleh alasanalasan
tertentu. Di dalam memilih pekerjaan, apakah di kantor-kantor pemerintahan atau
di perusahaan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan. Menurut
Anoraga (1998, h. 1), di Indonesia pada umumnya sering terjadi di dalam memilih
pekerjaan ada faktor penting yang kurang diperhatikan. Hal ini disebabkan karena
bisa saja seseorang memilih pekerjaan tanpa memikirkan pengaruh beberapa
faktor terhadap kepuasan kerja.
5
Melihat kondisi ini, menarik kiranya untuk mengkaji lebih dalam mengenai
motivasi seseorang menjadi pemain sepak bola dan hal-hal apa saja yang
melatarbelakangi motivasi tersebut, mengingat dunia sepak bola dewasa ini
memberikan prospek terhadap para pemain yang mempunyai talenta yang kuat
dan sarat prestasi.
Para pemain di persijap termotivasi bermain di Persijap karena merupakan
klub yang sudah besar dan saat ini tergabung di IPL juga memiliki pendanaan
yang cukup, sehingga gaji dibayar secara baik. Akan tetapi banyak hal yang
mendasari keinginan para pemain sepak bola masuk ke Persijap Jepara, sehingga
menarik untuk diteliti, karena belum ada penelitian serupa mengenai apa yang
mendasari pemain memilih persijap sebagai klub, serta motivasi pemain untuk
bermain yang terbaik bagi Persijap. Atas dasar kenyataan inilah maka penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ANALISIS MOTIVASI
MENJADI PEMAIN SEPAK BOLA (Studi Kasus Pada Pemain PERSIJAP
Jepara)”.
1.2.
Ruang Lingkup Masalah.
Dalam penelitian ini peneliti memberi batasan masalah yang hanya di
khususkan untuk mengetahui motivasi pemain di Persijap yang tergabung di LPI
(Liga Primer Indonesia).
1.3.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, pokok rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana motivasi pemain Persijap untuk bermain sepakbola di Persijap. Dan
6
motivasi apa saja yang mendasari pemain Persijap untuk bermain di klub persijap,
dan bagaimana memotvasi diri untuk bermain yang terbaik?
1.4.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk
menganalisis motivasi pemain Persijap untuk bermain sepakbola di Persijap. Dan
menganalisa motivasi yang mendasari pemain Persijap untuk bermain di klub
persijap, dan bagaimana memotvasi diri untuk bermain yang terbaik.
1.5.
Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah:
1.5.1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan terutama tentang motivasi dalam bekerja
teruama dibidang oahraga sepak bola.
1.5.2. Manfaat Bagi peneliti
1. Menambah keilmuan di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia.
2. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang cara memotivasi pekerja
dibidang olahrag. Sepakbola.
1.5.3. Manfaat Bagi Persijap.
1. Sebagai informasi bagi manajemen dan pelatih Persijap dalam memotivasi
pemain Persijap untuk memberikan permainan yang terbaik bagi Persijap.
2. Sebagai informasi bagi pelatih Persijap dalam memberikan motivasi
kepada Pemainnya.
7
1.6.
Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempergunakan sistematika
penulisan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, ruang
lingkup masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini memuat tentang landasan teori yang berhubungan
dengan masalah Motivasi, Kerja, motivasi kerja, penelitian
terdahulu dan kerangka penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini berisi tentang jenis penelitian subjek dan informan
penelitian, fokus penelitian, jenis dan sumber data, teknik dan alat
pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini membahas tentang hasil penelitian yang disajikan
secara sistematis dari gambaran umum obyek penelitian yaitu
Persijap Jepara, penyajian data, analisis data dan pembahasan.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pengertian motivasi
Motivasi adalah berasal dari kata motif. “Motif diartikan sebagai dorongan
atau tenaga yang menggerakkan jiwa dan jasmani untuk berbuat sesuatu. Jadi
motif merupakan pendorong (driving force) yang menggerakkan manusia untuk
bertingkah laku yang di dalam perbuatan tersebut terdapat tujuan-tujuan tertentu”.
(Moch As‟ad, 2005: 44).
Sedangkan menurut Wexley dan Yulk, seperti dikutip Moh. As‟ad (2005:
44) motivasi didefinisikan sebagai “the process by which behavior is energized
and directed”, yang artinya bahwa motivasi adalah merupakan proses dengan
nama perilaku digerakkan atau diarahkan.
Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa motif adalah yang melatar
belakangi individu dalam berbuat untuk mencapai tujuan tertentu atau dapat
dikatakan bahwa motif merupakan pendorong dalam mencapai suatu tujuan
tertentu dan motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan motif. Jadi motivasi
adalah sesuatu yang memberikan semangat atau dorongan seseorang untuk
mencapai tujuan tertentu.
Pengertian motivasi menurut Irwanto, dkk (1997, h.193) adalah penggerak
perilaku (the energizer of behavior). Manusia adalah makhluk yang mempunyai
daya-daya di dalam dirinya sendiri untuk bergerak. Bisa dikatakan bahwa
motivasi adalah determinan perilaku. McClelland (dikutip dalam Siagian &
8
9
Asfahani, 1996, h. 110) menyatakan bahwa perkataan motivasi menunjukkan
perilaku kuat yang diarahkan menuju ke suatu tujuan tertentu, dimana ada
kebutuhan dibalik perilaku ini. Kebutuhan inilah yang diartikan sebagai motivasi.
Motivasi dapat juga dikatakan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke
arah tujuan tertentu (Anoraga, 1998, h. 34).
Wexley & Yukl (dikutip dalam As‟ad, h. 45) memberikan batasan kepada
motivasi sebagai sebuah proses penggerakkan dan pengarahan perilaku. Motivasi
juga
bisa
dikatakan
sebagai
hal
atau
keadaan
menjadi
motif;
atau
pemberian/penimbulan motif. Petri (1985, h. 3) memberi definisi motivasi sebagai
energi atau tenaga yang terdapat di dalam diri manusia untuk menimbulkan,
mengarahkan, dan menggerakkan perilakunya.
Berdasarkan pengertian yang diberikan para tokoh di atas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa motivasi adalah sebuah proses pengarahan perilaku yang
melibatkan energi dalam diri manusia menuju ke suatu tujuan tertentu. Jika
digabungkan dengan kata ”kerja”, maka motivasi kerja diartikan sebagai sebuah
proses yang melibatkan energi yang bisa menimbulkan semangat atau dorongan
untuk bekerja. Motivasi kerja adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya
yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya
itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual (Robbins, 1996, h. 198).
2.1.2. Ciri-ciri motivasi
Sebagai upaya menimbulkan motivasi kerja bagi karyawan atau
bawahannya tentunya seorang manajer atau pemimpin perlu dalam memahami
10
motif itu sendiri. Tentunya pemahaman motif tersebut akan membawa dampak
positif dalam usaha memotifkan karyawan, maka seorang manajer perlu untuk
mengetahui cir-ciri dari motif tersebut.
Moch. As‟ad memberikan cirri-ciri motif sebagai berikut:
a). Motif adalah majemuk
Pendorong dan tujuan karyawan untuk bertindak tidak hanya satu,
tetapi beberapa pendorong dan tujuannya berlangsung secara bersamasama.
b). Motif dapat berubah-ubah
Motif bagi seseorang yang seringkali mengalami perubahan. Ini
disebabkan karena keinginan manusia sering berubah-ubah pula.
c). Motif Berbeda-beda bagi individu
Karyawan dari pekerja yang sama bisa memiliki motif yang berbeda.
d). Beberapa motif tidak disadari oleh ndividu
Banyak tingkah laku karyawan yang tidak dipahami oleh pelakunya
sendiri.
2.1.3. Faktor-faktor Motivasi
Menurut Abraham Maslow, dalam Kotler 2001 hirarki motivasi seseorang
dalam urutan kepentingan adalah, jenjang kebutuhannya adalah kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan
kebutuhan pengaktualisasian diri. Mula-mula seseorang mencoba untuk
memuaskan kebutuhan yang paling penting. Kalau sudah terpuaskan, kebutuhan
11
itu tidak lagi menjadi motivator dan kemudian orang tersebut akan mencoba
memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya. Misalnya orang yang kelaparan
(kebutuhan fisiologis) tidak akan tertarik dengan apa yang terjadi dalam dunia
seni (kebutuhan mengaktualisasikan diri), tidak juga pada bagaimana orang lain
memandang dirinya atau penghargaan orang lain (kebutuhan sosial atau
penghargaan), bahkan tidak tertarik juga pada apakah mereka menghirup udara.
Motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu seringkali dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial tertentu seperti kelompok referensi, keluarga, status dan
peranan sosial mereka. Sedangkan secara formal adalah kegiatan-kegiatan yang
disponsori oleh perusahaan atau pun acara peringatan-peringatan hari bersejarah.
Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan (2001: 187), antara lain
mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan,
untuk itu maka ia akan melakukan hubungan dengan teman-temannya.
Menurut Megginson dalam bukunya T. Hani Handoko (1996: 258) antara
lain menyatakan bahwa hubungan sosial secara teori adalah kebutuhan akan cinta
persahabatan, perasaan memiliki dan diterima kelompok, keluarga, asosiasi.
Selain kebutuhan untuk bersama seseorang juga menginginkan mendapat
perhatian dan penghargaan secara personal. Baik itu pencapaian spiritual maupun
kepuasan secara pribadi yang merupakan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan dari perwujudan ingin
menggunakan
potensi
diri
untuk
mencpai
yang
diinginkan.
Sukanto
Reksohadiprojo dan T. Hani Handoko (1996: 265), memberikan penjelasan bahwa
kebutuhan
aktualisasi
diri
adalah
kebutuhan
pemenuhan
diri,
untuk
12
mempergunakan potensi diri, pengembangan diri, dan melakukan apa yang paling
cocok, serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri.
Moh.
As‟ad
(2005:
50)
menyatakan
bahwa
manusia
ingin
mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerjanya melalui pengembangan
pribadinya. Oleh sebab itu pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu
mengembangkan diri dan berbuat yang paling baik. Gauzali Saydam (2005: 243)
mengemukakan bahwa kebutuhan untuk mewujudkan diri merupakan tingkat
kebutuhan yang paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya
seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan
keinginan diri sendiri.
2.1.4. Kerja
Anoraga (1998, h. 11) menyebutkan bahwa kerja merupakan sesuatu yang
dibutuhkan oleh manusia. Pada diri manusia terdapat kebutuhankebutuhan yang
akan membentuk tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan dipenuhinya. Demi
mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong melakukan suatu aktivitas yang
disebut kerja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995, h. 488), salah satu
definisi kerja adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, atau kata
lainnya adalah mata pencahariaan. Brown (dikutip dalam Anoraga, 1998, h. 13)
menyatakan bahwa kerja merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia
karena kerja merupakan aspek kehidupan yang memberikan status kepada
masyarakat.
13
Dua orang guru besar, Prof. Miller dan Prof. Form (dikutip dalam
Anoraga, 1998, h. 14), menyatakan bahwa motivasi bekerja tidak bisa dikaitkan
begitu saja dengan kebutuhan ekonomis belaka, karena ada individu yang tetap
bekerja meskipun sudah tidak membutuhkan dan memikirkan halhal yang bersifat
materiil. Ada sebagian orang yang bekerja untuk kepuasan pribadinya, salah satu
contohnya adalah memperoleh kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya itu
pada orang lain.
Anoraga (1998, h. 14 – 15) menyebutkan beberapa pandangan modern
mengenai kerja, yaitu:
1. Kerja merupakan bagian yang paling mendasar/esensial dari kehidupan
manusia. Kerja akan memberikan status dari masyarakat yang ada di
lingkungannya. Dengan demikian, kerja akan memberi isi dan makna
kehidupan manusia yang bersangkutan.
2. Baik pria maupun wanita sama-sama menyukai pekerjaan. Kalaupun ada
individu yang tidak menyukai pekerjaan, hal ini bisa disebabkan kondisi
psikologis dan sosial dari pekerjaan dan individu itu sendiri.
3. Moral dari pekerja tidak mempunyai hubungan langsung dengan kondisi
material yang menyangkut pekerjaan tersebut.
4. Insentif dari kerja mempunyai banyak bentuk dan tidak selalu tergantung
pada uang. Insentif ini adalah hal-hal yang mendorong tenaga kerja untuk
bekerja lebih giat.
Orang akan merasa puas atas kerja yang telah dijalankan apabila apa
yang dikerjakannya itu dianggap telah memenuhi harapan dan sesuai dengan
14
tujuan bekerja. Keinginan dan kebutuhan inividu bisa terpuaskan dengan
bekerja. Ada beberapa kebutuhan pada manusia yang perlu pemuasan, yaitu:
kebutuhan fisiologis dasar, kebutuhan sosial, dan kebutuhan egoistik
(Anoraga, 1998, h. 19).
Kebutuhan fisiologis dasar (Anoraga, 1998, h. 19 – 20) menyangkut
kebutuhan fisik atau biologis, seperti makan, minum, tempat tinggal, dan
kebutuhan lain yang sejenis. Kebutuhan-kebutuhan sosial berkaitan dengan
kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia perlu persahabatan dan perlu
teman. Ada beberapa pekerja yang menggunakan kelompok kerja untuk
memuaskan kebutuhan sosial mereka mungkin karena mngalami kehidupan
rumah tangga yang tidak berbahagia, Kebutuhan sosial lainnya juga dapat
diperoleh dari hubungan antara antasan dan bawahan.
Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan egoistik (Anoraga, 1998, h.
20 – 21). Kebutuhan egoistik ini mencakup beberapa hal, yaitu:
a. Prestasi: salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan
untuk merasa berprestasi, untuk merasa bahwa ia melakukan sesuatu,
bahwa pekerjaannya itu penting. Pekerjaan yang menuntut ketrampilan
tinggi sering lebih memuaskan karyawan daripada pekerjaan yang hampir tidak
membutuhkan ketrampilan apa-apa. Kepuasan yang mereka peroleh adalah
kepuasan yang lebih bersifat egoistik.
b. Otonomi: seorang karyawan menginginkan adanya kebebasan,
menginginkan kreativitas dan variasi dalam menjalankan pekerjaannya.
Inisiatif dan imajinasi mencerminkan keinginan seseorang untuk bebas
15
menentukan apa yang dia inginkan
c. Pengetahuan: kebutuhan akan pengetahuan merupakan dorongan dasar
dari setiap manusia. Manusia tidak hanya ingin tahu apa yang terjadi,
tetapi juga ingin mengetahui mengapa sesuatu itu terjadi. Bisa menjadi
seorang ahli dalam suatu bidang akan memberikan kepuasan tersendiri
bagi seseorang dan ini merupakan salah satu bentuk pemuasan kebutuhan
egoistiknya.
Anoraga (1998, h. 23) menyebutkan bahwa pada umumnya makna kerja
berkaitan erat dengan kebutuhan dan atau motivasi. Makna atau arti kerja bagi
seseorang perlu untuk diketahui seorang karyawan karena banyak hipotesis
yang dibuat telah menunjukkan bahwa dengan pemaknaan kerja yang tepat
akan meningkatkan produktivitas kerja. Keberhasilan bekerja tergantung pada
motivasi, kesungguhan, disiplin, dan ketrampilan kerja (Anoraga, 1998, h. 26).
Motivasi, disiplin, dan ketrampilan kerja merupakan hasil usaha dan pengembangan diri yang terus menerus, baik di lingkungan pendidikan maupun di
lingkungan pekerjaan. Seseorang perlu percaya diri, berorientasi pada
pencapaian hasil dan prestasi, tabah, banyak inisiatif dan inovasi, kreatif, siap
menghadapi tantangan dan mengambil risiko, menghargai waktu, dan
berpandangan jauh ke depan agar mampu menjadi mandiri serta tidak terikat
kepada orangtua atau orang lain.
2.1.5. Teori motivasi kerja
Banyak sekali ahli yang mengungkapkan teori motivasi, terutama teori
16
motivasi kerja. Pada dasarnya, teori motivasi kerja dibagi menjadi dua, yaitu
teori motivasi isi dan motivasi proses. Teori motivasi isi adalah teori yag
berfokus pada apa yang mendorong manusia melakukan suatu kegiatan. Teori
ini berkaitan dengan isi dari motivasi itu sendiri. Jika dikaitkan dengan kerja,
maka teori ini berkaitan dengan isi dari motivasi itu sendiri. Jika dikaitkan
dengan kerja, maka teori ini berhubungan dengan pentingnya kerja itu sendiri,
tantangannya, kesempatan untuk berkembang, dan tanggung jawab para
pekerja (Schultz & Schultz, 2002, h. 224). Teori motivasi proses berfokus
pada bagaimana mendorong manusia agar mau berbuat sesuatu, termasuk juga
dalam bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Teori motivasi proses lebih
berkaitan dengan proses kognitif yang digunakan individu dalam membuat
keputusan dan pilihan tentang pekerjaan mereka (Schultz & Schultz, 2002, h.
231). Berikut ini adalah beberapa teori motivasi, baik teori motivasi isi
maupun proses, yang berhubungan dengan asumsi peneliti.
2.1.5.1. Teori hirarki kebutuhan (Abraham Maslow)
Teori motivasi yang paling dikenal adalah teori hirarki kebutuhan dari
Maslow. Maslow membagi kebutuhan manusia dalam delapan tingkat.
Menurut Maslow, manusia akan selalu menginginkan apa yang belum
dimilikinya. Konsekuensinya adalah kebutuhan yang sudah terpuaskan tidak
akan menjadi motivasi dalam berperilaku dan kebutuhan baru yang lain akan
butuh
pemuasan.
Jika
kebutuhan
tingkat
rendah
sudah
terpuaskan/terpenuhi, maka individu bisa memberikan perhatian pada
17
kebutuhan di atasnya (Schultz & Schultz, 2002, h. 226). Delapan tingkat
kebutuhan Maslow dari yang terendah sampai tertinggi adalah:
1) Kebutuhan fisiologis: kebutuhan dasar manusia, meliputi makanan,
udara, air, tidur, dan nafsu/dorongan seksual dan beraktivitas.
2) Kebutuhan akan rasa aman: kebutuhan akan perlindungan fisik,
keamanan dan stabilitas psikologis dan emosional.
3) Kebutuhan akan cinta dan kasih sayang: kebutuhan sosial akan cinta,
afeksi, pertemanan, dan afiliasi yang mencakup interaksi dan adanya
penerimaan dari orang lain. Kebutuhan ini bisa digunakan untuk
memotivasi seseorang dalam bekerja. Pekerja bisa mengembangkan
jaringan dukungan sosial dan rasa memiliki dengan rekan kerjanya.
4) Kebutuhan akan harga diri: kebutuhan akan rasa hormat seperti harga diri,
otonomi, prestasi, status, pengakuan, dan perhatian. Kebutuhan ini dapat
dipenuhi dengan
membeli
rumah
besar
atau
mobil
yang
menunjukkan bahwa pekerja itu telah berhasil. Kebutuhan ini juga bisa
terpenuhi dengan adanya pujian atau penghargaan dari atasan, atau
pemberian tempat kerja sendiri yang nyaman.
5) Kebutuhan kognitif: kebutuhan akan pengetahuan dan untuk
memahami suatu masalah (Handoko, 2002, h. 20).
6) Kebutuhan estetik: kebutuhan akan keindahan, keteraturan, dan
kerapian (Handoko, 2002, h. 20).
7) Kebutuhan aktualisasi diri: kebutuhan akan pemenuhan diri, untuk
memaksimalkan kemampuan yang dimiliki dan mencapai cita-citanya
18
sehingga pekerja seharusnya mendapatkan kesempatan untuk
berkembang
dan
bertanggung
jawab
atas
suatu
pekerjaan
sehinggamereka bisa mengasah kemampuan mereka seoptimal
mungkin.
8) Kebutuhan transenden: kebutuhan akan eksistensi psikologis manusia
dimana salah satu refleksi psikologisnya adalah dengan meyakini suatu
agama atau kepercayaan (Halim, 2005, h. 43).
Jika dikaitkan dengan pekerjaan, maka sekali individu mendapatkan
kepuasan dalam keamanan fisik dan ekonomi, maka akan memotivasinya
untuk memenuhi kebutuhan di atasnya. Menurut Maslow (Robbins, 1996, h.
200), untuk memotivasi seseorang, maka perlu diketahui pada tingkat
kebutuhan manakah pekerja itu berada dan membutuhkan pemuasan.
2.1.5.2. Teori motivasi-higiene/teori dua faktor (Frederick Herzberg)
Frederick Herzberg mengatakan bahwa hubungan seorang individu dengan
pekerjaannya merupakan suatu hubungan dasar dan sikapnya terhadap
pekerjaannya akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan individu
(Robbins, 1996, h.201). Teori dua faktor berkaitan dengan motivasi dan
kepuasan kerja. Menurut Herzberg, ada dua macam kebutuhan, yaitu
kebutuhan motivasi (motivator needs) yang menghasilkan kepuasan kerja dan
kebutuhan higiene (hygiene needs) yang berkaitan dengan ketidakpuasan
kerja.
Kebutuhan motivasi adalah kebutuhan internal dari pekerjaan itu sendiri.
19
Kebutuhan ini dapat memotivasi seseorang untuk mendapatkan kepuasan
kerja. Kebutuhan ini bisa terpenuhi dengan menstimulasi dan membuat
pekerjaan menjadi lebih menantang. Tidak terpenuhinya kebutuhan
motivasi bukan berarti individu mengalami ketidakpuasan kerja.
Kebutuhan motivasi yang menjadi faktor penentu kepuasan kerja meliputi
(Schultz & Schultz, 2002, h.228):
1) Tanggung jawab dan kealamiahan sebuah tugas/pekerjaan
2) Prestasi/keberhasilan (achievement)
3) Pengakuan (recognition)
4) Peningkatan atau kemajuan (advancement)
5) Pengembangan dan pertumbuhan karir (career growth dan
development)
Ketidakpuasan kerja ditentukan oleh kebutuhan higiene. Kebutuhan ini
berkaitan dengan promosi dan perawatan kesehatan. Kebutuhan higiene
berasal dari luar pekerjaan itu sendiri (eksternal) dan mencakup
karakteristik lingkungan kerja. Terpenuhinya kebutuhan higiene bukan
berarti individu mengalami kepuasan kerja. Faktor-faktor yang
menentukan ketidakpuasan kerja antara lain:
1) Kebijakan dan administrasi perusahaan
2) Pengawasan (supervision)
3) Hubungan interpersonal
4) Kondisi kerja
5) Gaji dan keuntungan
20
2.1.5.3. Teori ERG (Clayton Alderfer)
Aldefer menyebutkan ada tiga kebutuhan dasar pada manusia yang
berakitan dengan teori hirarki kebutuhan Maslow. Tiga kebutuhan
tersebut, yaitu (Schultz & Schultz, 2002, h. 227):
1) Kebutuhan eksistensi (existence needs): berada pada level yang
terendah. Kebutuhan ini berhubungan dengan kebutuhan fisiologis,
meliputi kebutuhan akan makanan, air, perlindungan dan keamanan fisik.
Organisasi bisa memuaskan kebutuhan ini melalui pemberian gaji,
keuntungan dan penyediaan lingkungan kerja yang aman.
2) Kebutuhan keterhubungan (relatedness needs): mencakup interaksi
dengan orang lain dan kepuasan akan hubungan sosial ini akan
berkaitan dengan dukungan emosional, rasa hormat, pengakuan, dan rasa
memiliki. Kebutuhan ini dapat terpuaskan di tempat kerja dengan adanya
interaksi yang baik dengan teman kerja, atasan, dan adanya dukungan
dari keluarga dan teman di luar tempat kerja.
3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs): kebutuhan ini berfokus pada diri,
seperti
kebutuhan
akan
perkembangan
dan
pertumbuhan
kemampuan diri. Kebutuhan ini bisa terpenuhi dengan cara para
pekerja memaksimalkan kemampuan dan ketrampilan yang
dimilikinya. Untuk memaksimalkannya, maka seorang pekerja
membutuhkan pekerjaan yang penuh tantangan, dan menuntut
kreativitas.
Teori ERG ini tidak disusun dalam sebuah hirarki seperti kebutuhan
21
Maslow. Semua kebutuhan bisa mempengaruhi seseorang dalam waktu
yang bersamaan. Kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan akan
mengantarkan individu untuk memnuhi kebutuhan di atasnya; tetapi
kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus, dan
halangan dalam memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dapat
menghasilkan regresi ke kebutuhan di bawahnya (Robbins, 1996, h. 205).
Alderfer juga mengatakan bahwa memuaskan suatu kebutuhan maka akan
meningkatkan kekuatannya. Salah satu contohnya, jika pekerjaan
menyediakan tantangan dan memerlukan kreativitas, maka kebutuhan
pertumbuhan pekerja akan semakin meningkat, dimana pekerja akan
mencari tantangan yang lebih besar lagi dalam bekerja.
2.1.5.4. Teori kebutuhan (David McClelland)
Teori motivasi dari David McClelland adalah salah satu teori motivasi
kerja yang juga banyak digunakan dan sering dikaitkan dengan
kewirausahaan. McClelland (dikutip dalam As‟ad, 2003, h. 52 – 53)
mengemukakan bahwa timbulnya tingkah laku itu karena dipengaruhi oleh
kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Konsep motivasi dari
McClelland lebih dikenal dengan istilah social motives theory (teori motif
sosial) karena orientasi pemuasan dari masing-masing kebutuhannya
bersifat sosial. McClelland membagi kebutuhan menjadi tiga, kebutuhankebutuhan tersebut antara lain (dikutip dalam As‟ad, 2003, h. 52 – 54):
1) need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi)
22
Kebutuhan untuk berprestasi merupakan kebutuhan untuk mencapai
sukses, dimana perilakunya selalu mengarah pada suatu standar
keunggulan. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan
mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi
ertentu. Kebutuhan berprestasi ini merupakan hasil dari suatu proses
belajar, begitu juga dengan dua kebutuhan yang lain. McClelland
melakukan penelitian yang merumuskan hubungan antara n-ach
dengan pola asuhan dalam budaya tertentu. Hasilnya menunjukkan
bahwa n-ach bisa ditingkatkan melalui latihan atau pembelajaran.
Inilah yang mendasari munculnya Achievement Motivation Training
(AMT), sebuah pelatihan untuk meningkatkan motivasi berprestasi.
Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi
antara lain:
a) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
b) Mencoba mencari feed back (umpan balik) atas perbuatanperbuatannya.
c) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya.
d) Mengambil risiko-risiko yang wajar, artinya tidak akan mengambil halhal yang dianggap terlalu mudah atau terlalu sulit.
2) need for affiliation (kebutuhan untuk berafiliasi)
Kebutuhan untuk berafiliasi merupakan kebutuhan akan kehangatan dan
dukungan dalam berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan ini
mengarahkan individu untuk mengadakan hubungan yang akrab
23
dengan orang lain. Pekerja yang mempunyai motivasi berafiliasi tinggi lebih
menyukai persahabatan, saling pengertian, dan bekerja sama daripada
persaingan. Tingkah laku pekerja yang didorong oleh kebutuhan ini
akan nampak sebagai berikut:
a) Lebih memperhatikan aspek hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaannya, daripada aspek tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu.
b) Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerja sama dengan
orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.
c) Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
d) Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.
3) need for power (kebutuhan untuk berkuasa)
Kebutuhan untuk berkuasa merupakan kebutuhan untuk menguasai dan
mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini ditandai dengan keinginan
untuk membuat orang lain mau melakukan sesuatu yang sebenarnya
tidak ingin dilakukannya. Perilaku yang nampak dari kebutuhan
berkuasa ini adalah:
a) Berusaha menolong orang lain walaupun tidak dimintai tolong oleh
orang tersebut.
b) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari usahanya.
c) Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu
perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
d) Peka terhadap struktur pengaruh interpersonal suatu kelompok atau
organisasi.
24
Menurut penelitian Kolb, Rubin, & Mc Intyre (dikutip dalam As‟ad, 2003, h.
54) kebutuhan untuk berprestasi sangat mempengaruhi perkembangan
usaha seseorang. Menurut Inkson (dikutip dalam As‟ad, 2003, h. 54)
individu yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi
cenderung memilih profesi atau pekerjaan dalam bidang bisnis atau usaha.
Penelitian tentang n-aff dan n -power belum banyak dilakukan sehingga
belum bisa didapatkan banyak data mengenai dua kebutuhan tersebut.
2.1.5.5. Teori penentuan tujuan (Edwin Locke)
Teori penentuan tujuan (Schultz & Schultz, 2002, h. 233) didasarkan pada
gagasan bahwa motivasi utama individu dalam bekerja dipengaruhi oleh
tujuan khusus apa yang ingin dicapai. Tujuan ini diartikan sebagai apa
yang bisa dan harus dilakukan pada waktu yang diberikan di masa yang
akan datang. Penentuan tujuan yang spesifik dan menantang bisa
memotivasi dan membimbing perilaku individu agar lebih efektif dalam
bekerja. Tujuan yang spesifik akan lebih memotivasi daripada tujuan yang
sifatnya umum. Tujuan yang sulit untuk dicapai akan lebih memotivasi
daripada tujuan yang mudah dicapai. Tapi, tujuan yang terlalu sulit dicapai oleh
pekerja justru kurang baik dalam memotivasi dibandingkan dengan tanpa
penentuan tujuan.
Salah satu faktor penting dari teori penentuan tujuan ini adalah komitmen
individu akan tujuan tersebut, yang didefinisikan sebagai kekuatan
determinasi kita untuk mencapai tujuan. Komitmen terhadap tujuan
25
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu eksternal, interaktif, dan internal. Faktor
eksternal yang mempengaruhi komitmen terhadap tujuan adalah otoritas,
pengaruh rekan kerja, dan imbalan eksternal. Komitmen terhadap tujuan
akan meningkat bila figur otoritasnya hadir di tempat kerja, suportif, dan
bisa dipercaya. Tekanan rekan kerja dan peningkatan upah juga bisa
memperkuat komitmen terhadap tujuan.
Faktor interaktif yang mempengaruhi komitmen terhadap tujuan adalah
persaingan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam menyusun tujuan.
Faktor ini bisa menjadi pendorong agar individu menyusun tujuan yang
lebih tinggi dan bekerja lebih keras untuk mencapainya.
Faktor personal dan situasional juga berkaitan dengan komitmen tinggi
terhadap tujuan. Faktor ini meliputi kebutuhan untuk berprestasi,
ketahanan kerja, agresivitas, tingkat kompetisi/persaingan, keberhasilan
mencapai tujuan yang sulit, harga diri yang tinggi, dan juga LOC (locus of
control) internal.
2.1.6. Motivasi dalam Pemilihan dan Pertimbangan Kerja
Di dalam memilih pekerjaan, apakah di kantor-kantor pemerintahan atau
di perusahaan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan. Menurut
Anoraga (1998, h. 1), di Indonesia pada umumnya sering terjadi pengabaian
terhadap pertimbangan-pertimbangan dalam memilih pekerjaan karena
individu kurang mengerti peranannya terhadap faktor kepuasan kerja. Ada
beberapa pertimbangan yang bisa digunakan dalam memilih suatu pekerjaan.
26
Pertimbangan itu antara lain: nama dan reputasi perusahaan, tipe pekerjaan,
rasa aman, kondisi tempat kerja, dan teman sekerja.
Nama perusahaan bisa menentukan kemantapan dan semangat kerja
(Anoraga, 1998, h. 2). Bila seseorang bekerja pada perusahaan dengan
reputasi baik, maka tidak segan-segan untuk menjawab pertanyaan orang
tentang di mana dirinya bekerja. Tetapi, bila tempat bekerja mempunyai
reputasi yang kurang baik, maka seseorang akan malu dan tidak merasa
bangga ketika harus mengatakannya kepada orang lain.
Faktor kedua yang perlu untuk dipertimbangkan adalah kecocokan tipe
pekerjaan dengan individu itu sendiri (Anoraga, 1998, h. 2). Seorang pencari
kerja akan berusaha mencari jenis pekerjaan apa yang cocok dengan dirinya.
Pencari kerja ini akan mencari informasi tentang seluk beluk pekerjaan
sebelum memulai bekerja dan informasi yang dicari misalnya mengenai tipe
pekerjaan yang paling melelahkan sampai ke tipe pekerjaan yang paling rileks,
dari yang sederhana sampai ke yang modern, banyaknya penghasilan, dan juga
status sosial yang dididapat ketika sudah bekerja.
Faktor ketiga yang sering dipertimbangkan dalam memilih pekerjaan
adalah gaji (Anoraga, 1998, h. 2). Pada umumnya, orang beranggapan bahwa
tujuan bekerja adalah mencari uang sehingga semakin besar gaji yang
diberikan semakin tertariklah orang pada pekerjaan itu. Ternyata, berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan di banyak perusahaan, bila gaji sudah
mencukupi secara sederhana, maka gaji bukanlah faktor utama yang dikejar
orang dalam bekerja. Orang lebih berkecenderungan untuk memikirkan tipe
27
pekerjaan, status sosial pekerjaan, dan kesempatan untuk maju walaupun
gajinya rendah. Berdasarkan penelitian di luar negeri, gaji hanya menduduki
urutan ketiga sebagai faktor yang bisa membuat seseorang menerima suatu
pekerjaan (Anoraga, 1998, h. 3).
Faktor yang paling utama dalam memotivasi orang untuk bekerja
adalah rasa aman dan kesempatan untuk naik pangkat dalam pekerjaanya.
Ada perusahaan yang tidak menyediakan kesempatan untuk naik pangkat
bagi karyawannya sehingga karyawan merasa dirinya tidak maju di
bidang kariernya. karyawan yang seperti ini akan rendah semangat
kerjanya. Itulah sebabnya mengapa perlu dipertimbangkan ada tidaknya
kesempatan naik pangkat dalam bekerja (Anoraga, 1998, h. 5).
Anoraga (1998, h. 3) menyebutkan bahwa kebutuhan akan rasa aman
merupakan faktor utama di dalam diri seseorang. Sejak kecil kebutuhan rasa
aman ini telah ada dan orangtua adalah orang yang bisa mendatangkan rasa
aman pada anak-anaknya. Begitu terlepas dari orangtua, individu harus
mencari kebutuhan-kebutuhan seperti makan, minum, uang, dan perlindungan.
Manusia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan seringkali karena
tidak adanya pekerjaan tetap, orang menjadi cemas dan merasa dirinya tidak
aman. Individu akan khawatir dengan kelangsungan karir dan kelangsungan
hidupnya di kemudian hari. Oleh karena itu, di dalam memilih pekerjaan harus
dipikirkan juga kelanggengan suatu pekerjaan karena pekerjaan yang langgeng
akan menjamin sumber biaya hidup. Pada umumnya, orang merasa lebih aman
menjadi pegawai negeri, karena walaupun penghasilannya kecil tetapi
28
pekerjaan tersebut langgeng dan tidak akan ada pemberhentian kerja semenamena (Anoraga, 1998, h. 4).
Faktor lain yang ikut berpengaruh dalam mencari kerja adalah
kesesuaian dengan rekan kerja (Anoraga, 1998, h. 4). Rekan kerja akan
mempengaruhi sikap positif terhadap suatu pekerjaan. Kalau rekan kerja
kompak, ramah, dan menyenangkan, maka pekerja akan merasa betah
bekerja dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan dalam bekerja.
2.1.7. Pengertian Sepakbola
Sepak bola merupakan permainan yang dimainkan oleh dua regu
yang masing-masing regu terdiri dan sebelas (11) orang pemain, yang
lazim disebut kesebelasan. Masing-masing regu atau kesebelasan
berusaha memasukan bola sebanyak-banyaknya kedalam gawang lawan
dan mempertahankan gawangnya sendiri agar tidak kemasukan (A.
Sarumpaet, 1992: 5).
Agar peraturan-peraturan permainan ditaati oleh pemain pada saat
permainan atau pertandingan berlangsung maka ada wasit dan hakim
garis yang memimpin atau mengawasi pertandingan tersebut. Setiap
pelanggaran yang dilakukan oleh pemain ada sangsinya (hukumnya), oleh
karena itu kedua kesebelasan diharapkan bermain sebaik mungkin serta
memelihara sportifitas (A. Sarumpaet.1992: 5).
Permainan sepak bola adalah cabang olahraga permainan beregu
atau permainan team, maka suatu kesebelasan yang baik, kuat, tangguh
29
adalah kesebelasan yang terdiri atas pemain-pemain yang mampu
menyelenggarakan permainan yang kompak, artinya mempunyai kerja
sama team yang baik. Untuk mencapai kerja sama team yang baik
diperlukan pemain-pemain yang dapat menguasai semua bagian-bagian
dan macam-macam teknik dasar dan keterampilan bermain sepakbola,
sehingga dapat memainkan bola dalam segala posisi dan situasi dengan
cepat, tepat dan cermat, artinya tidak membuang-buang energi atau waktu
(Sukatamsi, 1984: 12).
Untuk meningkatkan mutu permainan kearah prestasi maka masalah
teknik dasar merupakan persyaratan yang menentukan. Dengan demikian
seorang pemain sepakbola yang tidak menguasai teknik dasar dan
keterampilan bermain sepakbola tidaklah mungkin akan menjadi pemain
yang baik dan terkemuka. Teknik dasar merupakan salah satu fundasi
bagi seseorang pemain untuk dapat bermain sepakbola. Menurut A.
Sarumpaet (1992: 17) bahwa teknik dasar adalah semua kegiatan yang
mendasari sehingga dengan modal sedemikian itu sudah dapat bermain
sepakbola.
Semua pemain sepakbola harus menguasai teknik dasar dan
keterampilan bermain sepakbola karena orang akan menilai sampai
dimana teknik dan keterampilan para pemain. Oleh karena itu tanpa
menguasai dasar-dasar teknik dan keterampilan sepakbola dengan baik
untuk selanjutnya tidak akan dapat melakukan prinsip-prinsip bermain
sepakbola,
tidak
dapat
melakukan
pola-pola
permainan
atau
30
pengembangan taktik modern dan tidak akan dapat pula membaca
permainan. Menurut Sukatamsi (1984: 34) bahwa teknik dasar bermain
sepakbola terdiri dari:
1) Teknik tanpa bola, diantaranya adalah: a) lari, b) melompat, c) gerak
tipu tanpa bola , d) gerakan khusus penjaga gawang.
2) Teknik dengan bola, diantaranya adalah: a) menendang bola, b)
menerima bola, c) menggiring bola, d) menyundul bola, e) melempar
bola, f) gerak tipu dengan bola, g) merampas atau merebut bola, dan
h) teknik-teknik khusus penjaga gawang.
31
2.2.
Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel. 2.1.
Penelitian terdahulu
Peneliti
Nila Yuniar
Rohsantika &
Agustin
Handayani
Judul
PERSEPSI
TERHADAP
PEMBERIAN
INSENTIF
DENGAN
MOTIVASI
BERPRESTASI
PADA PEMAIN
SEPAK BOLA
Masalah
Bagaimana persepsi
terhadap pemberian
insentif dengan
motivasi berprestasi
pada pemain
persatuan
sepakbola Persijap
Jepara.
Hasil
Persepsi terhadap pemberian
insentif terhadap motivasi
berprestasi pada pemain Persijap
Jepara menunjukkan bahwa ada
hubungan positif yang sangat
signifikan antara persepsi terhadap
pemberian insentif dengan
mootivasi berprestasi pada pemain
Persijap Jepara.
Alat Uji
Korelasi
I Wayan
Badra. Johana.
E. Prawitasari.
Hubungan Antara
Stres dan Motivasi
dengan Kinerja
Dosen Tetap
Pada Akper Sorong
Masing-masing tingkat stres dan
motivasi mempunyai hubungan
yang kuat terhadap kinerja. Secara
regresi berganda stres dan motivasi
khususnya motivasi ekstrinsik
yang sangat berpengaruh terhadap
kinerja.
Analisa
data secara
deskriptif
kuantitatif
dan
kualitatif
Efa Novita
Tawale
Widjajaning
Budi Gartinia
Nurcholis
Hubungan antara
Motivasi Kerja
Perawat dengan
Kecenderungan
mengalami
Burnout pada
Perawat di RSUD
Serui–Papua
Untuk mengetahui
tingkat kinerja
dosen tetap
sehubungan dengan
stres kerja dan
motivasi dosen
dalam melaksanakan
Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
Untuk mengetahui
ada tidaknya
hubungan antara
motivasi kerja
perawat dengan
kecenderungan
mengalami burnout
pada perawat di
RSUD Serui-Papua
Metode
Analisa
Product
Moment
Ulil Ismawati
Farikhah
Analisis komitmen
organisasi dan
Motivasi
berprestasi dalam
upaya
meningkatkan
kinerja guru (Studi
pada Guru SMA
Laboratorium UM)
Berdasarkan analisis product
moment antara motivasi kerja
perawat dengan kecenderungan
mengalami burnout diperoleh hasil
rxy sebesar -0,526 pada taraf
signifikansi (p) 0,000 (p < 0,01).
Dengan demikian motivasi kerja
perawat mempunyai hubungan
negatif dengan kecenderungan
mengalami burnout pada perawat
di RSUD Serui-Papua.
Komitmen organisasi setiap guru
di SMA Laboratorium UM
berbeda. Komitmen afektif
ditunjukkan dengan kehadiran guru
yang tepat waktu, semangat guru
dalam mewujudkan misi sekolah,
rasa kepemilikan atas sekolah yang
dipengaruhi oleh lama masa guru
mengajar. Sedangkan komitmen
kontinuan guru di SMA
Laboratorium UM dipengaruhi
oleh kebutuhan finansial.
Komitmen
organisasi dan
motivasi
berprestasi guru
SMA
Laboratorium
dalam upaya
meningkatkan
kinerja guru
Sumber: Nila Yuniar Rohsantika & Agustin Handayani (2011), I Wayan Badra.
Johana. E. Prawitasari (2005), Efa Novita Tawale Widjajaning Budi
Gartinia Nurcholis (2011) dan Ulil Ismawati Farikhah (2012).
Deskriptif
kualitatif
32
2.3.Kerangka Penelitian
Penelitian ini mendeskripsikan tentang motivasi pemain persijap untuk
bermain sepakbola secara baik untuk team. Penelitian ini berusaha untuk
mempelajari suatu masalah dengan kerangka berfikir induktif, yaitu berusaha
mendapatkan kesimpulan tentang suatu masalah yang sedang dipelajari
berdasarkan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah motivasi pemain
di Persijap Jepara.
Pemain
Persijap
1. Sistem rekrutmen pemain
persijap.
2. Manajemen Persijap.
3. Motivasi Pelatih kepada
pemain Persijap
Persatuan Sepak
Bola Jepara
Persijap
Motivasi Internal
Motivasi
Pemain
Persijap
Motivasi Eksternal
Gambar 3.1. Kerangka berpikir
Informasi yang dikumpulkan lebih banyak berkaitan dengan realitas
internal yang terletak dalam diri manusia (pendapat, keyakinan, nilai) yaitu para
pemain pelatih dan manajemen Persijap, dan dirumuskan secara interpretatif
subyektif.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2010) menyebutkan
bahwa penelitian kualitatif adalah “penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
berupa kata - kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang diamati“.
Sedangkan menurut Arikunto (1998: 122) metode deskriptif adalah “suatu
penelitian yang maksudnya tidak menggunakan hipotesis tertentu, tetapi hanya
menggambarkan tentang satu variabel atau gejala-gejala tertentu”.
Penelitian kualitatif merupakan tradisi dalam ilmuwan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan manusiadalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut menurut bahasa dan peristilahannya
(Kirk dan Miller dalam Moleong, 2010).
Bedasarkan beberapa pandangan tentang penelitian kualitatif, maka
Moleong (2010) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, Husserl (dalam
Moleong, 2010) mengartikan fenomenologi sebagai: 1) pengalaman subjektif atau
33
34
pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif
pokok dari seseorang. Istilah „fenomenologi‟ sering digunakan sebagai anggapan
umum untuk menunjukkan pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe
subjek yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada
penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang. Para
fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan
dan dibentuk oleh sesuatu hal lainnya dari pada dirinya sendiri.
Menurut Moleong (2010) fenomenologi merupakan pandangan berpikir
yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
membuat deskripsi faktual dan akurat mengenai motivasi pemain Persijap untuk
bermain di Persijap.
3.2. Subjek dan Informan Penelitian
3.2.1. Subjek penelitian
Subjek penelitian merupakan tanda, hal, orang atau tempat data untuk
variabel penelitian yang melekat dan dipermasalahkan (Arikunto, 1998: 109).
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pemain Persijap Jepara.
3.2.2. Informan penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian Moleong (1990: 97).
Informan dibedakan atas: pertama informan kunci, yaitu orang-orang yang
betul-betul memahami permasalahan, yang menjadi informan kunci dalam
35
penelitian ini adalah pemain Persijap Jepara. Yang kedua informan non kunci,
yaitu orang yang dianggap mengetahui masalah yang diteliti. Dalam hal ini
informan non kunci adalah para pemain yang dipersiapkan untuk bermain di
Persijap (pemain cadangan dan pemain yang berusia dibawah 18 tahun), serta
beberapa orang informan lain.
3.3. Fokus penelitian
Fokus dalam suatu penelitian sangat penting sekali, sebab fokus penelitian
ini berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam melakukan penelitian serta untuk
mengetahui secara rinci data yang diperlukan yang relevan dengan penelitian.
Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka yang menjadi
fokus penelitian adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana motivasi para pemain sepak bola profesional untuk bermain di
Persijap Jepara.
b. Bagaimana cara pemain Persijap dalam memotivasi diri untuk bermain
yang terbaik.
c. Kendala apa yang dihadapi dan bagaimana upaya pemain Persijap Jepara
untuk selalu bermain bagus.
3.4. Jenis dan Sumber Data
3.4.1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan para
pemain Persijap. Selain itu untuk perbandingan data dilakukan juga wawancara
36
dengan para manajemen Persijap, PSSI Jepara, Sponsor, Supporter dan
pemerintah Jepara yang berkaitan dengan:
a. Bagaimana motivasi para pemain sepak bola profesional untuk bermain di
Persijap Jepara.
b. Bagaimana cara pemain Persijap dalam memotivasi diri untuk bermain
yang terbaik.
c. Kendala apa yang dihadapi dan bagaimana upaya pemain Persijap Jepara
untuk selalu bermain bagus.
3.4.2. Data sekunder
Dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan
berupa dokumen-dokumen, buku- buku dan dokumen lain yang menunjang
penelitian ini. Seperti halnya di website bola, Koran dan majalah Bola dan
Perpustakaan Jepara yang dapat dilihat yaitu mengenai perkembangan Persijap.
3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
3.5.1. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Teknik wawancara
Teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang berhubung
dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Bagaimana motivasi para pemain sepak bola profesional untuk
bermain di Persijap Jepara.
37
b. Bagaimana para pemain sepak bola dalam memotivasi diri untuk
bermain yang terbaik demi Persijap.
c. Kendala apa yang dihadapi dan bagaimana upaya pemain Persijap
Jepara untuk selalu bermain bagus.
2. Studi Dokumentasi
Digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan deskripsi
organisasi Persijap, sejarah dan perkembangannya, data kemenangan dan
kekalahan persijap tiap tahunnya, bagaimana sistem kerja dan penggajian di
Persijap Jepara.
3.5.2. Teknik Menguji Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik
triangulasi sumber. Teknik triangulasi sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan terhadap suatu objek yang berbeda dalam
metode kualitatif.
Sebagaimana yang dikemukakan Moleong (2010) apabila data yang
diperoleh dari beberapa sumber, teknik triangulasi yang paling tepat dipakai
adalah triangulasi sumber atau pemeriksaan data melalui sumber lain. Hal ini
dapat dicapai melalui beberapa cara diantaranya adalah:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan keadaan dan perspektif pemain persijap dengan berbagai
pendapat ahli.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi.
38
Jadi teknik triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini
adalah, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dan berbagai
pendapat
orang
dan
membandingkan
hasil
wawancara
dengan
dokumentasi.
3.6. Teknik Analisis data
Sesuai dengan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, data
yang diperoleh dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan analisis kualitatif
yang melalui tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan seleksi dan reduksi data
Data-data yang telah dikumpulkan diseleksi mana yang betul dibutuhkan
sebagai data utama dan mana sebagai data pelengkap.
2. Tahapan klasifikasi data
Data yang dikumpulkan dikelompok-kelompokan atau diklasifikasikan
sesuai dengan kelompok-kelompoknya.
3. Bersamaan dengan itu setelah dilakukan dua tahap diatas,
Data diolah selama penelitian berlangsung, untuk kemudian diambil
kesimpulan.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Persatuan Sepak Bola Jepara (Persijap).
Sebelum berkiprah dalam kancah persepakbolaan nasional seperti sekarang
ini, persijap telah mengarungi perjalanan dalam rentang waktu yang cukup
panjang. Dengan kata lain sepakbola di Jepara mempunyai catatan sejarah yang
cukup panjang.
Pada paruh waktu sekitar tahun 1930-an, di Jepara lahir dua klub sepakbola
bentukan Belanda. Yaitu Y.V.C. (Yapara Voedbal Club) dan Alsides. Dengan
demikian cikal bakal sepak bola di Jepara sudah berakar sejak penjajahan
Belanda. Sepak bola di Jepara pada kurun waktu itu dalam waktu singkat sudah
bisa menjadi olah raga rakyat. Di setiap pelosok desa sepak bola sudah dimainkan.
Namun setelah Belanda kalah dan bangsa Indonesia di jajah Jepang, dua klub
tersebut akhirnya bubar. Sumber. Arsip Persijap.
Tetapi terbukti kemudian, sebagai olah raga rakyat, sepak bola terus
berkembang. Melihat perkembangan sepakbola di Jepara, Bupati Jepara waktu itu,
Syahlan Ridwan (1954) berkeinginan membentuk sebuah kesebelasan milik
Kabupaten Jepara. Ide ini dilandasi dengan semakin banyaknya klub-klub yang
tumbuh. Tahun itu kemudian dicatat sebagai tahun berdirinya Persijap Jepara,
tepatnya pada tanggal 11 April 1954. Sumber. Arsip Persijap.
39
40
Seiring dengan perjalanan serta kiprah persijap di jagat persepakbolaan
nasional, juga memunculkan beberapa nama yang menjadi populer, bahkan
melegenda. Diantaranya adalah Kamal Junaidi, yang meninggal karena tersambar
petir, dalam laga final Piala Makutarama yang digelar di Salatiga pada tanggal 28
Agustus 1973 melawan kesebalasan dari Persipa Pati. Nama Kamal Junaidi
kemudian diabadikan sebagai nama stadion sepak bola, yang menjadi kebanggan
warga masyarakat Jepara.
Beberapa pemain sepakbola dari Jepara juga pernah memperkuat timnas.
Diantaranya adalah Haryanto yang menjadi kiper andalan timnas pada tahun
1979. Setelahnya juga ada nama Siswadi Gancis yang menjadi kiper PSSI Garuda
pada tahun 80-an. Generasi setelahnya pada tahun 2000-an juga ada nama
Solekan, dan Warsidi. Sumber. Arsip Persijap.
Sehingga tidak berlebihan kalau Jepara, yang nota bene merupakan kota
kecil, menjadi barometer sepak bola di Jawa Tengah. Bahkan dalam
perkembangannya sekarang, bisa melampaui PSIS Semarang dan Persis Solo,
yang mempunyai nama lebih besar dan dana yang juga lebih besar. Hal ini terkait
dengan keberhasilan Persijap berhasil lolos ke Liga Super PSSI 2008. Sedangkan
kedua tim lainnya dari Jawa Tengah tersebut tetap bertahan di Divisi Utama
Home base Persijap terletak di Jl. Mangunsarkoro Jepara, sedangkan home
ground-nya akan menempati stadion yang baru, yaitu Stadion Gelora Bumi
Kartini (GBK). Stadion GBK menjadi stadion yang baru bagi Persijap, karena
stadion Kamal Junaidi tidak lagi memenuhi syarat untuk dipakai bertanding dalam
ajang Superliga tahun 2008. Kapasitas stadion (GBK) mempunyai daya tampung
41
sekitar 20.000 penonton, dengan kapasitas tribun tertutup sebanyak 7000 orang
dan tribun terbuka 13.000 orang penonton. Hampir setiap kali pertandingan home
(kandang),
stadion
di
Jepara
dipenuhi
oleh
penonton/supporter
setia
Persijap.Sementara ini supporter Persijap yang berjumlah sekitar 10.000 orang
terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu Jetman (Jepara Tifosi Mania) dan
Banaspati. www. Persijapjepara.com.
Stadion GBK terletak di Kelurahan Ujungbatu, Kecamatan Jepara, sekitar 1
km dari Kantor Bupati Jepara. Stadion GBK dibangun sejak tahun 2001. Luas
kawasan atau kompleks stadion ini 159.800 m2 dengan luas stadion 30.000 m²,
dan luas lapangan 7.500 m². Stadion ini nantinya dilengkapi dengan track untuk
lintasan atletik dengan panjang 500m2 dengan lebar 6 m. Fasiltas lain yang
melengkapi stadion GBK adalah tribun terbuka dan tribun VIP yang bertatap
space frame. Jenis rumput yang digunakan di lapangan utama stadion GBK adalah
bermuda (dactylon cycnodon). Fasilitas stadion nantinya akan semakin
representatif dengan dilengkapinya sarana dan fasilitas stadion berupa ruang ganti
pemain, ruang ganti wasit serta ruang untuk peliputan dan konferensi pers.
Fasiltas berupa kamar mandi shower dan toilet diharapkan bisa membuat
pengguna stadion ini bertambah nyaman. www. Persijapjepara.com.
4.1.2. Organisasi Persatuan Sepak Bola Jepara (Persijap).
Persatuan Sepakbola Indonesia Jepara atau lebih dikenal dengan sebutan
Persijap Jepara adalah sebuah klub profesional yang berkedudukan di Kota
Jepara. Tim berjuluk "Laskar Kalinyamat" saat ini adalah salah satu kontestan
42
Superliga 2009/10, kompetisi sepakbola kasta tertinggi di tanah air.
Meski telah berdiri sejak 11 April 1945, Persijap baru mulai menunjukkan
eksistensinya setelah sepakbola nasional memasuki era profesional yang ditandai
dengan digulirkannya Liga Indonesia. Tepatnya, pada musim kompetisi 1999/00,
di mana kala itu tim ini berhasil menembus divisi utama.
Alamat: Kompleks Stadion Gelora Bumi Kartini, Ujung Batu, Jepara, Jawa
Tengah. Telpon: +62 (0291) 591018
Ketua Umum: Tafrikhan.
Manajer Tim: Muhammad Said Bassalamah
Pelatih: Raja Isa
Suporter: Jetman (Jepara Tifosi Mania) dan Banaspati (Barisan Suporter
Persijap Sejati). Julukan: Laskar Kalinyamat.
Prestasi Persijap sudah cukup menggembirakan dari tahun ke tahun
walaupun piala juara belum diraih klub dari bumi kartini ini. Berikut adalah
prestasi Persijap dari tahun ke tahun.
Table 4.1. Prestasi Persijap di Copa Indonesia
No
Tahun
Prestasi Copa Indonesia
1
2005/06
16 besar
2
2006/07
64 besar (babak pertama)
3
2007/08
32 besar
4
2008/09
Empat besar
Sumber: Manajemen Persijap.
43
Table 4.2. Prestasi Persijap di Liga Indonesia
No
Tahun
Prestasi Liga Indonesia
1
1994/95
Divisi I
2
1995/96
Divisi I
3
1996/97
Divisi I
4
1998/99
Peringkat ke-3 Grup II Divisi I
5
1999/00
Juara Grup I Divisi I (Promosi ke divisi utama)
6
2001
Peringkat ke-12 Wilayah Timur (Degradasi ke divisi I)
7
2002
Peringkat ke-2 Grup Barat Divisi I
8
2003
Peringkat ke-8 Grup Barat Divisi I
9
2004
Peringkat ke-3 Grup Barat Divisi I (Promosi ke divisi utama)
10
2005
Peringkat ke-12 Wilayah Timur
11
2006
Peringkat ke-9 Wilayah Barat
12
2007
Peringkat ke-9 (Promosi ke Superliga)
13
2009/10
Peringkat ke-11 Superliga
14
2010/11
Peringkat ke-14 Superliga
Sumber: Manajemen Persijap.
Untuk memprkuat tim persijap, pihak manajemen seringkali membeli
pemain bintang. Berikut adalah Pemain Bintang yang pernah dimiliki Persijap.
1. Pablo Alejandro Frances
Striker asal Argentina kelahiran Cordoba, 29 September 1982, ini pernah
menjadi andalan Persijap di lini depan. Kemampuan merobek gawang
lawan dilakukannya di musim kedua Superliga. Terlebih karena musim
dimana dia merumput di Persijap, ia mampu menjadi "tukang gedor"
handal bagi timnya, dengan tampil sebagai pencetak gol terbanyak
turnamen Copa Indonesia, yakni dengan delapan gol. Tak heran, jika
beberapa klub kontestan Superliga sempat meliriknya.
44
2. Doni Fernando Siregar
Kemampuan menjelajahi lapangan tengah yang diperankan pemain
kelahiran Medan, 27 September 1983, musim saat ia main di Persijap
cukup baik. Ia pun kembali didampuk untuk mengawal lini tengah Persijap
di ajang Superliga edisi kedua musim tahun 2010. Akurasi umpan dan
tendangan jarak jauhnya yang cukup baik, membuat ia sulit tergantikan di
Persijap.
3. Evaldo Da Silva De Aziz
Palang pintu pertahanan Persijap dipastikan kembali dikendalikan pemain
asing asal Brasil ini. Dengan postur tubuh yang ideal sebagai pemain
belakang, stopper kelahiran Brasil, 17 Agustus 1974, tetap menjadi
andalan bagi pelatih Persijap. Hal yang sama pada penampilan mereka
musim ini. Ketangguhannya mengawal lini belakang membuat Persijap
terus menggunakan tenaganya.
4. Cristian Gaston Castano
Penyerang handal dari Argentina Cristian Gaston Castano atau akrab
disapa Gaston Castano. Mantan pemain Gresik United sempat akan
memperkuat skuad Laskar Kalinyamat pada musim 2012/ 2013 yang
mulai digulirkan Januari mendatang. Dengan bergabungnya Gaston ke
Persijap akan membawa nuansan baru bagi seluruh pendukung Laskar
Kalinyamat. Mantan bomber Persiba Balikpapan ini diharapkan mampu
mendobrak pertahanan setiap lawan. Akan tetapi harapan ini tidak bisa
terjadi, karena masalah non teknis, yakni pergantian manajemen.
45
4.1.3. Daftar Pemain & Pelatih Persijap
No
Nama
Posisi
No
Nama
Posisi
1
Erik Ardiles
Kiper
14 Deddy Junaidi
Gelandang
2
Muhammad Ridwan
Kiper
15 M. Widya Wahyu
Gelandang
3
Joko Ribowo
Kiper
16 Muhammad Farikhin
Gelandang
4
Endi Bagus Stiawan
Kiper
17 Chanif Muhajirin
Gelandang
5
Makhrus Bahtiar
Bek
18 Gipsi Salat Taalaita
Gelandang
6
Evaldo Silva
Bek
19 Jimmy Max
Gelandang
7
M. Fauzan Jamal
Bek
20 Nanang Khanafi
Gelandang
8
Fendy Juliyanto
Bek
21 Ahmad Bukhori
Gelandang
9
Anam Sahrul
Bek
22 Agung Supriyanto
Striker
10 Gunawan Dwi Cahyo
Bek
23 Julio
Striker
11 Catur Rintang
Bek
24 Edo Welong
Striker
12 Danial
Bek
25 Noor Hadi
Striker
13 Murwanto
Bek
26 Zakirin Fawasta
Striker
14 Walter Brizuela
Gelandang
Sumber: Manajemen Persijap, 2013.
4.1.4. Pembahasan mengenai motivasi pemain Persijap
Para pemain persijap ternyata memiliki motif yang berbeda untuk bermain
pada team yang berjuluk Laskar Kalinyamat Jepara. Tiap pemain mempunyai
harapan tersendiri dengan bermain untuk persijap.
Menurut M. Fauzan Jamal, pemain asal Sumatera Barat yang sekarang
46
tinggal di Persijap. Motivasi main di persijap kerena kebutuhan sehari-hari seperti
makanan, istirahat dan libur sudah terpenuhi secara teratur ketika berada di
Persijap. Selain itu, juga dapat meningkatkan karir dalam bermain sepakbola
hingga menjadi pemain yang professional.
Hal ini sedikit berbeda dengan A. Makhrus Bakhtiar, Pria berusia 26 tahun
dan sekarang tinggal di Griya Kurnia Asri Bapangan Jepara ini, Untuk kebutuhan
sehari-hari, sudah terpenuhi dengan baik. Beliau juga bersyukur dapat mendapat
penghasilan yang cukup banyak dengan bermain bola. Beliau merasa terhormat
dapat berprestasi dengan gaji yang layak, dan berhasil secara ekonomi ketika
bermain untuk Persijap.
Menurut Zakirin, Pekerjaan bermain bola di Persijap adalah pekerjaan yang
menghasilkan uang untuk nantinya dalam menopang kehidupan menuju
kesejahteraan diri dan keluarga. Pekerjaan bermain bola juga sebagai sarana untuk
mencari nafkah dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Terpenuhinya
kebutuhan hidup dapat mendorong ke arah tercapainya kesejahteraan keluarga.
Kebutuhan akan penghasilan juga menjadi salah satu alasan subjek dalam mencari
pekerjaan. Kebutuhan ini nantinya berkaitan dengan kebutuhan rasa aman secara
ekonomi yang menjadi salah satu motivasi pemain memilih bekerja menjadi
pemain sepak bola.
Minat pada pekerjaan sebagai pemain bola ini meliputi hal-hal yang
membuat individu tertarik akan pekerjaan sebagai pemain bola. Ada individu
yang ingin menjadi pemain bola karena fasilitas-fasilitas yang didapatkan, ada
juga yang karena sebagai sarana aktualisasi diri.
47
Menurut Julio, ada beberapa makna yang berhubungan dengan minat pada
pekerjaan sebagai pemain bola. Kebutuhan aktualisasi diri menjadi salah satu
motivasi untuk menjadi pemain sepakbola. Kebutuhan aktualisasi diri dengan
menjadi pemain sepakbola antara lain berupa kebutuhan untuk mengembangkan
diri dan ilmu serta adanya kebutuhan untuk mengabdikan diri.
Menurut Deddy Djunaidi Baharudin, pemain Persijap 29 tahun ini, bahwa
dengan bermain di persijap beliau dapat belajar ilmu pengetahuan baru dan
banyak hal di persijap, “karena saat ini saya merasa ada perubahan yang
signifikan dalam diri saya”. Dan ia merasa bangga bermain di Persijap, karena
merasa terpuji dapat bermain di tim besar seperti Persijap.
Menurut M. Widya Wahyu F, pemain asal Surabaya berusia 23 tahun ini
merasa bahwa motivasinya menjadi pemain sepakbola adalah kebutuhan
aktualisasi pengabdian diri dan kebutuhan akan pengetahuan. Beliau memaknai
pekerjaan sebagai sarana belajar, dan dengan menjadi pemain sepakbola maka
bisa menjadi pemenuhan kebutuhan aktualisasi pengabdian dirinya. beliau
menganggap bahwa dengan menjadi pemain sepakbola, fasilitas pengembangan
diri dan ilmu akan lebih mudah didapatkan karena fasilitas untuk belajar lebih
lanjut memang disediakan oleh manajemen.
Menurut Chanif Muhajirin, Motivasi tiap pemain seringkali berbeda
dengan pemain lainnya. Motivasi itu timbul dari dalam diri pemain atau dari
lingkungan yang ada disekitarnya. Menurut kebanyakan pemain sepakbola di
Persijap Jepara, bermain bola pada mulanya adalah hobi yang ditekuni dengan
bakat yang tersalurkan. Dan ketika menjadi pemain profesional tetap berusaha
48
bermain dengan suka cita untuk bermain prima.
Menurut Gunawan Dwi Cahyo, pria kelahiran desa Kriyan kecamatan
Kalinyamatan Jepara 24 tahun silam ini, selain hobi, bermain di Persijap juga
harapan untuk mengharumkan nama Persijap, karena beliau adalah putra Jepara.
Walau bonus yang diberikan tidak sebesar klubnya yang dulu, akan tetapi beliau
merasa bangga.
Menurut Fendy Juliyanto, pria asli Jepara, asal Pulodarat Pecangaan Jepara
ini mengatakan bermain sepakbola adalah bekerja dengan hati, sehingga selalu
merasa senang saat bermain untuk Persijap. Selain itu suasan indah Jepara juga
membuatnya nyaman, karena warga Jepara Baik-baik, cakep-cakep dan cantikcantik. Begitu tuturnya.
Kebutuhan akan rasa aman dalam bekerja tidak hanya meliputi perlindungan
dari segi fisik, namun juga dari segi psikologis. Pada pekerjaan sebagai pemain
sepakbola, rasa aman ditunjukkan dengan adanya gaji yang cukup tinggi dan
kemapanan dalam bekerja. Hal ini bisa ditunjukkan dengan kepastian
mendapatkan gaji setiap bulannya dan mendapatkan bonus. Kebutuhan akan rasa
aman inilah yang dijadikan alasan bagi banyak orang untuk memilih pemain
sepakbola sebagai pekerjaan utamanya, termasuk di dalamnya adalah pemain
sepakbola di Persijap.
Menurut Catur Rintang, pemain usia 26 tahun asal Jepara ini marasa cukup
nyaman di Persijap, walau gaji yang diterima tidak sebesar pemain lain yang lebih
baik penampilannya, tapi beliau bisa belajar mendapat pengalaman dari pemain
lain. Selain itu gaji yang rutin diberikan oleh manajemen Persijap juga menjadi
49
motivasi bekerja, tanpa ditunda pembayarannya oleh pihak manajemen. Menurut
beliau hal ini dikarenakan Persijap memberikan gaji yang tepat waktu, karena
Persijap adalah tim yang mampu secara finansial.
Salah satu motivasinya
memilih bekerja menjadi pemain sepakbola adalah kebutuhan rasa aman dalam
bekerja.
Menurut Catur Rintang, gaji sebagai pemain sepakbola memang tidak
terlalu banyak, untuk saat ini yang masih dalam tahap pematangan teknik, tetapi
adanya kepastian dan kemapanan kerja membuat subjek tertarik menjadi pemain
sepakbola. Catur Rintang sempat mengatakan bahwa dengan menjadi wirausaha
bisa mendapatkan hasil yang melebihi gaji pemain sepakbola. Tetapi, menjadi
wirausaha memiliki banyak tantangan, seperti ketidakpastian jalannya usaha dan
ketidakpastian penghasilan yang diperoleh setiap bulannya sehingga kurang
adanya kemapanan dan keamanan kerja. Kebutuhan rasa aman ini bagi subjek
bukan sebagai motivasi utama subjek menjadi pemain sepakbola karena
motivasinya lebih kepada kebutuhan aktualisasi pengabdian diri.
Kebutuhan pertumbuhan karir adalah adanya keinginan seseorang untuk
meningkatkan jenjang karirnya. Jika dalam pemain sepak bola, maka
pertumbuhan karir berhubungan dengan jabatan karir pada pemain sepak bola,
yaitu kenaikan posisi dalam pemain, hingga menjadi pemain inti, bukan cadangan.
Hingga jabatan tertinggi dalam bermain sepakbola adalah sebagai kapten team,
yang menjadi leader ditengah lapangan. Kenaikan pangkat dan golongan dalam
pemain sepak bola akan berpengaruh pada kenaikan gaji yang diterima setiap
bulannya. Kenaikan pangkat dipengaruhi dengan prestasi permainan yang
50
konsisten dan kebijakan dari tiap-tiap klub sepak bola.
Menurut Joko Ribowo, Kiper yang meniti karir di Persijap ini, menurutnya
“Dulu itu tidak terpikir untuk naik pangkat atau tidak. Jadi, kalau dulu yang
penting itu bisa belajar lebih lanjut, belum terpikir untuk naik pangkat atau tidak.
Karena menurut cerita dari teman-teman khusus untuk posisi kiper itu
kepangkatan itu tidak berarti, karena tidak pernah mencetak goal”. Akan tetapi
sekarang kan sudah bisa ditingkatkan karirnya dalam rangka pengabdiannya
kepada sepak bola Indonesia yaitu meningkat menjadi pemain yang sedikit naik
kelas.
Menurut Joko Ribowo, bahwa munculnya kebutuhan pertumbuhan karir
adalah setelah diterima sebagai kipper utama Persijap. Pemberian informasi dari
teman menjadi salah satu pertimbangannya. Menurut Joko Ribowo kemudian
mengetahui bahwa kepangkatan itu penting demi meningkatkan prestasi sehingga
muncul kebutuhan pertumbuhan karir tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga
kepentingan klub dan nama baik Indonesia di mata Internasional sepak bola.
Kebutuhan pertumbuhan karir menurutnya dapat terfasilitasi sehingga cukup ada
kepuasan.
Motivasi seseorang untuk bekerja keras tidak akan terlepas dari gaji yang
dihasilkan atas kerjanya. Gaji menjadi salah satu faktor penting dalam pekerjaan
seseoranguntuk bekerja secara maksimal memberikan hasil yang terbaik dimana
ia bekerja. Gaji dapat diartikan sebagai hasil pendapatan yang diperoleh setelah
usaha/ kerja yang telah dilakukan oleh seorang pekerja. Gaji dapat menjadi salah
satu faktor yang sering memicu ketidakpuasan atau kepuasan kerja seseorang.
51
Oleh karena itu, perlu diperhatikan masalah pemberian gaji ini agar pekerja lebih
termotivasi lagi untuk bekerja sebaik-baiknya.
Menurut Noor Hadi, motivasi menjadi pemain sepak bola menurutnya
“Kalau menjadi pemain sepak bola itu banyak waktu luangnya karena, tugas
pemain sepak bola itu belajar, untuk meningkatkan prestasi bermain bola. Karena
bermain bola itu kadang satu minggu hanya satu kali atau dua kali sehingga
banyak waktu luang. Waktu luang ini untuk digunakan dalam pengembangan diri
meningkatkan kemampuan dan sebagainya termasuk mencari tambahan rezeki,
dengan membina usaha bersama keluarga. Tambahan rezeki itu bisa lewat
pengembangan kewirausahaan, yaitu dengan berjualan bersama keluarga sehingga
menambah penghasilan.
Menurut Anam Syahrul, pemain Persijap Asli Jepara 27 Tahun ini,
menurutnya beliau termotivasi bermain bola karena adanya dukungan walaupun
tidak harus disampaikan dalam pernyataan namun dengan tidak melarang atau
diam pun itu merupakan bentuk dukungan. Walaupun pada awalnya kendala
bermain bola adalah jauh dari teman sebaya, dan kendalanya harus meninggalkan
bangku kuliah. Setelah mendapat dukungan dari orang tua terutama ibunya, maka
ia melanjutkan untuk bermain bola. Saudara yang mayoritas adalah pedagang pun
tidak melarang Anam untuk menjadi pemain sepak bola.
Kesempatan pertumbuhan karir tidak selalu terbuka bagi semua pemain
sepak bola dan ini tergantung pada bagaimana prestasi dalam bermain sepak bola
itu sendiri. Begitu juga halnya dengan standar gaji yang didapatkan pemain sepak
bola. Cukup atau tidaknya penghasilan yang diterima tergantung kepada individu
52
itu sendiri.
Menurut Evaldo Silva, stopper kelahiran Brasil, 17 Agustus 1974, mengaku
motivasi pada awal masuk di Persijap yang dialami adalah pemberian gaji yang
lancar, setelah negosiasi yang panjang dan prestasi yang ditunjukkan semakin
meningkat, akhirnya gaji beliau diberikan manajemen Persijap secara lancar. Hal
ini ditunjang dengan pemberian gaji yang tepat waktu, serta sesuai dengan
kontrak. Gaji yang diterima, menurutnya sudah cukup memenuhi kebutuhan hidup
layak bagi dirinya dan keluarganya yang sekarang ini tinggal di kota Salatiga.
Selain itu gaji yang diterima juga diinvestasikan untuk kebutuhan masa depan,
karena bermain bola tidaklah selamanya, dan ada waktu pensiunnya dan pensiun
menjadi pemain sepakbola, terhitung dini, yakni pada kisaran umur 35- 40 tahun.
4.2. Hasil dan Pembahasan
Setiap pemain Persijap memiliki motivasi yang berbeda untuk meraih
prestasi dan bermain yang terbaik bagi team. Semua pemain Persijap sepakat bila
mereka bermain secara profesional dengan mengharap imbalan gaji dan
kehidupan yang layak ketika bermain di Persijap. Seperti yang diungkapkan
Zakirin, bahwa pekerjaan bermain bola di Persijap adalah pekerjaan yang
menghasilkan uang untuk nantinya dalam menopang kehidupan menuju
kesejahteraan diri dan keluarga. Pekerjaan bermain bola juga sebagai sarana untuk
mencari nafkah dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
Motivasi itu muncul, karena pada saat bermain menjadi pemain sepak bola
profesional tidak dapat ditinggalkan sesuka hati untuk mengerjakan pekerjaan
53
yang lain. Pemain sepak bola harus selalu fokus dan siap bermain dalam keadaan
apapun.
Selain sebatas materi, banyak juga yang mengejar impian untuk menjadi
pemain yang lebih handal. Bahkan ada beberapa yang ingin dapat menjadi pemain
profesional yang dapat erlaga di liga-liga Eropa. Keinginan menjadi pemain kelas
dunia tidak hanya harus menguasai teknik dan skill individu dalam bermain sepak
bola. Akan tetapi harus menguasai bahasa dan kebudayaan tempat tinggal baru.
Tiap pemain juga harus menguasasi ilmu dasar psikologis agar dapat bergaul
dengan setiap pemain, karena mereka harus bermain secara kompak dan tidak
bermain sendiri di lapangan. Dan di Persijap, setiap pemain diberikan kesematan
untuk berkembang dan menjadi pemain yang lebih handal. Hal ini seperti yang
diungkapkan M. Widya Wahyu F, bahwa motivasinya di persijap kerena merasa
kebutuhan aktualisasi pengabdian diri dan kebutuhan akan pengetahuan terpenuhi
di Persijap. dan dengan menjadi pemain sepakbola maka bisa belajar banyak hal.
Dan fasilitas pengembangan diri dan ilmu akan lebih mudah didapatkan karena
fasilitas untuk belajar lebih lanjut memang disediakan oleh manajemen Persijap.
Rasa Nasionalisme untuk mengembangkan permainan Sepak bola Indonesia
juga tertanam dalam diri pemain Persijap. Ada beberapa pemain yang ingin
bermain di Tim Nasional agar dapat mengharumkan nama bangsa dan menjadikan
Indonesia lebih jaya dengan sepak bola. Hal ini seperti yang diungkapkan Joko
Ribiowo, bahwa beliau ingin meningkatkan karirnya dalam rangka pengabdiannya
kepada sepak bola Indonesia yaitu meningkat menjadi pemain yang naik kelas.
Saya kemudian mengetahui bahwa kepangkatan itu penting demi meningkatkan
54
prestasi sehingga muncul kebutuhan pertumbuhan karir tidak hanya untuk diri
sendiri tetapi juga kepentingan klub dan nama baik Indonesia di mata
Internasional sepak bola.
Motivasi tiap pemain yang beragam inilah yang menjadikan tiap pemain
memiliki karakter dan semangat untuk bermain yang terbaik. Kesamaan mereka
adalah berharap dapat bermain yang terbaik bagi team. Selain itu hampir semua
pemain sepakat bahwa gaji yang cukup dan dibayarkan tepat waktu menjadi
motivasi untuk menumbuhkan semangat tiap pemain. Untuk itu diharapkan pihak
manajemen tetap mempertahankan gaji mereka yang dibayarkan tepat waktu serta
sesuai dengan kesepakatan yang ada dalam kontrak, ketika mereka akan bermain
di Persijap.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Motivasi yang melatarbelakangi pemain sepakbola memang beragam,
tetapi dapat ditarik kesimpulan mengenai motivasi pemain sepak bola Persijap.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Pekerjaan bermain bola di Persijap adalah pekerjaan yang menghasilkan
uang untuk nantinya dalam menopang kehidupan menuju kesejahteraan
diri dan keluarga. Kebutuhan akan rasa aman yang dijadikan alasan
pemain Persijap untuk memilih pemain sepakbola sebagai pekerjaan
utamanya
merupakan
kebutuhan
nyata
bagi
pemain
Kebutuhan
pertumbuhan karir di Persijap, bahwa kepangkatan bagi pemain persijap
adalah penting demi meningkatkan prestasi dan aktualisasi diri.. Hal ini
seperti dalam Seperti teori Abraham Maslow, dalam Kotler 2001 hirarki
motivasi
seseorang
dalam
urutan
kepentingan
adalah,
jenjang
kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan
sosial,
kebutuhan
penghargaan,
dan
kebutuhan
pengaktualisasian diri.
2. Kebanyakan pemain persijap termotivasi secara internal, yakni dari diri
mereka untuk bermain bola, seperti hobi, kebutuhan prestasi, mendapat
gaji yang layak serta fasilitas dan dapat meningkatkan diri dan aktualisasi.
Sementara faktor eksternal dari keluarga, tanggungjawab manajemen
55
56
dalam pembayaran gaji dan keadaan klub tidak begitu diperhitungkan.
Seperti halnya teori Herzberg (1966), Faktor higiene memotivasi
seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah
hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya
(faktor ekstrinsik), Sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah
achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor
intrinsik).
3. Para pemain persijap cenderung untuk meningkatkan prestasi dibanding
mengejar kekuasaan, yakni ingin menjadi kapten dalam tim. Hal ini sama
dengan teori Mc Clelland (1961), bahwa pemain persijap memiliki
kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama
dengan soscialneed-nya Maslow dan dorongan untuk mengatur
4. Kebanyakan pemain persijap memiliki motivasi untuk bermain sepakbola
dengan tujuan utama mendapat gaji dan terpenuhinya kebutuhan fisik. Hal
ini seperti teori Abraham Maslow, bahwa kebutuhan dasar manusia
kebanyakan adalah terpenuhinya kebbutuhan fisiologis.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi manajemen persijap sebaiknya mempertahankan pemberian gaji yang
tepat waktu, karena hal tersebut merupakan motivasi yang penting bagi
setiap pemain Persijap.
57
5.2.2. Bagi manajemen sebaiknya memperbaiki fasilitas tempat tinggal pemain
Persijap yang ada di mess sehingga pemain dapat datang tepat waktu
sesuai jadwal latihan.
5.2.3. Bagi manajemen, diharapkan sekali-kali didatangkan motivator yang
handal, agar para pemain dapat lebih semangat untuk bermain yang terbaik
bagi Persijap.
5.2.4. Bagi pelatih Persijap agar meningkatkan kualitas pelatihan dan motivasi
yang baik kepada pemain Persijap, agar meningkatkan permainannya, dan
pelatih agar memberi kesempatan yang sesuai dengan proporsi masingmasing, dalam peningkatan karir.
58
Daftar Pustaka
Ahmadi, A. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Anoraga, P. 1998. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta.
As‟ad, M.. 2003. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri Edisi
Keempat. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Dayakisni, T. dan Yuniardi, S.. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Handoko, M.. 2002. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah laku. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Indriantoro Nur dan Bambang Supomo. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Edisi
Pertama. BPFE. Yogyakarta.
Irwanto, Elia, H., Hadisoepadma, A., Priyani, MJ. R., Wismanto, Y. B., dan
Fernandes, C.. 1997. Psikologi Umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Lexy J. Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remadja Karya.
Bandung
Poerwandari, K. 2001. Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia.
Robbins, S. P.. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. New
Jersey: Prentice Hall Inc..
Ruslan Rosady. 2004. Metode Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Santrock, J. W.. 2001. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup,
Edisi 5, Jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tjiptono Fandi dan Anastasia Diana. 2000. Total Quality Management. Edisi
Ketiga. Andi Offset. Yogyakarta
Walgito, B.. 2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi Revisi.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
58
Download