BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA www.forpiko.com Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Senin, 6 April 2015 tidak menerima gugatan dua gembong narkoba sindikat Bali Nine asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. PTUN Jakarta memutuskan agar duo Bali Nine itu dieksekusi. Dalam putusannya, majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan penolakan grasi oleh Presiden Indonesia untuk duo Bali Nine sudah tepat, benar, dan agar diteruskan. Usai putusan itu keluar, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, meminta semua pihak menghormati putusan tersebut. "Ini sistem pengadilan kita. Kita harus menghormati semua proses dan keputusan-keputusan yang diambil oleh sistem yudisial kita!," kata juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nassir. Sementara itu, pengacara duo Bali Nine, Todung Mulya Lubis, tampaknya masih belum terima dengan keputusan yang dikeluarkan PTUN Jakarta itu. Todung disebut-sebut sedang mencari bantuan internasional agar eksekusi mati terhadap kedua kliennya batal dilaksanakan. Selain itu, Tim kuasa hukum dari dua terpidana mati anggota Bali Nine, kembali melakukan upaya hukum menjelang eksekusi mati kedua kliennya. Todung Mulya Lubis mengatakan, pihaknya menggugat putusan PTUN Jakarta ke tingkat yang lebih tinggi. "Kenapa kami mengulang permohonan, ini karena tidak ada alasan kuat mengenai penolakan grasi. Makanya kita mempertanyakan ke PTUN," ujar Todung, dalam konferensi pers di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta.. Menurut Todung, dalam permohonan kali ini, tim kuasa hukum meminta agar hakim PTUN dapat memeriksa kembali pengajuan gugatan tahap pertama, dan melanjutkan proses hukum terkait gugatan keputusan Presiden penolakan grasi. Todung menilai, penolakan permohonan tahap pertama dilakukan secara serta-merta, tanpa mempertimbangkan permohonan. Tim kuasa hukum Andrew dan Myuran, beranggapan bahwa gugatan ini sesuai dengan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mengenai Peradilan Tata Usaha Negara, yang pada intinya, apabila penetapan pengadilan tidak dapat diterima, pemohon dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan dalam tenggat waktu empat belas hari setelah diucapkan. Sumber Berita : 1. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150224010303-12-34413/ptun-tolak-gugatanduet-bali-nine-soal-keppres-grasi/ 2. http://www.beritametro.co.id/nasional/kalah-di-ptun-duo-bali-nine-masih-ajukan-ujimateri Catatan : Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 47 menyatakan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 1 angka 10 menyatakan bahwa Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Objek dalam sengketa tata usaha negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 1 angka 9 dijelaskan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 87 menyatakan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang ini, Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 harus dimaknai sebagai: a. penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual; b. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya; c. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB; d. bersifat final dalam arti lebih luas; e. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau f. Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat. Dalam Pasal 2 menyebutkan bahwa tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini diantaranya adalah ; a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan; d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum. Mengenai kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa jekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Sedangkan dalam Pasal 6 ayat (1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi. Mengenai subjek dalam sengketa tata usaha negara dijelaskan dala Pasal 53 ayat (1) yang menyatakan bahwa Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi. Sedangkan pihak tergugat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. a. Penjelasan mengenai berdasarkan wewenang yang ada padanya yang dimaksudkan adalah wewenang yang ada pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang diperoleh dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang disebut dengan kewenangan atributif; b. Kewenangan yang dilimpahkan kepadanya adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang adari pejabat atasan atau pejabat lain yang dapat berwujud mandat dan delegasi; c. Yang dimaksud dengan pelimpahan wewenang berwujud suatu mandat adalah bahwa pertanggungjawaban tindakan yang dilimpahkan kepada mandataris Pejabat yang diberi mandat adalah masih tetap menjadi tanggungjawab si pemberi mandat; d. Sedangkan dalam hal pelimpahan wewenang dalam bentuk delegasi maka pertanggungjawaban si pemberi delegasi (delegant) telah berpindah sepenuhnya kepada si penerima delegasi (delegatoris).1 Dalam ayat (2) dijelaskan mengenai Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut; c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputsan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut. 1 Sjachran Basah, 1997, Eksistensi dan Tolok Ukur Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 40. Mengenai tenggang waktu dalam menggugat, dalam Pasal 55 menyatakan bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sedangkan dalam hal Gugatan diajukan dengan objek Gugatannya adalah yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara seperti halnya Gugatan yang dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (1), tenggang waktu mengajukan Gugatan diatur sebagai berikut : a. Pasal 3 ayat (2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. b. Pasal 3 ayat (3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimnya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Sumber Informasi : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; 3. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; 4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan 5. Sjachran Basah, 1997, Eksistensi dan Tolok Ukur Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, Alumni, Bandung. 6. http://fayusman-rifai.blogspot.co.id/2011/04/penyelesaian-sengketa-tata-usahanegara.html