BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedisiplinan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan. Setiap profesi sangat menuntut kedisiplinan dalam mengerjakan suatu tanggung jawab. Salah satu profesi yang menuntut kedisiplinan adalah atlet. Cesc Fabregas salah satu atlet sepak bola dunia mengatakan bahwa rahasia kesuksesannya sebagai pesepakbola adalah kedisiplinan (Suara Pembaruan, 2012). Selain itu ketua umum baru PB PBSI Gita Wirjawan mengatakan bahwa kedisiplinan pada atlet akan menjadi salah satu hal yang menjadi perhatiannya (PBSI, 2012). Docta Ignoran selaku pelatih tim basket putra provinsi Semarang menambahkan bahwa kedisiplinan menjadi pertimbangan beliau dalam menyeleksi pemain, ia menegaskan tidak akan menoleransi pemain yang tidak disiplin menjalani seleksi (Suara Merdeka, 2013). Melalui beberapa fenomena di atas dapat dilihat bahwa kedisiplinan memegang peran penting dalam kesuksesan seorang atlet. Merujuk pada observasi peneliti sebagai pelatih di salah satu sekolah swasta di Jakarta, banyak siswa yang rendah tingkat kedisiplinnya. Saat menjalani ekstrakurikuler para siswa sering terlambat, tidak memakai baju yang sesuai, tidak mematuhi instruksi yang diberikan dan masih sering mengobrol saat ekstrakurikuler sudah dimulai. Hal ini tidak hanya terjadi sesekali saja namun setiap ekstrakurikuler dilakukan para siswa terkesan tidak disiplin. Dari fenomena diatas, dapat dilihat bahwa tingkat kedisiplinan individu yaitu siswa, sangatlah rendah. Rosenberg (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa diri remaja akan terus memiliki ciri ketidakstabilan hingga tiba suatu saat di mana seorang remaja berhasil membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi hingga masa remaja akhir atau bahkan di awal masa dewasa. Santrock (2003) mengatakan bahwa remaja laki-laki biasa bertingkah laku asertif, sombong, sinis, dan sangat berkuasa, karena mereka menyadari bahwa tingkah laku seperti itu menambah kualitas seksualitas dan daya tariknya. Erikson (dalam Santrock, 2003) menambahkan bahwa dikarenakan struktur genitalnya, laki-laki menjadi lebih berani tampil dan agresif. Melalui pendapat dari para tokoh diatas memang sangat terllihat bahwa remaja laki-laki dalam hal ini para siswa yang mengikuti ekstrakurikuler futsal akan merasa sangat berkuasa dan sulit untuk diatur. Namun sebagai seorang atlet para siswa seharusnya mematuhi segala aturan dan instruksi yang diberikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) atlet adalah olahragawan yang mengikuti suatu perlombaan atau pertandingan. Aspek kepribadian yaitu kedisiplinan merupakan faktor penting yang bisa mempengaruhi perkembangan mereka dalam bermain futsal. Menurut Maksum (2007) ada tujuh trait kepribadian yang menunjang prestasi atlet salah satunya adalah komitmen. Trait kepribadian ini merujuk pada adanya kesediaan atlet untuk mengikuti dan memegang teguh ketentuan-ketentuan, baik yang datang dari dalam diri atlet sendiri maupun yang datang dari luar. Atlet yang memiliki komitmen adalah atlet yang mencintai profesinya, fokus terhadap tugas, disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas, serta rela mengorbankan kepentingan lain demi profesi yang dipilihnya. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa disiplin termasuk dalam komponen kepribadian yang menunjang prestasi atlet. Menurut Hasibuan (1997) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan perusahaan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sastrohadiwiryo (dalam Gusti, 2012) mendefinisikan disiplin sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Ketidakdisiplinan yang ditunjukkan oleh para siswa menyebabkan seorang pelatih perlu memiliki metode yang efektif agar individu yaitu atlet dapat disiplin dalam latihan. Selama ini pemberian hukuman dan sanksi dianggap cukup untuk membuat atlet disiplin. Namun menurut Cox (2012) goal setting dapat dipromosikan sebagai strategi pembelajaran yang baru. Goal setting juga dapat meningkatkan performa melalui pengarahan atensi, peningkatan usaha dan kegigihan, memotivasi atlet untuk mempelajari strategi belajar yang baru, serta meningkatkan perasaan positif. Menurut Shilts, Horowitz dan Townsend (2004) goal setting mempunyai potensi sebagai fasilitator penting pada perubahan perilaku. Oleh karena itu menurut penulis, goal setting dapat digunakan sebagai metode efektif dalam latihan futsal . Latham dan Locke (dalam Cox, 2012) mengemukakan bahwa goal setting adalah sebuah teori motivasi yang secara efektif memberi energi kepada atlet untuk menjadi lebih produktif dan efektif. Oleh sebab itu peneliti ingin fokus kepada penggunaan metode goal setting dalam pelatihan yang diberikan kepada individu. Dengan harapan dapat memunculkan ataupun meningkatkan perilaku disiplin pada individu. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah ada pengaruh pemberian goal setting terhadap tingkat kedisiplinan siswa saat mengikuti ekstrakurikuler futsal? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini ingin memberikan gambaran bahwa metode goal setting dapat digunakan sebagai salah satu pilihan cara dalam program pelatihan. Peneliti berharap metode goal setting dapat meningkatkan kedisiplinan para siswa yang mengikuti ekstrakurikuler futsal. Sehingga perilaku disiplin para siswa dapat terbentuk tanpa perlu diberi hukuman ataupun sanksi. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian ini memberikan masukan bagi pelatih maupun atlet yang terkendala masalah kedisiplinan. Pemberian goal setting bisa menjadi pilihan untuk dipakai dalam meningkatkan kedisiplinan atlet. Sehingga atlet pun bisa mencapai prestasi tinggi karena disiplin merupakan komponen penting dalam tercapainya prestasi yang diinginkan. 1.4.2 Manfaat Teoritis Penelitian ini setidaknya memberi masukan bagi dunia pengetahuan olahraga bahwa selain pemberian hukuman ataupun sanksi, metode goal setting dapat digunakan meningkatkan kedisiplinan atlet. Bagi dunia psikologi khususnya psikologi olahraga, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam pembentukan perilaku atlet salah satunya kedisiplinan.