Menjaga APBN Sebagai Instrumen Kebijakan Yang Kredibel, Efektif

advertisement
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
BIRO KOMUNIKASI DAN LAYANAN INFORMASI
Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710
Telepon (021) 3449230 ext. 6347/48; Fax: (021) 3500847
Email: [email protected]
Nomor :
Tanggal :
1
/KLI/2017
3 Januari 2017
Menjaga APBN Sebagai Instrumen Kebijakan Yang Kredibel, Efektif dan
Efisien, serta Berkelanjutan (Sustainable)
Jakarta, 3 Januari 2017 – APBN 2016 terkendali dalam batas aman. Hal ini merupakan keberhasilan
Pemerintah menjaga APBN sebagai instrumen kebijakan yang kredibel, efektif dan efisien serta
berkelanjutan (sustainable), meskipun sepanjang tahun 2016 perkembangan ekonomi global diwarnai
berbagai tantangan, dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Situasi global tersebut
disebabkan tingkat permintaan global dan harga komoditas yang masih lemah. Ditambah lagi kondisi
perekonomian global masih tidak pasti dengan berlanjutnya moderasi perlemahan Tiongkok, proyeksi
kenaikan suku bunga AS dan ketidakpastian geopolitik di beberapa kawasan.
Dalam menghadapi berbagai tantangan perekonomian global, Indonesia terus melanjutkan
komitmen terhadap reformasi ekonomi yang komprehensif yang terdiri dari (1) reformasi struktural
untuk memperbaiki iklim investasi dan menjaga daya beli masyarakat; (2) reformasi anggaran untuk
menciptakan kebijakan fiskal dan APBN yang kredibel, memberi kepastian, dan berkesinambungan;
serta (3) kebijakan moneter yang akomodatif dan menjaga stabilitas.
Dinamika ekonomi yang terjadi serta kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah terefleksi di
dalam realisasi indikator ekonomi makro sebagai berikut:
Tabel 1 : Realisasi Indikator Ekonomi Makro Tahun 2016
Indikator Ekonomi Makro
APBN-P
Realisasi 2016
1. Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,2
5,0
*)
2. Inflasi (%)
4,0
3,1
*)
3. Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD1)
13.500
13.307
4. Suku Bunga SPN 3 Bulan (%)
5,5
5,7
5. Harga Minyak (USD/barel)
40
40
820
829*)
1.150
1.184
6. Lifting Minyak Bumi (ribu barel/hari)
7. Lifting Gas (ribu barel setara minyak/hari)
*)
*)
Keterangan: *) Outlook/Angka Sementara
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh 5,0 persen, di bawah asumsi
APBNP tahun 2016, namun relatif lebih baik dari tahun 2015 sebesar 4,8 persen serta masih termasuk
peringkat ketiga terbaik di negara-negara G-20. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
baik tersebut dicapai dengan tetap menjaga tingkat inflasi yang terkendali. Inflasi tahun 2016
diperkirakan mencapai 3,1 persen atau lebih rendah dibandingkan asumsi inflasi di dalam APBNP
tahun 2016 sebesar 4,0 persen.
Di samping inflasi yang terkendali, terjaganya stabilitas ekonomi juga tercermin dari rata-rata nilai
tukar rupiah tahun 2016 yang berada pada level Rp13.307,00 per dolar AS atau lebih kuat
dibandingkan dengan asumsi APBNP sebesar Rp13.500,00 per dolar AS. Kesehatan fundamental
ekonomi disertai berbagai langkah kebijakan seperti pemulihan kredibilitas pelaksanaan APBN serta
pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak menjadi faktor penguatan rupiah. Sementara itu,
rata-rata realisasi suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sedikit lebih tinggi dari
asumsi dalam APBNP tahun 2016. Hal ini terutama dipengaruhi oleh dinamika likuiditas pasar
keuangan global khususnya dampak dari persepsi negatif pasar terhadap isu normalisasi suku bunga
acuan AS.
Realisasi harga minyak mentah Indonesia sepanjang tahun 2016 diperkirakan mencapai USD40
per barel atau sama dengan asumsi APBNP Tahun 2016. Sementara itu, realisasi rata-rata lifting
minyak mentah Indonesia tahun 2016 diperkirakan mencapai 829 ribu barel per hari, sedikit lebih tinggi
dibanding target di dalam APBNP 2016 sebesar 820 ribu barel setara minyak per hari. Sementara itu,
perkiraan realisasi lifting gas bumi mencapai 1.184 ribu barel setara minyak per hari, lebih tinggi
dibanding target APBNP 2016 sebesar 1.150 ribu barel setara minyak per hari.
Berdasarkan dinamika ekonomi sebagaimana diuraikan di atas, Pemerintah melaksanakan
APBN dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan berkesinambungan.
Penjelasan Pokok-pokok Pelaksanaan APBN
Menghadapi kondisi ekonomi makro yang terjadi pada tahun 2016, baik kondisi ekonomi global
yang melambat maupun kondisi ekonomi dalam negeri yang belum sepenuhnya pulih, defisit APBN
tahun 2016 dapat dijaga pada batas yang aman, yaitu 2,46 persen terhadap PDB atau sebesar
Rp307,7 Triliun. Realisasi sementara defisit tersebut lebih tinggi dibandingkan target dalam APBNP
tahun 2016, yaitu sebesar Rp296,7 Triliun (2,35 persen terhadap PDB).
Dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2016, realisasi sementara pendapatan negara
mencapai 86,9 persen (Rp1.551,8 Triliun), dan realisasi sementara belanja negara mencapai
89,3 persen (Rp1.859,5 Triliun). Realisasi pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan
sebesar Rp1.283,6 Triliun (83,4 persen dari target APBNP) dan PNBP sebesar Rp262,4 Triliun
(107,0 persen dari target APBNP). Realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat
sebesar Rp1.148,6 Triliun (87,9 persen dari target APBNP) dan transfer ke daerah dan dana desa
sebesar Rp710,9 Triliun (91,6 persen dari target APBNP).
Realisasi penerimaan perpajakan yang lebih rendah dibandingkan target dalam APBNP tahun
2016 dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dibandingkan dengan
asumsi APBNP tahun 2016 dan belum pulihnya harga komoditas. Namun apabila dibandingkan
dengan tahun 2015, kinerja penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen. Utamanya
didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14 persen dibanding tahun sebelumnya.
Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak terlepas dari keberhasilan program tax amnesty.
Penerimaan uang tebusan dari tax amnesty mencapai Rp107,0 Triliun. Hasil dari program tax amnesty
diharapkan akan meningkatkan tax ratio dalam jangka menengah melalui peningkatan kepatuhan wajib
pajak, serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi. Program
tax amnesty masih akan berlanjut sampai dengan bulan Maret 2017.
Realisasi penerimaan perpajakan terutama dipengaruhi oleh penerimaan PPh non-migas, PPN,
dan cukai. Realisasi penerimaan PPh non-migas tahun 2016 mencapai Rp630,9 Triliun (termasuk dari
tax amnesty), atau tumbuh sekitar 14 persen. Kinerja pertumbuhan penerimaan PPh non-migas
tersebut juga dipengaruhi oleh rendahnya harga komoditas serta kinerja ekspor yang masih rendah.
Penerimaan PPN tahun 2016 sebesar Rp410,5 Triliun, atau lebih rendah 3,1 persen dibandingkan
tahun 2015, dipengaruhi oleh rendahnya PPN impor karena masih lemahnya kinerja impor.
Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2016 mencapai
Rp178,7 Triliun (97,2 persen dari target APBNP). Nilai ini secara nominal turun dari realisasi
penerimaan tahun 2015 yang mencapai Rp179,6 Triliun. Namun demikian, secara prosentase
2/4
mengalami kenaikan dari pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai 92,1 persen dari APBNP
2015. Hal tersebut antara lain akibat melambatnya kegiatan ekspor yang disebabkan pelemahan harga
komoditas ekspor
Selanjutnya, realisasi PNBP tahun 2016 melebihi target APBNP tahun 2016 meskipun harga
komoditas mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pergeseran sumber penerimaan
dari PNBP sumber daya alam ke PNBP yang bersumber dari penerimaan Kementerian/Lembaga.
Penerimaan SDA lebih rendah dibandingkan target dalam APBNP, meskipun asumsi harga minyak
dan lifting minyak dan gas cukup sesuai dengan asumsi dalam APBNP, tetapi menguatnya nilai tukar
Rupiah dan kenaikan cost recovery berpengaruh terhadap penerimaan PNBP.
Di sisi lain, realisasi sementara belanja Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp677,6 Triliun
(88,3 persen terhadap pagu APBNP 2016). Apabila dibandingkan dengan outlook setelah
penghematan (termasuk penghematan alamiah), maka kinerja penyerapan belanja K/L mencapai
100,8 persen. Realisasi ini lebih tinggi dari penyerapan anggaran tahun 2015 sebesar 92,0 persen.
Perbaikan realisasi belanja K/L mencerminkan perbaikan dalam pelaksanaan anggaran yang dimulai
sejak awal tahun 2016. Kinerja penyerapan belanja K/L juga dipengaruhi oleh kebijakan percepatan
pelaksanaan kegiatan antara lain pelelangan dini, yang berjalan efektif, tercermin dari peningkatan
penyerapan bulanan yang lebih tinggi dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Apabila dilihat menurut jenis belanja, realisasi belanja barang tahun 2016 mencapai
Rp257,7 Triliun atau 85,1 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2016. Faktor yang mempengaruhi
penyerapan pada belanja barang adalah peningkatan efisiensi belanja barang melalui Instruksi
Presiden nomor 8 tahun 2016, terutama untuk penghematan perjalanan dinas, dan paket meeting.
Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai Rp165,0 Triliun atau sekitar 79,9 persen dari pagunya
dalam APBNP tahun 2016. Kinerja penyerapan belanja modal tersebut dipengaruhi oleh upaya untuk
meningkatkan belanja produktif, maupun upaya untuk mengembalikan kredibilitas APBN dengan
dilakukannya penghematan. Untuk menjaga kesinambungan pembangunan, belanja modal yang
belum dilaksanakan, kegiatannya dapat diluncurkan ke tahun 2017.
Selanjutnya, penyerapan belanja non-K/L mencapai Rp471,0 Triliun (87,4 persen dari APBNP
tahun 2016). Capaian realisasi tersebut antara lain dipengaruhi oleh realisasi subsidi energi yang
tingkat penyerapannya mencapai 113,2 persen. Di sisi lain, realisasi subsidi non-energi secara
persentase lebih rendah dibandingkan tahun 2015. Lebih rendahnya realisasi subsidi non-energi
terutama disebabkan oleh realisasi subsidi bunga kredit program yang baru dialokasikan pada tahun
2016, yaitu subsidi bunga KUR, subsidi bunga kredit perumahan, dan subsidi bantuan uang muka
perumahan. Adapun realisasi pembayaran bunga utang yang lebih rendah dari pagunya dalam APBNP
tahun 2016 antara lain dipengaruhi oleh penurunan tingkat imbal hasil SBN serta lebih kuatnya
realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibanding asumsinya dalam APBNP 2016.
Realisasi sementara anggaran transfer ke daerah dan dana desa dalam tahun 2016 mencapai
Rp710,9 Triliun (91,6 persen dari pagu APBNP tahun 2016) terutama dipengaruhi oleh rendahnya
realisasi dana bagi hasil (DBH), Dana Transfer Khusus, baik DAK fisik dan DAK non-fisik (tunjangan
profesi guru PNSD) akibat optimalisasi penggunaan akumulasi dana tahun-tahun sebelumnya.
Sementara DAU yang ditunda sebesar Rp19,4 Triliun telah dapat dibayarkan kembali sepenuhnya.
Selanjutnya, realisasi sementara pembiayaan anggaran mencapai Rp330,3 Triliun, atau sebesar
111,3 persen dari APBNP tahun 2016. Realisasi pembiayaan anggaran tersebut terdiri dari
pembiayaan utang sebesar Rp393,6 Triliun dan pembiayaan non-utang sebesar negatif Rp63,3 Triliun.
Dalam realisasi pembiayaan anggaran non-utang tersebut, terdapat penyertaan modal negara
sebesar Rp65,2 Triliun, sesuai dengan target dalam APBNP tahun 2016. Dengan terealisasinya
seluruh rencana PMN ini, diharapkan BUMN dapat berperan dalam pembangunan infrastruktur serta
3/4
dengan tata kelola yang baik dapat meningkatkan sumbangannya dari penerimaan pajak dan dividen
bagi negara.
Berdasarkan realisasi sementara defisit anggaran sebesar Rp307,7 Triliun dan realisasi
sementara pembiayaan anggaran yang mencapai Rp330,3 Triliun tersebut, maka dalam pelaksanaan
APBNP tahun 2016 terdapat SiLPA sebesar Rp22,7 Triliun.
Dengan demikian, Pemerintah telah dapat mengelola pelaksanaan APBNP Tahun 2016 secara
kredibel melalui langkah-langkah peningkatan penerimaan negara dan belanja negara yang efisien dan
efektif dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat adil dan makmur.
Ringkasan realisasi sementara APBNP tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2 : Realisasi APBNP Tahun 2016
(dalam miliar rupiah)
Uraian
A. Pendapatan Negara
Realisasi
Tahun 2016
APBNP
% thd
APBNP
1.786.225,0
1.551.785,6
86,9
1.784.249,9
1.545.955,7
86,6
1.539.166,2
1.283.596,1
83,4
245.083,6
262.359,6
107,0
1.975,2
5.829,9
295,2
2.082.948,9
1.859.458,4
89,3
1.306.696,0
1.148.603,4
87,9
1. Belanja K/L
767.809,9
677.616,4
2. Belanja Non-K/L
538.886,1
470.987,0
87,4
776.252,9
710.855,0
91,6
729.270,8
664.175,7
91,1
46.982,1
46.679,3
99,4
C. Keseimbangan Primer
(105.505,6)
(124.913,0)
118,4
D. Surplus/ (Defisit) Anggaran (A – B)
(296.723,9)
(307.672,8)
103,7
(2,35)
(2,46)
296.723,9
330.331,5
-
22.658,7
I. Pendapatan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. Penerimaan Hibah
B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
II. Transfer ke Daerah dan Dana Desa
1. Transfer ke Daerah
2. Dana Desa
% Surplus/(Defisit) terhadap PDB
E. Pembiayaan Anggaran
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan
Anggaran
88,3
*)
111,3
Catatan: Realisasi Tahun 2016 bersifat sementara
*) Penyerapan belanja K/L sebesar 100,8% apabila dibandingkan terhadap outlook setelah penghematan
(termasuk penghematan alamiah).
4/4
Download