SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 ANALISIS KECELAKAAN PEMBANGUNAN PLTN DAN KRISIS ENERGI LISTRIK KALIMANTAN BARAT Rachmat Sahputra Jurusan PMIPA FKIP UNTAN Email korespondensi : [email protected] ; [email protected] Abstrak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan alternatif penyelesaian krisis energi listrik di Kalimantan Barat, tetapi pesimistis terkait dengan peluang terjadinya kecelakaan besar PLTN. Penelitian ini bertujuan untuk dapat menganalisis peluang terjadinya kecelakaan pembangunan PLTN yang dikaitkan dengan krisis energi listrik di Kalimantan Barat. Metoda penelitian berupa kajian mendalam terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang didukung dengan data-data primer dan sekunder dari lembaga-lembaga terkait. Hasil-hasil kajian diperoleh bahwa PLTN dalam oprasinya menggunakan sumber daya bahan bakar yang efisien dan membebaskan 0% karbon ke lingkungan, tetapi berpeluang terjadinya cemaran yang luas apabila terjadi kecelakaan besar dan perlu pengamanan berlapis. Kecelakaan oprasional dapat terjadi apabila reaktor kehilangan pendinginan yang menyebabkan temperatur tinggi, sehingga oprasional reaktor harus mengikuti standar keselamatan IAEA. Kebolehjadiaan terjadinya kerusakan teras reaktor yang disebabkan oleh ketidakmampuan moderator untuk menyerap panas dan kehilangan pendingininan penyebab kecelakaan parah memiliki rata-rata probabilitas 3 x 10-5/ reaktor per tahun. Nilai probabilitas kecelakaan reaktor yang sangat kecil tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjadi alternatif memilih pembangunan PLTN dibandingkan dengan sumber energi lain untuk mengatasi krisis energi listrik di Kalimantan Barat yang diprediksi memiliki kebutuhan beban puncak bruto pada tahun 2020 sebesar 754 MW bila ditambah dengan kebutuhan listrik industri akan mengalami krisis listrik sebesar 3014 MW. Pada tahun 2024 kebutuhan bruto sebesar 1148 MW bila ditambah dengan kebutuhan energi listrik industri maka Kalimantan Barat memiliki krisis listrik sebesar 3180 MW. Kata kunci: (PLTN, Probabilitas, Kecelakaan) Pembangunan ketenagalistrikan belum mencapai harapannya sehingga pasokan listrik belum menjadi motor penggerak pembangunan berbagai sektor, sehingga secara tidak langsung lemahnya pasokan listrik telah menambah masyarakat miskin dan penambahan kebodohan masyarakat di era teknologi informasi yang dewasa ini sangat membutuhkan pasokan listrik yang cukup. Rendahnya pasokan listrik berkontribusi pada rendahnya pertumbuhan ekonomi bangsa menjadikan bangsa Indonesia sejak tahun 1990 memiliki pertumbuhan pendapatan kotor (GDP) rendah berada pada kisaran 4,3-5,6 % berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia (2002) yang mendorong tingginya tingkat kemiskinan di desa-desa. Kondisi ini juga dialami provinsi Kalimantan Barat yang termasuk provinsi tertinggal dalam berbagai sektor, sangat I. PENDAHULUAN Upaya pemerintah untuk mencukupi listrik rakyat Indonesia telah tertuang dalam UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, dengan melakukan upaya memberi kesempatan pada seluruh bidang usaha agar berpastisipasi dalam pengadaan listrik untuk rakyat dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah dalam PP No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik jo. PP 23/2014; dan 2. PP No. 62 Tahun 2012 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik. Upaya pemerintah tersebut dimaksudkan agar terwujud pembangunan ketenagalistrikan yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. 45 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 memerlukan motor (pasokan listrik) sebagai penggerak pembangunan yang berpengaruh pada semua sektor yang ada. Rasio elektrifikasi Kalimantan Barat pada tahun 2015 baru mencapai 74,71% dan masih dibawah rat-rata rasio elektrifikasi nasional yang baru mencapai 88.30 % (PLN, 2015) sehingga provinsi ini masih kekeurangan pasokan listrik. Bersarkan data BPS (2015) Kalimanatan Barat dengan jumlah penduduk hasil sensus 2015 sebanyak 5318289 jiwa menempati dalam wilayah 146807 km2 (36,22 jiwa/km2) memiliki banyak potensi untuk mengembangkan energi primer untuk dapat mengatasi kekurangan pasokan listrik dengan energi air, biomassa, batubara dan Uranium / thorium. Potensi yang terakhir merupakan bahan baku PLTN yang perlu mendapat pertimbangan untuk dapat dibangun di Kalimantan Barat. Pertimbangan pembangunan PLTN memerlukan kajian dari berbagai aspek, baik aspek ekonomi, sosial dan politik serta pertimbangan teknis. Masyarakat dengan pemahaman yang terbatas tentang keunggulan dan kekurangan PLTN mudah terpengaruh dengan isu sosial politik yang berpendapat untuk menolak kehadiran PLTN tanpa mempertimbangkan aspek ekonomi dan teknis. Aspek teknis yang perlu mendapat kajian untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dalam membangun PLTN adalah dengan mengetahui analisis tentang peluang terjadinya kecelakaan dari reaktor nuklir dari PLTN. Dengan mengetahui peluang terjadinya kecelakaan tersebut, maka akan lebih mengerti tentang keunggulan sekaligus kekurangan pembangunan PLTN yang memberi informasi pada pihak yang berkepentingan dalam membangun PLTN di Kalimantan Barat, termasuk masyarakat luas. Kebaruan atau novelty penelitian ini adalah dengan mengetahuinya peluang terjadinya kecelakaan besar dengan adanya pembangunan PLTN secara konfrehensip akan memberikan pengetahuan dan keyakinan untuk memberikan alternatif solusi untuk mengatasi krisis energi listrik di Kalimantan Barat. II. METODOLOGI Pengkajian berkaitan dengaan pentingnya pembangunan PLTN yaitu dengan studi literatur mengenai pilihan sumber-sumber energi alternatif yang sudah dan sedang dikembangkan dewasa ini dan melakukan perbandingan keuntungan serta kerugian terhadap beberapa alternatif pilihan dalam pemenuhan kebutuhan energi di Kalimantan Barat. Dilakukan metoda eksplorasi studi literatur berkenaaan dengan penggunaan PLTN baik keselamatannya dan juga resiko-resiko yang akan terjadi dari kegiatan oprasional PLTN. Peluang terjadinya resiko kecelakaan nuklir pada reaktor PLTN diteliti dengan membandingkan peluang-peluang terjadinya kerusakan reaktor dari berbagai reaktor yang sudah beroprasi di berbagai negara di dunia. Metoda untuk memperhitungkan pertumbuhan laju penduduk yang dikaitkan dengan data pelaksanaan dan perencanaan pengadaan listrik oleh PLN dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia termasuk dunia industri diperoleh dari pengolahan data Biro Pusat Statistik (BPS) dan Perusahaan Listrik Negara (PT PLN). Dengan mengolah data kebutuhan listrik penduduk dan kebutuhan listrik dunia industri serta kapasitas PLN dalam penyediaan pasokan listrik dibantu perhitungan matematis statistik, maka akan diperoleh data krisis listrik Kalimantan Barat. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai Alternatif 46 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 Kebutuhan tenaga listrik yang terus berkembang, jika pasokan energi listrik dikonsentrasikan pada pengembangan pembangunan PLTA di Kalimantan Barat, akan sangat sulit dilaksanakan karena masalah-masalah sosial yang akan timbul akibat kesulitan kepemilikan lahan yang luas dan relokasi penduduk. Pengembangan PLTD yang menggunakan bahan bakar minyak, memiliki kendala karena cadangan bahan bakar minyak ke depan akan sulit didapat. Pembangkit listrik panas bumi (PLTU) memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan, tetapi pemanfaatan panas bumi sangat terbatas untuk dapat memproduksi listrik, hanya dapat memproduksi listrik dalam skala kecil sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan listrik penduduk dan industri yang besar. Penggunakan sumber energi terbarukan seperti angin, matahari, biomasa, yang dapat mengurangi ketergantungan sumber energi primer fosil, tetapi hanya dapat menyediakan tenaga listrik dalam skala yang terbatas. Pilihan sumber energi primer lain yang memungkinkan untuk pembangkit listrik beban dasar batubara, tetapi Ketergantungan atas penggunaan bahan bakar batubara hanya bisa bertahan dalam waktu 10 - 20 tahun dan menjadi tidak realistis bila menjadi andalan dalam waktu yang lama, serta kerusakan lingkungan yang besar akibat penambangan batubara yang menghabiskan lahan yang luas. Pengembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sangat tergantung pada biaya investasi, penguasaan teknologi PLTN, serta perlu kecermatan dan ketelitian dari tahap desain, konstruksi dan pembangunannya, serta pengelolaan yang terkontrol ketat dan perlu bekerja sama dengan organisasi nuklir internasional (IAEA). Pembangunan PLTN relatif mahal dibandingkan PLTU batubara, tetapi pemanfaaatan PLTN dapat berperan dalam menjaga kestabilan total biaya-biaya pembangkitan lainnya dalam menghadapi gejolak harga bahan bakar yang digunakan PLTG atau PLTD. PLTN banyak digunakan oleh negara-negara maju saat ini seperti USA, Perancis, Jepang, Rusia, Jerman, Inggris dan Canada yang mulai membangun PLTN mulai tahun 50-an. Menyusul dikembangkan Korea Selatan dan Cina, sekarang diikuti India dan Mexico. Jumlah PLTN yang beroprasi dari data IAEA sampai bulan November 2009, tercatat 436 unit reaktor PLTN yang beroprasi, memberi konstribusi energi listrik total sebesar 370.260 MW(e). Amerika Serikat adalah negara pemilik reaktor nuklir terbanyak dengan 104 unit disusul Perancis 59 unit, sedangkan di Asia pemilik terbanyak reaktor adalah Jepang 53 unit, Korea Selatan 20 unit, Cina 16 unit, India 6 unit, Pakistan dan Iran membangun masing-masing 1 unit. PLTN adalah pembangkit daya yang memiliki keunggulan yang sangat signifikan antara lain keefisienan pemakaian bahan bakar dan ketersediaan bahan bakar yang melimpah dengan harga relatif rendah. Selain itu, dalam pengoperasian secara normal sebagai pembangkit daya, PLTN tidak menghasilkan karbon (0%) penyebab efek rumah kaca yang mencemari udara penyebab pemanasan global. Pembangkit lain seperti PLTU batubara dalam pengoprasiaannya menghasilkan gas SOx, NOx, COx, dan logam berat seperti Pb, Hg, Ar, Ni, Se di atas kadar normal pada wilayah sekitar PLTU. Gas SOx sendiri menjadi pemicu gangguan paru–paru dan penyakit pernafasan. Sedangkan gas NOx menjadi penyebab hujan asam, apabila bereaksi dengan gas SOx yang berakibat buruk bagi peternakan dan pertanian. Gas COx akan menyebabkan efek rumah kaca yang berperan dalam pemanasan global. 47 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 Dari sudut pandang efektivitas perolehan energi dibandingkan dengan energi yang seharusnya, maka pada PLTN energy availability factoc (EAF) berada pada kisaran angka 80 %, sedangkan pada Pemangkit Listrik lainnya, yang menggunakan bahan bakar fosil besarnya proses konversi dari kandungan energi awal yang bisa menghasilkan energi listrik berada pada kisaran 30 %. Sehingga PLTN dapat dikatakan penghasil energi yang paling effisien dari seluruh pembangkit yang ada. Pada setiap proses fisi bahan bakar U-235 disertai dengan pelepasan energi sebesar 200 MeV, maka 1 gram U235 yang melakukan reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi sebesar: E = 25,6 x 1020 atom x 200 MeV/atom = 51,2 x 1022 MeV. Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule, dimana 1 MeV = 1,6 x 10-13 J, maka energi yang dilepaskan menjadi: E = 51,2 x 10 22 MeV x 1,6 x 10-13 J/ MeV = 81,92 x 10 9 J. Dengan asumsi hanya 30 % energi panas dapat diubah menjadi energi listrik yang dapat diperoleh dari 1 gram U-235, maka energi listrik yang diperolehnya = 30% x 81,92 x 109 J = 24,58 x 109 J. Karena 1 J = 1 W.s (E = P.t). Perhitungan memberi gambaran bahwa energi yang tersimpan dalam 1 Kg bahan bakar U-235 adalah sebesar 17 milyar Kkalori yang setara dengan dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta Kg = 2400 ton batubara. Selain itu, pengrusakan lingkungan akibat pengambilan 1 Kg Uranium-235 di alam, jauh lebih kecil daripada pengrusakan lingkungan akibat pengambilan 2400 ton batubara. Uranium dalam reaksinya tidak menghasilkan gas CO2. Bila dihitung perbandingan gas karbon yang dihasilkan bahan bakar nuklir dan bahan bakar lainnya. Perbandingan % C yang dihasilkan antara U-235 dan Bahan Bakar lain (Olahan Data ABARE Research Report, 2003) Jumlah karbon yang dihasilkan dari uranium dalam Liquid Water Reactor (LWR) bernilai nol dan nilai ini jauh lebih rendah dibanding minyak mentah yang melepaskan karbon mencapai 89%, LPG mencapai 81%, gas Alam 76% dan batubara melepaskan karbon mencapai kisaran 25% sampai dengan 67%. Oleh karena itu, bahan bakar selain nuklirlah penyebab akumulasinya karbon di lapisan atmosfir yang mengakibatkan efek rumah kaca dan terjadinya pemanasan global di permukaan bumi. B. Keselamatan dan Keamanan Reaktor PLTN PLTN dalam pengoprasiannya perlu mengikuti prosedur-prosedur standar keselamatan untuk keamanan IAEA. Diperlukan keselamatan terpasang yang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistim kendali gagal beroperasi. Pendukung keselamatan lainnya adalah sistem penghalang ganda yaitu sistim pengamanan yang ketat dan berlapis, sehingga kemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkan sangat kecil. Sebagai contoh, zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99 %) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagai penghalang pertama. Selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan, selongsong bahan bakar, akan berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsong. Kalau zat radioaktif masih dapat keluar dari dalam kelongsong, masih ada penghalang ketiga yaitu sistim pendingin. 48 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 Lepas dari sistim pendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan terbuat dari baja dengan tebal + 20 cm. Penghalang kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5 - 2 m. Bila saja zat radioaktif itu masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistim pengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal + 7 cm dan beton setebal 1,5 - 2 m yang kedap udara. D. Kerusakan Reaktor Penyebab Kecelakaan Parah Reaktor nuklir Chernobyl memiliki pengungkung yang lemah. Beberapa saat setelah bahan bakar meleleh, terjadi ledakan uap karena tekanan yang berlebihan dan kapasitas pendingin yang kurang mencukupi. Pada kondisi yang sangat panas, zirkalloy material pelindung pada temperatur tinggi menghasilkan hidrogen (H2) dan graphite melepaskan CO dalam bentuk gas, tekanan uap yang berlebihan akhirnya meledakkan tabung pengungkung. Kesalahan pertama terjadinya kecelakaan parah adalah desain reaktor yang tidak menggunakan containment standar. Kesalahan kedua, pada perhitungan neutron dimana oprator mengambil langkah shutdown setelah daya dinaikkan dari 30 MWt ke 200 MWt, dengan menaikkan jumlah neutron secara drastis dalam orde 1-2 detik kemudian menurunkan secara drastis pula, sehingga terjadi peningkatan jumlah neutron yang sangat tinggi dan temperatur menjadi naik tiba-tiba. Reaktor yang perlu dibangun di Indonesia dapat menggunakan reaktor Pressurised Water Reaktor (PWR) yang merupakan jenis reaktor paling banyak di dunia dan telah teruji handal di negaranegara pengguna PLTN. Pada PWR, kemungkinan kecelakaan akibat shutdown pada kondisi tidak stabil relatif sangat kecil karena desain dilengkapi sistem otomatis untuk memasukkan penyerap neutron ketika daya naik. Disain PWR memiliki kapasitas pendingin yang banyak terdiri dari system pendingin primer, sekunder dan system pendingin darurat. Kecelakaan parah yang terjadi pada reaktor inti disekenariokan sebagai akibat dari seperangkat kejadian kegagalan dimana kisi kristal yang mengandung bahan bakar UO2 mencapai temperatur tinggi melebihi 10000C yang merupakan kondisi dimana reaksi inti atom tidak dapat dikendalaikan. Kondisi C. Resiko Kecelakan Reaktor Nuklir dalam PLTN Kecelakaan Reaktor nuklir dapat menyebabkan dampak besar terhadap kerusakan lingkungan dan ini merupakan sebuah resiko yang memerlukan perhatian dan kajian terhadap pembangunan PLTN. Kecelakaan besar yang terjadi di Chercobyl merupakan bukti adanya efek kerusakan luas terhadap lingkungan dalam waktu yang panjang. Uni-Sovyet-Rusia pada awal perkembangan pembangunan PLTN di tahun 1950-an menggunakan teknologi Light Air Graphite Reaktor (RBMK) dengan menggunakan bahan bakar UO2 diperkaya dengan menggunkan air sebagai pendingin dan menggunakan grafit sebagai penyerap neutron (moderator). Sedangkan Amerika, Perancis mengembangkan desain reaktor jenis Pressurised Water Reaktor (PWR) dan Boiling Air Reaktor (BWR) dengan menggunakan bahan bakar UO2 diperkaya dengan menggunakan air sebagai pendingin dan sekaligus sebagai penyerap neutron (moderator). Kanada mengembangkan teknologi reaktor jenis Pressurised Heavy Air Reaktor “CANDU” (PHWR) dengan menggunakan bahan bakar alam UO2 dan menggunakan air berat sebagai pendingin maupun moderator. Perbedaan penggunaan teknologi ini pula mengakibatkan efek cemaran lingkungan yang berbeda apabila terjadinya kecelakaan pada reaktor. 49 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 pecahnya kristal pada temperatur tinggi, maka produk hasil belah akan memasuki kelongsong. Kelongsong tidak mampu menahan panas sehingga terjadi pelelehan, produk fisi akan masuk pada pendingin primer. Apabila pendingin primer tidak mampu menahan beban panas dan juga terpecah, maka produk fisi (radionuklida) akan memasuki penggungkung. Dan apabila sistem pengungkung tidak berjalan baik, maka radionuklida akan ke luar melalui cerobong menyebar lewat udara dengan dorongan angin. Pengujian baik secara menyeluruh maupun terpisah terhadap karakteristik produk fisi yang dapat menyebar pada kejadian kecelakaan diketahui bahwa derajat emisi produk fisi yang bersifat volatil (Kr, Xe, I, Cs) dari bahan bakar, sangat bergantung pada suhu bahan bakar, sementara pengaruh lingkungan hampir tidak ada. Produk fisi yang bersifat volatil rendah (Sr, Mo, Ru, Te, Sb, Ba, Eu), diketahui bahwa selama kelongsong Zircalloy tidak teroksidasi, Te dan Sb akan terserap oleh kelongsong, tetapi jika kelongsong teroksidasi, maka produk fisi tersebut akan teremisi; Mo dan Ru dalam kondisi/lingkungan uap air (kondisi oksidasi), akan berubah ke bentuk kimia yang lebih tinggi volatilitasnya; Sr, Ba dan Eu dalam lingkungan hidrogen derajat volatilitasnya meningkat; dan Emisi Ce dan Zr sangat minim. Analisis pada kecelakaan TMI-2 dengan jenis reaktor PWR dan kecelakaan Chernobyl jenis reaktor RBMK untuk melihat karakteristik produk belah inti. Hasil analisis emisi ke lingkungan pada kecelakaan TMI-2 sangat kecil, hal ini disebabkan karena pengungkungnya utuh dan kuat dan di sepanjang jalur emisi terdapat air. (Olahan Data IAEA, 2006). Pengendalian terjadinya kecelakaan dimulai dari pembuatan disain dan bangunan yang sesuai dengan standar. Kerusakan inti reaktor dalam kecelakaan parah TMI-2 dapat diminimalisasi dengan kekuatan materi bejana tekan dan kekuatan serta ketebalan pengungkung serta ketersediaan sistem pengamanan dengan penyemprotan air. E. Kebolehjadian Terjadinya Pelelehan Inti Reaktor Penyebab Kecelakaan Parah Kecelakan parah yang mungkin terjadi pada semua reaktor daya adalah terjadinya kehilangan pendinginan dan kegagalan moderator yang menyebabkan temperatur, yang selanjutnya dapat melelehkan kelongsong dan teras reaktor. Oleh karena itu, oprasional reaktor harus mengikuti standar keselamatan IAEA dengan menganut sistem pertahanan berlapis, sistem proteksi dan sistem keselamatan darurat. Kehilangan pendinginan dan kenaikan temperatur pada teras reaktor telah diselidiki disebabkan oleh kegagalan serius pada satu sistem atau gabungan beberapa sistem yang membentuk kegagalan atau ketidaktersediaan sistem keselamatan khusus dalam keadaan darurat. Penelitian yang berkaitan dengan kebolehjadiaan terjadinya kerusakan teras reaktor yang disebabkan oleh ketidakmampuan moderator untuk menyerap panas dan kehilangan pendingininan telah banyak dilakukan, diperoleh kebolehjadiaan kecelakaan parah yang menyebabkan cemaran memasuki lingkungan berada pada kisaran 10-3 sampai 10-5 per reaktor per tahun. Jenis reaktor PWR 1000 GWe memiliki kebolehjadian terjadinya pelelehan inti yang menyebabkan kecelakaan parah rata-rata pada probabilitas 3 x 10-5/ reaktor per tahun artinya terdapat 3 kecelakaan dalam 100.000 reaktor tiap tahunnya. Angka ini menunjukan bahwa peluang kebolehjadian kecelakaan reaktor sangat kecil. 50 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 F. Krisis Energi Listrik Di Kalimantan Barat Kebutuhan energi listrik sering diproyeksikan ditemukan menyimpang dari tuntutan yang sebenarnya karena keterbatasan dalam struktur model atau asumsi-asumsi yang tidak sesuai. Kondisi geografis di Kalimantan Barat banyak terisolasi dengan banyaknya sungai dan keterbatasan akses jalan menyebabkan banyak daerah khususnya daerah perdesaan belum mampu dilayani oleh PT. PLN, sehingga kebutuhan energi listrik pada daerahdaerah tersebut belum terpenuhi. Kalimantan Barat masih memiliki ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan energi listrik, sehingga antara lain menyebabkan pertumbuhan berbagai sektor melambat. Pasokan energi listrik masih kurang, karena sebagian besar bahan bakar pembangkit listrik yang ada terutama jenis BBM dan gas masih didatangkan dari luar Kalbar. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Kalbar sebagai pembangkit listrik masih terbatas, sementara potensi energi baru dan terbarukan cukup banyak, seperti : energi air, energi surya, bioenergi (biomassa dan biogas), energi angin, batubara, gambut, dan uranium. Kalimantan Barat perlu meningkatkan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan sebagai pembangkit listrik termasuk potensi uranium, sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dengan memanfaatan energi baru dan terbarukan dapat mendukung penyediaan energi listrik yang dapat meningkatkan rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik di Kalimantan Barat. Selain itu pemanfaatan EBT adalah sebagai salah satu upaya mengurangi efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Kalimantan Barat memerlukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dimasa mendatang serta memerlukan energi listrik yang cukup besar untuk menggerakan roda perekonomian. Pemenuhan kebutuhan energi listrik tersebut yang berasal dari energi fosil (BBM) harus dikurangi secara bertahap mengingat cadangannya semakin terbatas serta menghasilkan gas rumah kaca (GRK). Kebutuhan tenaga listrik Wilayah Kalimantan barat saat ini diproyeksikan mencapai 750 MW untuk menerangi masyarakat pedesaan dan perkotaan, tetapi belum termasuk kebutuhan listrik dunia industri yang membutuhkan energi listrik yang sangat besar yang akan mendorong kemajuan dari semua sektor pembangunan Kalimantan Barat. Target kapasitas produksi listrik oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik hingga tahun 2024 disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Target Kapasitas maksimum PLN dan kebutuhan listrik Tahun 20162024. Tahun Kapasitas Maks (MW) Kebutuhan (MW) 2016 557 2018 814 2020 946 2022 1244 2024 1644 371 592 764 929 1148 Saat ini masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan listrik di Kalimantan barat jika dihitung penggunaan energi listrik hanya mencapai 80% dari kapasitas maksimumnya dan jika dirinci dapat disajikan Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kondisi Sistem Kelistrikan Daerah Kalimantan Barat 2015 Kapasitas Daerah Maks (MW) 80% dari Maks (MW) Kebutuhan Pontianak, Singkawang, 271,10 216,88 Sambas Bengkayang 3,70 2,960 Sanggau 26,11 20,89 Ngabang 7,37 5,90 Sanggau 26,11 20,89 Sintang 18,99 15,19 Nanga Pinoh 7,50 6,00 Sekadau 7,50 6,000 Ketapang 27,60 22,08 Jumlah 395,98 316,78 (Sumber: Data PLN Wilayah Kalbar) 51 (MW) 287,00 3,44 25,07 6,80 25,07 21,14 6,90 7,16 30,70 413,28 Kondisi Krisis Krisis Krisis Krisis Krisis Krisis Krisis Krisis Krisis SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 Tabel 2 menunjukkan bahwa hampir seluruh daerah di Kalimantan Barat saat ini dalam kondisi krisis energi listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya, belum termasuk kebutuhan dunia industri yang cukup besar untuk mendorong pertumbuhan semua sektor pembangunan. Kebutuhan energi listrik untuk memenuhi investasi dunia industri yang memasuki dan sedang membangun di daerah Kalimantan barat diantaranya disajikan dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3. Kebutuhan Listrik Industri di Kalimantan Barat Sampai Tahun 2020 No 1 2 3 4 5 6 Daerah Kawasan Industri Tayan Kawasan Industri Toho Kawasan Industri Semparuk Kawasan Ekonomi Khusus Perbatasan Kawasan Industri Mandor Kebutuhan Reguler Jumlah Kebutuhan Listrik 800 MW Bauksit/Alumina 600 MW Bauksit/Alumina 400 MW Perkebunan Dan Industri Lainnya 200 MW Pengolahan Perkebunan Karet 350 MW Bauksit/Alumina 846 MW Bauksit/Alumina G. Kalimantan Barat Perlu membangun PLTN Kalimantan Barat akan mengalami kekurangan listrik pada tahun 2024 sebesar 3180 MW untuk memenuhui kebutuhan masyarakat dan industri, dan jika akan terus mengembangkan industri sebagai tulang punggung kemajuan Kalbar, maka kebutuhan energi listrik akan lebih besar dari 3180 MW, dan tidak akan mampu diatasi oleh sumber sumber pembangkit manapun, hanya satu alternatif yang dapat mengatasi krisis energi listrik yang cukup besar di Kalimantan Barat yaitu dengan cara memberi pilihan untuk membangun PLTN Kalimantan Barat. Industri IV. KESIMPULAN Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan bahan bakar uranium adalah alternatif penghasil energi listrik yang memiliki kelebihan dalam efisien pemakaian sumber daya dan penghasil energi yang tinggi dengan 0% karbon. Kelemahan yang utama adalah cemaran yang luas apabila terjadi kecelakaan besar, sehingga perlu sistem penghalang yang ketat dan berlapis. Diperlukan oprasional reaktor yang mengikuti standar keselamatan IAEA. Peluang atau kebolehjadiaan terjadinya kerusakan teras reaktor yang disebabkan oleh ketidakmampuan moderator untuk menyerap panas dan kehilangan pendingininan penyebab kecelakaan parah memiliki rata-rata probabilitas 3 x 10-5/ reaktor per tahun. Pembangunan PLTN dapat dipertimbangkan untuk dibangun di Kalimantan Barat untuk mengatasi krisis energi listrik di Kalimantan Barat yang diprediksi memiliki kebutuhan beban puncak bruto sebesar 754 MW dan kebutuhan listrik industri 3196 MW sehinga Kalbar akan mengalami krisis listrik sebesar 3014 MW pada tahun 2020. Pada tahun 2024 kebutuhan bruto sebesar 1148 MW bila ditambah dengan 3196 MW (Sumber: Data PLN Wilayah Kalbar) Tabel 3 menunjukkan bahwa kebutuhan energi listrik indusri sampai tahun 2020 sebesar 3196 MW dan jika ditambahkan dengan kebutuhan masyarakat Kalbar pada tahun tersebut adalah 764 MW menjadi 3960 MW, sementara kapasitas maksimum yang mampu di produksi oleh PLN hanya 946 MW (Tabel 1) sehingga kekurangan pasokan energi listrik di Kalimantan Barat pada tahun 2020 sebesar 3014 MW. Oleh karena itu, pada saat ini sampai tahun 2024 akan kekurangan energi listrik sebesar 3180 MW, sehingga tahun-tahun mendatang kalimantan Barat akan mengalami krisis listrik. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap semua sektor pembangunan dan dapat diprediksikan bahwa Kalimantan Barat tetap akan tertinggal dari daerah lain. 52 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 kebutuhan energi listrik industri maka Kalimantan Barat memiliki krisis listrik sebesar 3180 MW. Accident and their Remediation: Twenty Years of Experience, IAEA, (2008), Approaches and Tools for Severe Accident Analysis for Nuclear Power Plants, Vienna, Austria. IAEA Bulletin Autumn, (1985), Experience pada informasi TMI-2 Recent dari TMI-2, Vienna, Austria. Ministerstwo Gospodarki, (2014), Polish Nuclear Power Programme, Warsawa Undang-Undang, (2009), Tentang Ketenagalistrikan, UU (Nomor 30/2009) Peraturan Pemerintah, (2014), Tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik jo. PP 23/2014. PP (Nomor 14 / 2012) Peraturan Pemerintah, (2012), Tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik PP (Nomor 62 / 2012). PT PLN, (2005), Primary Energy Requirement and Composition for The Java. Proyeksi Sistem Madura-Bali 2003-2010 PT PLN, (2015), PLN's Annual Report 2015. Jakarta. Undang-Undang, (2009), Tentang Ketenagalistrikan, UU (Nomor 30/2009. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Sivitas akademika UNTAN yang mendukung studi ini, Pemda Provinsi Kalbar, PLN Wilayah Kalbar yang mendukung adanya pembangunan PLTN serta panitia PIPT diesnatalis UNTAN 2016 DAFTAR PUSTAKA [ADB] Asia Development Bank, (2002). Country Strategy and Program 2003-2005 Indonesia. CSP INO 2002-13. ADB. Manila. [BPS] Biro Pusat Statistik, (1999), Penduduk Miskin (Poor Population), Berita Resmi Statistik Penduduk Miskin II: 04, CBS, Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik, (2015), Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Provinsi dan Kabupaten/Kota, Statistik Indonesia, Jakarta. ABARE Research Report, (2003). Australian Energy Consumption and Production. Historical trends and projections IAEA, (2006), Environmental Consequences of the Chernobyl 53 SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016 54