BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Interaksi Sosial Manusia sebagai

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Interaksi Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu berinteraksi dengan
sesamanya karena untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya yang dikehendaki
bergantung bantuan dari orang lain. Inilah dasar dan alasan antara individu yang
satu dan yang lain melakukan interaksi sosial. Di lingkungan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat tidak lepas adanya hubungan sosial ini.
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial ( yang juga dapat
dinamakan proses sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan
bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orangperorangan,
antara kelompok-kelompok
manusia,
maupun
antara orang
peroranggan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi
sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling
berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu
merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi, karena masing-masing
sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam
perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh
misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya. ( dalam
Soerjono Soekanto, 2012:55).
Universitas Sumatera Utara
A.
Bentuk-Bentuk Interaksi
Dalam Soerjono Soekanto, 2012:65-97 Interaksi sosial mempunyai dua
bentuk, yakni interaksi sosial yang mengarah pada bentuk penyatuan (proses
asosiatif) dan mengarah pada bentuk pemisahan (proses disosiatif).
1.
Proses asosiatif
Interaksi sosial asosiatif adalah bentuk interaksi sosial yang menghasilkan
kerja sama. Ada beberapa bentuk interaksi sosial asosiatif, anatara lain sebagai
berikut:
a. Kerja sama (corporation), dapat diartikan sebagai terpusatnya berbagai
usaha secara langsung untuk tujuan terpisah. Hal ini merupakan
kesesuaian dengan situasi tujuan akhir tidak dapat dicapai dengan
usaha khusus individu. Ada pula menunjukkan bahwa kerja sama
adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana, tujuan anggota kelompok
yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota yang lain, atau tujuan
kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat
mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan.
b. Akomodasi merupakan bentuk interaksi sosial berupa penyesuaian diri
guna menjaga persatuan dan menghindari atau meredakan pertentanan.
Akomodasi mengacu pada kesenjangan social. Akomodasi bertujuan
untuk mengurangi perbedaan pandangan, menghindari pertentangan
politik atau permusuhan antar golongan, menciptakan keseimbangan
antar
masyarakat
yang
dipisahkan
oleh
system
kelas,
dan
mengupayakan proses pembauran di antara kelompok.
Universitas Sumatera Utara
c. Asimilasi merupakan bentuk interaksi asosiatif berupa upaya-upaya
untuk mengurangi perbedaan individu dan kelompok untuk mencapai
kesepakatan bersama. Jadi, interaksi yang terjadi pada akhirnya fokus
pada tujuan dan kepentingan bersama.
d. Akulturasi merupakan bentuk interaksi sosial asosiatif yang ditandai
dengan berpadunya dua kebudayaan yang berbeda sehingga terbentuk
suatu kebudayaan baru yang masih mengandung unsur-unsur asal dari
masing-masing kebudayaan.
2.
Proses Disosiatif,
proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis
halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun
bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat
bersangkutan.
Apakah suatu masyarakat lebih menekankan pada salah satu
bentuk oposisi, atau lebih menghargai kerja sama, hal itu tergantung pada unsurunsur kebudayaan terutama yang menyangkut sistem nilai, struktur masyarakat
dan sistem sosialnya. Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan,
a. Persaingan (competition)
Persaingan atau kopetition dapat diartikan sebagai suatu proses social, di
mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum ( baik perseorangan maupun kelompok manusia)
dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang
telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai
dua tipe umum yakni bersifat pribadi dan tidak pribadi. Persaingan yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
pribadi, orang-perorangan, atau individu secara langsung bersaing untuk, misalnya
memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi. Di dalam persaingan
yang tidak bersifat pribadi, yang langsung bersaing adalah kelompok. Persaingan
misalnya dapat terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk
mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.
b.
Kontravensi ( contravention)
Kontavensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang
berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama
ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau
suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebecian, atau
keraguan-keraguan terhadap kepribadian sesorang. Atau, perasaan tersebut dapat
pula berkembang terhadap kemungkinan, keguanaan, keharusan atau penilaian
terhadap suatu usul, buah pikiran, kepercayaan, doktrin, atau rencana yang
dikemukakan orang-perorangan atau kelompok manusia lain.
B.
Syarat Terjadinya Interaksi
Agar interaksi sosial dapat terjadi, dibutuhkan beberapa syarat. Seperti
syarat terjadinya interaksi sosial adalah sebagai berikut:
1. Kontak Sosial : hubungan antara satu pihak dengan pihak yang lain yang
merupakan awal terjadinya interaksi sosial dan masing-masing pihak
saling bereaksi meski tidak harus bersentuhan secara fisik. Kontak sosial
dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu kontak antar individu, kontak
antar individu dengan kelompok, dan kontak antara kelompok.
2. Komunikasi : pada kontak sosial pengertiannya lebih ditekankan kepada
orang atau kelompok yang berinteraksi, sedangkan komunikasi lebih
Universitas Sumatera Utara
ditekankan kepada bagaimana pesannya itu diproses. Komunikasi muncul
setelak kontak berlangsung ( ada kontak belum tentu terjadi komunikasi ).
Komunikasi memiliki maksud yang luas dibandingkan dengan kontak,
karena komunikasi dapat dimiliki maksud yang luas dibandingkan
beberapa penafsiran yang berbeda-beda, seperti tersenyum dapat
ditafsirkan sebagai penghormatan atau ejekan terhadap seseorang.
2.2.
Multikultural
Secara etimologis, multikultural, berasal dari kata multi, yang artinya
banyak/beragam dan kultural, yang artinya budaya. Keragaman budaya itulah arti
dari multikultural. Keragaman budaya mengidintifikasikan bahwa terdapat
berbagai macam budaya yang memiliki cirri khas tersendiri, yang saling berbeda
dan dapat dibedakan satu sama lain. Paham atau ideology mengenai mulitikultural
disebut dengan multikulturalisme. “multikulturalisme” pada dasarnya adalah
pandanan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan
kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan,
pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat ( dalam
Bambang, 2015:39)
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat terdiri dari berbagai
elemen, baik itu suku, ras, agama, pendidikan, ekonomi, politik, bahasa dan lainlain yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat yag memiliki satu
pemerintahan tetapi dalam masyarakat itu masing-masing terdapat segmensegmen yang tidak bisa disatukan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Universitas Sumatera Utara
multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur
kebudayaan. Hal tersebut disebakan karena banyaknya suku bangsa yang
memiliki struktur budaya sendiri yang berbeda dengan suku bangsa yang lainnya.
Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia
yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan
ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat yang lain.
Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan
menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut. Sikap multikultural merupakan sikap
yang terbuka pada perbedaan, mereka yang memiliki sikap multikultural
berkeyakinan: perbedaan bila tidak dikelola dengan baik memang bisa
menimbulkan konflik, namun bila kita mampu mengelolahnya dengan baik maka
perbedaan justru memperkaya dan bisa sangat produktif ( dalam Aini, 2016: 1819).
a. Keberadaan Masyarakat Multikultural
Tidak dapat dipisahkan dari berkembangnya konsep multikulturalisme
yang mencakup sedikitnya tiga unsur yaitu:
1. Terkait dengan kebudayaan
2. Merujuk kepada pluralitas ( keragaman) kebudayaan , dan,
3. Cara tertentu untuk menanggapi pluralitas tersebut.
b. Karakteristik Masyarakat Multikultural
Pada masyarakat multikultural, individu maupun kelompok dari berbagai
budaya dan suku bangsa dalam kesatuan sosial tanpa kehilangan jati diri budaya
dan suku bangsanya meskipun tetap ada jarak. Masyarakat multikultural
merupakan masyarakat yang kelompok suku bangsa dan budayanya berada dalam
Universitas Sumatera Utara
kesetaraan derajat dan toleransi sejati. Terdapat lima jenis multikulturalisme yang
disampaikan oleh Azra, 2007 menutip dari argumen parekh ( dalam Bambang,
2015 : 42).
1. Dalam masyarakat multikultural, tiap-tiap budaya bersifat otonom,
2. Masyarakat
multikultural
dalam
perkembangannya
akan
bersinggungan dengan konsep bersama untuk mencari kehidupan
bersama,
3. Adanya semangat untuk hidup berdampingan secara damai dalam
perbedaan kultur yang ada, baik secara individual maupun secara
kelompok dan masyarakat,
4. Dikembangkannya toleransi, saling memahami, dan menghargai
perbedaan yang ada,
5. Terkait dengan upaya pencapaian civility (keadapan), yang amat
esensial bagi terwujudnya demokrasi yang berkeadaban dan keadaban
yang demokratis.
2.3
Harmoni Sosial
Harmoni sosial adalah kondisi dimana individu hidup sejalan dan serasi
dengan tujuan masyarakatnya dan masing-masing anggota masyarakatnya dapat
menjalani hidup secara baik sesuai kodrat dan posisi sosialnya. Cara mewujudkan
harmoni
sosial
dalam
masyarakat
multikultural
yaitu
dengan
cara
membudidayakan sikap toleransi, saling memahami, dan menghargai perbedaan
yang ada antar kelompok masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, sikap
toleransi merupakan sikap yang sulit diterapakn dalam kelompok masyarakat.
Kelompok masyarakat tersebut tentu ingin menunjukkan kekeuasaan dan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan mereka dalam bentuk konflik. Mereka enggan untuk menyelesaikan
permasalahan dengan musyawarah atau demokrasi, buktinya masih banyak
konflik antar suku diberbagai wilayah pedalaman Indonesia seperti di Papua. Cara
menumbuhkan sikap toleransi yaitu dengan menyadari bahwa kita adalah satu
kesatuan, menyadari bahwa perbedaan tidak menjadi masalah untuk bersatu dan
bekerjas ama, dan menyadari bahwa kita berpedoman pada pancasila.
Menghilangkan perilaku promordialisme, yaitu paham yang memegang
teguh hal-hal yang dibawa sejak lahir, baik mengenai tradisi, kepercayaan,
maupun segala sesuatu yang ada didalam lingkungan pertamanya. Prilaku
primodialisme yang tumbuh di kelompok masyarakat akan menghalangi proses
integrasi.
Menghilangkan sikap etnosentrisme, yaitu sikap atau pandangan yang
berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan
sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Dengan
sikap etnosentrisme akan menyebabkan dampak buruk, yaitu terjadinya konflik
antar kelompok masyarakat yang disebabkan oleh kebudayaa.
Menghilangkan pandangan politik aliran atau sekterian, yaitu keadaan
dimana sebuah kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi oleh sejumlah
organisasi massa(ormas), baik formal maupun tidak formal. Politik alran dapat
menyebabkan konsilidasi, yang berdampak anggota masyarakat hanya solid
dengan kelompok masyarakatnya. Hal ini sangat menghambat proses integrasi.
Menghilangkan sikap fanatic dan ekstrem. Fanatic adalah sikap berlebihan
yang ditunjukkan individu atau kelompok terhadap apa yang mereka idolakan.
Ekstrem merupakan kelanjutan dari fanatic. Seorang ektrem akan berpandangan
Universitas Sumatera Utara
bahwa hanya pendapatnya atau kelompoknya sendirilah yang benar dan menolak
pendapat dari kelompok lain.
Dengan adanya sikap toleransi, memahami, dan menghargai perbedaan
yang ada tidak aka nada konflik di masyarakat. Antar kelompok masyarakat yang
saling berdampingan akan hidup dengan serasi, makmur, damai, dan sejahtera.
Cara selanjutnya untuk mewujudkan harmoni sosial dalam masyarakat
multikultural yaitu mmenyadari bahwa antar kelompok masyarakat saling
membutuhkan dalam memenuhi kebutuhan. Kesadaran bahwa setiap anggota
kelompok masyarakat mempunyai hak asasi manusia juga diperlukan untuk
mewujudkan harmoni sosial dalam masyarakat multikultural. Dengan adanya
kesadaran tersebut kelompok yang masyarakat akan menghargai setiap anggota
kelompok yang lain dan tidak akan memaksakan kehendak yang ia inginkan.
Kelompok masyarakat juga harus mengetahui perbedaan apa saja yang
ada. Tanpa mengetahui perbedaan yang ada, mereka tidak dapat mengontrol
tindakan yang mungkin akan menimbulkan konflik dengan kelompok masyarakat
lainnya. Kelompok masyarakat sebaiknya mengemukakan perbedaan, agar
kelompok yang lain tahu dan saling memahami. Mengotrol emosi di diri anggota
kelompok masyarakat juga penting, karena emosi yang tidak terkontrol akan
menimbulkan perbuatan yang tidak rasional. Perbuatan yang rasional dapat
memicu reaksi yang tidak menyenangkan dari kelompok masyarakat yang lain.
2.4.
Nilai dan Norma Sosial
Satu bagian penting dari kebudayaan atau suatu masyarakat adalah nilai
sosial. Suatu tindakan dianggap sah, dalam arti secara moral diterima, kalau
tindakan tersebut harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung tinggi
Universitas Sumatera Utara
oleh masyarakat di mana tindakan tersebut dilakukan. Dalam sebuah masyarakat
yang menjunjung tinggi kesalehan beribadah maka apabila ada orang yang malas
beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan atau makian. Sebaliknya
kepada orang-orang yang rajin beribadah akan dinilai sebagai orang yang pantas
dan harus dihormati dan diteladani. Nilai yang dianut oleh seorang individu dan
berbeda dengan nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat dapat
disebut sebagai nilai individual. Sedangkan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian
besar anggota masyarakat disebut nilai social. Suatu kelompok masyarakat yang
hidup bersama tidak cukup hanya dipandang dari satu kesatuan wilayah geografis
saja, akan tetapi bentuk kesatuan kelompok masyarakat tersebut selalu ada sistem
kebudayaan yang menjadi alat untuk menyatukan kelompok tersebut. Beberapa
faktor pemersatu diantaranya adalah kekuasaan, identitas bersama, solidaritas
bersama dan yang lebih penting lagi adalah adanya sistem nilai didalam kesatuan
kelompok tersebut. Nilai inilah yang dijadikan sebagai dasar untuk menyatukan
kelompok tersebut. Secara makro, bangsa Indonesia, misalnya memiliki nilai-nilai
nasional yang digunakan untuk mempersatukan bangsa yang majemuk ini. Nilai
tersebut diantaranya pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam konsep
mikro, nilai dapat dijabarkan dalam bentuk kehidupan yang bahagia, ketentraman,
damai, sejahtera, makmur, dan sebagainya. Didalam konsep yang lebih makro,
nilai dapat dijabarkan dalam konsep “keadilan, kebebasan, demokrasi,
pemerataan, kemanusiaan”, sebagaiamana dalam penjabaran nilai-nilai bangsa
Indonesia, yaitu menuju masyarakat yang adil,makmur, sejahtera, aman, dan
damai dalam naungan pancasila dan UUD 1945. (Elly M. Setiadi.Kolip
Usman.2011).
Universitas Sumatera Utara
a. Nilai Sosial(social value)
Konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak,
pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati, dan
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tujuan kehidupan
bersama di dalam masyarakat, mulai dari unit keastuan sosial terkecil hingga
suku, bangsa, dan masyarakat internasional. Penjabaran nilai dalam konsep
mikro adalah bentuk kehidupan yang bahagia, tentram, damai, sejahtera,
makmur dan sebagainya. Penjabaran Nilasi dalam konsep makro berupa
konsep “keadilan, kebebasan, demokrasi, pemerataan, kemanusiaan”,
masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan damai dan sebagainya.
b. Norma Sosial (Social Norms)
Perwujudan dari nilai yang di dalamnya terdapat kaidah, aturan, patokan,
atau kaidah pada suatu tindakan (aksi) yang dilengkapi dengan sanksi bagi
pelanggarnya, misalnya digosipkan, ditegor,
dimarahi, diancam hingga
hukuman yang diberikan oleh negara melalui aparat hukum. (norma adalah
alat untuk mempertahankan nilai). Norma adalah penjabaran nilai-nilai secara
rinci terperinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan yang secara
makro adalah konstitusi, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, konvensi
dan aturan tidakk tertulis lainnya. Contoh; nilai-nilai keluarga dalam Islam
adalah keluarga yang harmonis, bahagia, tentram baik di dunia maupun di
akhirat. Qur’an dan Hadits (norma) adalah pedoman untuk mencapai nilainilai tersebut. Macam-macam norma yang berlaku di masyarakat
Universitas Sumatera Utara
1. Norma agama =ketentuan-ketentuan yang bersumber dari ajaran-ajaran
agama yang dianggap sebagai wahyu dari Tuhan yang keberadaannya
tidak boleh ditawar-tawar lagi.
2. Norma kesopanan=ketentuan-ketentuan hidup yang sumbernya adalah
pola-pola
perikelakuan sebagai hasil interaksi sosial di dalam
kehidupan kelompok.
3. Norma kesusilaan ketentuan-ketentuan kehidupan yang berasal dari hati
nurani, yang produk dari norma susila ini adalah moral.
4. Norma hukum=ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku dalam
kehidupan sosial yang sumbernya adalah Undang-undang yang dibuat
oleh lembaga formal kenegaraan.
Untuk membedakan kekuatan mengikat norma-norma, secara sosiologis
dikenal empat pengertian, yaitu:
1. Cara (usage)
Lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat.
Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman
yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang
dihubunginya.
2. Kebiasaan (folkways)
Mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan
yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang
sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut.
Dan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai
Universitas Sumatera Utara
cara perilaku saja. Akan tetapi diterima sebagai norma-norma, pengatur
maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores atau tata kelakuan.
3. Tata Kelakuan ( Mores)
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok
manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun
tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggota-angotanya. Tata kelakuan di
satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan pihak melarangnya sehingga
secaralangsung merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan
perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
4. Adat Istiadat ( custom )
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola
perilaku masyarakat dapat meningkatkan kekuatan mengikatnya menjadi
custom atau adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar
adat
istiadat akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara
tidak langsung diperlakukan. Menurut Soerjono Soekanto ( dalam Arfy,
2015 ) Biasanya individu yang melakukan pelanggaran tersebut
dikeluarkan dari masyarakat. Juga keturunannya sampai dia dapat
mengembalikan keadaan yang semula.
1.5.
Interaksionis Simbolis
Interaksionis simbolik adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami
antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu.
Interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang
mereka ciptakan.realitas sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada
beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu
Universitas Sumatera Utara
berlangsung secara sadar. Interaksi simbolik juga berkaitan dengan gerak tubuh,
antara lain suara atau vocal, gerakan fisik, ekspresi tubuh, yang semuanya itu
mempunyai maksud yang disebut dengan simbol. Menurut Mead orang tidak
hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri. Dengan
demikian orang tidak hanya berinteraksi dengan orang lain, tetapi secara simbolis
dia juga berinteraksi dengan dirinya sendiri.
Menurut Blumer ( dalam Afry,2015:34) interaksi simbolis bertumpu pada
tiga premis yaiyu;
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada
pada sesuatu itu bagi mereka.
2. Makna tersebut berasal dan interaksi sosial seseorang dengan orang lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial
berlangsung.
Tidak ada yang inheren dalam suatu obyek sehingga ia menyediakan
makna bagi manusia. Demikian juga dengan semua obyek lain yang kita temukan
tidak secara langsung, tetapi dengan makna-makna yang terkait dengannya.
Makna-makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain, terutama dengan
orang yang dianggap cukup berarti. Sebagai mana dinyatakan Blumer (dalam
Afry,2015:35) bagi seorang makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain
bertindak terhadapnya dalam kegiatannya dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan
yang mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain.
Aktor
memilih,
memeriksa,
berfikir,
mengelompokkan,
dan
menstransformir makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia
ditempatkan dan arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasinya seharusnya tidak
Universitas Sumatera Utara
dianggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang telah ditetapkan, tetapi
sebagai
suatu
proses
pembentukan
dimana
makna
yang
dipakai
dan
disempurnakan sebagai instrument bagi pengarahan dan pembentukan tindakan.
Menyanggah individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek-objek
potensial yang mempermainkannya dan membentuk prilakunya. Gambaran yang
benar ialah dia membentuk objek-objek itu misalnya, berpakaian atau
mempersiapkan diri untuk karir professional-individu sebenarnya sedang
merancang objek-objek yang berada, memberikannya arti, menilai kesesuaiannya
dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah
yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak berdasarkan simbol-simbol.
Blumer( dalam Afry,2015:26)
Dengan demikian manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang
menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer
(dalam Afry,2015:36) sebagai proses self-indication. Self-indication adalah proses
komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,
menilainya, memberikan makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan
makna itu. Proses self-indication ini terjadi dalam konteks social dimana individu
mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan
tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu. Pertimbangan yang
diberikan wanita muda terhadap undangan dari teman sekerja itu dihubungkan
dengan konteks dimana hal itu disampaikan dan pengalaman-pengalaman
sebelumnya, yang membuat dia bisa menilai masalah dan memberinya makna,
kemudianmemberi tanggapan berdasarkan makna itu.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian. Tindakantindakan mana saling diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum
fungsionalis sebagai struktur-sosial. Blumer lebih senang menyebutkan fenimena
ini sebagai tindakan bersama, atau pengorganisasian secara social tindakantindakan yang berbeda dari partisipan yang berbeda pula. Setiap tindakan berjalan
dalam bentuk prosesual, dan masing-masing saling berkaitan dengan tindakantindakan prosesual dari orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Download