BAB II KAJIAN TEORI a. Komunikasi i. Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan sumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karya, The structur and Function of Communication In Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Say What In which Channel To Whom With What Effect?10 . Paradigma Lasswell di atas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: 1. Komunikator (communicator, source, sender) 2. Pesan (message) 3. Media (channel, media) 4. Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient) 5. Efek (effect, impact, influence) 10 Uchjan, Onong. Ilmu komunikasi,teori dan praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997, Hal 9. 20 Jadi, berdasarkan paradigma lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.11 ii. Proses Komunikasi Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. 1. Proses komunikasi secara primer Proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media12. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu ‘menerjemahkan’ pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. 2. Proses komunikasi secara sekunder Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikator menggunakan media kedua dalam melancarakan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya 11 Uchjan, Onong. Ilmu komunikasi,teori dan praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1997, Hal:10. 12 Uchjan, Onong. Ilmu komunikasi,teori dan praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1997, Hal: 11-16. 21 banyak. Surat telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. 2.2 Komunikasi Organisasi 2.2.1 Pengertian Komunikasi Organisasi Begitu banyak dan beragam penjabaran mengenai pengertian komunikasi organisasi. Definisi lain menjelaskan bahwa definisi komunikasi organisasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu definisi fungsional dan definisi interpretif13. 2 Definisi Fungsional Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi dapat dijelaskan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unti yang berintegrasi satu sama lain dan berfungsi dalam satu lingkungan. Fokus pada definisi fungsional ini adalah komunikasi di antara anggota organisasi dan analisis komunikasi organisasi menyangkut penjabaran atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan. Sistem tersebut mencakup pertunjukan dan penafsiran pesan di antara sekian banyak individu yang secara bersamaan memiliki jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka; yang pikiran, keputusan dan 13 Pace, R. Wyne Dan Faules, Don F. Komunikasi Organisasi. Bandung: Rosdakarya, 2001, Hal: 31-34. 22 PT. Remaja perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan; yang mempunyai gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola, dan memimpin; yang dimotivasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang berbeda; yang berada pada tahap perkembangan berlainan dalam berbagai kelompok; yang mempersepsi iklim komunikasi berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang berbeda; yang lebih menyukai dan menggunakan jenis, bentuk, dan metode komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi secara efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut, dan mungkin lebih banyak lagi, biasa disebut dengan sistem komunikasi organisasi14 3 Definisi Interpretif Komunikasi Organisasi Definisi tradisional (fungsionalis dan objektif) komunikasi organisasi menekankan pada kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu “batas organisasi’. Fokusnya adalah menerima, menafsirkan dan bertindak berdasarkan informasi dalam suatu konteks. Tekanannya adalah pada komunikasi sebagai suatu alat yang memungkinkan orang beradaptasi dengan lingkungan mereka. 14 Pace, R. Wyne Dan Faules, Don F. Komunikasi Organisasi. Bandung: Rosdakarya, 2001, Hal: 32-35. 23 PT. Remaja 2.2.2 Fungsi Komunikasi Organisasi Dalam suatu organisasi, baik yang berorientasi profit atau non-profi (sosial), tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu15: 1. Fungsi Informatif Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemprosesan informasi. Seluruh anggota organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak , lebih baik, dan tepat waktu. Informasi dengan proses penyampaian yang lebih baik tersebut memungkinkan bagi setiap anggota organisasi untuk dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Informasi pada dasarnya dibutuhkan semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun mengatasi konflik yang ada dalam suatu organisasi. Begitu pula dengan karyawan yang membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, selain membutuhkan informasi untuk jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya. 2. Fungsi Regulatif Fungsi regulatif berkaitan dengan beragam peraturan yang terdapat dalam setiap organisasi. Pada lembaga atau organisasi, terdapat dua hal yang mempengaruhi keberadaan fungsi regulatif tersebut. Pertama, orang-orang 15 Pace, R. Wyne Dan Faules, Don F. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, Hal: 39-45. 24 dalam tataran manajerial yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Selain itu, mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi dan perintah sehingga dalam struktur organisasi, mereka ditempatkan dalam lapisan atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Perintah tersebut akan direspon oleh orang-orang pada lapisan yang berada di bawahnya. Sikap orang-orang yang berada dalam lapisan di bawah lapisan atas dalam merespon instruksi dari atasan sangat bergantung pada: a. Keabsahan pimpinan dalam menyampaikan perintah b. Kekuatan pimpinan dalam memberikan sangsi c. Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus pribadi d. Tingkat kredibilitas pesan yang diterima oleh bawahan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja yang berarti bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. 3. Fungsi Persuasif Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut, banyak ditemukan fakta bahwa pimpinan organisasi cenderung untuk mempersuasif bawahannya daripada memberi perintah. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan 25 menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibandingkan dengan intervensi kekuasaan dan kewenangan yang dilakukan pimpinan terhadap tugas yang akan diberikan. 4. Fungsi Integratif Pada dasarnya, setiap organisasi dituntut untuk menyediakan saluran yang memungkinkan bagi karyawan untuk melaksanakan tugas secara baik. Terdapat dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut yaitu saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, bulletin) dan laporan kemajuan organisasi. Selain dalam bentuk informasi formal, terdapat saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi semasa jam istirahat, pertandingan olahraga, maupun darmawisata. Pelaksanaan aktifitas ini dapat menimbulkan keinginan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam diri karyawan terhadap organisasi. 2.2.3 Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antar pribadi yang terspesialkan dan digunakan dalam situasi tertentu. Masingmasing gaya kepemimpinan terdiri dari sekumpulan perilaku pemimpinyang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi khusus. Kesesuaian dalam suatu gaya kepemimpinan yang digunakan sangat bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan ekspektasi dari penerima (receiver). Secara umum pengarang menggolongkan gaya kepemimpinan 26 menjadi enam gaya yaitu controlling style, equalitarian style, structuring style, dynamic style, relinquishing style,dan withdrawal style16 1. Controlling Style Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan adanya suatu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa, dan mengatur perilaku serta tanggapan dari orang lain. Gaya komunikasi ini dikenal sebagai komunikasi satu arah (one way communication). Pihak yang menggunakan gaya ini lebih memusatkan perhatian kepada pengirim pesan dibanding upaya untuk berbagi pesan. Pihak tersebut tidak tertarik kepada umpan balik, kecuali apabila umpan balik tersebut merujuk kepada sesuatu yang memiliki keuntungan bagi pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak mempedulikan pandangan negatif orang lain, justru berusaha untuk menggunakan kesewenangannya untuk memaksa orang lain untuk mengikuti pandangannya. 2. Equalitarian Style Gaya kepemimpinan ini memiliki aspek kesetaraan dalam proses kepemimpinannya. Gaya ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah. Dalam gaya kepemimpinan ini, tindakan komunikasi dilakukan secara terbuka. Setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan dalam suasana 16 Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, Hal: 128-132. 27 yang santai. Suasana demikian memungkinkan setiap anggota untuk mencapai kesepakatan dan kepentingan bersama. 4 Structuring Style Gaya kepemimpinan terstruktur ini memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah-perintah yang harus dilaksanakan. Pengirim pesan lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan membagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, serta aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut. 5 Dynamic Style Gaya kepemimpinan ini memiliki kecenderungan agresif yang dikarenakan oleh pemahaman sender kepada lingkungan pekerjaannya yang berorientasi pada tindakan. Gaya kepemimpinan ini sering digunakan oleh juru kampanye ataupun supervisor yang membawahi para wira niaga (salesman atau saleswomen). Tujuan utama dari gaya kepemimpinan agresif ini adalah menstimulasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan semakin cepat dan semakin baik. Gaya kepemimpinanini efektif untuk mengatasi persoalan-persoalan kritis, dengan persyaratan yaitu karyawan atau bawahan memiliki kompetensi memadai untuk mangatasi masalah kritis tersebut. 6 Relinquishing Style Gaya kepemimpinan ini mencerminkan kesediaan untuk menerima pesan, pendapat, ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk 28 memberi perintah kepada orang lain. Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerjasama dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan luas, berpengalaman, teliti, serta bersedia untuk bertanggungjawab atas semua tugas yang dibebankannya. 7 Withdrawal Style Gaya kepemimpinan ini cenderung mengindikasikan bahwa ada suatu keengganan oleh seseorang untuk melakukan proses komunikasi dengan beragam latar belakang. Gaya ini cenderung mengakibatkan melemahnya tindak kepemimpinan, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antar pribadi yang dihadapi oleh orang tersebut. Gaya kepemimipinani ini tidak cocok digunakan dalam konteks komunikasi organisasi. Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas mengindikasikan bahwasannya equalitarian style of communication merupakan gaya yang cocok untuk digunakan dalam proses komunikasi organisasi. Tiga gaya lainnya, yaitu structuring style, dynamic style,dan relinquishing style dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dua gaya komunikasi terakhir yaitu controlling style dan withdrawal style mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat dan produktif17. 17 Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, Hal: 132. 29 2.3 Gaya Kepemimpinan 2.3.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias18 Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pendapat lain menjelaskan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan19. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik, sedangkan menurut Rivai 18 19 (2002: 36) gaya Moekijat. Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : Mandar Maju, 1991,Hal: 26. Dahlan, Alwi. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Haji Mas Agung, 1999, Hal: 102. 30 kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya20. Berdasarkan pengertian gaya kepemimpinan menurut pakar diatas, maka dapat disimpulakan gaya kepemimpinan adalah (leadership styles) merupakan cara yang diambil seseorang dalam rangka mempraktekkan kepemimpinanannya. Gaya kepemimpinan bukan suatu bakat, sehingga dapat dipelajari dan dipraktekkan dan dalam penerapannya harus disesuaikan dengan situasi yang dihadapi. Gaya kepemimpinan merupakan perilaku pimpinan terhadap pengikutnya, atau cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. 2.3.2 Konsep Perilaku Kepemimpinan Perilaku kepemimpinan adalah perilaku khusus/pribadi para pemimpin terkait dengan tugas dan perannya sebagai seorang pemimpin. Perilaku kepemimpinan dipahami sebagai suatu kepribadian (personality) seorang pemimpin yang diwujudkan dalam aktivitas kepemimpinannya dalam kaitannya dengan mengelola tugas dan hubungan dengan bawahan/pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Perilaku seorang pemimpin terkait erat dengan beberapa hal, yaitu kemampuan yang dimilikinya, karakter setiap bawahan yang dipimpinnya, jabatan atau posisi tertentu yang diembannya, dan budaya organisasi serta situasi kondisi yang menyertainya. 20 Rivai, Veithzal. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002, Hal: 36. 31 Teori tentang perilaku kepemimpinan perlu diungkap mengingat seorang pemimpin harus mengetahui tingkat kematangan para pegawainya agar bisa memimpin mereka secara efektif. Banyak pemimpin yang gagal karena tidak mengetahui dengan baik karakter dan kebutuhan pegawainya dalam melakukan pekerjaan. 2.3.3 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai maka maka lahir lah sifat- sifat pimpinan dalam memimpin, sifat ini pada akhirnya secara psikologis akan berpengaruh terhadap “gaya” yang digunakan oleh seorang pimpinan dalam memimpin bawahannya untuk bekerja yaitu dengan cara mengetahui dan mendiskripsikan karakteristik sifat pegawai apakah pegawai tersebut memiliki kemampuan dalam bekerja atau apakah pegawai tersebut rajin dalam bekerja atau dengan kata lain tidak bermalas-malasan. Karena pada dasarnya sifat pegawai itu ada 4 macam, ada yang memiliki kemampuan dalam bekerja tapi malas bekerja, ada yang tidak memiliki kemampuan dalam bekerja tetapi rajin bekerja, ada yang tidak memiliki kemampuan dalam bekerja dan malas bekerja serta ada yang memiliki kemampuan dalam bekerja dan rajin bekerja. Pendapat lain menjelaskan bahwa ada empat gaya kepemimpinan yaitu21: 21 Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju, 2009, Hal: 57-64. 32 a. Gaya konsultatif Gaya konsultasi dicirikan oleh adanya pemimpin yang membatasi peranannya dan menginstruksikan bawahan tentang apa, bagaiamana, bilamana, di mana harus melakukan suatu tugas tertentu. b. Gaya partisipatif Gaya partisipasi dicirikan oleh adanya pemimpin dan bawahan yang saling tukar menukar ide dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah, dan yang dipimpin cukup mampu serta berpengetahuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada bawahan. c. Gaya delegatif Gaya delegatif dicirikan oleh adanya pemimpin yang banyak melibatkan bawahan untuk melaksanakan tugas sendiri melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. d. Gaya instruktif. Gaya instruktif diicirikan pimpinan masih banyak memberikan pengarahan dan memberikan dukungan dalam keputusan melaui komunikasi dua arah. Lebih lanjut berdasarkan pendapat Hasibuan (1996:39-45) gaya kepemimpinan dibedakan menjadi dua aspek22. a. Gaya kepemimpinan berkaitan dengan hasil kerja dengan ciri-ciri memberi reward atas prestasi kerja karyawan, kebijakan pimpinan yang berpihak, adanya evaluasi terhadap hasil kerja karyawan. 22 Hasibuan, Malayu S.PPengantar Manajemen. Jakarta : Haji Mas Agung. 1996, Hal: 39-45.. 33 b. Gaya kepemimpinan berkaitan dengan karyawan dengan ciri-ciri memiliki sikap empati kepada karyawan, pimpinan bersikap merespon jika bawahan menyampaikan keluhan, pimpinan memperhatikan kegiatan karyawan, pimpinan memberi instruksi kepada bawahan mengenai tugas yang diberikan kepada pegawai, memberi peran kepada pegawai dalam memecahkan masalah, pemengambil keputusan tidak hanya ditangan pimpinan saja, serta pimpinan melibatkan pegawai dalam mengambil keputusan Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengelola atau mengatur organisasi secara efektif dan mampu melaksanakan kepemimpinan secara efektif pula, untuk itu pemimpin harus betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang pemimpin dengan cara menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan karakteristik bawahan. 2.3.4 Gaya Kepemimpinan yang Efektif Menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1995, 47-51) adalah23 : a. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan. 23 Siagian, Sondang, P. Organisasi Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, Jakarta : PT. Gunung Agung, 1995: 47-51. 34 b. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik. c. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif. Komunikasi dalam proses kepemimpinan merupakan suatu hal yang vital dalam suatu organisasi, karena komunikasi diperlukan untuk mencapai efektivitas dalam kepemimpinan, perencanaan, pengendalian, koordinasi, latihan, manajemen konflik serta proses-proses organisasi lainnya. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya mampu mempengaruhi bawahannya tapi juga bisa menjamin bahwa orang-orang yang dipimpinnya dapat bekerja dengan seluruh kemampuan yang mereka miliki. Selain kemampuan pribadi, seorang pemimpin juga harus mampu membaca keadaan bawahan dan lingkungan yangmenaunginya. Ada hal penting yang harus diketahui tentang bawahan adalah kematangan mereka, karena ada hubungan langsung antara gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dengan tingkat kematangan bawahan agar pemimpin memperoleh ketaatan atau pengaruh yang memadai. Hal tersebut diperlukan guna mengetahui gaya kepemimpinan seperti apa yang sebaiknya diterapkan dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi yang seluas-luasnya dari seluruh bawahan. 35 2.4 Insentif 2.4.1 Pengertian Insentif Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi. Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat. Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif merupakan komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan. Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat. Dari pengertian di atas untuk lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen mengemukakan pengertian mengenai insentif. 36 Menurut Hani Handoko (2001:34-35)24 mengemukakan bahwa “insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar - standar yang telah ditetapkan”. Insentif merupakan hasil akhir dari gabungan komponen penilaian yang dinilai dan dikerjakan oleh perusahaan. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut: Informasi analisis pekerjaan Evaluasi pekerjaan Survei analisis masalah Upah dasar atau minimal Pembayaran Upah Rencana insentif Standar-standar prestasi kerja Penilaian prestasi kerja Sumber: Handoko (2001) Gambar 2.1 Bagan Pembandingan Faktor Kompensasi dan Insentif Sedangkan pengertian insentif menurut Hasibuan (2002:80) adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standart25. Menurut Mangkunegara (2002:69)26insentif adalah 24 Handoko, Hani. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: BPFE UGM, 2001:34-35. 25 Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Haji Mas Agung, 2002, Hal:80. 17 Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, Hal: 69. 37 suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan). Adapun pengupahan insentif dimaksudkan untuk memberi upah/gaji yang berbeda, tetapi bukan di dasarkan pada evaluasi jabatan, namun di tentukan karena perbedaan prestasi kerja. Dari uraian konsep di atas dapat dimaknai bahwa insentif diberikan secara sengaja kepada karyawan agar terciptanya suatu dorongan untuk meningkatkan prestasi kerja sehingga akan menimbulkan dampak baik bagi perusahaan dengan adanya kinerja yang baik dan berkualitas seorang karyawan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan penghasilan di luar gaji pokok yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya dengan memperhitungkan hasil kerja yang dicapai, sehingga karyawan terdorong untuk meningkatkan prestasi dalam rangka mencapai produktivitas dan hasil kerja sesuai dengan tujuan perusahaan. Pemberian insentif juga dapat diharapkan dapat mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk tetap bekerja di perusahaan yang bersangkutan. 24.2 Sifat Dasar Sistem Pengupahan Insentif Beberapa sifat dasar dalam sistem pengupahan insentif,antara lain27: 27 Manrihu, Tayeb. Peningkatan Kinerja Organisasi. Jakarta : Gunung Agung, 1992, hal: 21. 38 1. Pembayaran agar diupayakan cukup sederhana, sehingga mudah dimengerti dan dihitung oleh karyawan yang bersangkutan sendiri. 2. Upah insentif yang diterima benar-benar dapat menaikan motivasi kerja meningkat. 3. Pelaksanan pengupahan insentif hendaknya cukup cepat, sehingga karyawan yang berprestasi lebih tersebut cukup cepat pula merasakan nikmatnya orang berprestasi lebih. 4. Penentuan standar kerja ataupun standar produksi hendaknya secermat mungkin, dalam arti:tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh umum karyawan, atau tidak trlalu rendah, sehingga tidak terlalu mudah dicapai karyawan. 5. Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup merangsang pekerjaan atau karyawan untuk bekerja lebih giat. 2.4.3 Jenis-jenis insentif Jenis-jenis insentif dalam suatu perusahaan harus dituangkan secara jelas sehingga dapat di ketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat di jadikan kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan. Menurut Siagian (2002:51), jenis-jenis insentif tersebut adalah28: 28 Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002, hal; 51. 39 1. Piece work Piece work adalah teknik yang digunakan untuk mendorong kinerja pegawai berdasarkan hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam jumlah unit produksi. 2. Bonus Bonus adalah insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui. 3. Komisi Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan. Berdasarkan pengertian di atas maka jenis - jenis insentif adalah: 1. Insentif material, dapat diberikan dalam bentuk: a. Bonus b. Komisi 2. Insentif Non-material, dapat diberikan dalam bentuk: a. Jaminan sosial b. Pemberian piagam penghargaan c. Pemberian promosi d. Pemberian pujian lisan atau tulisan. Dengan adanya jenis-jenis insentif ini maka perusahaan mampu mendorong motivasi dan gairah kerja pegawai, sehingga pegawai akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya dan pada akhirnya pula akan 40 meningkatkan keuntungan tersendiri dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 2.4.4 Tujuan Pemberian Insentif Menurut Rivai (2004:85-90)29 mengemukakan bahwa “Salah satu alasan pentingnya pembayaran insentif karena adanya ketidaksesuaian tingkat kompensasi yang dibayarkan kepada eksekutif dengan pekerja lain. Program insentif adalah salah satu cara untuk memungkinkan seluruh pekerja merasakan bersama kemakmuran perusahaan. Selain itu, ada kesadaran yang tumbuh bahwa program pembayaran tradisional seringkali tidak bagus dalam menghubungkan pembayaran dengan kinerja. Jika organisasi mau mencapai inisiatif strategis mereka, maka pembayaran perlu dihubungkan dengan kinerja sedemikian rupa sehingga pembayaran itu mengikuti tujuan karyawan dan tujuan organisasi.” 1. Bonus Tahunan Banyak perusahaan menggantikan peningkatan pendapatan karyawan berdasarkan jasa dengan pemberian bonus kinerja tahunan, setengah tahunan atau triwulanan. Umumnya bonus ini lebih sering dibagikan sekali dalam setahun. Bonus mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan peningkatan gaji. Pertama, bonus meningkatkan arti pembayaran karena karyawan menerima upah dalam jumlah yang besar. Kedua, bonus memaksimalkan hubungan antara bayaran dan kinerja. 29 Rivai, Veithzal Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2004:85-90. 41 2. Insentif Langsung Tidak seperti sistem bayaran berdasarkan kinerja yang lain, bonus langsung tidak didasarkan pada rumus, kriteria khusus, atau tujuan. Imbalan atas kinerja yang kadang-kadang disebut bonus kilat ini dirancang untuk mengakui kontribusi luar biasa karyawan.Seringkali penghargaan itu berupa sertifikat, plakat, uang tunai, obligasi tabungan, atau karangan bunga. 3. Insentif Individu Insentif individu adalah bentuk bayaran insentif paling tua dan paling populer. Dalam jenis ini, standar kinerja individu ditetapkan dan dikomunikasikan sebelumnya, dan penghargaan didasarkan pada output individu. 3.4.5 Pertimbangan Pemberian Insentif Terdapat 2 cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain sebagai berikut30: 1. Prestasi Kerja Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang bersangkutan.Berarti telah besarnya ditunjukkan insentif oleh tergantung pegawai pada yang banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat 30 Zaputri, R. A., Rahardjo, K., dan Utami,H. N. (2013). Pengaruh Insentif Material dan Non Material Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan: Studi pada Karyawan Produksi Cetak PT. Temprina Media Grafika di Surabaya. Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya, 2 (2), 1-8. 42 dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut. 2. Lama Kerja Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. 2.5 Sales Promotion Girl (SPG) 2.5.1 Pengertian Sales Promotion Girl (SPG) Sales Promotion Girl merupakan ujung tombak perusahaan untuk memperkenalkan suatu produk yang akan ditawarkan kepada masyarakat. Mereka merupakan tangan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan konsumen. SPG diibaratkan sebagai ujung tombak karena memang merekalah yang akan pertama kali melakukan kontak langsung dengan calon pelanggan. SPG juga berperan untuk promosi seperti memberitahukan, mengingatkan dan membujuk pembeli dalam proses pembelian. 43 Secara umum, usia SPG adalah dalam rentang antara 17 tahun sampai 35 tahun. Latar belakang pendidikan kebanyakan SPG adalah setingkat SMA (Sekolah Menengah Atas). Kebanyakan SPG berasal dari kelas menengah kebawah dilihat dari status sosial-ekonominya. Pada hakikatnya SPG juga harus memiliki kemampuan dalam menghafal dan menjelaskan kelebihan produk yang akan dipromosikannya. Untuk menjaga penampilannya maka SPG diwajibkan menjaga penampilan fisiknya seperti wajah dan tubuh agar selalu tampil menarik. Selain penampilan SPG juga harus mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan calon pembeli. Untuk menjadi SPG yang professional, mereka dituntut memiliki syarat umum yaitu seperti Attitude (sikap) yang baik, mau selalu belajar untuk meningkatkan Knowledge (pengetahuan), dan mau selalu berlatih untuk meningkatkan Skill (keahlian). Sales Promotion Girl dibedakan menjadi dua kategori yaitu SPG event dan SPG regular, perbedaan tersebut terletak pada sistem kerjanya. SPG event bekerja hanya waktu event yang akan digelar saja, namun berbeda dengan SPG regular mereka telah terikat kontrak dalam jangka waktu tertentu. Namun kedua kategori tersebut memiliki persamaan yaitu diberikan sistem target penjualan. 44 2.5.2 Motif Setiap tindakan manusia memiliki motif untuk mencapai suatu tujuan. Purwanto (1984:116)31, menyatakan bahwa motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Motif utama yang melatarbelakangi kebanyakan dari mereka yang memilih bekerja sebagai Sales Promotion Girl adalah motif ekonomi, yaitu untuk mendapatkan tambahan penghasilan sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan sehari-hari. Sebagian besar sales promotion girl yang sudah berkeluarga harus memenuhi kebutuhan dan menafkahi keluarganya, karena pendapatan suami tidak mencukupi sehingga mereka harus ikut bekerja. Sedangkan menurut pengakuan mereka yang belum menikah, meskipun mereka masih mendapatkan uang dari orangtua namun karena semakin tingginya kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah serta biaya hidup yang serba mahal, maka membuat mereka harus bekerja untuk menambah penghasilan. Tetapi ada juga mereka yang memilih bekerja sebagai Sales Promotion Girl karena gaji/fee yang lumayan besar sehingga kebutuhan sehari-hari dapat dengan mudah terpenuhi. Bekerja merupakan salah satu cara atau sarana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Motif lain yang mendorong untuk bekerja sebagai Sales Promotion Girl adalah keinginan mereka untuk bergaul dan menambah teman 31 Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1984. 45 sebanyak mungkin. Dengan kata lain, bekerja adalah sebagai pengisi aktivitas atau kesibukan sekaligus sebagai tempat bergaul dan berkumpul dengan sesamanya. Kebanyakan dari mereka memilih menjadi SPG karena pengaruh teman atau karena melihat teman yang berhasil sebagai SPG. Motif lain dalam memilih profesi SPG adalah karena pekerjaan ini tidak menuntut persyaratan pendidikan dan keahlian yang tinggi, lebih mengandalkan penampilan fisik, serta waktu kerjanya relatif fleksibel. Selain motif yang telah disebutkan di atas, keterangan yang diperoleh dari para informan menunjukkan motif seseorang menjadi SPG cukup bervariasi, mulai dari untuk menunjukkan eksistensi diri, menambah ketrampilan diri, agar bisa berkomunikasi dengan orang lain, untuk memahami karakteristik orang lain, untuk menambah wawasan, untuk menambah jaringan relasi yang luas, sebagai batu loncatan untuk pekerjaan lain atau mendapatkan peluang bisnis. 2.5.3 Kemampuan yang harus dimiliki seorang SPG Purwanto (1984: 118-122)32 menyatakan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sales promotion girls, yaitu: 1. Performance Performance ini merupakan tampilan fisik yang dapat diindera dengan menggunakan penglihatan. Dalam perspektif ini, performance juga mengilustrasikan tentang pembawaan seseorang. Pembawaan ini diukur dari penampilan outlook (penampilan fisik) dan desain dress code (desain 32 Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya., 1984. 46 pakaian), ukuran dari pembawaan ini subyektif (setiap orang dimungkinkan berbeda). 2. Communicating Style Komunikasi mutlak harus terpenuhi oleh sales promotion girl karena melalui komunikasi ini akan mampu tercipta interaksi antara konsumen dan sales promotion girls. Komunikasi ini diukur dari gaya bicara dan cara berkomunikasi. Pengukuran atas communicating style ini dikembalikan kepada konsumen karena bisa bersifat subyektif. 3. Body Language Body language ini lebih mengarah pada gerakan fisik (lemah lembut, lemah gemulai, dan lainnya). Gerak tubuh ketika menawarkan produk dan sentuhan fisik (body touch) adalah deskripsi dari body language ini. Pengukuran atas body language dikembalikan kepada konsumen karena bisa bersifat subyektif. Jika memenuhi unsur tersebut, sangat dimungkinkan sales promotion girls yang direkrut perusahaan akan mampu menciptakan persepsi yang baik tentang produk yang diiklankan, dan akan diikuti dengan minat pembelian. Profesionalisme seseorang sales promotion girl dapat dinilai dari tiga hal pokok yaitu skill, knowledge dan attitude (Kirkpatrick, Ronald L.1994: 72-75). 33 33 . Kirkpatrick, Ronald L.(1994). Evaluating Training Program: The Four Level.San Francisco: Berrett-Koehler Publisher. 47 4 Skill Professionalisme dalam bekerja harus mempunyai skill yang dikuasai oleh sales promotion girl, diantaranya sebagai berikut: a. Selling Sales Promotion Girl harus memiliki keahlian menjual, karena makin banyak penjualan artinya makin banyak komisi yang didapatkan SPG. Beberapa produk menerapkan sistem target untuk para SPGnya. b. Communication Skill Dalam hal ini komunikasi sangat penting, SPG di tuntut untuk berkomunikasi yang baik saat menjelaskan keunggulan produknya di depan calon custumer. Namun komunikasi disini tidak selalu tentang bicara melainkan komunikasi juga tentang cara mendengarkan, seperti mendengarkan apa yang dikatakan calon pembeli tentang produk yang akan dijual dan mendengarkan keluhan customer tentang produk lain yang pernah membuat customer tersebut kecewa. Mendengarkan tentang apa yang diinginkan oleh customer dari produk yang SPG jual dan memberikan solusi dan alasan mengapa customer harus membeli produk yang ditawarkan oleh SPG. c. Bahasa Asing Keahlian dalam menguasai bahasa asing tidak diharuskan kepada SPG, namun jika SPG tersebut menguasai bahasa asing minimal bahasa inggris, akan menjadi nilai plus dalam sebuah promosi. 48 5 Knowledge Pengetahuan dalam suatu produk sangat penting dalam profesi seorang sales promotion girl, karena masyarakat lebih melihat bahwa SPG sebagai sarana dalam mempromosikan produk dimana tujuan utamanya untuk lebih memperkenalkan produk kepada konsumen secara langsung. Oleh sebab itu maka sales promotion girl harus paham betul dan menguasai seluk beluk keunggulan dan kelemahan akan produk tersebut agar bisa menjelaskan kepada konsumen secara detail. 6 Attitude Attitude adalah sikap, tingkah laku atau perilaku seseorang dalam berinteraksi ataupun berkomunikasi dengan sesama manusia. Seorang sales promotion girl juga harus memiliki attitude yang baik dalam menjalankan tugasnya terhadap konsumen dan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang SPG juga bukan hanya harus menjaga sikapnya di dalam area perusahaan atau area penawaran produk saja, tetapi juga harus menjaga sikapnya ketika berada diluar. Apabila ada seorang SPG terlihat mengenakan seragam yang menyimbolkan produk tertentu sedang melakukan perbuatan hal negatif, maka dampaknya akan sampai ke perusahaan dan bisa merusak citra perusahaan. Seorang sales promotion girl harus pandai berkomunikasi dengan pembeli atau pelanggan (customer) agar ia memberikan respon positif pada produk yang kita tawarkan. Ramah, murah senyum, lembut, sabar, sopan dan menjaga emosi, bahwa itulah karakter dasar yang harus diterapkan pada 49 seorang SPG. Mengapa menjaga emosi juga harus diterapkan dalam attitude karena customer yang akan dihadapi sangat beraneka ragam. 2.6 Penelitian Terdahulu Beberapa peneletian terdahulu yang berkaitan dengan skripsi ini dapat diuraikan dalam Tabel : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Judul Penelitian 1. Aldila Nursanti (2014) Judul : Pengaruh Pelatihan Kerja dan Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan di CV. KEDAI DIGITAL Yogyakarta Permasalahan Apa pengaruh pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan CV Kedai Digital Yogyakarta? Apa pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja karyawan CV Kedai Digital Yogyakarta? Kesimpulan Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan CV Kedai Digital Yogyakarta. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara insentif terhadap Bagaimana pengaruh kinerja karyawan CV pemberian pelatihan kerja Kedai Digital Yogyakarta. dan pemberian insentif Hal ini ditunjukkan dari secara simultan terhadap hasil uji regresi linier yang inerja karyawan pada CV telah membuktikan Kedai Digital I Yogyakarta? hipotesis kedua. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan kerja dan insentif terhadap kinerja karyawan CV Kedai Digital Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian ini pelatihan kerja dan insentif dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan sebesar 45,6% dan sisanya sebesar 54,4% 50 2. Zaputri, R. A., Rahardjo, K., dan Utami,H. N. (2013) Apakah ada pengaruh Insentif Material dan Non Material Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan: Judul: Pengaruh Insentif Material dan Non Material Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan: Studi pada Karyawan Produksi Cetak PT. Temprina Media Grafika di Surabaya. 51 dipengaruhi oleh variabelvariabel lain diluar penelitian. Terdapat pengaruh yang signifikan antara insentif material dan non material terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan sebesar 54% dan 46% diengaruhi oleh variabel lain.