View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan merupakan salah satu daerah di
pesisir pantai Barat Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah
1.112,29 km² dan terletak diantara 110° BT sampai 130° BT dan 4°, 40’ LS
sampai 8°,00’ LS, dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Barru

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Maros

Sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Bone

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar
Kecamatan Liukang Tupabbiring merupakan salah satu kecamatan yang
ada di Kab. Pangkep dengan luas wilayah 2.569,72 km2 dimana sebagian besar
wilayahnya berupa laut yaitu sekitar 2.560,72 dengan jumlah pulau 42 buah.
sehingga Kec. Liukang Tupabbiring ini sangat berpotensi untuk perikanan laut.
Hal ini bisa dilihat dari jumlah potensi penangkapan di laut pada tahun 2005
mencapai 2.462 ton (DKP Kab.Pangkep, 2007).
Sebagai wilayah yang memiliki 117 gugus pulau dengan 90 pulau yang
berpenghuni, maka Kab. Pangkep memiliki potensi perikanan yang sangat besar.
Sebagian besar masyarakat nelayan yang bermukim pada wilayah perairan
umumnya bekerja sebagai nelayan tradisional (DKP Kab.Pangkep, 2007).
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu spesies yang
mempunyai produksi cukup banyak di Kab. Pangkep. Berdasarkan data Dinas
Kelautan dan Perikanan Kab. Pangkep (2007) menunjukkan bahwa jumlah hasil
tangkapan ikan tembang di perairan Kab. Pangkep dari tahun 2003 hingga 2007
mengalami fluktuasi yang cenderung stabil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.
2
Gambar 1. Jumlah hasil tangkapan ikan tembang di Kabupaten Pangkep (DKP
Kab. Pangkep, 2007)
Pada tahun 2003 jumlah poduksi ikan tembang di perairan Pangkep
berjumlah 1.048,1 ton, kemudian pada tahun 2004 mengalami penurunan
produksi menjadi 407,6 ton. Selanjutnya pada tahun 2005 dan 2006 meningkat
produksinya masing-masing menjadi 639,7 ton dan 728,4 ton. Selanjutnya pada
tahun 2007 produksinya sedikit menurun yaitu sebanya 663,3 ton.
Ketersediaan sumberdaya ikan pada suatu wilayah akan berubah seiring
dengan perubahan lingkungan, yang menyebabkan ikan akan memilih tempat
yang sesuai dengan kondisinya dan perubahan itu dapat terjadi dalam waktu
yang pendek maupun panjang. Dengan demikian keberadaan sumberdaya ikan
dalam suatu wilayah dapat dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi
penangkapan ikan yang lebih modern. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarso
(1985) yang menyatakan bahwa ikan akan selalu mencari tempat yang sesuai
dengan sifat hidupnya, dan biasanya suatu jenis ikan mempunyai suhu optimum
yang khusus dengan sifatnya.
Berdasarkan
menghasilkan
hal
daerah
tersebut
maka
penangkapan
perlu
potensial
dilakukan
ikan
analisis
tembang
untuk
dengan
3
mengidentifikasi dan memetakan daerah-daerah potensi penangkapan ikan
tembang di perairan pangkep dan sekitarnya berdasarkan kondisi oseanografi.
Dengan demikian dibutuhkan adanya penelitian mengenai pemetaan zona
potensial penangkapan ikan tembang yang dilakukan dengan pendekatan sistem
informasi geografis (SIG) karena SIG merupakan suatu sistem berbasis
komputer yang dapat digunakan sebagai alat dalam penentuan daerah potensial
penangkapan ikan secara geografis dengan mendeteksi parameter oseanografi
baik fisika, kimia, maupun biologi berupa suhu permukaan laut, salinitas, arus,
kedalaman dan lain-lain.
B. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah yang potensial untuk
penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) dan mengidentifikasi faktor
oseanografi yang berpengaruh seperti kedalaman, suhu, salinitas dan arus
perairan terhadap variasi jumlah hasil tangkapan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi
geografis mengenai daerah potensial untuk penangkapan ikan tembang
(Sardinella fimbriata) di perairan Pangkep dan sekitarnya pada bulan April – Juni
2008 dan juga sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Ikan Tembang
Ikan tembang merupakan ikan-ikan yang dalam Bahasa Inggris lebih
dikenal dengan nama sardine (Nontji, 2002). Bentuk morfologi ikan tembang
dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Adrim et al. (2004), Saanin (1984) dan
Sardjono (1979) klasifikasi ikan tembang adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub Phylum
: Vertebrata
Class
: Actinopterygii
Ordo
: Clupeiformes
Family
: Clupeidae
Genus
: Sardinella
Spesies
: Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847
Gambar 2. Ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan gepeng. Sisik-sisik
duri terdapat di bagian bawah badan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari
pertengahan badan, berjari-jari lemah 16-19. Tapisan insang halus, berjumlah
5
60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan ini hidup bergerombol
membentuk gerombolan besar. Ukurannya dapat mencapai 16 cm, namun
umumnya 12,5 cm. Warnanya biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada
bagian bawah. Warna sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya
(Sardjono, 1979).
B. Habitat dan Penyebaran Ikan Tembang
Ikan tembang merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang menyebar di
perairan Indonesia (Nontji, 2002). Ikan pelagis kecil hidup pada daerah pantai
yang kondisi lingkungannya tidak stabil menjadikan kepadatan ikan juga
berfluktuasi dan cenderung
mudah
mendapat
tekanan akibat
kegiatan
pemanfaatan, karena daerah pantai mudah dijangkau oleh aktivitas manusia.
Sumberdaya perikanan pelagis kecil merupakan sumberdaya yang paling
melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini adalah sumberdaya neritik,
karena penyebarannya adalah berada di dekat pantai. Di daerah-daerah dimana
sering terjadi kenaikan air (upwelling), sumberdaya ini dapat membentuk
biomassa yang sangat besar (Widodo dan Suadi, 2006).
Ikan tembang sendiri sebagai salah satu ikan pelagis kecil, daerah
penyebarannya terdapat di seluruh perairan Indonesia, ke utara sampai Taiwan,
ke selatan sampai ujung utara Australia, dan ke barat sampai Laut Merah
(Sardjono, 1979). Dan umumnya ditangkap di perairan-perairan pantai.
Salah satu jenis yang terkenal di Selat Bali adalah Sardinella longiceps.
Ikan ini dikenal sebagai ikan musiman karena kehadirannya di sana hanya pada
musim tertentu saja. Setiap tahun pada permulaan musim hujan yakni pada
bulan September sampai Oktober ikan ini mulai muncul dengan ukuran 10 - 12,5
cm. Lama kelamaan jumlahnya semakin banyak dan mencapai puncaknya pada
bulan Desember sampai Januari, dan ukurannya pun semakin besar. Bulan
6
Februari sampai Maret adalah akhir musim ikan ini dan ukurannya pun lebih
besar dari sebelumnya. Setelah Maret ikan ini kemudian lenyap seakan-akan
tanpa meninggalkan bekas dan baru muncul lagi pada musim berikutnya (Nontji,
2002).
C. Alat Tangkap Ikan Tembang
1.
Pukat cincin (purse seine)
Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi
panjang tanpa kantong dengan banyak cincin di bagian bawahnya dan
digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan dan berada dekat
dengan permukaan air (sea surface). Seperti juga pada alat penangkapan ikan
lainnya, maka satu unit purse seine terdiri dari jaring, kapal, dan alat bantu (roller,
lampu, dan sebagainya). Prinsip penangkapan ikan dengan purse seine ialah
melingkari gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk
dinding vertikal, dengan demikian gerakan ikan ke arah horisontal dapat
dihalangi. Setelah itu, bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan
lari ke arah bawah jaring (Sudirman dan Mallawa, 2004).
Komposisi hasil tangkapan yang dominan tertangkap oleh Purse seine
terdiri dari ikan Layang (Decapterus sp), Kembung (Rastrelliger spp), Tembang
(Katsuwonus pelamis), Tembang (Clupea sp), Selar bentong (Selaroides spp),
dan lain-lain.
2.
Bagan Perahu
Bagan merupakan alat tangkap yang beroperasi dengan menggunakan
bantuan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan. Alat tangkap ini tergolong alat
tangkap non selektif dikarenakan mampu menangkap jenis lain yang bukan
menjadi tujuan penangkapan, sebagai akibat dari intensitas cahaya yang mampu
7
menarik ikan pada jarak yang jauh baik secara vertikal maupun horizontal yang
menyebabkan hasil tangkapannya lebih banyak dibanding bagan lainnya.
Secara umum, peralatan pokok bagan perahu terdiri dari perahu bagan,
rangka, jaring, lampu dan generator. Perahu bagan sebagai bangunan utama
merupakan tempat terkonsentrasinya seluruh peralatan seperti generator listrik,
bahan bakar, keranjang, dan peralatan tambahan lainnya. Dalam hal ini bagan
perahu berbeda dengan bagan rambo yang tidak menggunakan kapal pengantar
untuk mensuplay air bersih, bahan bakar, anak buah kapal (ABK) dan es curah
tapi bagan itu sendiri yang langsung dirapatkan ke pantai yang juga berfungsi
sebagai kapal transportasi sekaligus mengangkut hasil tangkapan untuk
dipasarkan ke tempat pendaratan ikan (TPI) (Ayodhyoa, 1981).
Bagan perahu merupakan alat tangkap hasil modifikasi bagan tancap.
Bagan tancap memiliki efektifitas kerja yang terbatas sehingga dikembangkanlah
sistem bagan perahu yang dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih
jauh. Alat tangkap ini telah mengalami modifikasi baik dari segi bentuk, ukuran
maupun saranan pencahayaan. Ukuran perahu yang lebih besar dan
penggunaan alat listrik generator memungkinkan menarik ikan lebih besar
(Ayodhyoa, 1981).
D. Faktor Oseanografi
1.
Suhu
Suhu adalah salah satu faktor penting dalam mengatur proses kehidupan
dan penyebaran organisme (Hutabarat dan Evans, 1984). Ikan merupakan
hewan yang berdarah dingin yang suhu tubuhnya selalu menyesuaikan dengan
suhu sekitarnya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa ikan mempunyai kemampuan
untuk mengenali dan memilih range suhu tertentu yang memberikan kesempatan
8
untuk melakukan aktivitas secara maksimum dan pada akhirnya mempengaruhi
kelimpahan dan distribusinya.
Keadaan suhu lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu
organisme di dalam lingkungan tersebut, dimana setiap kelompok organisme
mempunyai kesenangan/toleransi yang berbeda-beda. Perubahan suhu 0,5 oC
sudah merupakan perubahan yang cukup signifikan bagi ikan.
Penaikan atau penurunan suhu perairan merupakan rangsangan alami
untuk mengadakan persiapan beruaya dan jawabannya adalah bentuk ruaya.
Ikan yang mengadakan ruaya pada awal musim panas untuk berpijah, sejak awal
musim semi dimana suhu perairan sudah mulai sedikit naik, ikan-ikan tersebut
sudah mulai melakukan persiapan. Demikian juga yang mengadakan ruaya
“overwintering” kalau peralatan yang lainnya sudah terpenuhi, perubahan suhu
yang besar merupaka tanda perlu mulai mengadakan ruaya (Effendie, 2002)
2.
Salinitas
Salinitas air laut didefinisikan sebagai jumlah total material padat yang
dinyatakan dalam gram yang terdapat dalam satu kilogram air laut, jika semua
karbonat telah teroksidir, bromine dan iodine dirubah menjadi kholorine dan
semua unsur organik telah teroksidir. Menurut Hutabarat dan Evans (1986),
salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat didalam air
laut.
Naik turunnya salinitas disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah
up welling dan pengaruh hujan yang turun secara terus menerus dalam jangka
waktu beberapa hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutabarat dan Evans
(1986) bahwa salinitas akan turun secara tajam yang disebabkan oleh besarnya
curah hujan. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walaupun dibeberapa
tempat kadang-kadang salinitas menunjukan adanya fluktuasi perubahan.
9
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti
pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Salinitas
permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan dimana
garam-garam akan mengendap atau terkonsentrasi. Daerah-daerah yang
mengalami penguapan yang cukup tinggi akan mengakibatkan salinitas tinggi
(King dalam Presetiahadi, 1994).
3.
Kedalaman
Kondisi bathymetri memberikan informasi mengenai tingkat kedalaman
suatu perairan dan topografi lautnya. Kondisi ini mempunyai hubungan dengan
keadaan sirkulasi air misalnya peristiwa pusaran eddy, daerah frontal dan area
upwelling yang sangat penting untuk menemukan daerah yang potensial untuk
menangkap ikan.
Faktor kedalaman sangat berpengaruh dalam pengamatan dinamika
oseanografi dan morfologi pantai seperti kondisi arus, ombak, dan transpor
sedimen. Hutabarat dan Evans (1984) mengemukakan bahwa kedalaman
berhubungan erat dengan stratifikasi suhu vertikal, penetrasi cahaya, densitas
dan
kandungan
zat-zat
hara.
Dengan
hubungan
yang
erat
tersebut
memungkinkan suatu kondisi yang membentuk ciri khas tersendiri dimana ikanikan pelagis berkembang habitatnya atau berassosiasi pada jarak kedalaman
tertentu.
4.
Arus
Arus merupakan salah satu parameter oseanografi fisika yang digunakan
dalam mempelajari sirkulasi dan hidrodinamika dari suatu perairan laut. Arus laut
adalah proses pergerakan massa air laut ke arah vertikasl maupun horizontal
yang mengakibatkan adanya keseimbangan distribusi massa dan temperatur.
10
Gerakan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor dominan seperti pasang surut,
angin, dan perbedaan densitas.
Arus dan perubahannya sangat penting dalam operasi penangkapan,
perubahan dalam kelimpahan dan keberadaan ikan (Laevastu dan Hayes, 1981).
Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi
oleh arus dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada arus.
Ikan juga ternyata memanfaatkan arus laut untuk melakukan pemijahan,
mencari makan ataupun sehubungan dengan proses-proses pengambangannya.
Hal ini dapat dilihat pada larva ikan yang hanyut dari areal pemijahan (spawning
ground) menuju areal pembesaran (nursery groud) yang berdekatan dengan
areal nmakan (feeding area) mereka (Gunarso, 1985).
E. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Aplikasinya untuk Zona Potensial
Penangkapan Ikan
SIG merupakan sistem informasi spasial berbasis komputer yang
mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memanipulasi, dan menyajikan
semua bentuk informasi spasial. SIG juga merupakan alat bantu manajemen
informasi yang berkaitan erat dengan sistem pemetaan, analisis dan pengolahan
data terhadap segala sesuatu informasi yang terjadi di muka bumi dan
bereferensi keruangan (spasial). Data yang ada diolah dalam suatu basis data.
Sistem informasi geografi bukan sekedar sistem komputer untuk pembuatan
peta, melainkan juga merupakan alat analisis. Keuntungan alat analisis adalah
memberi kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan spasial diantara feature
data geografis dalam bentuk peta (Prahasta, 2004).
SIG merupakan alat yang dapat digunakan untuk menunjang pengelolan
sumberdaya yang berwawasan lingkungan. Pemanfaatan teknologi dalam
perikanan tangkap dapat mempermudah dalam operasi penangkapan ikan.
Penghematan waktu dalam pencarian fishing ground yang sesuai. Dengan
11
aplikasi sistem informasi geografis dalam perikanan tangkap diharapkan dapat
mengurangi operating cost dari kapal ikan, merencanakan management yang
efektif bagi sumberdaya perikanan laut, evaluasi potensi sumberdaya perikanan
laut.
Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan
ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan ikan.
Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai, sedangkan habitat
tersebut dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Dengan demikian daerah
potensi penangkapan ikan dipengaruhi oleh faktor oseanografi perairan.
Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif apabila daerah
penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu sebelum armada penangkapan
ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk mengetahui daerah
potensial penangkapan ikan adalah melalui studi daerah penangkapan ikan dan
hubungannya dengan fenomena oseanografi secara berkelanjutan (Priyanti,
1999).
Dengan menggunakan SIG gejala perubahan lingkungan berdasarkan
ruang dan waktu dapat disajikan, tentunya dengan dukungan berbagai informasi
data, baik melalui survey langsung maupun dengan penginderaan jarak jauh
(INDERAJA). Proses perubahan lingkungan perairan
dalam penentuan ”Daerah Penangkapan Ikan”.
tersebut menjadi studi
12
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni tahun 2008 di
Perairan Kecamatan Liukang Tupabiring Kabupaten Pangkep (Gambar 3).
Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Perairan Pangkep
13
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian
No
Peralatan
Kegunaan
1.
Purse seine dan bagan
Untuk menangkap ikan
2.
Global Positioning System (GPS)
Untuk mengetahui titik
kooordinat daerah operasi
penangkapan
3.
Timbangan
Untuk menimbang ikan
4.
Fish Finder
Untuk mengukur kedalaman
perairan
5.
Hand Refraktometer
Untuk mengukur salinitas
perairan
6.
Termometer
Untuk mengukur suhu
perairan
7.
Current meter
Untuk mengukur arus
perairan
8.
Kamera
Untuk dokumentasi
9.
Kemmerer Water Sampler dan cool box
Untuk mengambil sampel air
laut
10.
Citra aqua atau modis
Perbandingan SST
11.
Komputer dan software pendukung
Untuk mengolah dan
menganalisis data
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan hasil tangkapan
purse seine dan bagan perahu serta peta laut Sulawesi Selatan yang diperoleh
14
dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), serta data
citra satelit SST (Sea Surface Temperature) dari satelit AQUA/MODIS.
C. Deskripsi Alat Tangkap yang Digunakan
1.
Purse seine
Kapal yang digunakan selama penelitian di Kec. Liukang Tupabbiring
Kab. Pangkep mempunyai ukuran panjang (L) = 17 - 19 m, lebar (B) = 3.5 - 4
m dan tinggi (D) = 1.15 – 1.30 m.
Purse seine menggunakan 6 (enam) set jaring yang terdiri dari 12 piece
PA Multi Filamen 210 D 9 (kantong) dan 24 piece PA Multi Filamen 210 D 6
(sayap). Purse seine yang digunakan mempunyai ukuran panjang 500 - 600 m
dan lebar 40 - 50 m dengan ukuran mata jaring 1 inci. Untuk memberikan gaya
apung digunakan pelampung bola berdiameter 10 cm sebanyak 1000 - 1800
buah dengan jarak antar pelampung 25 cm. Untuk memberikan gaya tenggelam
digunakan pemberat berupa cincin yang terbuat dari timah hitam sebanyak 375–
400 buah dengan jarak antara pemberat 1 m, diameter pemberat 12 - 15 cm, dan
memiliki berat 1 kg. Tali-temali yang digunakan yaitu menggunakan jenis tali
polyethylenne. Untuk tali pelampung, tali pemberat, tali ris atas, tali ris bawah
menggunakan tali nomor 6, dan tali kolor menggunakan tali nomor 19.
Pengoperasian alat tangkap purse seine dapat dilakukan dalam jangka waktu ±
20 - 22 hari dalam setiap bulannya dengan proses hauling rata-rata 2 atau 4 kali
perhari.
Purse seine yang digunakan selama penelitian dapat dilihat
Gambar 4.
pada
15
Gambar 4. Alat tangkap purse seine yang digunakan selama penelitian
2.
Bagan Perahu
Bagan perahu yang dioperasikan di perairan Kec. Liukang Tupabbiring
Kab. Pangkep adalah bagan perahu yang menggunakan lampu merkuri dan
dapat dipindah-pindahkan ke fishing ground yang dikehendaki. Perahu bagan
terbuat dari kayu yang bermutu tinggi yaitu dari kayu ulin dan jati dengan ukuran
panjang 15 -17 m, lebar 3 m, dan tinggi 2.5 m. Rangka bagan terbuat dari
rangkaian kayu dengan ukuran 15 -17 m dan lebar 15 -17 m. Sebagai tenaga
penggerak digunakan mesin utama kapal merek TIANLI dan mesin bantu
penggerak kapal merek JIANDONG yang menggunakan bahan bakar solar.
Jaring bagan perahu yang digunakan memiliki panjang 17 m dan lebar 17
m, berbentuk bujur sangkar yang bahannya terbuat dari waring dengan ukuran
mata jaring 0.5 cm. Pada bagian tepi jaring terdapat tali ris yang berfungsi untuk
menguatkan tepi jaring sehingga tidak terbelit. Setiap tepi jaring dilengkapi
dengan tali yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring pada saat
pengoperasian. Alat bantu penangkapan yang digunakan pada bagan perahu
adalah lampu merkuri yang berjumlah 30 buah dengan kekuatan 250 watt, roller
yang terbuat dari kayu untuk memudahkan penarikan tali jaring pada saat hauling
16
dan agar tali dapat tergulung dengan baik dan serok untuk mengambil hasil
tangkapan. Pengoperasian alat tangkap bagan perahu dapat dilakukan dalam
jangka waktu ± 20 - 22 hari dalam setiap bulannya dengan proses hauling 1 kali
perhari.
Bagan perahu yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Alat tangkap bagan perahu yang digunakan selama penelitian
D. Metode Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengikuti
langsung operasi penangkapan, yang meliputi :
1.
Pengambilan titik koordinat pada daerah dimana dilakukan operasi
penangkapan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS),
dimana jumlah titik koordinat yang diambil adalah ≥ 30 titik penangkapan
purse seine.
2.
Pada saat hauling dilakukan pengambilan data parameter oseanografi.
a. Pengukuran kedalaman
Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan fish finder.
17
b. Pengukuran salinitas
Salinitas perairan diukur dengan menggunakan hand refraktometer yang
dilakukan pada setiap hauling telah selesai dilaksanakan.
c. Pengukuran suhu
Suhu perairan diukur dengan menggunakan termometer.
d. Pengukuran arus
Arus perairan diukur dengan menggunakan current meter (layangan
arus).
3.
Pencatatan hasil tangkapan ikan tembang per hauling. Pencatatan hasil
tangkapan meliputi data
hasil tangkapan dengan menggunakan satuan
berat kilogram (kg).
E. Analisis Data
1.
Uji Kenormalan (Normalitas)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji data yang diperoleh telah
berdistribusi normal atau tidak. Asumsi yang digunakan yakni berdasarkan
Histogram normal probability yang terbentuk, jika titik menyebar di sekitar garis
normal, maka data tersebut dapat dikatakan telah berdistribusi normal, begitu
pula sebaliknya (Santoso, 2005).
2.
Analisis Cobb Douglas (Non Linear Berganda)
Untuk mengetahui hubungan parameter oseanografi dan hasil tangkapan
juga digunakan analisis cobb douglas. Formulasi dari analisis tersebut sebagai
berikut :
Y = ax1b1 x2b2 x3b3………………..xnbn
Untuk lebih memudahkannya analisis persamaan cobb douglas di
transformasikan ke dalam bentuk logaritma sehingga persamaan di atas menjadi:
18
Log Ŷ = a + b1 Log x1 + b2 Log x2 + b3 Log x3 + b4 Log x4 +…….+ bi Log xi
Dimana :
Ŷ
= Berat total hasil tangkapan per hauling (kg)
a
= Koefisien potongan (konstanta)
b1 = Koefisien regresi parameter suhu
b2 = Koefisien regresi parameter kedalaman
b3 = Koefisien regresi parameter salinitas
b4 = Koefisien regresi parameter kecepatan arus
b5 = Koefisien regresi parameter klorofil-a
x1 = Suhu (0C)
x2 = Kedalaman (m)
x3 = Salinitas (0/00)
x4 = Kecepatan arus (m/det)
3.
Uji F (Uji Persamaan)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel bebas
(independent) secara bersama terhadap variabel tak bebas (dependent). Dari
tabel Anova didapatkan nilai significance F dimana nilai F hitung lebih kecil dari
nilai F tabel pada taraf kepercayaan 85 % berarti nyata dan jika lebih besar dari F
tabel pada taraf kepercayaan 85 % berarti tidak nyata (Sudjana, 1996).
4.
Uji t (Uji Lanjutan)
Untuk mendapatkan model regresi terbaik dan untuk menguji pengaruh
tiap variabel bebas (independent) terhadap variabel tak bebas (dependent) maka
dilakukan uji-t dengan menggunakan rumus:
19
t
r xy n  2
 1  2 
 r xy 
Dimana :
t
= nilai hitung
rxy = hasil korelasi
n
= jumlah data
Menerima Ho jika t hitung lebih kecil dari t tabel dan menolak Ho jika t
hitung lebih besar daripada t tabel (Santosa et al., 2005).
F.
Pemetaan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)
Pada proses pembuatan peta terdapat beberapa tahapan kegiatan yaitu:
a) Tahap pertama
Data titik daerah penangkapan dari GPS di input ke program Map source
selanjutnya di save dalam bentuk file “txt”.
b) Tahap kedua
Melakukan suatu topologi (penyusunan atau pemasukan) semua data
atribut/data base dalam bentuk file *dbf berupa titik daerah penangkapan, data
parameter oseanografi (suhu, kedalaman, salinitas, kecepatan arus dan hasil
tangkapan). Hal ini dilakukan untuk menghubungkan antara data spasial dengan
data setiap parameter yang diamati yang akan dibuat petanya.
c) Tahap ketiga
Memasukkan peta digital Provinsi Sulawesi Selatan yang diperoleh dari
peta bakosurtanal, posisi penangkapan dan data oseanografi dimasukkan ke
dalam Arc-view 3.2.
20
d) Tahap keempat
Melakukan
interpolasi
terhadap
hasil
tangkapan
dan
parameter
oseanografi dengan tujuan mendapatkan peta temetik dalam bentuk data spasial.
Metode yang digunakan untuk interpolasi adalah metode
inverse distance
weighted (IDW) yang mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai
pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak.
e) Tahap kelima
Dalam tahap ini hasil analisis dibuatkan layout sesuai dengan kaidah
kartografi, selanjutnya peta disimpan dalam bentuk file “jpeg”. Hasil yang
diperoleh adalah peta gabungan dari semua data yang telah dimasukkan dan
telah diolah yang mampu memberikan informasi hubungan antara hasil
tangkapan dan parameter oseanografi.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Daerah Penangkapan
Ada 2 pulau yang menjadi fishing base dari alat tangkap purse seine dan
bagan perahu di perairan Liukang Tupabbiring Kab. Pangkep. Fishing base dari
alat tangkap purse seine berada di Pulau Sanane Desa Mattiro Adae dengan
posisi 119° 20’ 31,0” BT dan 4° 56’ 39,5” LS dan fishing ground berada pada
wilayah dengan posisi 119° 9’ 11,2” – 119° 20’ 11,1” BT dan 4° 48’ 10,9” – 5° 39’
33,2” LS. Fishing base alat tangkap bagan perahu berada di Pulau Balang
Lompo Kelurahan Mattiro Sompe dengan posisi 119° 23’ 44,5” BT dan 4°
56’ 50,4” LS dan fishing ground berada pada posisi 119° 17’ 54,4” – 119° 25’
1,0” BT dan 4° 29’ 47,5” - 4° 54’ 47,2” LS. Waktu yang ditempuh dalam
pengoperasian alat tangkap purse seine dan bagan perahu untuk sampai ke
fishing ground memerlukan waktu sekitar 1.5 – 3 jam.
B. Analisis Parameter Oseanografi dan Hasil Tangkapan
Hasil uji kenormalan berdasarkan Histogram normal probability plot (PP)
menunjukkan bahwa titik menyebar di sekitar garis normal atau garis diagonal
(Lampiran 2). Jika demikian maka data tersebut dapat dikatakan telah
berdistribusi normal.
Tetapi jika dilakukan uji normalitas Kormogorov-Smirnov untuk masing
masing-masing parameter oseanografi,
didapatkan hanya suhu saja yang
terdistribusi normal dimana nilai Asymp. Sig (2-tailed) bernilai 0,200 > 0,05.
Sedangkan parameter oseanografi lainnya (salinitas, kedalaman dan kecepatan
arus) tidak terdistribusi normal (Asymp. Sig (2-tailed) < 0,05). Hasil analisis uji
Kormogorov-Smirnov dapat dilihat pada Tabel 2.
22
Tabel. 2. Hasil analisis uji Kormogorov-Smirnov
Te sts of Norm ality
a
Suhu
Kedalaman
Salinitas
Kec. Arus
Kolmogorov-Smirnov
St atist ic
df
Sig.
,073
90
,200*
,156
90
,000
,164
90
,000
,110
90
,009
St atist ic
,981
,963
,897
,927
Shapiro-W ilk
df
90
90
90
90
Sig.
,198
,012
,000
,000
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significanc e Correc tion
Dari analisis data tersebut, didapatkan data dalam penelitian tidak
memenuhi standar uji kenormalan, sehingga dilakukan transformasi data dengan
melogaritmakan semua data.
Untuk
mendapatkan hubungan kondisi oseanografi dengan hasil
tangkapan dilakukan dengan menganalisis beberapa parameter oseanografi
terhadap hasil tangkapan. Pendekatan yang digunakan adalah analisis cobb
douglas (linear berganda).
Pada analisis cobb douglas didapatkan koefisien korelasi (R) sebesar
0,311, berarti hubungan antara hasil tangkapan dengan suhu, salinitas,
kedalaman dan kecepatan arus sebesar 31,1% (Tabel 5). Koefisien determinasi
(R2) adalah 0,097, artinya 9,7% variabel yang terjadi terhadap hasil tangkapan
disebabkan variabel suhu, salinitas, kedalaman perairan dan kecepatan arus,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 3. Nilai korelasi antara variabel dependent dengan seluruh variabel
independent.
Model Summary
Model
1
R
,311a
R Square
,097
Adjusted
R Square
,051
Std. Error of
the Estimate
,27598
a. Predictors: (Constant), Log Kec. Arus , Log Suhu, Log
Salinitas, Log Kedalaman
23
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai-nilai koifisien yang
digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan (proporsi) dari suhu (X 1),
kedalaman (X2), salinitas (X3) dan arus perairan (X4) sebagai berikut :
Log Y = 1.581 – 4.047 logX1 – 1.90 logX2 + 3.944 logX3 – 0.018 logX4
Bentuk persamaan di atas, perlu dikembalikan ke bentuk persamaan semula,
yaitu
persamaan
cara
meng-antilog-kan
persamaan
tersebut,
sehingga
persamaan akan menjadi :
Y = 38.10658 X14.047 X21.90 X33.944 X4 0.018
Untuk mendapatkan model regresi terbaik dan untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas (independent) secara bersama terhadap variabel tak
bebas (dependent) maka dilakukan uji F. Hasil pengujiannya terlihat pada Tabel
4.
Tabel 4. Hasil Uji F antara variabel independent
dengan variabel dependent
ANOVAb
Model
1
Regres sion
Residual
Total
Sum of
Squares
,652
6,093
6,745
df
4
80
84
Mean Square
,163
,076
F
2,140
Sig.
,083a
a. Predic tors: (Constant), Log Kec . Arus, Log Suhu, Log Salinitas, Log Kedalaman
b. Dependent Variable: Log Hs l. Tangk apan Tembang
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji F untuk analisis cobb
douglas menyatakan bahwa variabel independent berpengaruh terhadap variabel
dependent, dimana nilai signifikansinya 0,083 < 0,15 (α = 15%).
Maka dapat
disimpulkan bahwa model persamaan Log Y = 1.581 – 4.047 logX1 – 1.90 logX2
+ 3.944 logX3 – 0.018 logX4 yang diajukan dapat diterima.
Berdasarkan hasil uji t (Tabel 5), diperoleh nilai signifikansi dari masingmasing parameter yaitu P < 0,15 (α = 15%) kecuali parameter suhu (P < 0,15)
sehingga disimpulkan bahwa variabel independent dinyatakan tidak signifikan
pengaruhnya terhadap veriabel dependent kecuali suhu. Artinya hanya
24
perubahan parameter suhu saja yang berpengaruh nyata terhadap hasil
tangkapan ikan tembang, sedangkan parameter yang lain tidak berpengaruh
nyata.
Coefficientsa dengan variabel dependent
Tabel 5. Hasil uji t antara variabel independent
Model
1
(Constant)
Log Suhu
Log Kedalaman
Log Salinitas
Log Kec. Arus
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
1,581
5,809
-4,047
2,508
-,190
,383
3,944
2,764
-,018
,130
Standardized
Coefficients
Beta
-,206
-,065
,159
-,016
t
,272
-1,614
-,496
1,427
-,139
Sig.
,786
,111
,621
,157
,890
a. Dependent Variable: Log Hsl. Tangkapan Tembang
C. Aplikasi SIG terhadap Pemetaan Kondisi Oseanografi dan Distribusi
Hasil Tangkapan
1.
Suhu
Suhu adalah salah satu faktor penting yang berpengaruh bagi kehidupan
ikan. Dalam hal ini, suhu berfungsi sebagai faktor isyarat rangsangan alam yang
menentukan beberapa proses seperti bertelur, migrasi, metabolisme dan
sebagainya (Nikolsky, 1963).
Hasil pengukuran suhu permukaan perairan selama penelitian di Perairan
Liukang Tupabiring berkisar antara 27 – 30 ºC (Gambar 6). Kisaran nilai suhu
seperti itu adalah nilai kisaran suhu di perairan nusantara yang merupakan
perairan tropis dan variasi suhu sepanjang tahun tidak terlalu besar. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nontji (2002) bahwa perairan nusantara berkisar antara
28 ºC sampai 31 ºC. Lebih lanjut dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana
(2005) bahwa di perairan tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun
tidak besar, suhu permukaan laut nusantara berkisar antara 27 - 32 °C.
25
Gambar 6. Histogram distribusi hasil tangkapan ikan tembang berdasarkan suhu
perairan
Dari hasil penelitian, jumlah hasil tangkapan ikan tembang tertinggi
adalah 1227,5 kg ditemukan pada perairan dengan suhu 29 ºC. Menurut
Laevastu dan Hela (1970) bahwa ikan pelagis kecil tersebar pada suhu 26.5 –
28.5 0C karena cenderung memilih kondisi yang berhubungan erat dengan
kondisi lingkungan.
Pada Gambar 7 dan Gambar 8 dapat dilihat hasil tangkapan ikan
tembang tertinggi terdistribusi pada beberapa kisaran suhu, baik menggunakan
alat tangkap purse seine maupun bagan. Ini mengindikasikan bahwa penyebaran
ikan tembang tidak begitu dipengaruhi oleh suhu permukaan air. Hal ini sesuai
pendapat Gunarso (1985) bahwa perairan Indonesia yang merupakan perairan
tropis, masalah suhu tidak jelas memberikan gambaran bagaimana pengaruhnya
terhadap perikanan, hal tersebut mungkin sekali disebabkan karena perairan
Indonesia mempunyai variasi suhu tahunan yang kecil saja bila dibandingkan
dengan perairan lain, seperti misalnya perairan sub tropis.
26
Gambar 7. Peta sebaran suhu dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan purse seine
27
Gambar 8. Peta sebaran suhu dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan bagan perahu
28
2.
Kedalaman
Hasil pengukuran kedalaman lokasi
penangkapan yang
di peroleh
pada perairan Liukang Tupabbiring Kab. Pangkep selama penelitian berkisar
16 – 40 m. Pada pada kedalaman 20 – 28 m hasil tangkapan ikan tembang
didapatkan yang paling tinggi (Gambar 9).
Gambar 9.
Histogram distribusi hasil tangkapan ikan tembang berdasarkan
kedalaman perairan
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang
menggunakan alat tangkap purse seine tertinggi ditemukan pada kisaran
kedalaman 29,5 – 31,5 m, sedangkan pada Gambar 11 menunjukkan bahwa
hasil tangkapan ikan tembang tertinggi menggunakan bagan ditemukan pada
kedalaman dengan kisaran 22,9 – 24,5 m. Pada kedalaman dengan kisaran nilai
tersebut cahaya masih mungkin untuk sampai ke dasar sehingga perairan
tersebut dapat dikatakan perairan yang subur. Menurut Hutabarat dan Evans
(1984), kedalaman tersebut memungkinkan penetrasi cahaya dapat mencapai
dasar perairan dengan baik sehingga dapat mendukung tingkat kesuburan
perairan.
29
Gambar 10. Peta sebaran kedalaman dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan purse seine
30
Gambar 11. Peta sebaran kedalaman dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan bagan perahu
31
3.
Salinitas
Hasil pengukuran salinitas lokasi penangkapan yang di peroleh pada
perairan Liukang Tupabbiring Kab. Pangkep selama penelitian berkisar
antara 32,02 - 35,30 ‰. Jumlah hasil tangkapan ikan tembang yang paling tinggi
ditemukan pada perairan dengan salinitas 34 ‰ yaitu sebanyak 1207,5 kg
(Gambar 12).
Gambar 12. Histogram distribusi hasil tangkapan ikan tembang berdasarkan
salinitas perairan
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang
menggunakan alat tangkap purse seine tertinggi ditemukan pada kisaran
salinitas 33,02 – 34,5 ‰, sedangkan pada Gambar 14 menunjukkan bahwa hasil
tangkapan ikan tembang tertinggi menggunakan bagan ditemukan pada salinitas
dengan kisaran 33,9 – 34,3 ‰. Menurut Nontji (2002), di perairan samudera
salinitas biasanya berkisar antara 34 – 35 ‰. Di perairan pantai karena terjadi
pengenceran seperti karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah.
Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa
meningkat tinggi.
32
Gambar 13. Peta sebaran salinitas dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan purse seine
33
Gambar 14. Peta sebaran salinitas dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan bagan perahu
34
4.
Kecepatan Arus
Hasil pengukuran kecepatan arus permukaan pada lokasi penangkapan
yang di peroleh pada perairan Liukang Tupabbiring Kab. Pangkep selama
penelitian
berkisar antara 0,02 – 0,28 m/detik. Jumlah hasil tangkapan ikan
tembang yang paling tinggi ditemukan pada perairan dengan kecepatan arus
0,28 m/detik yaitu sebanyak 930 kg (Gambar 15).
Gambar 15. Histogram distribusi hasil tangkapan ikan tembang berdasarkan
kecepatan arus perairan
Pada Gambar 16 juga dapat dilihat bahwa jumlah hasil tangkapan ikan
tembang menggunakan alat tangkap purse seine tertinggi ditemukan pada lokasi
dengan kecepatan arus 0,07 – 0,10 m/detik, sedangkan pada Gambar 17
menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan tembang tertinggi menggunakan
bagan ditemukan pada lokasi dengan kecepatan arus 0,15 – 0,16 m/detik.
Namun hasil tangkapan ikan yang ditemukan pada kisaran kecepatan arus yang
lain, jumlahnya juga banyak. Hal hasil analisis statistik sendiri, kecepatan arus
tidak mempengaruhi hasil tangkapan ikan tembang. Hal ini disebabkan karena
variasi kecepatan arus tidak terlalu besar di lokasi penangkapan.
35
Gambar 16. Peta sebaran kecepatan arus dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan purse seine
36
Gambar 17. Peta sebaran kecepatan arus dan distribusi ikan tembang di Perairan Liukang Tupabbiring menggunakan bagan perahu
37
D. Aplikasi SIG dalam Penentuan Zona Penangkapan Potensial Ikan
Tembang
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan SIG
bagi pengelolaan sumberdaya perairan (Kam et.al., 1992) diantaranya adalah
mampu mengintegrasikan data dari berbagai format data (Histogram, teks, digital
dan analog) dari berbagai sumber, selain itu juga mampu melakukan pemodelan,
pengujian dan pembandingan beberapa alternatif kegiatan sebelum dilakukan
aplikasi di lapangan.
1. Prediksi Daerah Penangkapan
Untuk membuat peta
koordinat
prediksi ini, dilakukan interpolasi data antara
dengan hasil tangkapan yang telah dianalisis.
Peta daerah
penangkapan ikan tembang berdasarkan hasil tangkapan prediksi pada bulan
April - Juni 2008 untuk perairan kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten
Pangkep dapat dilihat pada Gambar 18.
Dari Gambar 18, terlihat bahwa zona prediksi penangkapan ikan tembang
di perairan Liukang Tupabbring dan sekitarnya terdapat di sekitar Pulau
Panambungan pada posisi 119º 19’ 14” - 119º 24’ 39” BT dan 4º 55’ 39” - 5º 0’
45” LS dengan jarak 2,26 mil laut dari Pulau Balang Lompo. Hasil tangkapan
tertinggi berkisar 41 – 50 kg.
38
Gambar 18. Peta prediksi zona penangkapan potensial ikan tembang
39
2. Potensi Daerah Penangkapan
Berdasarkan peta zona prediksi (Gambar 18), dapat ditentukan zona
penangkapan ikan tembang di Perairan Kecamatan Liukang Tupabbiring dan
sekitarnya, sehingga dari analisis tersebut dapat diprediksi suatu zona
penangkapan potensial ikan tembang. zona tersebut dapat dilihat pada Gambar
19.
Dari peta zona penangkapan potensial ikan tembang di Perairan Liukang
Tupabbiring dan sekitarnya (Gambar 19), dapat dilihat bahwa zona potensial
terdapat disekitar pulau Panambungan pada posisi 119º 10’ 25” - 119º 13’ 13” BT
dan 4º 59’ 8” - 5º 2’ 0” LS dengan jarak 3 mil laut dari Pulau Balang Lompo. Hasil
tangkapan tertinggi berkisar 41 – 135 kg.
40
Gambar 19. Peta zona potensi penangkapan ikan tembang di Perairan Kecamatan Liukang Tupabbiring dan sekitarnya
41
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian dapat
diketahui bahwa :
1.
Hasil uji t untuk analisis cobb douglas menunjukkan bahwa dari beberapa
parameter oseanografi, hanya parameter suhu saja yang memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap variasi hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella
fimbriata).
2.
Zona prediksi penangkapan potensial ikan tembang (Sardinella fimbriata)
tertinggi terdapat di sekitar Pulau Panambungan pada posisi 119º 19’ 14” 119º 24’ 39” BT dan 4º 55’ 39” - 5º 0’ 45” LS.
3.
Zona penangkapan potensial ikan tembang (Sardinella fimbriata) tertinggi
terdapat di sekitar Pulau Panambungan pada posisi 119º 10’ 25” - 119º 13’
13” BT dan 4º 59’ 8” - 5º 2’ 0” LS.
B. Saran
Untuk mendapatkan gambaran lokasi penangkapan ikan ikan tembang
(Sardinella fimbriata) dibutuhkan penelitian dalam jangka waktu yang lebih
panjang tentang hubungan kondisi oseanografi dengan hasil tangkapan dan
sebaiknya dilakukan analisis spasial pada ikan-ikan pelagis penting lainnya
secara temporal.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adrim, M., I. Chen, Z. Chen, K.K.I. Lim, H.H. Tan, Y. Yusof and Z. Jafaar, 2004.
Marine Fishes Recorded from the Anambas and Natuna Islands, Sout
China Sea. The Raffles Bulletin of Zoology (11) : 117-130.
Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. 2007.
Data Base Potensi Kelautan dan Perikanan Wilayah Pesisir dan
Kepulauan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Metode dan Teknik
Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hutabarat, S dan M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. UI Press. Jakarta
Laevastu, F dan Hayes.1981. Fisheries Oceanography. Fishing News (books)
Ltd. London.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nikolsky, G.V. 1963. Ecology of Fishes. Translated by L. Birkett. Academic
Press.
Prahasta, E. 2004. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit
Informatika. Bandung.
Presetiahadi, K.1994. Kondisi Oseanografi Perairan Selat Makassar pada Juli
1992 (Musim Timur). Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
Priyanti. 1999. Studi Daerah Penangkapan Rawai Tuna di Perairan Selatan Jawa
Timur-Bali pada Musim Timur Berdasarkan Pola Distribusi Suhu
permukaan Laut Citra Satelit NOAA-AVHRR & Data Hasil Tangkapan.
Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi PSP. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2005. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina
Cipta. Bogor.
Santosa, Budy dan Anshari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsocf Excel dan
SPSS. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.
43
Sardjono, I. 1979. Buku Pedoman Sumber Perikanan Laut (Jenis-jenis Ikan
Ekonomis Penting). Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian.
Jakarta.
Santoso, S. 2005. Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik. Seri Solusi
Bisnis Berbasis TI. PT Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia.
Jakarta.
Sudirman dan A. Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta.
Jakarta
Sudjana, 1996. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Widodo, J. dan Suadi. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Zainuddin, M., Safruddin, dan Ismail. 2007. Pendugaan Potensi Sumberdaya
Laut dan Migrasi Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Perairan Jeneponto.
Laporan Hasil Penelitian. Laboratorium Sistem Informasi Perikanan
Tangkap. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Jurusan
Perikanan.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas
Hasanuddin. Makassar.
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Posisi Daerah Penangkapan Ikan Tembang di Perairan Kecamatan Liukang Tupabbiring
Posisi
Tanggal
4/10/2008
4/10/2008
4/10/2008
4/12/2008
4/12/2008
4/14/2008
4/14/2008
4/14/2008
4/14/2008
4/14/2008
4/15/2008
4/15/2008
4/16/2008
4/16/2008
4/17/2008
4/17/2008
4/27/2008
4/27/2008
4/28/2008
4/28/2009
BT
119° 26’ 30,7”
119° 26’ 34,7”
119° 22,395’
119° 17,887’
119° 17’ 50,4”
119° 19’ 11,7”
119° 19’ 22,4”
119° 19’ 04,4”
119° 19’ 45,5”
119° 19’ 25,7”
119° 22’ 04,4”
119° 18’ 23,86”
119° 21,401’
119° 20,414’
119° 19,936’
119° 22,395’
119° 20,554’
119° 21,036’
119° 23,045’
119° 25,231’
LS
4° 53’ 59,1”
4° 54’ 25,9”
5° 7,495’
4° 54,785’
4° 57’ 32,5”
4° 58’ 56,3”
4° 58’ 50,3”
4° 59’ 10,1”
4° 59’ 03,1”
4° 59’ 15,1”
4° 58’ 50,1”
4° 57’ 56,3”
5° 00,491’
4° 55,636’
4° 58,234’
4° 56,297’
4° 57,785’
4° 58,243’
4° 55,098’
4° 56,182’
Suhu (oC)
29.75
29.50
29.51
29.50
29.70
30.00
30.00
29.00
29.50
29.50
29.00
29.00
29.00
29.00
28.50
27.90
28.40
29.30
28.70
28.40
Parameter Oseanografi
Salinitas
Kdlmn (m)
(ppt)
18.00
35.25
18.00
35.03
18.00
35.25
30.00
34.03
34.50
33.11
30.00
35.03
27.75
35.03
18.00
35.03
24.75
35.03
24.75
35.03
16.50
33.02
30.00
34.03
30.00
35.04
16.50
34.20
23.25
34.20
24.00
32.30
23.25
34.00
24.00
34.90
21.00
34.30
18.00
34.30
Hsl. Tangkapan
Kec. Arus
(m/dtk)
0.071
0.080
0.082
0.060
0.096
0.096
0.152
0.154
0.157
0.078
0.078
0.096
0.165
0.182
0.182
0.096
0.147
0.157
0.163
0.165
Tembang (kg)
60
30
30
30
20
20
30
15
15
15
30
30
30
45
60
60
120
30
15
30
46
4/29/2008
4/29/2009
4/30/2008
4/30/2009
5/1/2008
5/1/2008
5/1/2008
5/1/2008
5/1/2008
5/1/2008
5/1/2008
5/2/2008
5/2/2008
5/2/2008
5/2/2008
5/3/2008
5/3/2008
5/3/2008
5/3/2008
5/3/2008
5/4/2008
5/4/2008
5/4/2008
5/4/2008
5/4/2008
119° 24,564’
119° 20,861’
119° 20,465’
119° 23,432’
119° 22,508’
119° 21,026’
119° 22,436’
119° 25,012’
119° 19,807’
119° 20,108’
119° 20,738’
119° 21,414’
119° 21,924’
119° 20,548’
119° 21,950’
119° 20,926’
119° 23,184’
119° 22,549’
119° 21,724’
119° 22,949’
119° 23,189’
119° 21,931’
119° 21,747’
119° 22,705’
1190 08’ 31,7”
4° 56,244’
4° 58,498’
4° 59,562’
4° 58,750’
4° 56,153’
4° 55,906’
4° 56,019’
4° 59,624’
4° 59,674’
4° 58,173’
4° 58,946’
4° 58,589’
4° 58,589’
4° 58,349’
4° 58,355’
4° 57,935’
4° 56,195’
4° 55,590’
4° 59,788’
4° 59,005’
4° 58,925’
4° 56,140’
4° 55,408’
4° 59,611’
40 58’ 52,8”
27.50
27.90
29.30
28.90
27.80
28.30
28.10
28.70
29.00
29.00
29.30
28.20
28.20
28.90
27.90
27.50
27.40
27.70
29.10
27.60
27.60
27.80
27.90
28.30
28.90
21.00
25.50
27.00
18.00
22.50
27.00
21.00
18.00
31.00
28.50
27.00
24.00
24.00
26.25
24.00
24.75
21.00
23.25
27.00
21.00
21.00
23.25
23.25
23.25
30
34.20
34.30
35.20
33.10
33.70
33.20
35.20
32.80
34.10
34.10
35.30
35.00
34.80
35.10
33.80
35.20
33.60
33.90
34.20
33.50
33.80
34.20
34.30
34.30
34.03
0.097
0.152
0.120
0.125
0.130
0.147
0.100
0.120
0.130
0.138
0.138
0.165
0.165
0.125
0.152
0.097
0.097
0.152
0.130
0.120
0.120
0.152
0.120
0.165
0.0718
30
45
75
75
30
15
30
45
45
15
15
15
15
45
30
30
30
60
75
45
15
15
90
90
30
47
4/29/2008
1190 04’ 37,8”
40 54’ 26,6”
29.10
38
35.03
0.1583
30
4/29/2008
119 04’ 41,0”
4 54’ 26,6”
29.00
38
35.03
0.0469
30
4/29/2008
4/30/2008
4/30/2008
4/30/2008
4 54’ 26,6”
4908939
4906512
4909081
50 03’ 45,9”
29.00
29.10
29.10
29.10
29.20
38
30
30
30
40
35.03
34.03
34.03
34.03
35.03
0.0429
0.0599
0.0662
0.0692
0.0905
22.5
30
45
45
5/2/2008
119 04’ 46,2”
119069247
119075554
119074610
1190 12’ 25,4”
5/2/2008
119 12’ 02,2”
5 03’ 38,6”
29.50
40
35.03
0.0800
45
5/2/2008
119 05’ 00,6”
4 54’ 13,2”
29.60
40
35.03
0.0496
60
5/3/2008
119 08’ 33,0”
4 58’ 44,5”
28.50
29
33.02
0.0462
22.5
5/3/2008
119 07’ 26,1”
4 58’ 52,8”
28.50
30
34.03
0.0342
30
5/3/2008
119 07’ 00,7”
4 59’ 30,8”
28.50
30
34.03
0.0182
30
4/13/2008
119 10’ 50,1”
5 01’ 13,2”
30.00
30
33.02
0.0543
60
4/13/2008
119 11’ 13,9”
5 01’ 04,4”
29.70
30
34.03
0.0530
30
5/3/2008
119 12’ 46,9”
5 04’ 06,4”
29.70
30
33.02
0.0698
37.5
5/3/2008
119 12’ 27,1”
5 04’ 05,0”
29.90
30
34.03
0.0608
45
5/3/2008
119 12’ 23,0”
5 04’ 26,5”
29.80
30
34.03
0.0237
30
5/4/2008
119 12’ 52,6”
5 04’ 13,6”
30.00
30
34.03
0.0669
30
5/4/2008
119 12’ 33,1”
5 04’ 13,6”
30.00
33
33.02
0.0251
30
5/4/2008
119 11’ 53,1”
5 05’ 03,7”
30.30
33
33.02
0.0249
30
4/28/2008
119 20’ 33,4”
4 57’ 47,0”
28,41
25
35.03
0.0365
15
4/28/2008
119 13’ 23,6”
5 04’ 11,2”
29,01
25
35.03
0.0442
7.5
4/28/2008
119 13’ 41,7”
5 04’ 12,4”
29,21
25
34.03
0.0421
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
45
48
4/29/2008
1190 10’ 45,8”
40 52’ 32,1”
29,00
30
33.02
0.1206
15
4/29/2008
119 11’ 03,9”
4 52’ 41,7”
30,00
30
32.02
0.0778
7.5
4/29/2008
119 11’ 25,3”
4 52’ 35,4”
30,05
30
32.02
0.0722
15
4/30/2008
119 14’ 13,9”
5 03’ 54,4”
28,72
30
32.02
0.0799
0
4/30/2008
119 15’ 43,5”
5 02’ 09,3”
30,21
30
35.03
0.0705
0
4/30/2008
119 16’ 13,7”
5 01’ 30,6”
30,08
30
35.03
0.0567
0
5/2/2008
119 16’ 15,4”
5 01’ 31,6”
30,51
35
32.02
0.0626
0
5/2/2008
119 13’ 17,7”
5 04’ 46,3”
30,47
35
33.02
0.0570
7.5
5/2/2008
119 13’ 32,1”
5 04’ 21,7”
30,50
35
33.02
0.0465
7.5
4/10/2008
119 14’ 14,9”
4 55’ 18,5”
29,8
30
35.03
0.0968
90
4/10/2008
119 14’ 33,0”
4 55’ 00,3”
31,1
32
35.02
0.0938
135
4/10/2008
119 16’18,5”
4 54’ 56,9”
30,9
37
35.03
0.2857
15
4/11/2008
119 16’ 23,9”
4 55’ 30,5”
30,5
35
34.03
0.2727
15
4/11/2008
119 16’ 21,1”
4 55’ 01,1”
31,5
30
34.02
0.1429
15
4/11/2008
119 16’ 20,4”
4 54’ 37,6”
30,5
28
35.04
0.3000
15
12/4/2008
119 05’ 28,9”
4 52’ 51,8”
30,5
35
33.02
0.0833
7.5
12/4/2008
119 05’ 46,2”
4 52’ 46,7”
31,2
40
32.03
0.0382
15
12/4/2008
119 05’ 27,6”
4 52’ 22,5”
31,5
34
32.03
0.1017
15
4/13/2008
119 04’ 19,2”
4 53’ 40,6”
30,5
32
34.03
0.1935
0
4/13/2008
119 04’ 32,4”
4 53’ 55,1”
30,5
30
33.03
0.0682
15
4/13/2008
119 05’ 02,8”
4 53’ 48,9”
30,0
33
34.03
0.0545
15
4/28/2008
119 04’ 08,2”
4 53’ 00,6”
30,5
31
34.03
0.1765
22.5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
49
Lampiran 2. Histogram Uji Normalitas Probabilitas Plot (PP)
Normal P-P Plot of Suhu
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Transforms: natural log
Normal P-P Plot of Salinitas
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
Observed Cum Prob
Transforms: natural log
0.8
1.0
50
Normal P-P Plot of Kedalaman
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Transforms: natural log
Normal P-P Plot of Kec. Arus
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
Observed Cum Prob
Transforms: natural log
0.8
1.0
Download