BERITA TERKINI Panduan Pencegahan, Screening, dan Penanganan Toksoplasmosis pada Ibu Hamil S alah satu konsekuensi mayor infeksi Toxoplasma gondii pada ibu hamil adalah transmisi vertikal ke janin. Sekalipun jarang, toksoplasmosis kongenital dapat menyebabkan penyakit neurologis atau okuler yang berat (menyebabkan kebutaan), demikian juga anomali jantung dan otak besar. Perawatan prenatal harus mencakup edukasi mengenai pencegahan toksoplasmosis. Dalam guideline ini, terdapat 13 rekomendasi yang harus dan yang tidak boleh dilakukan dalam pencegahan, screening, dan penanganan toxoplasmosis pada kehamilan: 1. Screening universal rutin sebaiknya tidak dilakukan pada ibu hamil dengan risiko rendah. Screening serologik diberikan hanya untuk ibu hamil yang dipertimbangkan berisiko terhadap infeksi primer Toxoplasma gondii. 2. Dugaan infeksi baru pada ibu hamil harus dikonfirmasi (menggunakan tes sampel di laboratorium rujukan toksoplasmosis, menggunakan tes yang seakurat mungkin dan dapat diinterpretasi dengan benar) sebelum melakukan intervensi. 3. Jika diduga terjadi infeksi akut, tes berulang harus dilakukan dalam waktu 2-3 minggu, dan pertimbangkan untuk segera memberikan spiramycin, tanpa menunggu hasil tes berulang. 4. Amniocentesis sebaiknya dilakukan untuk mengidentifikasi Toxoplasma gondii dalam cairan ketuban menggunakan polymerase chain reaction jika (a) didagnosis sebagai infeksi primer pada ibu, (b) tes serologi tidak dapat mengonfirmasi atau mengeksklusi infeksi akut, (c) terdapat temuan ultrasound yang abnormal (kalsifikasi intrakranial, mikrosefali, hidrosefalus, asites, hepatosplenomegali, atau hambatan pertumbuhan intrauteri yang berat). 5. Amniocentesis sebaiknya tidak digunakan untuk identifikasi Toxoplasma gondii pada usia kehamilan kurang dari 18 minggu atau untuk menurunkan kejadian hasil tes negatif palsu. Sebaiknya dilakukan tidak kurang dari 4 minggu setelah diduga terjadi infeksi akut. 6. Ibu hamil dengan temuan ultrasound yang konsisten dengan kemungkinan infeksi TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes, dan lainnya), termasuk, tetapi tidak hanya terbatas pada kalsifikasi intrakranial, mikrosefali, hidrosefalus, asites, hepatosplenomegali, atau hambatan pertumbuhan intrauterin yang berat harus dicurigai mungkin terinfeksi Toxoplasma gondii dan discreening. 7. Setiap kasus ibu hamil diduga mengalami infeksi akut Toxoplasma gondii yang didapat selama periode kehamilan harus didiskusikan dengan ahli penanganan toksoplasmosis. 8. Jika infeksi maternal telah dikonfirmasi, tetapi janin belum diketahui apakah sudah terinfeksi atau belum, spiramycin harus diberikan sebagai profilaksis janin (untuk mencegah penyebaran organisme dari ibu ke janin melalui plasenta). 9. Kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan asam folat sebaiknya diberikan sebagai terapi ibu jika infeksi pada janin telah dikonfirmasi atau diduga kuat (umumnya hasil tes polymerase chain reaction cairan ketuban yang positif ). 10. Perawatan anti-toksoplasma pada ibu hamil yang imunokompeten dengan riwayat infeksi Toxoplasma gondii tidak perlu dilakukan. 11. Ibu hamil dengan gangguan sistem imun atau HIV positif harus discreen karena risiko reaktivasi dan ensefalitis toksoplasmosis. 12. Wanita tidak hamil yang didiagnosis dengan infeksi Toxoplasma gondii akut harus dikonseling agar menunggu 6 bulan sebelum mencoba hamil. Setiap kasus harus dipertimbangkan hati-hati dengan konsultasi ke ahlinya. 13. Informasi pencegahan infeksi Toxoplasma gondii pada kehamilan harus diberikan pada semua ibu hamil atau wanita yang merencanakan kehamilan. Simpulannya, Terdapat 13 poin rekomendasi untuk pencegahan, screening, dan penanganan toksoplasmosis. Spiramycin dapat dipertimbangkan jika terdapat dugaan infeksi Toxoplasma gondii akut. Spiramycin direkomendasikan sebagai terapi profilaksis untuk janin pada ibu hamil yang didiagnosis terinfeksi Toxoplasma. (AGN) REFERENSI: Paquet CP, Yudin MH. Toxoplasmosis in pregnancy: Prevention, screening, and treatment. J obstet Gynaecol Can 2013;35(1):78-9. CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013 463