Multikulturalisme Noni Yuni Susanti (151611013033) Universitas Airlangga D3 Manajemen Kesekretariatan dan Perkantoran Fakultas Vokasi 2016 Multikultural Alasan lain yang melatar belakangi adanya pendidikan multikultural adalah keberadaan masyarakat dengan individu-individu yang beragam latar belakang bahasa dan kebangsaan (nationality), suku (raceoretnicity), agama (religion), gender, dan kelas sosial (socialclass). Keragaman latar belakang individu dalam masyarakat tersebut berimplikasi pada keragaman latar belakang peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan (Bank, 1989: 14). Dalam konteks Indonesia, peserta didik di berbagai lembaga pendidikan diasumsikan juga terdiri dari peserta didik yang memiliki beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya. Asumsi ini dibangun berdasarkan pada data bahwa di Indonesia terdapat 250 kelompok suku, 250 lebih bahasa lokal (linguafrancka), 13.000 pulau, dan 5 agama resmi (Leo Suryadinata, dkk., 2003: 30, 71, 104, dan 179). Paling tidak keragaman latar belakang siswa di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia terdapat pada paham keagamaan, afiliasi politik, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, jenis kelamin, dan asal daerahnya (perkotaan atau pedesaan). Hal lain yang melatarbelakangi adanya pendidikan multikultural adalah adanya tiga teori sosial yang dapat menjelaskan hubungan antar individu dalam masyarakat dengan beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya. Definisi lain yang relevan untuk dikutip di sini adalah pendapat James A. Bank. Menurutnya,pendidikanmultikultural adalah konsep atau ide sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set ofbelieve) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi dan kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara (James A. Bank, 2001: 28). Pendidikan itu sangat diperlukan terutama oleh negara demokrasi baru seperti Indonesia, untuk melakukan rekontruksi sosial dengan mengembangkan civicskill, yakni keterampilan menjadi warga dari masyarakat demokratis yang di antaranya mampu bersikap toleran dan mengakomodasi berbagai jenis perbedaan untuk kesejahteraan bersama. Pendidikan multikultural dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu: konsep, gerakan, dan proses (James A. Bank, 1989: 2-3). 1. Aspek konsepnya, pendidikan multikultural dipahami sebagai ide yang memandang semua siswa—tanpa memperhatikan gender dan kelas sosial mereka, etnik mereka, ras mereka, dan atau karakteristik-karakteristik kultural lainnya—memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di kelas. 2. Aspek gerakannya, pendidikan multikultural didefinisikan sebagai usaha untuk mengubah sekolah-sekolah dan institusi-institusi pendidikan sehingga siswa dari semua kelas sosial, gender, ras, dan kelompok-kelompok kultural memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Perubahan yang dilakukan tidak hanya terbatas pada kurikulum, tetapi juga aspek lain seperti metode, strategi, manajemen pembelajaran, dan lingkungan sekolah. 3. Aspek prosesnya, pendidikan multikultural dapat dipahami sebagai proses untuk mencapai tujuan agar kesetaraan pendidikan dapat dicapai oleh semua siswa. Kesetaraan pendidikan, seperti kemerdekaan dan keadilan tidak mudah dicapai, karena itu proses ini harus berlangsung terus-menerus. Sementara itu, tujuan pendidikan multikultural dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam tujuan, yaitu: 1. Tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan aspek sikap (attitudinalgoals) adalah untuk mengembangkan kesadaran dan kepekaan kultural, toleransi kultural, penghargaan terhadap identitas kultural, sikap responsive terhadap budaya, keterampilan untuk menghindari dan meresolusi konflik. 2. Tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan aspek pengetahuan (cognitivegoals) adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan menerjemahkan perilaku kultural, dan pengetahuan tentang kesadaran perspektif kultural. 3. Tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan pembelajaran (instructionalgoals) adalah untuk memperbaiki distorsi, stereotip, dan kesalahpahaman tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran; memberikan berbagai strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan alatalat konseptual untuk komunikasi antar budaya; mengembangkan keterampilan interpersonal; memberikan teknik-teknik evaluasi; membantu klarifikasi nilai; dan menjelaskan dinamika kultural. Terkait dengan pendidikan multikultural, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam rangka mempersiapkan peserta didik menjadi warganegara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan multikultural di Indonesia sebagaimana dikemukakan oleh Tilaar (2004:192), yaitu membina pribadi-pribadi bangsa Indonesia yang mempunyai kebudayaan sukunya masing-masing, memelihara dan mengembangkannya, serta sekaligus membangun bangsa indonesia dengan kebudayaan Indonesia sebagaimana yang diamanatkan di dalam UUD 1945. Di samping itu, arti penting pendidikan kewarganegaraan bagi pendidikan multikultural di Indonesia didasarkan atas lima dimensi pendidikan multikultural sebagaimana dikemukakan oleh Bank (Tilaar, 2004:138), yaitu: 1. content integration, mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu. 2. theknowledgeconstructionprocess, membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin) 3. anequitypaedagogy, menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun sosial. 4. prejudice reduction, mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. 5. empowering school culture, melatih kelompok untuk berpartisipasi, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik. Tujuan-tujuan pendidikan multikultural antara lain: a. membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian b. menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan serta hidup secara damai c. bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai deology dan kemajemukan bangsa. d. untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidaktoleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan deolo atas sah-tidaknya teologi atau deology), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global. Berdasarkan uraian di atas diketahui pendidikan multikultural melalui pendidikan kewarganegaraan menemukan relevansinya untuk konteks Indonesia. Sebagai sebuah konsep, pendidikan multikultural sejalan dengan semangat semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika”. Semboyan yang sangat adil dan demokratis ini memiliki pengertian bahwa Indonesia merupakan salah satu bangsa di dunia yang terdiri dari beragam suku dan ras, yang mempunyai budaya, bahasa, dan agama yang berbeda-beda tetapi dalam kesatuan Indonesia. Semboyan ini mengandung seni manajemen untuk mengatur keragaman Indonesia (the artofmanagingdiversity).