PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBANGUNAN DI

advertisement
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBANGUNAN
DI KECAMATAN KEMILING
Oleh :
Himawan Indrajat, Budi Hardjo, Is mono Hadi dan Pitojo Budiono
Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila
ABSTRACT
The research is motivated how to see how much the role of the community in the
planning process that starts from the village level to the district level and then
continues to discuss the needs of what is needed by the people in the village, and
is discussed as well as the realized level cities / counties, because the needs of the
community known only itself. Deliberative planning is essentially planning
mechanism that is bottom- up. With this mechanism is expected any involvement
or participation early in the development process. The function is a container
musrenbang relationship between communities, and between communities and
government. Musrenbang implementation is a process of empowering people to
be independent and be able to voice their needs starting from the proposed level rt
then to musrenbang filed in district level for selected proposals that need to be
realized at a later musrenbang district level is set in the musrenbang RKPD city
level. The results of research on public participation in the development process in
the district kemiling less people and the government plays a bigger role, the
village which should facilitate Musrenbang driving motors are Urban and
Community Empowerment Institute for Urban LPMK menginvetarisir community
needs but does not work as expected, namely LPMK become effective advisory
bodies merely genuine consultation.
Key Words: Society Participation, Society Empowere ment, Development,
Development Planning Process
A. Pendahuluan
Otonomi daerah merupakan jembatan menuju kemajuan suatu daerah, tetapi
sesungguhnya di balik itu juga memunculkan sumber masalah baru, yaitu dengan
munculnya konflik kepentingan disetiap daerah otonom. Persoalan – persoalan
muncul secara estafet dan ragamnya pun semakin banyak, sejalan pula dengan
perkembangan suatu daerah (otonom), bobot permasalahan baik secara kuantitas
maupun kualitas cenderung meningkat. Seperti kondisi masyarakat yang menuntut
adanya peningkatan kesejahteraan sejatinya dapat mendorong Pemerintah Kota
Bandar Lampung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan satu upaya
untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang ada khususnya masalah rendahnya
kualitas hidup masyarakat (kemiskinan) maka diperluka n sebuah upaya yang
komprehensif, integral, dan berkesinambungan melalui pelaksanaan pembangunan
yang terpadu, konsisten, dan tertata atas dukungan validitas data.
Dengan mengesampingkan adanya faktor pertentangan kepentingan
antarpihak atau kemungkinan adanya kepentingan tersembunyi di balik niat baik
untuk memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah sosial maka proses
32
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
pembangunan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sosial diharapkan
merupakan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan atau stakeholders yang
secara garis besar dari unsur negara (pemerintah), masyarakat, dan dunia usaha.
Dalam pandangan ini, masing- masing pihak dapat memberikan kontribusi dalam
pemecahan masalah dengan program-program yang diinisiasikannya sehingga
tercipta hubungan yang sinergis diantara ketiga aktor governance tersebut.
Kelemahan yang dimiliki oleh negara/pemerintah dapat ditutup oleh kontribusi
sektor masyarakat dan dunia usaha. Hal ini mengingat sumber daya yang dimiliki
oleh masyarakat relatif terbatas untuk mewujudkan kesejahteraannya sehingga hal
itu menjadi tanggung jawab bersama seluruh stakeholders. Masyarakat sendiri
melalui berbagai tindakan bersama dan gerakan sosial yang difasilitasi oleh
berbagai institusi sosial yang ada melakukan berbagai upaya untuk memenuhi
aspirasinya dan berusaha agar lebih terlibat dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan program-program pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan
misalnya melalui proses perencanaan pembangunan.
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung
yang komprehensif, integral, dan berkesinambungan melalui pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat memiliki maksud untuk menciptakan wilayah dan
masyarakat yang memiliki daya saing tinggi terhadap daerah-daerah lainnya baik
di Provinsi Lampung maupun di Indonesia. Oleh sebab itu, setelah adanya
program pemberdayaan masyarakat diharapkan akan terjadi perubahan dan
peningkatan taraf ekonomi, pendapatan dan kebutuhan masyarakat non-material
lainnya di Kota Bandar Lampung, impact-nya akan terjadi pemerataan, keadilan,
dan kesejahteraan pada masyarakat lokal. Dan bagaimana melibatkan masyarakat
dalam proses pembangunan melalui pemberdayaan tersebut.
Di sisi lain, penanganan masalah kemiskinan memang tidak dapat ditangani
secara parsial karena masalah kesenjangan sosial bukan hanya milik kaum
marjinal (pedesaaan) tetapi juga masuk ke wilayah kaum urban (perkotaan) oleh
karena itu harus ada pemetaan wilayah untuk memudahkan identifikasi terhadap
kebutuhan masyarakat sehingga dana yang dikucurkan dapat berdayaguna
tentunya dengan melibatkan pihak – pihak terkait lainnya.
Untuk mengoptimalkan program pemberdayaan masyarakat di Kota Bandar
Lampung maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan mendalam
terhadap pelaksanaan dan capaian yang telah berjalan dari program tersebut. Hal
ini penting dilakukan untuk memantapkan pijakan dalam rangka perencanaan
tindak lanjut terhadap program – program berikutnya sehingga kebijakan tersebut
dapat bersinergi antara satu dengan lainnya serta memiliki kemampuan untuk
menyejahterakan masyarakat secara fundamental dan membawa mereka untuk
keluar dari garis atau bahkan di bawah garis kemiskinan.
Tujuan
Untuk melihat seberapa besar partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan di Kota Bandar Lampung yang telah dilaksanakan selama ini,
khususnya di Kecamatan Kemiling. Sehingga dapat terlihat peran serta dalam
program pembangunan di Kota Bandar Lampung apakah sesuai dengan apa yang
diharapkan dimasyarakat.
33
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Untuk mengkaji dan mengevaluasi kebijakan program pemberdayaan
masyarakat (PPM) di Kota Bandar Lampung dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangungan yang dilaksanakan selama ini sehingga dapat diketahui tingkat
efektivitas dari kebijakan tersebut. Diharapkan hasil kajian dan evaluasi terhadap
kebijakan tersebut dapat memberikan gambaran bagi instansi terkait dan
masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas hidup sehingga terdapat kesamaan
persepsi, kesatuan langkah dan keterpaduan dalam pelaksanaan program sehingga
menjadi tepat guna dan tepat sasaran
B. Tinjauan Pustaka
B.1 Partisipasi Masyarakat
Menurut Rahnema, dikutip oleh Khairul Muluk partisipasi sebagai ―the
action or fact of partaking, having or forming a part of‖. Dalam pengertian ini,
partisipasi dapat bersifat bermacam seperti partisipasi bersifat transitif ya ng
berorientasi pada tujuan tertentu. Sebaliknya, partisipasi dapat juga bersifat
intransitif apabila subjek tertentu berperan serta tanpa tujuan yang jelas. (M.R
Khairul Muluk, 2007:16)
Sedangkan James Midgley membedakan partisipasi popular dengan
partisipasi masyarakat. Partisipasi popular berkenaan dengan isu yang luas tentang
pembangunan sosial, penciptaan peluang keterlibatan rakyat dalam kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial dari suatu bangsa. Yang kemudian dijelaskan lebih
jauh oleh Korten bahwa partisipaisi jenis ini didesain oleh ahli perencanaan dari
pusat dan dijalankan melalui badan pembangunan yang tersentralistis, hierarkis,
dan terikat oleh peraturan diikuti wewenang kecil dari fungsionaris lokal untuk
menyesuaikan program dengan kebutuhan atau keinginan lokal. Asumsi yang
dipegang adalah pengembangan partisipasi pada tingkat nasional bertujuan
menjamin pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan trickle down effect atas
manfaat pembangunan. (M.R Khairul Muluk, 2007:48-49)
Sedangkan partisipasi masyarakat menurut midgley berkonotasi the direct
involvement of ordinary people in local affairs. Partisipasi masyarakat berarti
adalah keterlibatan masyarakat biasa dalam urusan-urusan setempat secara
langsung. Midgley memperjelas pengertian partisipasi masyarakat ini dengan
mengacu pada salah satu definisi yang termuat dalam resolusi PBB pada awal
tahun 1970-an ―Penciptaan peluang yang memungkinkan semua anggota
masyarakat untuk berkontribusi secara aktif dalam proses pembangunan dan
mempengaruhinya serta menikmati manfaat pembangunan tersebut secara
merata‖.
Sedangkan batasan yang tercakup dalam partisipasi masyarakat Midgley
membaginya menjadi 2, berdasarkan Resolusi United Nation Economic and
Social Council tahun 1929. Resolusi tersebut menyatakan bahwa partisipasi
membutuhkan keterlibatan orang-orang yang sukarela dan demokratis dalam hal
(a) sumbangsihnya terhadap usaha pembangunan, (b) penerimaan manfaat secara
merata, dan (c) pengambilan keputusan yang menyangkut penentuan tujuan,
perumusan kebijakan dan perencanaan, serta penerapan program pembangunan
sosial dan ekonomi. Berdasarkan resolusi tersebut Midgley kemudian membagi
batasan partisipasi menjadi dua hal, yaitu authentic participation (partisipasi
34
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
otentik) apabila seluruh kriteria tersebut terpenuhi. Jika seluruh kriteria tersebut
tidak terpenuhi maka hal ini disebut sebagai pseudo-participation (partisipasi
semu). (M.R Khairul Muluk, 2007:50-51)
B.2 Konsep Pe mbe rdayaan
Program – program pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah
upaya yang dilakukan baik oleh institusi pemerintahan, swasta, serta Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) untuk lebih mendayagunakan masyarakat. Kegiatan
pemberdayaan penting dilakukan untuk mendorong serta membimbing
masyarakat untuk dapat lepas dari ketidakberdayaan yang meliputi aspek politik,
sosial, budaya, serta ekonomi. Melakukan upaya pemberdayaan jauh lebih urgen
jika dibandingkan dengan aksi-aksi charity, karena biasanya aksi-aksi tersebut
akan membuat ketidakberdayaan masyarakat lebih terpelihara.
Pengertian pemberdayaan sendiri sering juga disebut sebagai empowerment,
dan pemberdayaan ini lahir dari gagasan memberikan power kepada yang
powerless, karena jika telah memiliki power (kekuatan) maka masyarakat mampu
mengaktualisasikan dirinya dalam proses pembangunan.
Menurut Jim Ife (1995 : 182 dalam Zubaedi, 2007 : 98), empowerment
means providing people with the resources, opportunities, knowledge, and skill to
increase their capacity to determine own future, and to participate in and affect
the life their community (pemberdayaan artinya memberikan sumber daya alam,
kesempatan, pengetahuan dan keterampilan kepada warga untuk meningkatkan
kemampuan mereka dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi
dalam dan mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya).
Sementara itu, World Bank (Deepa Narayan et. All, 2002:11 dalam Zubaedi,
2007:98) mengartikan empowerment sebagai expansion of assets; and capabilities
of poor people to participate in negotiate with, influence, control and hold
accountable institutions that affect their live (pemberdayaan adalah perluasan
aset-aset dan kemampuan-kemampuan masyarakat miskin dalam menegosiasikan
dengan memengaruhi, mengontrol, serta mengendalikan tanggung jawab lembagalembaga yang memengaruhi kedidupannya).
Pemberdayaan (empowering) menurut Tjokrowinoto dalam Sulistyani
(2004: 38) memiliki ciri-ciri : (1) prakarsa di desa (2) dimulai dengan pemecahan
masalah (3) proses desain program dan teknologi bersifat asli/alamiah (4) sumber
utama adalah rakyat dan sumberdaya lokal (5) kesalahan dapat diterima (6)
organisasi pendukung dibina dari bawah (7) pertumbuhan organik bersifat tahap
demi tahap (8) pembinaan personil berkesinambungan berdasarkan pengalaman
lapangan-belajar dari kegiatan lapangan (9) diorganisir oleh tim indisipliner (10)
evalusi dilakukan sendiri, berkesinambungandan berorientasi pada proses (11)
kepemimpinan bersifat kuat (12) analisis sosial untuk definisi masalah dan
perbaikan program dan (13) fokus manajemen adalah kelangsungan dan
berfungsinya sistem kelembagaan.
Sulistiyani (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan bermakna sebagai
suatu proses
menuju berdaya,
atau proses
untuk
memperoleh
daya/kekuatan/kemampuan, dan atau proses pemberian daya/kemampuan dari
pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Proses
berarti serangkaian tindakan yang dilakukan secara kronologis sistematis yang
35
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
mencerminakan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum
berdaya baik dari aspek pengetahuan, sikap, dan praktikal menuju keberdayaan.
Beberapa pentahapan yang harus dilalui sebagai proses pemberdayaan, yaitu 1)
tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju sadar dan peduli sehingga
merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri, 2) tahap transformasi
kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka
wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga apat mengambil peran di
dalam pembangunan, 3) tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan
keterampilan sehingga terbentuk kemampuan inisiatif dan inovatif untuk me njadi
mandiri.
Winarni, Tri, 1998 (Sulistiyani, 2004) mengungkapkan bahwa inti dari
pemberdayaan adalah meliputi 3 hal, yaitu pengembangan (enabling),
memperkuat potensi atau daya (empowerment), dan terciptanya kemandirian.
Dengan demikian, pada hakikatnya, pemberdayaan merupakan penciptaan suasana
atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang, sehingga
pemberdayaan dapat bertujuan untuk membentuk individu dan masyarakat
menjadi mandiri.
Pemberdayaan diartikan sebagai sebuah konsep pemba ngunan ekonomi
yang merangkum nilai- nilai sosial. Proses pemberdayaan dikategorikan dalam dua
kecenderungan :
a. Kecenderungan primer; menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan sebagai kekuasaan, kekuatan/kemampuan kepada masyarakat
agar menjadi lebih berdaya.
b. Kecenderungan sekunder; pemberdayaan yang menekankan proses
menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan/keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya.
Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Artinya dengan
pemberdayaan, masyarakat tidak hanya dapat lepas dari belenggu kemiskinan dan
keterbelakangan tetapi juga dapat keluar dari lingkaran ketergantungan, dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang secara otomatis akan mengangkat
harkat dan martabat dari setiap individu.
B.3 Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya menawarkan suatu
proses perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi,
kemampuan dan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, maka masyarakat perlu
dilibatkan pada setiap tahap pelaksanaan, dan evaluasi program yang mereka
lakukan. Hal ini berarti, menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek)
pembangunan dan tidak sekedar menjadikan mereka sebagai penerima pasif
pelayanan saja (Suparjan, 2003: 23-24).
Konsepsi pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan
sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model- model
pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan
36
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya
alternatif pembangunan yang memasukkan nilai- nilai demokrasi, persamaan
gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Hakikat dari konseptualisasi pemberdayaan berpusat pada manusia dan
kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan sebagai tolok ukur
normatif, struktural, dan substansial. Secara tersirat pemberdayaan memberikan
tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat,
yang dilandasi dengan penerapan aspek demokratis, partisipasi dengan titik
fokusnya pada lokalitas, sebab masyarakat akan merasa siap diberdayakan melalui
isu-isu lokal, seperti yang dinyatakan oleh Anthony Bebbington (2000), yaitu:
Empowerment is a process through which those excluded are able to
participate more fully in decisions about forms of growth, strategies of
development, and distribution of their product.
Menurut Sumodiningrat (1996), pemberdayaan masyarakat adalah upaya
mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan
masyarakat agar masyarakat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan
kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat menurut Eddy Ch. Papilaya (2001:1 dalam
Zubaedi, 2007) merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun kemampuan masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk
mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata. Denga n kata lain,
pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Menurut Chambers (dalam Zubaedi, 2007 : 42), pemberdayaan masyarakat
adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat ―people
centered‖, participatory, empowering, dan sustainable. Oleh karenanya,
pemberdayaan masyarakat dalam implementasinya sebagai pembangunan sosial
meliputi tiga strategi, yaitu :
1. Pembangunan sosial melalui individu. Individu- individu dalam masyarakat
secara swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat guna
memberdayakan masyarakat. Pendekatan ini lebih bersifat individualis atau
perusahaan;
2. Pembangunan sosial melalui komunitas. Kelompok masyarakat secara
bersama-sama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya (pendekatan
komunitarian);
3. Pembangunan sosial melalui pemerintah, dilakukan oleh lembaga- lembaga di
dalam organisasi pemerintah (pendekatan statis).
C. Metode Penelitian
Metodologi penelitian partisipasi masyarakat dalam proses adalah dengan
menggunakan teknik/metode wawancara kepada pihak yang terlibat dalam proses
pembangunan di kecamatan kemiling untuk memberikan gambaran latar belakang,
37
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
perkembangan, gambaran kondisi partisipasi masyarakat. Data dukungan (data
sekunder) dalam penelitian ini diakses dengan teknik/metode dokumentasi
terhadap informasi yang diterbitkan oleh instansi yang terkait dengan program ini.
Lokasi dalam penelitian adalah di Kecamatan Kemiling Kota Bandar
Lampung, bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di
daerahnya. Dari proses pengusulan di musrenbang kelurahan sampai dengan
musrenbang kota.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini didasarkan pada data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan, termas uk
wawancara, observasi
dan kuesioner secara langsung baik terhadap
lembaga/institusi maupun individu. Data-data yang dijaring, dikodifikasikan dan
dideskripsikan adalah bersumber dari jawaban para informan dan responden
terhadap pertanyaan yang diajukan dalam wawancara dan kuesioner. Selain itu
tidak menutup kemungkinan akan menggunakan memoing (membuat memo)
untuk mencatat ide-ide, pemikiran-pemikiran dan gagasan- gagasan yang akan
muncul sewaktu-waktu saat peneliti berada di lapangan.
1. Wawancara merupakan proses percakapan dengan maksud untuk
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian kegiatan, organisasi, motivasi ,
perasaan dan sebagainya, yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan pada yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan (Bungin, 2001:
108). Wawancara juga dapat dilakukan secara tertutup dengan menggunakan
instrumen kuesioner.
Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama
dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka (face to face
relationship) antara si pencari informasi (interviewer/information hunter)
dengan sumber informasi (interviewee). Secara sederhana wawancara
diartikan sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan tanya jawab
antara pencari informasi dan sumber informasi17 (Hadari Nawawi, 2001:111).
Wawancara bertujuan untuk menggali tidak saja apa yang diketahui dan
dialami oleh informan, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri
informan. Apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal- hal yang
bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang dan
masa depan18 .( Susetyo, 2001)
2.
Teknik observasi berguna untuk menjelaskan dan merinci gejala yang terjadi,
dimaksudkan sebagai pengumpulan data selektif sesuai dengan pandangan
seorang peneliti. Selain itu terdapat data yang tidak dapat ditanyakan kepada
informan, ada diantaranya yang membutuhkan pengamatan secara langsung
peneliti. Beberapa item yang perlu diobservasi yaitu keadaan tempat situasi
sosial politik berlangsung, benda, peralatan, perlengkapan, termasuk letak dan
penggunaannya, yang terdapat di lokasi penelitian; para pelaku, termasuk
17
Hadari Nawawi, “Metode Penelitian Bidang Sosial ”, Gajah Mada University, Yogyakarta, 2001,
hal 111.
18
Susetyo, “Metode Penelitian Kualitatif” (Makalah), disampaikan pada Pelatihan Metodologi
Penelitian Kualitatif PHK A2 Umum JIP FISIP Unila.
38
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
status, jenis kelamin, usia dan sebagainya; kegiatan yang berlangsung,
tindakan-tindakan, serta waktu berlangsungnya peristiwa.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka terhadap peraturan
perundang-undangan sebagai dokumen resmi dan literatur-literatur yang lain,
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, seperti :
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Selain itu bahan sekunder juga didapatkan dari literaturliteratur seperti buku panduan, surat kabar, seminar, internet, dan lain- lain.
Dokumentasi yang berupa tulisan ataupun film bagi peneliti dapat digunakan
untuk diproses (melalui pencatatan, pengetikan, atau alat tulis) 19 .
D. Pembahasan
A. Partisipasi Masyarakat dalam Mus renbang
Partisipasi masyarakat menurut Midgley berkonotasi the direct involvement
of ordinary people in local affairs. Partisipasi masyarakat berarti adalah
keterlibatan masyarakat biasa dalam urusan-urusan setempat secara langsung.
Masih menurut Midgley berdasarkan Resolusi United Nation Economic and
Social Council tahun 1929, menyatakan bahwa partisipasi membutuhkan
keterlibatan orang-orang yang sukarela dan demokratis dalam hal (a)
sumbangsihnya terhadap usaha pembangunan, (b) penerimaan manfaat secara
merata, dan (c) pengambilan keputusan yang menyangkut penentuan tujuan,
perumusan kebijakan dan perencanaan, serta penerapan program pembangunan
sosial dan ekonomi. Apabila unsur tersebut terpenuhi dalam partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan maka partisipasi tersebut memenuhi
syarat sebagai partisipasi otentik (authentic participation).
Sedangkan musyawarah perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah
mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom- up. Dengan
mekanisme ini diharapkan adanya keterlibatan atau partisipasi masyarakat sejak
awal dalam proses pembangunan. Musrenbang ini dilakukan dari tingkat
kelurahan, kecamatan, kota, provinsi, sampai nasional. Fungsi musrenbang adalah
wadah silaturahmi antar masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah.
Musrenbang pada tingkat kecamatan juga memiliki fungsi tambahan yakni
silaturahmi antara masyarakat dengan anggota DPRD dari daerah pemilihan yang
terkait. Hasil yang hendak dicapai dalam musrenbang ini adalah penetapan
prioritas pembangunan di setiap tingkatan wilayah pembanguna n serta klasifikasi
kegiatan pembangunan sesuai dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Musrenbang tingkat kelurahan merupakan awal atau dasar perencanaan
dalam perencanaan pembangunan, karena dalam musrenbang tingkat kelurahan
pemerintah kelurahan berperan sebagai fasilitator, sementara motor penggerak
kegiatan ini adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK).
Tujuan dari Musrenbang tingkat kelurahan adalah membuat dokumen rencana
kerja pembangunan kelurahan baik yang didanai secara swadaya masyakat
19
Michael Huberman dan Miles Matthew, ”Analisis Data Kualitatif”, UI Press, Jakarta, 1992, hal
15-21.
39
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
maupun yang akan didanai dana kelurahan. Serta prioritas kegiatan pembangunan
yang akan dilaksanakan melalui SKPD.
Selanjutnya Musrenbang tingkat kecamatan, yang terdiri dari tim
penyelenggara dari aparat kecamatan, narasumber (Bappeda, anggota DPRD,
SKPD, dan Camat), peserta delegasi perwakilan dari tiap kelurahan, pemantau
terdiri dari lurah, muspika, LSM atau ormas. Yang dibahas dalam Musrenbang
tingkat kecamatan adalah materi dokumen hasil musrenbang kelurahan, serta
usulan proses pembangunan yang diusulkan oleh pemerintah kecamatan.
Kemudian menetapkan kegiatan prioritas ditiap kelurahan dan kecamatan untuk
diajukan Musrenbang tingkat kota.
Pada musrenbang tingkat kota, pada hakikatnya bertujuan untuk
mendapatkan masukkan guna penyempurnaan rancangan awal Rencana Kerja
Pembangunan Daerah yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif
pendanaan berdasarkan fungsi SKPD. Tujuan lainnya adalah untuk mendapatkan
rincian rancangan awal tentang rencana SKPD yang berhubungan dengan aktivitas
pembangunan dan tentang kerangka regulasi menurut SKPD yang berhubungan
dengan pembangunan. Peserta yang berhak turut andil dalam proses pengambilan
keputusan dalam musrenbang tingkat kota adalah delegasi perwakilan hasil
musrenbang kecamatan, SKPD (seluruh dinas, badan, kantor dan bagian di
sekretariat daerah), dan anggota DPRD.
Seluruh tahapan musrenbang yang telah terlaksana merupakan sebuah
lembaga publik yang melibatkan banyak pihak di luar DPRD dan pemerintah
daerah terkait dalam proses pembangunan daerah. Keluaran yang dihasilkan oleh
lembaga merupakan masukan yang kemudian diterapkan secara resmi oleh
penyelenggara pemerintah daerah sebagai dokumen perencanaan pembangunan
daerah. Dengan mempertimbangkan peran tersebut, musrenbang dapat
ditempatkan dalam tingkat partisipasi genuine consultation (konsultasi sejati)
karena musrenbang merupakan forum bersama antara berbagai elemen
masyarakat dengan penyelenggara pemerintahan daerah namun tidak dapat
ditempatkan dalam tingkat partisipasi effective advisory bodies atau badan
penasihat yang efektif karena peran pemerintah daerah masih cukup besar dalam
forum tersebut.
Berdasarkan penelitian dalam partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan di kecamatan kemiling kota Bandar Lampung, dimana proses
usulan pembangunan bersifat bottom up diawali dari Musrenbang tingkat
kelurahan. Pada wawancara dengan wakil ketua TPPK mengatakan bahwa
―terdapat musrenbang tingkat kelurahan tapi tidak terlalu mengetahui prosedurnya
karena tidak ikut dalam musyawarah tingkat keca matan, hanya sebatas tahu
realisasi usulan dari musrenbang tingkat kelurahan apakah realisasinya sudah
terlaksana apa belum‖. Ketidaktahuan wakil ketua TPPK Sumberrejo karena
beliau bukan merupakan wakil delegasi dari kelurahan dalam musrenbang tingkat
kecamatan, ini terjadi karena daftar nama delegasi kelurahan untuk mengikuti
musrenbang tingkat kecamatan baru keluar setelah pelaksanaan kegiatan maka
nama delegasi ditetapkan berdasarakan penunjukkan kepala kelurahan.
Sementara wawancara dengan Ketua LPMK Kelurahan Sumberrejo
mengatakan bahwa ―TPPK membuat rencana, lalu diserahkan ke kecamatan,
mekanismenya dari bawah ke atas‖. Jawaban lebih lengkap dari Ketua TPPK
Sumberrejo yang mengatakan―usulan dari setiap RT dikelurahan, lalu diusulkan di
40
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
TPPK kelurahan, TPPK kemudian mengusulkan beberapa item tenatang program
pembangunan mana yang menjadi prioritas kelurahan lalu dimusyawarahkan di
kelurahan, kecamatan dan terakhir kota.
Kemudian peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK)
pada Musrenbang tingkat kecamatan menurut wakil ketua TPPK Kelurahan
Sumberrejo ― LPMK berperan tetapi tidak terlalu signifikan khususnya pada
musrenbang tingkat kecamatan‖. Sedangkan ketua LPMK Sumberrejo
mengatakan bahwa ―semua organisasi kelurahan ikut serta dalam musrenbang
tingkat kecamatan‖, sementara ketua TPPK mengatakan dalam musrenbang
tingkat kecamatan ―LPMK terlibat dan juga melitbakan satuan kerja pemerintah
daerah serta tokoh masyarakat‖. Ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi belum
masuk dalam tingkatan effective advisory bodies atau badan penasihat yang efektif
karena peran pemerintah masih cukup besar dalam forum tersebut.
Tetapi menurut Kasi pemerintahan kecamatan kemiling, sebenarnya
masyarakat sangat terlibat dan sangat paham apa saja yang harus dilaksanakan.
Sementara wakil ketua TPPK kelurahan Sumberrejo masyarakat sangat terlibat
karena masyarakat yang paling tahu kebutuhan yang harus dilaksanakan atau
dikerjakan dalam pembangunan fisik dan non fisik. Walaupun partisipasinya
masih belum masuk dalam ―effective advisory bodies‖ tetapi musrenbang tingkat
kelurahan dan kecamatan di kecamatan kemiling sudah masuk dalam genuine
consultation (konsultan sejati) karena merupakan forum bersama antara berbagai
elemen masyarakat dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dimulai
dari usulan setiap RT di kelurahan kecamatan kemiling.
Sementara pada efektifitas realisasi usulan kelurahan pada musrenbang
tingkat kota, Kasi pemerintahan kecamatan kemiling mengatakan ―efektif sekali
karena dapat menjadikan masyarakat sejahtera karena yang diusulkan musrenbang
ini adalah usulan dalam bidang fisik dan non fisik‖. Sementara wakil ketua TPPK
kelurahan Sumberrejo mengatakan ―efektif tetapi kadang usulan- usulan tersebut
tidak semuanya terealisasi, yang terealisasi seperti perbaikan jalan, gorong-gorong
dan pembuatan koperasi‖.
Sementara menurut ketua TPPK kelurahan sumberrejo, efektifitas
pelaksanaan usulan kelurahan yang direalisasikan sebenarnya sudah terlaksana
tapi tim dari pemerintah kota bandar lampung harus ikut turun dan mengawasi
proses pelaksanaan usulan. Hal ini menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam
pelaksanaan realisasi usulan sehingg ketua TPPK meminta tim pemerintah kota
ikut turun dan mengawasi proses pelaksanaan usulan tersebut.
Sementara pada tingkat kepuasan realisasi kepuasaan, semua informan yang
diwawancarai mengatakan sangat puas tetapi pasti tidak semuanya puas dengan
realisasi kepuasaan seperti yang dikatakan oleh Kasi pemerintahan kecamatan
kemiling ―tidak semua masyarakat puas karena usulan masyarakat ada yang tidak
terealisasi ditingkat pusat ataupun kota‖.
Apabila dikaji dan dianalisa mengenai keterlibatan atau partisipasi
masyarakat dalam proses perencaanaan pembangunan di kecamatan kemiling
partisipasi masyarakat sangat aktif. Kemudian denga n mengacu pada salah satu
definisi yang termuat dalam resolusi PBB pada awal tahun 1970-an menunjukkan
bahwa partisipasi masyarakat di kecamatan kemiling merupakan ―Penciptaan
peluang yang memungkinkan semua anggota masyarakat untuk berkontribusi
41
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
secara aktif dalam proses pembangunan dan mempengaruhinya serta menikmati
manfaat pembangunan tersebut secara merata‖.
Dan juga berdasarkan resolusi United Nation Economic and Social Council.
Resolusi tersebut menyatakan bahwa partisipasi membutuhkan keterlibatan orangorang yang sukarela dan demokratis dalam hal (a) sumbangsihnya terhadap usaha
pembangunan, (b) penerimaan manfaat secara merata, dan (c) pengambilan
keputusan yang menyangkut penentuan tujuan, perumusan kebijakan dan
perencanaan, serta penerapan program pembangunan sosial dan ekonom. Maka
partisipasi masyarakat di kecamatan kemiling bila diklasifikasikan jenis
partisipasi menurut Midgley merupakan partisipasi yang otentik karena semua
unsur dalam resolusi ECOSOC terpenuhi, walaupun masih ada kekurangan dalam
pelaksanaan karena masyarakat mengharapakan tim dari pemerintah kota untuk
turut serta dalam pengawasan pelaksanaan usulan tersebut.
Pemberdayaaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya menawarkan suatu
proses perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi,
kemampuan dan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, maka masyarakat perlu
dilibatkan pada setiap tahap pelaksanaan, dan evaluasi program yang mereka
lakukan. Hal ini berarti, menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek)
pembangunan dan tidak sekedar menjadikan mereka sebagai penerima pasif
pelayanan saja (Suparjan, 2003: 23-24).
Konsepsi pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan
sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model- model
pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan
lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya
alternatif pembangunan yang memasukkan nilai- nilai demokrasi, persamaan
gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Pelaksanaan musrenbang merupakan sebuah proses pemberdayaan
masyarakat agar bisa mandiri dan bisa menyampaikan aspirasi kebutuhannya
dimulai dari usulan ditingkat rt kemudian ke diajukan di musrenbang tingkat
kelurahan untuk dipilih usulan yang perlu direalisasikan di musrenbang tingkat
kecamatan yang kemudian di tetapkan dalam RKPD dalam musrenbang tingkat
kota.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat tersebut dapat dilihat dari tiga
sisi, yaitu ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Hal ini memerlukan langkah- langkah yang lebih positif, tidak
hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah- langkah
nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan
42
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat
menjadi berdaya. Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah
peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumbersumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja,
dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan
prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti
sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat
pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga- lembaga pendanaan,
pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang
keberdayaannya amat kurang. Maka dari itu, perlu ada program khusus bagi
masyarakat yang kurang berdaya, karena pro gram-program umum yang berlaku
tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai- nilai budaya
modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban
adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan
institusi- institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan
serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini ada lah peningkatan
partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan
masyarakatnya. Jadi esensi pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan
individu anggota masyarakat tetapi juga termasuk penguatan pranata-pranatanya
(World Bank, 2002).
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan
dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep
pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi
dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan
melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat
atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi
makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Pendekatan utama
dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari
berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya
pembangunannya sendiri.
Dalam Musrenbang merupakan sebuah upaya dari pemberdayaan bagi
masyarakat seperti realisasi terbentuknya koperasi dan penguatan Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) seperti yang diungkapkan oleh sekertaris ketua TPPK.
Yang perlu dijaga adalah keberlangsungan dari koperasi dan UMKM yang
terbentuk agar menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling) serta Menanamkan nilai- nilai budaya modern,
seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian
pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusiinstitusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta
peranan masyarakat di dalamnya.
43
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Kesimpulan dan Saran
Partisipasi masyarakat perlu lebih ditingkatkan lagi untuk membentuk
effective advisory bodies atau badan penasihat yang efektif terutama pada TPPK
dan LPMK sebagai penampung aspirasi dan usulan masyarakat bukan sekedar
lembaga pelengkap saja dalam Musrenbang. Karena selama ini peran pemerintah
dalam musrenbang masih cukup besar sebab apabila aparat kelurahan tidak
melakukan fasilitasi LPMK untuk mengadakan musrenbang kelurahan maka
usulan-usulan kebutuhan masyarakat akan terhambat, padahal yang mengerti
kebutuhan masyarakat hanya masyarakat itu sendiri.
Perlu adanya pendampingan dalam proses pemberdayaan masyarakat di
mulai dari Musrenbang Kelurahan, kemudian Musrenbang Kecamatan dan
akhirnya di tingkat Kabupaten/Kota. Dengan melakukan pendamping dalam
proses pemberdayaan masyarakat tahu bagaimana cara mengidentifikasi segala
kebutuhan mereka apakah dalam bidang ekonomi atau infrastruktur fisik dan
bagaimana memperjuangkan kebutuhan mereka agar bisa terealisasi oleh
pemerintah daerah.
Terbentuknya koperasi dan penguatan UMKM ditingkat kelurahan
diharapkan bisa berlanjut dan berkembang, bukan sekedar lembaga yang tidak
bertahan lama karena berorientasi proyek saja. Sehingga masyarakat benar-benar
terberdayakan secara ekonomi dan membangkitkan potensi yang ada dalam
masyarakat. Bila masyarakat bisa mandiri tentu semakin mensejahterakan
masyarakat itu sendiri bahkan bisa membuat maju daerah tersebut.
Perlu ada pengawasan dalam pelaksanaan hasil musrenbang oleh pemerintah
kota dibantu oleh masyarakat, agar pelaksanaan hasil musrenbang benar-benar
berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi masyarakat baik itu program fisik
maupun program non fisik.
DAFTAR PUSTAKA
———-. ―Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan”. http:// www.gexcess.com/id/pages/perubahan%11sosial.html [5 September 2009]
———-. Sosiologi Komunikasi. http://
agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perubahan-sosial/ [5 September
2009]
———-. Makalah Perubahan Sosial.
http://syair79.wordpress.com/2009/04/17/makalah-perubahan-sosial/ [5
September 2009]
Abidin, Said Zainal. 2002. ”Kebijakan Publik, Edisi Revisi”. Yayasan Pancur
Siwah. Jakarta.
Damayanti, Mia Nur. 1999. “Kajian Pelaksanaan Kemitraan Dalam
Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di Kabupaten
Kebume n Jawa Tengah dengan CV. Bimandiri”, IPB Press, Bogor.
Dankfsugiana. 2008. “Konsep Dasar Komunikasi Sosial dan Pembangunan”.
http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/04/22/konsep-dasar-komunikasisosial-dan-pembangunan/ [5 September 2009]
Danim, Sudarwan. 1997. ”Pengantar Studi Penelitian Kebijakan”. Bumi
Aksara. Jakarta.
44
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Dunn, William N. 1994. ”Pengantar Analisis Kebijakan Publik”. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hendropuspito. 1989. ―Sosiologi Sistematik”. Yogyakarta: Kanisius
Majchrzak, Ann. 1987. ”Methods for Policy Research”. Sage Publications
Becerly Hills London New Delhi. London.
Moeleong, Lexy J. 1990. ‖Metode Penelitian Kualitatif”, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Parson, Waine. 2005. ‖Public Policy, Pengantar Teori dan Praktek Analisis
Kebijakan”. Kencana. Jakarta.
Soekanto, S. 1982. ―Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: Grafindo.
Suharto, Edi. 2008. ―Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial, Edisi Revisi”. Alfabeta. Bandung
Tjiptoherijanto. Prijono, 2002. ―Dime nsi Kependudukan dalam Pembangunan
Berkelanjutan” Seminar Sehari ―Kependudukan dan pembangunan
Berkelanjutan‖. Universitas Indonesia,
45
Download