KAJIAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL TERKAIT DENGAN KONDISI OSEANOGRAFI DI PERAIRAN KOTA MAKASSAR PADA MUSIM BARAT THE STUDY ON FISHING GROUND OF SMALL PELAGIC FISH IN RELATION TO OCEANOGRAPHIC CONDITION IN SPERMONDE WATERS AT WEST MONSOON 1), Abd. Rasyid J1), Nurjannah N1), A. Iqbal B1), Muh. Hatta1) Faculty of Marine Science and Fisheries, Hasanuddin University. Abstrak Ketersediaan ikan pada daerah penangkapan secara spasial dan temporal dipengaruhi oleh adanya pola angin monsun, yaitu angin monsun timur dan barat, serta peralihan antara kedua monsun tersebut yang berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun secara periodik. Pola penyebaran ikan pelagis kecil berdasarkan pola musim merupakan informasi utama untuk menentukan lokasi potensi penangkapan ikan pelagis berdasarkan perubahan kondisi oseanografi di perairan Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan tersedianya informasi tentang kondisi oseanografi terkait dengan zona potensial penangkapan ikan pelagis kecil pada musim barat di perairan Kota Makassar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Desember 2012. Pengambilan data lapangan selama 2 (dua) bulan, yaitu pada bulan September – Oktober 2012, selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan data citra akuisisi pada bulan Oktober 2011 - 2012 (2 tahun). Lokasi pengambilan data oseanografi dan data kegiatan penangkapan dilakukan pada daerah-daerah yang merupakan daerah penangkapan ikan pelagis di perairan Kota Makassar. Untuk melihat keterkaitan antara parameter oseanografi dengan lokasi penangkapan ikan pelagis kecil maka dianalisis data citra dan lapangan menggunakan bantuan dua metode analisis, yakni analisis statistik, dan analisis Polynomial. Kota Makassar selain memiliki wilayah daratan, juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Kecepatan arus optimal untuk ikan pelagis kecil 0,12 m/det, suhu 29,4 oC, dan salinitas 28,5o/oo. Konsentrasi klorofil-a sepanjang monsun mengindikasikan bahwa perairan Kota Makassar relatif subur. Peta prediksi zona potensial penangkapan ikan pelagis kecil di perairan Kota Makassar cenderung berpindah-pindah dan tidak permanen setiap waktu, pada musim barat berada di sekitar pulai Langkai dan Lanjukkang ke arah barat daya. Kata Kunci : ikan pelagis kecil, oseanografi, musim barat, daerah penangkapan Abstract Key words :small pelagic fish, oceanography,west monsoon, fishing ground I. PENDAHULUAN Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan guna memenuhi permintaan konsumen sebagai salah satu sumber makanan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Adanya permintaan menyebabkan terjadi siklus ekonomi dimana akan terjadi keuntungan dan kerugian, sehingga aktivitas penangkapan akan dilakukan dengan meningkatkan produksi untuk meraih keuntungan yang sebesarsebesarnya oleh pelaku usaha penangkapan ikan. Namun untuk meningkatkan produksi ikan dari kegiatan penangkapan sangat bergantung pada keadaan lokasi penangkapan, dimana lokasi penangkapan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Ketersediaan ikan pada daerah penangkapan secara spasial dan temporal dipengaruhi oleh adanya pola angin monsun, yaitu angin monsun timur dan barat, serta peralihan antara kedua monsun tersebut yang berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun secara periodik. Pola penyebaran ikan pelagis kecil berdasarkan pola musim merupakan informasi utama untuk menentukan lokasi potensi penangkapan ikan pelagis berdasarkan perubahan kondisi oseanografi di perairan Kota Makassar. Gambar 1. Gugusan Kepulauan Spermonde Kota Makassar selain memiliki wilayah daratan, juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau-pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari gugusan pulau-pulau Sangkarang, atau disebut juga pulau-pulau Pabbiring, atau lebih dikenal dengan nama kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-Lae, Pulau Lae-Lae kecil (gusung) dan Pulau Kayangan (terdekat). Kota Makassar adalah salah satu kawasan dari gugusan kepulauan Spermonde, merupakan daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang sangat potensial. Keberadaan daerah penangkapan ikan bersifat dinamis, karena secara alamiah ikan pelagis kecil selalu mencari habitat yang lebih sesuai. Ketersediaan ikan pada daerah penangkapan dipengaruhi oleh kondisi oseanografi dan meteorologi yang secara langsung akan mempengaruhi keberadaan ikan pada suatu wilayah untuk dimanfaatkan. Perubahan secara spasial dan temporal ini terhadap pola penyebaran sumberdaya ikan pada perairan tropis sangat dipengaruhi oleh adanya pola angin monsun, yaitu angin monsun timur dan barat, serta peralihan antara kedua monsun tersebut yang berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun secara periodik. Pola penyebaran ikan pelagis kecil adalah salah satu informasi yang dibutuhkan untuk menunjang kebijakan pemanfaatan ikan pelagis kecil di perairan kepulauan Spermonde. Pola penyebaran tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika massa air permukaan yang meliputi arus, klorofil-a, suhu, salinitas, dan kedalaman serta bagaimana hubungannya dengan penentuan waktu dan lokasi untuk memperoleh jumlah hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang menguntungkan dengan menggunakan alat tangkap purse seine dan Hand line. Tujuan penelitian ini adalah tersedianya informasi tentang kondisi oseanografi terkait dengan zona potensial penangkapan ikan pelagis kecil pada musim barat dan timur di perairan Kota Makassar. II. METODE PENELITIAN 1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Desember 2012. Pengambilan data lapangan selama 2 (dua) bulan, yaitu pada bulan September – Oktober 2012, selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan data citra data akuisisi pada bulan Oktober 2011 - 2012 (2 tahun). Lokasi pengambilan data oseanografi dan data kegiatan penangkapan dilakukan pada daerah-daerah yang merupakan daerah penangkapan (fishing ground) ikan pelagis di perairan Kota Makassar (Gambar 1), khususnya pada alat tangkap purse seine dan handline dengan mengikuti operasi penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan serta melakukan penangkapan sendiri untuk verifikasi data sebelumnya. 2. Metode Pelaksanaan Alat dan Bahan Pengambilan data lapangan menggunakan peralatan pendukung sampai pengolahan data seperti dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Peralatan yang digunakan No Peralatan Keterangan 1 Perahu motor Transportasi laut 2 GPS Garmin 12 XL Penentuan posisi 3 Current meter Pengukuran kecepatan arus 4 Layang-layang arus Indikator arah arus 5 Stopwatch Penghitungan waktu 6 Kompas Pengukuran arah 7 Fishfinder Garmin 120 Pengukuran kedalaman 8 Van Dorn Water Sampler Pengambilan sampel air 9 purse seine dan hand line Alat tangkap ikan pelagis 10 Water Quality Checker Pengukuran kualitas air 11 Hand anemometer Pengukuran kecepatan angin 12 Bendera Penentuan arah angin 13 Tool box Tempat peralatan 14 Peta lokasi Penentuan titik sampling 15 Kamera Pengambilan gambar 16 Komputer Pengolahan data dan penulisan 17 Printer Print out 18 Perangkat lunak (software) pengolahan citra dan hasil penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data citra satelit untuk parameter suhu permukaan laut dan klorofil-a data kondisi oseanografi yang diukur secara langsung di lapangan. Selain itu dilakukan juga wawancara langsung dengan nelayan. Sedangkan data sekunder meliputi data statistik perikanan tangkap, Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), Skala 1:50.000 Kotamadya Makassar, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 Kotamadya Makassar, dan peta administrasi Kotamadya Makassar. Pelaksanaan Penelitian Data fisik oseanografi ini dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan massa air laut di perairan Kota Makassar yang merupakan bagian dari Selat Makassar. Data suhu permukaan laut dari satelit AQUA MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang digunakan merupakan data mingguan dari Oktober 2011-Oktober 2012. Data citra suhu permukaan laut dimaksudkan untuk mengamati dinamika oseanografi dalam jangkauan yang luas pada perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Suhu dan salinitas juga diukur secara in situ untuk validasi data citra satelit. Pola arus dibutuhkan untuk mengetahui sebaran aliran massa air yang mempengaruhi distribusi parameter oseanografi lainnya, sehingga dinamika oseanografi yang terjadi di perairan Kota Makassar pada setiap monsun dapat dipetakan. Pengukuran secara langsung di lapangan dilakukan untuk mendapatkan data arus permukaan dengan menggunakan current meter dan layang-layang arus yang selanjutnya diolah dengan menggunakan Surface Modelling System (SMS). Data sekunder tentang pasang surut merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Hal ini berkaitan untuk mengetahui tipe pasang surut pada daerah penelitian dan juga untuk meramalkan pola pergerakan massa air dimasa akan datang dengan menggunakan software SMS. Data pasang surut yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika di Makassar (BMG). Selain data pasang surut, data arah dan kecepatan angin juga diambil dari stasiun maritim BMG Makassar. Klorofil-a merupakan parameter yang menunjukkan kesuburan perairan atau produktivitas perairan pada setiap monsun. Data citra klorofil-a hasil rekaman satelit AQUA MODIS yang diperoleh dari NASA Goddard Space Flight Cente berupa data mingguan Oktober 2011-Oktober 2012. Data citra yang akan diamati adalah yang dapat mewakili monsun, sehingga kondisi produktivitas perairan pada berbagai wilayah perairan dapat diketahui Penelitian selanjutnya bertujuan untuk mengkaji pola operasi penangkapan ikan pelagis kecil. Data yang dibutuhkan dan teknik perolehan data dalam kajian ini adalah sebagai berikut : 1) Jumlah trip penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine Data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap nelayan yang mengoperasikan jenis alat tangkap yang tujuan utama penangkapan adalah jenis ikan pelagis kecil. Jenis alat tangkap yang akan diamati di batasi hanya pada jenis alat tangkap purse seine. Jumlah trip penangkapan berdasarkan monsun penangkapan pada setiap daerah amatan. 2) Posisi geografi lokasi penangkapan ikan pelagis berdasarkan monsun Data yang diperoleh akan dibedakan berdasarkan musim penangkapan guna mendapatkan gambaran dinamika penangkapan ikan pada setiap wilayah perairan. Analisis data Parameter oseanografi Sebaran parameter arus, suhu, salinitas, klorofil-a, dan kedalaman yang merupakan data dari citra satelit dan lapangan digambarkan secara mendatar, dengan menggunakan alat bantu perangkat lunak Surfer v 10.0 berdasarkan sebaran pada setiap monsun. Sedangkan untuk membuat prediksi pola pergerakan massa air digunakan program Surface Modelling System v. 8.1. Pemodelan Hidrodinamika dengan Modul RMA-2 Tujuan simulasi hidrodinamika ini adalah untuk mendapatkan besaran kecepatan dan arah arus. Pemodelan arus yang digunakan adalah dengan model numerik RMA2. RMA2 adalah sebuah modul dari SMS berupa model numerik elemen hingga (finite element) yang diintegralkan dalam arah vertikal (kedalaman perairan dapat dianggap konstan relatif terhadap dimensi horisontalnya), sehingga dapat dianggap sebagai masalah dua dimensi (2-D). Keutamaan dari modul RMA2 adalah mampu menghitung perubahan elevasi permukaan (fluktuasi pasut) perairan dan komponen kecepatan arus horisontal untuk aliran permukaan bebas sub-kritis dalam medan aliran 2-dimensi. Pada dasarnya RMA2 menyelesaikan masalah aliran turbulen persamaan Reynolds yang diturunkan dari persamaan Navier-Stokes. Pengaruh kekasaran diperhitungkan dengan koefisien Manning atau Chezy, Sebagai persamaan pengatur, RMA2 menggunakan persamaan konservasi massa dan momentum yang diintegrasikan terhadap kedalaman. Persamaan massa : u v h h h h u v 0 t x y x y Persamaan momentum : Dalam arah x; u u u h 2 u 2u gun 2 h h hu hv E xx 2 E xy 2 gh 2 t x y p x y x x 1.486h1 6 12 u 2 v 2 Va2 cos 2hv sin 0 Dalam arah y; h v v v h 2 v 2v gun 2 h hu hv E yx 2 E yy 2 gh t x y p x y y y 1.486h1 6 12 u 2 v 2 Va2 sin 2hv sin 0 dengan : h = kedalaman perairan t = waktu u,v = komponen kecepatan dalam arah x dan y p = kerapatan fluida g = percepatan gravitasi E = koefisien kekentalan turbulen, xx, dalam arah normal terhadap bidang x yy, dalam arah normal terhadap bidang y xy dan yx, masing-masing berimpit dengan bidang x dan y a = elevasi dasar perairan 2 n V = koefisieri kekasaran Manning = koefislen tegangan geser angin empiris = kecepatan angin = arah angin = kecepatan rotasi bumi = posisi lintang geografis Persarnaan konservasi massa dan momentum tersebut di atas diselesaikan dengan metode elemen hingga dengan mengunakan Metode sisa berbobot (weighted residuals) Galerkin. Selanjutnya untuk melihat keterkaitan antara parameter oseanografi dengan lokasi penangkapan ikan pelagis kecil maka dianalisis data citra dan lapangan menggunakan bantuan dua metode analisis, yakni analisis statistik (program analisis data SPSS 11.8 dan microsoft exel), dan analisis Polynomial. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Kota Makassar selain memiliki wilayah daratan, juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau-pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari gugusan pulau-pulau Sangkarang, atau disebut juga pulau-pulau Pabbiring, atau lebih dikenal dengan nama kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-Lae, Pulau Lae-Lae kecil (gusung) dan Pulau Kayangan (terdekat). Pulau Lanjukang atau disebut juga Pulau Lanyukang atau Pulau Laccukang, merupakan pulau terluar yang berjarak 40,17 km dari Kota Makassar, termasuk Kelurahan Barrang Caddi Kecamatan Ujung Tanah. Untuk menuju pulau ini dari Kota Makassar, belum ada transportasi regular, kecuali menggunakan perahu carteran (sekoci) dengan mesin 40 PK. Bentuk pulau ini memanjang barat daya-timur laut dengan luas mencapai 6,3 ha. Pulau Langkai berjarak 35,8 km dari Kota Makassar dan merupakan salah satu dari tiga pulau terluar Makassar dan termasuk Kelurahan Barrang Caddi, Kecamatan Ujung Tanah. Posisi pulau ini berada 3,3 mil di selatan Pulau Lanjukang, dengan luas mencapai 26,7 ha lebih. Pulau ini juga belum memiliki transport regular, sehingga dapat dicapai dengan menggunakan perahu carteran. Pulau Lumu-Lumu berjarak 27,54 km dari Kota Makassar, termasuk Kelurahan Barrang Caddi, Kecamatan Ujung Tanah. Posisi pulau ini berada di sebelah timur Pulau Lanjukkang, dan merupakan pulau terdekat dari tiga pulau terluar Kota Makassar. Pulau ini juga belum memiliki transport regular, sehingga dapat dicapai dengan menggunakan perahu carteran. Pulau Bonetambung berbentuk bulat, dengan luas 5 ha atau berjarak 17,87 km dari Kota Makassar. Posisinya berada di sebelah timur Pulau Langkai. Perairan sebelah utara dan timur merupakan alur pelayaran pelabuhan, dengan kedalaman lebih dari 40 m (± 900 m dari pantai), perairan sebelah barat terdapat rataan terumbu karang, pada bagian luar (0,5 mil) mempunyai kedalaman lebih besar dari 20 m, dan pada sebelah barat daya terdapat daerah yang sangat dangkal (0,5 mil) dengan kedalaman kurang dari 5 m. Pulau ini juga belum memiliki transport regular, sehingga dapat dicapai dengan menggunakan perahu carteran. Secara administrasi Pulau Kodingareng termasuk dalam kelurahan Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar yang terletak paling selatan dari kumpulan pulau-pulau kecil Makassar, dan berjarak 15,05 km dari Kota Makassar. Bentuknya relative memanjang utara – selatan, pada sisi selatan terdapat dataran yang memanjang menjorok keluar (spit), pulau ini memiliki luas 14 Ha. Untuk menuju pulau ini, terdapat alat transportasi regular serta sekoci carteran. Perairan sebelah timur, utara, dan selatan memiliki kedalaman diatas 20 m pada jarak antara ± 0,2 mil, sedangkan perairan disebelah barat pada jarak ± 0,5 mil dari pantai mempunyai kedalaman 20 m. Pulau Kodingareng Keke terletak di sebelah utara Pulau Kodingareng Lompo yang berjarak 13,48 km dari Kota Makassar. Bentuk pulau memanjang timur laut-barat daya dengan luas ± 1 Ha. Pulau ini termasuk pulau yang tidak berpenghuni. Pada saat pasang terendah terdapat dataran yang cukup luas, khususnya perairan pada sebelah barat. Kedalaman perairan lebih dari 20 m. Perairan sebelah barat laut hingga jarak 1,5 mil dari pulau, merupakan daerah yang cukup luas dengan kedalaman kurang dari 5 m, sedangkan perairan sebelah timur dan selatan merupakan alur pelayaran masuk dan keluar dari pelabuhan Samudera Makassar. Pulau Barrang Lompo secara administrative termasuk wilayah Kecamatan Ujung Tanah, dan berada disebelah utara Pulau Barrang Caddi yang berjarak 12,77 km dari Kota Makassar. Pulau berbentuk bulat dengan luas 19,23 Ha. Kedalaman perairannya di sisi timur dan barat, relatif dalam atau besar dari 20 m untuk jarak 0,5 mil dari pantai, sehingga wilayah ini dijadikan sebagai alur pelayaran kapal keluar dan masuk pelabuhan Makassar. Sedangkan perairan bagian utaranya, untuk jaraka kurang dari 0,5 mil dari pulau, kedalaman perairan sudah di atas 20 m. Posisi pulau Barrang Caddi berada di sebelah barat laut Pulau Samalona, berbentuk memanjang timur laut – barat daya dengan luas mencapai 4 Ha, termasuk wilayah kecamatan Ujung Tanah. Pulau berjarak 11,15 km dari Kota Makassar dan termasuk pulau yang padat penduduknya. Mayoritas penduduknya sebagai nelayan tradisional, hal ini terlihat dari peralatan yang mereka gunakan, yaitu bubu, pancing, purses seine (rengge), dan lepa-lepa. Kedalaman perairan pulau ini berkisar dari 25 m, sehingga menjadi bagian dari alur pelayaran dari dan keluar Pelabuhan Soekarno-Hatta. Pulau Samalona secara administratif termasuk kelurahan Mariso, kecamatan Mariso yang berjarak 6,8 km dari Kota Makassar. Perairan sisi selatan, timur, utara, dan barat hingga mencapai 10 m. Pulau Kayangan merupakan pulau karang yang paling dekat Pelabuhan Soekarno-Hatta, berbentuk bulat, berpasir putih, tidak berpenghuni, dengan luas mencapai lebih 1 ha termasuk dalam wilayah Kelurahan Bulo Gading Kecamatan Ujungpandang. Berjarak 0,8 km dari Pelabuhan Soekarno Hatta. Pulau Lae-Lae terbangun di atas sebuah gosong berjarak 1,2 km depan pantai Makassar. Pulau Lae-lae termasuk Kelurahan Lae-Lae Kecamatan Biringkanaya. Pulau ini berbentuk persegi empat dan terdapat bangunan penghalang gelombang yang memanjang relatif utara – selatan pada sisi barat pulau. Perairan sekitar Lae-Lae relatif dangkal, atau mempunyai kedalaman kurang 7,5 m, kecuali pada bangunan pemecah gelombang di sisi timur laut dengan kedalaman perairan hingga mencapai 9 m. Pulau Lae-Lae Kecil dikenal dengan nama Pulau Gusung oleh masyarakat Kota Makassar. Berjarak kurang dari 1,6 kmdari Kota Makassar dengan luas 2 Ha dan berbentuk memanjang utara – selatan. Parameter oseanografi mempunyai peran sangat penting dalam mempelajari distribusi dan kelimpahan sumberdaya ikan. Faktor oseanografi yang diduga memiliki kontribusi dalam menjelaskan variasi hasil tangkapan di perairan Kota Makassar antara lain suhu, salinitas, kecepatan arus, kedalaman perairan, dan densitas Klorofil-a. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Zainuddin dkk., 2008), kelima faktor tersebut berperan secara signifikan dalam menentukan daerah penangkapan ikan yang potensial di lokasi penelitian perairan Kota Makassar. Pada dasarnya berdasarkan hasil penelitian ini, ikan pelagis kecil memiliki kemampuan terbatas dalam mentoleransi kecepatan arus, suhu, dan salinitas. Hasil analisis trendline polinomial hasil tangkapan terhadap masing-masing variabel oseanografi diperoleh nilai optimal kecepatan arus 0.12 met/det, suhu 29.4oC, dan salinitas 28.5o/oo. Dengan demikian, ketika kondisi kecepatan arus belum melewati batas optimal maka hasil tangkapan cenderung meningkat, tetapi ketika melewati batas maka hasil tangkapan cenderung menurun. Demikian pula dengan suhu dan salinitas. Peran faktor oseanografi terhadap ikan pelagis kecil adalah sebagai gambaran kondisi lingkungan yang disukai oleh ikan pelagis kecil, dan dapat menjadi acuan lokasi penangkapan potensial. Apabila memperhitungkan faktorfaktor lainnya, seperti waktu pemijahan, pola migrasi, pencemaran, faktor teknis yang berhubungan alat tangkap yang tidak menjadi bagian penelitian ini memungkinkan prediksi hasil tangkapan lebih teliti dan waktu penangkapan yang dapat dilakukan sehingga memberikan hasil lebih optimal. Keberadaan ikan pada suatu perairan daerah tropis berhubungan dengan variasi monsun dari lingkungan laut. Pengaruh variasi monsun, panjang siang hari dan suhu perairan daerah tropis tidak terlalu berpengaruh dibandingkan daerah temperate. Pada daerah tropis variasi monsun angin dan curah hujan yang lebih berpengaruh terhadap ekosistim laut, dimana variasi monsun akan mempengaruhi ketersediaan jumlah dan jenis makanan yang berdampak langsung terhadap keberadaan ikan di ekosistim laut tropis. Respon sumberdaya ikan terhadap perubahan lingkungan terjadi karena setiap spesies memiliki kebutuhan minimum terhadap berbagai unsur. Apabila terdapat unsur lingkungan yang berkurang, misalnya suhu di bawah kebutuhan spesies, maka spesies akan menghilang (Nybakken 1992). Sumberdaya ikan ekonomis penting tidak akan selalu berada pada keseluruhan wilayah laut walaupun suhu dan faktor lainnya sesuai dengan kebutuhan. Hasil analisis menunjukkan bahwa respon ikan pelagis kecil terhadap parameter oseanografi berbeda. Respon yang berbeda terhadap perubahan kondisi oseanografi mengindikasikan bahwa ikan pelagis kecil memiliki toleransi yang berbeda terhadap berbagai parameter oseanografi. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai kebutuhan dalam beraktivitas, misalnya mencari makanan, karena ikan pelagis kecil dalam setiap aktivitas membutuhkan kondisi oseanografi yang berbeda, baik berdasarkan jenis ikan maupun ukuran ikan. Ketersediaan ikan pada suatu wilayah perairan berhubungan erat dengan kondisi lingkungannya. Perairan kepulauan Spermonde dengan tipikal perairan dangkal dan dekat daratan menyebabkan lingkungan perairan cenderung berfluktuatif, dimana keadaan ini berdampak terhadap distribusi ikan pelagis kecil. Respon ikan terhadap perubahan lingkungan untuk menyesuaikan peran fungsional dalam suatu ekosistim, jika tidak sesuai atau dapat menyesuaikan, maka ikan akan mencari habitat yang sesuai dengan kebutuhan atau peran fungsionalnya (Laevastu dan Hayes 1981). Respons ikan terhadap perubahan klorofil-a dapat dijelaskan, bahwa fluktuasi klorofil-a yang cenderung stabil, hal ini karena ketersediaan zat hara yang dibutuhkan fitoplankton selalu tersedia berdampak terhadap konsentrasi klorofil-a. Kondisi tersebut akan menyebabkan ikan merespons faktor lingkungan lainnya. Hal tersebut di duga karena ketersediaan klorofil-a yang stabil, sehingga tetap berada dalam batas toleransi, akibatnya ikan pelagis kecil akan cenderung merespons fluktuasi faktor oseanografi lainnya. Sebagaimana asas ekologi bahwa apabila unsur kebutuhan dibawah toleransi minimum suatu spesies, maka spesies tersebut akan menghindar (Nybakken, 1992). Bentuk hubungan antara kelimpahan ikan dengan fluktuasi kondisi oseanografi bersifat kompleks, karena perubahan tersebut terjadi sebagai akibat interaksi antara atmosfir dan lautan, selain itu keberadaan ikan pada suatu perairan juga merupakan sebab dari proses fisika-biologi, mortalitas dan pertumbuhan, serta proses tingkah laku ikan untuk mencari habitat yang sesuai (Jennings et al. 2001). Fluktuasi kelimpahan ikan di laut adalah fenomena umum, karena ikan cenderung berada atau terkonsentrasi pada kondisi lingkungan sesuai aktivitas, dimana faktor lingkungan ikan berkaitan dengan faktor biologi dan nonbiologi (Rounsefell 1975; Laevastu dan Hayes 1981; Nybakken 1992). Penentuan kelimpahan ikan digunakan data hasil tangkapan, karena unit penangkapan ikan akan beroperasi pada lokasi atau area dimana ikan terkonsentrasi. Informasi akan keberadaan ikan pelagis kecil di perairan kepulauan Spermonde sepanjang tahun dapat membantu bagi nelayan untuk melakukan penangkapan di lokasi tertentu. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memprediksi hasil tangkapan di perairan kepulauan Spermonde berdasarkan kondisi oseanografi. Hasil analisis citra suhu dan klorofil-a dengan satelit MODIS, serta prediksi pola arus sepanjang tahun untuk perairan kepulauan Spermonde merupakan parameter dalam prediksi jumlah hasil penangkapan, dengan menggunakan model polynomial. Musim Barat Berdasarkan ketersediaan data citra, penangkapan di perairan kepulauan Spermonde di monsun barat yang dapat diprediksi hanya di bulan Februari sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2. Februari Gambar 2. Zona Potensial Penangkapan Pada Bulan Februari Pada bulan Februari, prediksi tangkapan dominan berkisar 91 – 120 kg yang tersebar di laut lepas di sekitar Pulau Langkai dan Lanyukkang ke arah barat daya. Di perairan sekitar pulau – pulau Kota Makassar memiliki hasil tangkapan diprediksi sebanyak 31 – 60 ton. Musim Timur Prediksi penangkapan pada bulan Juni cenderung tinggi diatas 121 kg, Prediksi tersebar merata di perairan Pulau – Pulau Kota Makassar dengan pencapaian hasil tangkapan diprediksi mencapai 150 kg. Sementara di laut lepas bagian barat hingga selatan Pulau Langkai dan Pulau Kodingareng berpotensi penangkapan ikan dapat mencapai hasil maksimal yakni 180 kg. Juni Gambar 3. Zona Potensial Penangkapan Pada Bulan Juni Juli Gambar 4. Zona Potensial Penangkapan Pada Bulan Juli. Kawasan potensial penangkapan ikan, bergeser ke utara di perairan sekitar pulau – pulau bagian utara Kota Makassar dari Pulau Lumu Lumu hingga Pulau Lanyukkang dengan prediksi penangkapan mencapai 180 kg. Sementara di laut lepas, cenderung kurang potensial di sebelah barat daya Pulau Langkai hingga sebelah selatan Pulau Kodingareng. Agustus Gambar 5. Zona Potensial Penangkapan Pada Bulan Agustus Lokasi penangkapan potensial pada bulan Agustus cenderung tidak jauh berbeda dengan bulan Juli yakni di perairan pulau Lanyukkang hingga Pulau Lumu Lumu. Prediksi penangkapan berkisar 121 – 180 kg. Sementara di perairan sekitar pulau – pulau dari Barrang lompo, hingga Pulau Kodingareng, dan Pulau Lae Lae kurang berpotensi untuk operasi penangkapan ikan pelagis kecil. IV. KESIMPULAN 1. Kecepatan arus optimal untuk ikan pelagis kecil 0,12 m/det, suhu 29,4oC, dan salinitas 28,5o/oo. 2. Konsentrasi klorofil-a sepanjang monsun mengindikasikan bahwa perairan Kota Makassar relatif subur, terkecuali di bulan Juli yang memiliki konsentrasi dominan <0,1 mg/m3. 3. Peta prediksi zona potensial penangkapan ikan pelagis kecil di perairan Kota Makassar cenderung berpindah-pindah dan tidak permanen setiap waktu, pada musim barat berada di sekitar pulai Langkai dan Lanjukkang ke arah barat daya. DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin.S, Ahmad, dkk. 2004. Wisata Bahari di Kepulauan Spermonde Makassar. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Jakarta Amri K. 2008. Analisis Hubungan Kondisi Oseanografi dengan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 14 (1): 51-61. Amri K, Suwarso, Awwaludin. 2006. Kondisi Hidrologis dan Kaitannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Perairan Teluk Tomini. Jurnal Penelitian Perikan Indonesia 12 (3): 183-193. Jennings, S.K. 2001. Marine Fisheries Ecology. Oxford. Blackwell Science. 417pp. Laevastu, T and M.I. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Books Ltd. London. 238p. Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1972. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Penyunting : Susanto. Jogjakarta. Gadjah Mada University Press. 725 hal. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. 367 Hal. Nontji. A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press. Jakarta. 331 Hal. Nybakken, James., 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 549 hal Rasyid, A. 2013. Spermonde, Kondisi Oseanografi Versus Ikan Pelagis. Masagena Press. Makassar Rounsefel, G. A. 1975. Ecology Utilization and Management of Marine Fisheries. The Mosby Company Saint Louis. 516 p Santoso, S. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. 591 Hal. Soegiarto, A, dan S. Birowo. 1975. Atlas Oseanografi Perairan Indonesia dan Sekitarnya. Nomor 1.LON-LIPI. Jakarta. Sprintall, J., A.L. Gordon, R. Murtugudde, and R.D. Susanto.2000. A semiannual Indian Ocean forced Kelvin wave observed in the Indonesian seas in May 1997, Journal of Geophysical Research, 105 (C7), 17217-17230. Sprintall, J., S. Wijffels, A. L. Gordon, A. Ffield, R. Molcard, R. Dwi Susanto, I. Soesilo, J. Sopaheluwakan, Y. Surachman and H. Van Aken.2004. INSTANT: A new international array to measure the Indonesian Throughflow. EOS, 85(39):369. Sudirman dan A. Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Rieka Cipta. Jakarta. Susanto, R.D. and A. L. Gordon. 2005. Velocity and transport of the Makassar StraitThroughflow. Journal of Geophysical Research 110, Jan C01005, doi:10.1029/2004JC002425 Zainuddin, M, dkk.2008. Penentuan Daerah Penangkapan di Kabupaten Pangkep. Laporan Akhir. Tidak dipublikasikan.