BERKACA PADA 2015 DAN 2016, MELIHAT - E

advertisement
BERKACA PADA 2015 DAN 2016, MELIHAT POTENSI KARHUTLA 2017 DI
KALBAR
Oleh :
MUHAMMAD ELIFANT YUGGOTOMO, S.Si
Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Mempawah Kalbar
Pada tahun 2015 berita tentang titik panas dan bencana kebakaran hutan dan lahan
(karhutla) mendominasi media cetak maupun media elektronik Indonesia tidak
terkecuali di Kalimantan Barat. Kerugian akibat bencana karhutla tahun 2015 di
Indonesia menurut BNPB mencapai Rp 221 triliun. Sedangkan untuk proses
penanggulangannya BNPB mengeluarkan dana mencapai Rp 720 miliar. Nilai tersebut
tentu sangat signifikan jika dialihkan pemanfaatannya menjadi dana pembangunan
infrastruktur seperti sekolah, rumah sakit, dll. Sedangkan pada tahun 2016 bencana
karhutla tetap muncul di Indonesia. Namun belajar dari pengalaman tahun 2015,
dampak yang ditimbulkan bencana karhutla 2016 tidak sebesar tahun 2015. Tentu hal
ini menjadi salah satu keberhasilan pemerintah dan masyarakat dalam upaya
penanggulangan bencana karhutla. Jika kita cermati bercana karhutla merupakan
fungsi dari beberapa faktor salah satunya adalah faktor alam. Bagaimana peran faktor
alam khususnya iklim pada tahun 2015 dan 2016 dalam kaitannya dengan bencana
karhutla di Kalimantan Barat?
Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca pada suatu periode dengan waktu normal
selama 30 tahun. Iklim sangat unik karena suatu wilayah memiliki karakteristik iklim
yang berbeda-beda. Kalimantan Barat yang berada di garis khatulistiwa memiliki iklim
tropis dengan kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Iklim juga
memiliki variasi tahunan, artinya iklim pada satu tahun belum tentu sama dengan tahun
lainnya.
Pada tahun 2015 kondisi dinamika atmosfer El Nino Southern Oscillation (ENSO)
berada pada fase El Nino kuat serta diikuti dengan Indian Ocean Dipole (IOD) positif.
Seperti gelombang yang mengalami superposisi, kedua fenomena tersebut saling
menguatkan efek mengurangi curah hujan di Kalimantan Barat. Berkurangnya curah
hujan dimulai pada bulan Februari di sebagian wilayah Kalimantan Barat. Sedangkan
pada bulan Juli hingga Oktober curah hujan berkurang secara merata di sebagian besar
wilayah Kalimantan Barat. Dilihat dari rata-rata curah hujan tahunan, maka curah hujan
tahun 2015 lebih rendah dari rata-rata selama 30 tahun. Berkurangnya curah hujan
serta kondisi kering di permukaan dan vegetasi meningkatkan potensi munculnya titik
panas dan titik api serta mempercepat proses penyebarluasannya. Banyaknya titik api
menyebabkan luasnya area yang terdampak karhutla di Kalimantan Barat. Bencana
karhutla di Kalimantan Barat berakhir pada bulan November seiring dengan
meningkatnya curah hujan.
Sedangkan pada tahun 2016 kondisi dinamika atmosfer ENSO berada pada fase La
Nina lemah serta diikuti oleh fase IOD negatif. Kedua fenomena tersebut saling
menguatkan efek meningkatkan curah hujan di Kalimantan Barat. Dilihat dari
klimatologisnya, curah hujan tahun 2016 di Kalimantan Barat lebih tinggi dari rata-rata
selama 30 tahun. Hal ini sangat membantu dalam mengurangi jumlah titik panas yang
muncul di Kalimantan Barat selama tahun 2016. Meningkatnya curah hujan
menyebabkan kondisi permukaan dan vegetasi menjadi cukup basah serta lembab
sehingga memperlambat proses penyebaran titik api.
Meskipun secara umum curah hujan pada tahun 2016 cukup tinggi, namun terdapat
anomali yang terjadi pada awal bulan Agustus dan September dimana sebagian
wilayah Kalimantan Barat mengalami periode jeda hujan dengan hari tanpa hujan
berturut-turut mencapai 22 hari. Kondisi tersebut memicu munculnya titik panas yang
menyebabkan karhutla pada sebagian wilayah Kalimantan Barat. Namun hujan deras
yang turun pada akhir bulan Agustus dan September dengan seketika menyapu bersih
karhutla di Kalimantan Barat saat itu.
Melihat perbandingan kondisi iklim tahun 2015 dan 2016, mengindikasikan bahwa iklim
adalah unsur penting dalam proses penanggulangan bencana karhutla. Lantas
bagaimana dengan kondisi iklim di Kalimantan Barat pada tahun 2017?
Berdasarkan pantauan kondisi dinamika atmosfer terkini, terpantau ENSO serta IOD
saat ini berada pada fase netral. Prospek iklim hingga pertengahan tahun 2017
berdasarkan model prakiraan iklim menunjukkan bahwa curah hujan di Kalimantan
Barat didominasi oleh kategori menengah dengan nilai prakiraan curah hujan bulanan
berkisar antara 150-300 mm. Namun jika ditinjau dari prakiraan sifat hujan bulanan,
prospek sifat hujan hingga pertengahan tahun 2017 didominasi oleh sifat hujan bawah
normal. Artinya curah hujan yang akan turun pada setiap bulan diprakirakan akan lebih
rendah dari rata-rata selama 30 tahun.
Berkaca pada pengalaman tahun 2015 dan 2016, potensi munculnya titik panas tidak
hanya terjadi saat musim kemarau, namun juga bisa terjadi saat terdapat jeda hujan
pada musim hujan. Melihat prospek iklim hingga pertengahan 2017, perlu diantisipasi
potensi hilangnya hujan selama beberapa hari berturut-turut yang dapat meningkatkan
potensi munculnya titik panas di Kalimantan Barat.
Dengan adanya peringatan dini iklim diharapkan masyarakat dan pengambil kebijakan
dapat mengantisipasi potensi munculnya titik panas sedini mungkin sehingga potensi
kerugian akibat bencana karhutla dapat diminimalisisir. Iklim tidak dapat dikendalikan
oleh manusia, namun bisa diamati. Masyarakat dapat memantau perkembangan
kondisi iklim terkini melalui website http://iklim.kalbar.bmkg.go.id atau dengan
mengunduh aplikasi SiAPIKUKalbar melalui ponsel pintar berbasis android.
Download