Indonesian Student Association in Malaysia PAKSI JURNAL Artikel Potensi penambahan threadfin bream (nemipterus japonicus) sebagai sumber protein di dalam formulasi makanan bayi segera Anna Permatasari*, Aminah Abdullah, Suriah Abdul Rahman, Wan Aida Wan Mustapha Pusat Pengajian Sains Kimia dan Teknologi Makanan, Fakulti Sains dan Teknologi, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 UKM Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia Abstrak Kajian ini telah dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penggunaan surimi, daging ikan beku sebagai sumber protein di dalam formulasi makanan bayi. Protein ikan dipilih sebagai bahan tambahan di dalam makanan bayi segera karena kandungan proteinnya yang mudah dicerna. Surimi yang digunakan dalam bentuk tepung surimi. Terdiri dari surimi tanpa krioprotektan dan surimi dengan penambahan krioprotektan, tepung daging ikan dan satu produk komersil digunakan sebagai kontrol. Hasil kajian menunjukkan bahwa tepung surimi berpotensi untuk digunakan sebagai bahan campuran di dalam makanan bayi segera. Kandungan protein makanan bayi segera berada dalam kisaran (15.60-19.06%), Kandungan air (0.28-0.49%), kandungan lemak (0.12-2.52) dan kandungan karbohidrat (77.11-80.06%). Kandungan sampel control mempunyai nilai yang paling rendah (0.10%) berbanding sampel hasil kajian (2.22-2.83). Hasil analisa karakteristik fisik pada semua sampel menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada indeks pengembang-an (p>0.05). Sementara itu, pada karakteristik fisik yang lain hampir semua sampel menunjukkan adanya perbedaan yang berarti pada p<0.05. © 2005 The Malaysia Indonesian Student Association. All rights reserved Katakunci: surimi; makanan bayi; krioprotektan, surimithreadfin. _____ * Corresponding author Indonesian Student Association in Malaysia Pengenalan Sepuluh tahun ke belakangan ini makanan bayi segera, baik dalam bentuk kering ataupun siap dihidangkan telah mengalami perkembangan yang pesat (Langen 2003). Diantara makanan bayi yang banyak dikeluarkan oleh produsen adalah makanan yang berdasarkan sereal (cereal) segera, jus buah, bubur yang berasal dari buah, sayuran, sereal dan daging.Sereal biasa diperkenalkan kepada bayi sebagai makanan yang pertama kali sebelum bayi menerima makanan dari jenis yang lain karena lebih mudah dicerna. (Emenheiser 2003). Secara tradisionalnya makanan diberikan kepada bayi untuk memenuhi keperluan zat gizi dan perkembangan badannya. Ibu memerlukan panduan yang cukup untuk dapat peng-kombinasikan makanan bayi dari bahan-bahan setempat (Husaini dan Karyadi 1990). Penyediaan makanan bayi, bagaimanapun memerlukan aspek-aspek tertentu sehingga makanan terlihat menarik, seperti menyediakan makanan dengan warna-warna dan tekstur yang berbeda setiap hari (Reidy 2003). Makanan bayi dalam bentuk kering di pasaran secara asalnya meliputi makanan bayi yang dapat ditambahkan susu ataupun air sehingga menjadi seperti bubur. Makanan lain yang dapat dimakan dalam bentuk kering, seperti biskuit bayi. Kebanyakan produk-produk di Negara lain juga telah mengeluarkan makanan bayi seperti makanan orang dewasa tetapi diciptakan khusus untuk bayi, seperti pasta, sayuran kering (dehydrated), dan daging (Paine 1998). Sebagai bahan tambahan di dalam makanan, ikan sebagai sumber protein mempunyai kelebihan. Diantaranya kandungan protein ikan mudah dicerna bayi, harga cukup murah berbanding sumber protein daging , mudah didapat dan mudah dikombinasikan di dalam makanan, serta rasanya cukup sedap apabila diolah dengan betul. Surimi adalah istilah dalam bahasa Jepang yang telah dikenal lama dan digunakan untuk menjelaskan proses pemisahan secara mekanik daging ikan tanpa tulang yang dilakukan melalui proses pencucian dan pencampuran dengan krioprotektan untuk meningkatkan kualitas semasa penyimpanan (Lee et al 1984). 99 Bahan-bahan dan metodologi Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam kajian ini adalah beras, wortel, daun saledri, vitamin dan tepung surimi (Tabel 1.) Surimi Threadfin bream (Nemipterus japonicus) dalam bentuk blok, 10 kg yang mengandung 3.5% sorbitol dan 0.15% polifosfat dan surimi tanpa krioprotektan diperoleh dari produsen setempat, QL Food Sdn. Bhd. Perak. Pmprosesan tepung surimi Surimi sejuk-beku diiris tipis memanjang 2 cm, lebar 1 cm dan tebal 0.5 cm. Cara pengeringan yang dilakukan, yaitu pengeringan oven (Memmert, Schwabah, German) pada suhu 60oC selama 24 jam. Surimi yang telah kering kemudiannya dikisar dengan pengisar (Waring, New Harford, Connecticut) dan diayak menggunakan pengayak No. 40 (Fisher Scientific, Pittsburgh). Tepung yang dihasilkan disimpan dalam tempat kedap udara dan di simpan pada suhu 4oC. Bahan-bahan lainnya diperolehi dari pasar raya setempat. Pemprosesan tepung ikan Tepung ikan diperoleh dari ikan kerisi segar yang telah dibersihkan, dibuang kepala, kulit dan tulang dan bagian dalam ikan. Pengeringan yang dilakukan, yaitu pengeringan oven (Memmert, Schwabah, German) pada suhu 60oC selama 24 jam dan diayak menggunakan pengayak No. 40 (Fisher Scientific, Pittsburgh). Tepung ikan yang diperoleh disimpan dalam tempat kedap udara dan disimpan pada suhu 4oC. Bahan-bahan lain dan kaedah yang digunakan adalah merujuk pada kajian yang dilakukan oleh Martinez et al (1998), dengan sedikit pengubah-suaian yang dilakukan peringkat awal kajian. Setiap sampel menggunakan penambahan sumber protein hewan sebanyak 12% yang berasal dari tepung surimi pengeringan oven (SO), tepung surimi tanpa krioprotektan pengeringan oven (SWO), dan tepung ikan dengan pengeringan oven (KO). Sebuah merk makanan nayi kering (segera) komersial telah digunakan dalam kajian ini sebagai Indonesian Student Association in Malaysia 100 control (C ). Bahan-bahan lain yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Formulasi makanan bayi. Bahan-bahan Berat (g) Beras (Oriza sativa) Bahan ikan (tepung)a Tepung wortel (Daucus carota) Daun seledri (Apium graveolens) Multivitamin Air 85 12 a 5 5 2 Sehingga berat keseluruhan 650 g 3 jenis tepung ikan yang digunakan: tepung surimi dengan krioprotektan, tepung surimi tanpa krioprotektan dan tepung ikan segar. Bubur diratakan sehingga mempunyai ketebalan 0.5 cm dan di sealkan. Sampel kemudiannya dibekukan dalam freezer selama sehari semalam. Setelah beku, plastik sampel dibuka dan diletakkan di atas nampan pengering sejuk-beku (Labconco, Kansas City, Missouri) pada suhu kondensor -50oC dan suhu sampel -18oC. Sampel yang telah kering kemudiannya di hancurkan dengan pengisar ( Waring, New Harford, Connecticut). Metoda analisa Komposisi proksimat Analisa proksimat yang dilakukan dalam kajian ini yaitu penentuan kandungan air, protein, lemak dan abu mengikut kaedah AOAC (1990). Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara jumlah kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100. Pemprosesan tepung wortel Densitas Wortel yang digunakan dalam kajian ini diperolehi daripada pasaraya tempatan.Wortel m dikupas dan dibersihkan. Setelah dicuci, wortel dipotong dadu lebih kurang 0.25 cm. Wortel kemudiannya di blansir air suam bersuhu 75oC selama 10 minit. Kemudian wortel tadi ditapis untuk mengurangi air dan diratakan di atas dulang untuk dikeringkan di dalam pengering oven (Memmert, Schwabach, German) pada suhu 70oC. Sampel diaduk setiap 3 jam sekali bagi memastikan pengeringan merata. Pengeringan dilakukan sehari semalam. Penentuan densitas dilakukan mengikut kaedah Venugopal et al. (1996). Gelas ukur 25 ml diletakkan di atas penimbang. Sampel dimasukkan ke dalam kelalang secara berhati-hati sehingga 10 ml. Densitas merupakan jumlah (g) sampel yang dapat dimasukkan setiap 10 ml. Metode pemasakan makanan bayi kering Formulasi yang digunakan dalam Jadual 1. merupakan formulasi yang diperolehi setelah melakukan prapercobaan. Semua bahan dicampurkan menjadi satu dan ditambahkan air seperti yang telah ditentukan. Sisihkan 50 ml air untuk melarutkan campuran vitamin-mineral. Bahan dimasak dengan api kecil pada suhu 100oC selama 15 minit. Setelah bubur hampir masak masukkan campuran vitamin-mineral. Bubur yang telah masak disejukkan pada suhu bilik selama 5 minit. Kemudian dimasukkan ke dalam plastic HDPE. Viskositas Penentuan viskositas dengan merujuk Marero et al (1988). Sampel sebanyak 20 g ditambahkan air panas 100oC 100 ml, dicampurkan dalam gelas beaker dan diaduk. Sampel dibiarkan selama 15 menit dan diaduk sesekali. Sampel kemudiannya di panaskan dalam penangas air dengan mengontrol suhu 40oC. Setelah itu sampel diukur kelekatannya dengan menggunakan alat viscometer (a Brokfield Visco-meter) pada suhu 40oC. Indeks pengembangan Indeks pengembangan merujuk kaedah Tudorica et al (2002). Sampel sebanyak 1 g di larutkan dalam 1 ml air. Kemudiannya dikeringkan dalam oven (Memmert, Schwabach, German) sehingga beratnya konstan pada suhu 105oC. Indonesian Student Association in Malaysia Perhitungan: Berat sampel yang telah ditambahkan air – berat sampel sesudah pengeringan dibagi dengan berat sampel. 101 dengan makanan bayi kering dengan penambahan SWO. Warna Penentuan warna dilakukan dengan menggunakan alat pengukur warna colormeter (Minolta CR-300, Jepun). Colormeter distandarkan dengan standar plat putih pada nilai Y, X dan Y adalah 92.4; 0.3134 dan 0.3198 sebelum digunakan. Sampel dimasukkan dalam botol dan diratakan dengan plat kaca. Pengesanan warna diletakkan di atas sampel dan warna diukur. Nilai-nilai L (kecerahan), a (kemerahan) dan b (kekuningan) dicatat. Rekabentuk eksperimen Rekabentuk faktorial berganda digunakan untuk menganalisa data kandungandan karakteristik fisik makanan bayi kering yang dihasilkan. Faktor tersebut adalah kandungan krioprotektan dalam surimi (ada penambahan krioprotektan dan tidak ada penambahan kriprotektan) serta sumber ikan yang digunakan (ikan segar dan ikan dalam produk komersial). Analisa data Data dianalisa dengan menggunakan komputer dengan program system analisa statistic (SAS 6.12, 1997). Ujian Duncan digunakan untuk menentukan sampel mana yang berarti, apabila terdapat perbedaan yang berarti pada (p<0.05) Hasil dan pembahasan Tabel 1. menunjukkan hasil analisa yang telah dijalankan. Kandungan sampel C (0.28%) menunjukkan kandungan air yang rendah. Kandungan air yang rendah menunjukkan proses pengeringan dalam pemprosesan makanan bayi kering itu baik. Penggunaan KO dalam pemprosesan makanan bayi kering menunjukkan kandungan air yang agak tinggi (0.49%) dan menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti Table 2. Komposisi proksimat makanan bayi kering.* Sampel Air Lemak Abu 0.33b Protein 15.60c SO 0.80b 2.83 SWO 0.40a 19.07a 0.30c 2.77 b 77.25c KO 0.49a 19.06a 0.12d 2.22 C 0.28c 17.79b 2.52a 0.10 d 79.30b a c Karbohidrat 80.06a 77.11c *Nilai yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada (p>0.05). Kandungan protein sampel secara umumnya cukup tinggi. Berada dalam kisaran 15.60-17.70%). Bagaimanapun, kandungan protein sampel makanan bayi segera dengan penambahan SWO (19.07%) dan KO (19.06%) menunjukkan nilai yang lebih tinggi berbanding dengan produk kontrol. Kedua sampel juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada p>0.05. Kandungan lemak sampel, secara umumnya menunjukkan nilai yang lebih rendah berbanding dengan sampel control ada penambahan susu. Manakala sampel lainnya tidaksample control. Hal ini dikarenakan mengandung susu. Selain itu, sumber ikan yang berupa tepung surimi telah mengalami pencucian sebanyak 3 kali selama pemprosesan dengan per-bandingan air 1:5 sehingga terbuang darah, enzim, protein sarkoplasma dan juga lemah (Toyoda et al 1992). Bagaimanapun, lemak yang diperlukan bayi harus diperoleh dari sumber makanan lain untuk memenuhi keperluan bayi. Seperti dari susu ibu ataupun susu tepung lainnya (Gutrie dan Picciano 1995; Paine 2000). Indonesian Student Association in Malaysia 102 Table 3. Karakteristik fisik makanan bayi kering.* Sampel SO SWO KO C Densitas (g/10 ml) 3.96b 3.86c 3.76d 4.23a Viscositas (cps) 2.26b 2.08c 2.33b 4.10a Indeks Pengembangan 1.04a 1.02a 1.01a 1.02a Kecerahan (L) 62.53b 59.94c 61.10b 67.71a Kemerahan (a) 1.65b 2.55b 6.29a -1.27c Kekuningan (b) 12.67b 13.29b 18.69a 8.40c * Nilai yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada (p>0.05). Kandungan abu sampel makanan segera dengan penambahan SO (80.06) menunjukkan nilai yang lebih tinggi berbanding dengan sampel control. Hal ini menunjukkan cukup tingginya kandungan karbohidrat sampel. Kandungan karbohidrat sampel dengan penambahan SO diperolehi karena adanya penambahan kriprotektan dalam surimi berupa sorbitol dan polifosfat (Nurul Huda 2000; Anna Permatasari 2002). Bagaimanapun kandungan makanan bayi segera dengan penambahan SWO (77.25%) dan KO (77.11%) lebih rendah dari sampel kontrol (79.30%). Tabel 2. menunjukkan hasil dari karakteristik fisik makanan bayi kering. Densitas sampel dari makanan bayi kontrol menunjukkan nilai yang lebih tinggi (4.23 g/10 ml) berbanding dengan semua sampel yang berada dalam kisaran (3.76-3.96 g/10 ml). Hal ini menunjukkan densitas makanan bayi kontrol lebih padat. Sehingga lebih pekat apabila ditambahkan air dengan jumlah yang sama untuk sampel lainnya. Bagaimanapun, keseluruhan sampel menunjukkan perbedaan yang berarti pada (p<0.05). Densitas juga berhubungan dengan analisa viskositas yang telah dilakukan. Sampel kontrol yang mempunyai nilai densitas tinggi akan memperoleh nilai viskositas yang tinggi pula (4.10 Tabel 2. menunjukkan hasil dari karakteristik fisik makanan bayi kering. Densitas sampel dari makanan bayi kontrol menunjukkan nilai yang lebih tinggi (4.23 g/10 ml) berbanding dengan semua sampel yang berada dalam kisaran (3.76-3.96 g/10 ml). Hal ini menunjukkan densitas makanan bayi kontrol lebih padat. Sehingga lebih pekat apabila ditambahkan air dengan jumlah yang sama untuk cps). Manakala sampel lainnya agak rendah, dalam kisaran (2.08-2.33 cps). Indeks pengembangan untuk semua sampel menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada p>0.05. Sehingga boleh dikatakan bahwa sampel dari hasil kajian mempunyai nilai yang sama dengan sampel kontrol. Analisa warna telah dilakukan dengan melihat faktor-fektor kecerahan (L), kemerahan (a) dan kekuningan (b) pada sampel. Warna memegang peranan penting. Kajian menunjukkan konsumen akan menolak suatu produk makanan bayi kering apabila produk tersebut berwarna gelap, hijau ataupun biru (Njoki dan Faller 2001). Kecerahan warna sampel kontrol (67.71)lebih tinggi berbanding sampel lain. Diikuti oleh SO (62.53) dan KO (61.10) dan keduanya menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada p>0.05. Kemerahan dan kekuningan sampel makanan bayi kering dengan penambahan SO dan SWO menunjukkan tidak ada perbedaan pada p>0.05. Sementara itu sampel control mempunyai nilai kemerahan dan kekuningan yang paling rendah (2.20 dan 8.40) secara berturut-turut. Kesimpulan Sampel makanan bayi kering dengan penambahan SWO menunjukkan nilai purata yang lebih mendekati sampel control. Selain itu SWO tidak ada penambahan krioprotektan sehingga tidak akan menyebabkan alergi kepada bayi. Sampel yang mengandung SWO berpotensi untuk digunakan sebagai sumber protein di dalam formulasi makanan bayi. Indonesian Student Association in Malaysia Daftar pustaka Emenhiser, CFormulation and Manufacturing of Infant Toddler Foods. Food Technology 57 (10) . (2003), 26-31. Gutrie, HA., dan Picciano, MF. Introduction To Solid Food di dlm Human Nutrition. Mosby. St. Louis. Amerika. (1995). Husaini dan Karyadi, D. Diservication Of Infants Food. Proceeding of The Fourth Asean Workshop on The Role of Food Habits In Food System Optimization. Asean Sub. Committee on protein. November 29- December 4 1982. Yogya Indonesia, 269-275. Langen, S. Baby Food Grows Up-Targetting Toddler and Greater Conveniece. Food Tech. 57 (10) , (2003), :32-34. 103 Martinez, I., Marina, S. Gaspar, R., dan Maria, JP. Content and In Vitro Availability of Fe, Zn, Mg, Ca, and P in Homogenised fish-based Weaning Food after Bone Addition. J. Food Chem. 63 (3) (1998), 299-305. Njoki, P. and Faller, JF. Development of an Extruded Plantain/ Corn/ Soy Weaning Food. International Journal of Food Scince and Technology 36 (2001), 415-423. Paine, H. 1998. Tempting Tiny Taste Buds. FIAI. 20 (4):30-36. Paine, H. 2000. Infants Food. FIAI. 15 (2):59-62. Reidy, K. Feeding Infant and Toddler, Food Technology (2003), 18-25.