BioSMART Volume 6, Nomor 1 Halaman: 24-28 ISSN: 1411-321X April 2004 Pengaruh Ekstrak Tanaman Kacang Hijau [Vigna radiata (L.) Wilczek.] terhadap Pertumbuhan dan Nodulasi Tanaman Kedelai [Glycine max (L.) Merr.] Effect of mung bean plant extract [Vigna radiata (L.) Wilczek.] on growth and nodulation of soybean [Glycine max (L.) Merr.] DYAH AMALIA FITRI, SOLICHATUN♥, WIDYA MUDYANTINI Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 Diterima: 6 Agustus 2003. Disetujui: 5 Desember 2003 ABSTRACT The objectives of this research were to study the effect of mungbean water extract from various plant parts on growth and nodulation of soybean. Mungbean [Vigna radiata (L.) Wilczek.] was known as a crop plant, which possessed allelopathic potential. Allelochemicals in plant body were distributed at least to leaves, stems and roots. The released of allelochemicals into the environment could affect the life of microorganism and other plants around it for example soybean [Glycine max (L.) Merr.] and its microsimbiont. The research was conducted at green house. The completely randomized design with two variables was used in this study. The first variable was various plant parts as the water extract source with 3 elements (leaves, stems, roots). The second variable was concentration of water extract with 4 rates of concentration (0%, 25%, 50%, 100%). Plants height was observed every 3 days. Plants wet weight, dry weight, leaf area, shoot-root ratio, and also number of nodules, nodules wet weight, nodules dry weight, and percentage of effective nodules and nitrogenase activity were measured on 37 days after harvesting time. Acetylene Reduction Assay was utilized to measure nitrogenase activity. Data collected were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and followed by DMRT with 5% of confidence levels. The result of the research indicated that water extract of various mungbean plant parts showed no significant influences on growth and nodulation of soybean neither stimulatory nor inhibitory effect. Keywords: allelopathy, growth, nodulation, Vigna radiata, Glycine max. PENDAHULUAN Di Indonesia, kedelai merupakan tanaman bahan pangan utama kedua setelah tanaman padi. Produksi nasional tanaman ini sangat rendah, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang cenderung meningkat terus. Salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai adalah memanfaatkan secara optimal potensi lahan-lahan yang ada dengan pola tanam yang efisien seperti tumpang sari atau rotasi yang tepat. Sistem pertanian selalu melibatkan alelopati (Einhellig, 1995). Rice dalam Sastroutomo (1990), Einhellig (1995) dan Dilday et al.(1998) mendefinisikan alelopati sebagai setiap pengaruh langsung atau tidak langsung, yang merugikan atau menguntungkan oleh suatu tumbuhan (juga mikroorganisme) terhadap tumbuhan lain melalui pelepasan produksi senyawa kimianya ke lingkungan. Alelopati disebabkan oleh alelokemi yaitu metabolit sekunder yang dipindahkan melalui tanah dari tumbuhan inang ke tumbuhan target di sekitarnya (Putnam dan Tang, 1986). Sumber alelokemi yang memasuki agroekosistem bisa berasal dari tanaman budidaya, gulma atau mikroorganisme yang terlibat dalam dekomposisi (Einhellig, 1995). ♥ Alamat korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail: [email protected] Senyawa kimia dengan potensi alelopati terdapat nyata di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, bunga, buah, batang, akar, rhizoma serta biji dan kadarnya bervariasi di antara organ tumbuhan karena dipengaruhi periode perkembangan organ tumbuhan tersebut (Sastroutomo, 1990). Alelopati suatu tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman lain. Alelopati terjadi pada beberapa tanaman budidaya yang ditanam secara rotasi (Roth et al., 2000). Kacang hijau termasuk tanaman budidaya yang mempunyai aktivitas alelopati. Tanaman kacang hijau mengeluarkan metabolit yang merugikan pertumbuhan tanaman kacang hijau yang ditanam di area tanam yang sama pada periode berikutnya (Waller et al., 1995). Tanaman legum seperti kedelai bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sehingga terbentuk bintil akar. Aktivitas alelokemi terhadap pertumbuhan tumbuhan sering tidak langsung yaitu dengan menghambat pertumbuhan mikrobia simbion (Einhellig, 1995). Kedelai seperti halnya kacang hijau juga bersimbiosis dengan mikroorganisme membentuk bintil akar. Alelopati mungkin saja terjadi di antara tanaman kacang hijau dan kedelai tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh yang dapat terjadi antara tanaman kacang hijau dan kedelai. Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah mempelajari pengaruh ekstrak cair dari berbagai organ tanaman kacang hijau (daun, batang dan akar) terhadap pertumbuhan dan nodulasi tanaman kedelai. 2004 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta FITRI dkk. – Pengaruh ekstrak Vigna radiata pada Glycine max 25 BAHAN DAN METODE HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan dan alat Bahan berupa benih kacang hijau dan kedelai varietas lokal, legin/inokulum untuk kedelai, gas asetilen, air, tanah untuk media tanam jenis regosol dan pupuk. Peralatan yang digunakan antara lain: polibag, dry mill, gelas ukur, neraca elektrik, timbangan, mistar/kertas millimeter, oven, tabung venoject, alat suntik, alat kromatografi gas Hitachi 263. Berat basah, berat kering, rasio tajuk-akar, tinggi tanaman dan luas daun Biomassa tanaman merupakan ukuran paling sering digunakan untuk mempelajari pertumbuhan karena taksiran biomassa (berat) tanaman relatif mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tanaman sebelumnya. Berat kering total tanaman merupakan akibat dari penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 sepanjang musim pertumbuhannya. Dari berat kering dapat diketahui hasil fotosintesis yang terdapat pada tanaman. Tinggi tanaman menjadi indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Daun secara umum dipandang sebagai organ produsen fotosintat utama. Pengamatan daun perlu dilakukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang yang menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomassa tanaman (Gardner et al., 1991; Sitompul dan Guritno, 1995). Tabel 1. menunjukkan pengaruh pemberian ekstrak tanaman kacang hijau terhadap pertumbuhan tanaman kedelai setelah perlakuan. Rancangan percobaan. Penelitian berupa pengujian ekstrak cair berbagai organ tanaman kacang hijau terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) pola faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah bagian tanaman kacang hijau sebagai sumber ekstrak (B) terdiri dari 3 taraf yaitu bagian daun (B1), batang (B2), dan akar (B3). Faktor kedua adalah konsentrasi ekstrak (K) terdiri dari 4 taraf yaitu konsentrasi 0% (K0, kontrol), 25% (K1), 50% (K2), 100% (K3). Masing-masing perlakuan dengan 5 ulangan. Cara kerja Benih kacang hijau ditanam dalam polibag yang berisi 1 kg tanah yang telah diberi pupuk. Penyiraman dilakukan tiap 3 hari sekali dengan air mendekati kapasitas lapang. Metode penyiapan ekstrak dilakukan mengikuti metode Waller et al (1995) dan Solichatun (2000) yang dimodifikasi. Tanaman kacang hijau umur 30 hari diambil bagian daun, batang dan akar, kemudian dimasukkan dalam oven suhu 60 0C selama 48 jam lalu digiling. Bahan direndam aquades dengan perbandingan 5 gram bahan dalam 100 ml (5 % w/v). Ekstrak yang terbentuk disaring dengan kertas saring dan diencerkan dengan aquades menjadi konsentrasi 25%, 50% dan 100% sedangkan untuk konsentrasi 0% digunakan aquades saja. Polibag untuk media tanam kedelai diisi dengan 2 kg tanah dan diberi pupuk organik. Benih kedelai diinokulasi dengan legin untuk kedelai. Tiap pot ditanami 3 benih kedelai pada kedalaman ± 3 cm dari permukaan tanah. Setelah 9 hari dilakukan penjarangan sehingga setiap pot berisi satu tanaman yang mempunyai tinggi relatif sama dan tumbuh baik. Pemberian ekstrak dilakukan setelah tanaman mulai berumur 9 hari dan setiap 3 hari sekali. Ekstrak diberikan 5 ml per pot untuk setiap perlakuan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Setelah umur 37 hari dilakukan pemanenan dan pengukuran parameter. Parameter penelitian meliputi: Parameter pertumbuhan (berat basah total tanaman, berat kering total tanaman, tinggi tanaman, rasio tajuk-akar (S-R), dan luas daun)dan parameter nodulasi (jumlah bintil akar, berat basah bintil akar total, berat kering bintil akar total, persentase bintil akar efektif, dan aktivitas nitrogenase). Analisis data Data yang diperoleh diuji dengan analisis sidik ragam (ANAVA) untuk mengetahui pengaruh diantara perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf uji 5 %. Tabel 1. Pengaruh pemberian ekstrak tanaman kacang hijau terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Berat basah (g) Kontrol 17,204 Daun 25% 19,044 Daun 50% 16,643 Daun 100% 16,449 Batang 25% 17,174 Batang 50% 16,494 Batang 100% 16,273 Akar 25% 13,843 Akar 50% 16,028 Akar 100% 14,458 Perlakuan Berat kering (g) 4,842 5,216a 4,785 4,574 5,165 4,647 4,558 3,793 4,871 4,059 Tinggi (cm) Rasio S-R 122,32 121,38 119,36 124,16 123,20 134,00 127,16 114,80 124,02 118,86 1,666 2,212 1,959 1,791 1,552 2,447 2,239 2,355 1,815 2,705 Luas daun (cm2) 569,56 669,98 592,56 551,42 522,64 535,66 543,87 617,06 616,73 547,05 Analisis varian terhadap berat basah dan berat kering tanaman kedelai menunjukkan tidak ada beda nyata yang diakibatkan oleh perlakuan. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran. Pertambahan massa dapat ditentukan dengan mengukur berat segar dan berat kering tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Setiap tanaman tampaknya memperoleh masukan substrat yang hampir sama besar untuk diasimilasi menghasilkan produk pertumbuhan. Perbedaan perlakuan baik jenis maupun konsentrasi ekstrak tampaknya tidak mempengaruhi proses fotosintesis yang berlangsung pada tiap tanaman percobaan sehingga tidak mengganggu proses pertumbuhan tanaman kedelai. Analisis varian terhadap tinggi akhir tanaman menunjukkan tidak ada beda nyata yang disebabkan oleh perlakuan sedangkan Analisis varian terhadap pertambahan tinggi menunjukkan pertambahan tinggi semua tanaman tiap interval waktu yang signifikan. Semua perlakuan tumbuh normal dengan membentuk kurva sigmoid. Perlakuan dengan variasi sumber ekstrak dan konsentrasi tidak mempengaruhi kurva pertumbuhan secara nyata. 26 B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 24-28 Analisis varian terhadap rasio S-R menunjukkan tidak ada beda nyata yang disebabkan oleh perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kedelai mendapatkan cukup air dan nitrogen yang akan digunakan untuk metabolisme tanaman. Menurut Fitter dan Hay (1998) rasio S-R menurun dengan rendahnya suplai air, rendahnya suplai nitrogen, oksigen tanah dan temperatur tanah. Penggunaan fotosintat lebih digunakan untuk perkembangan tajuk daripada perkembangan akar. Sedangkan luas daun tanaman menunjukkan tidak ada beda nyata yang disebabkan oleh perlakuan. Adanya senyawa alelopati kacang hijau tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan daun secara nyata. aktivitas bakteroid dalam bintil akar. Bintil akar mengandung kompleks enzim nitrogenase yang akan mereduksi N di udara menjadi bentuk yang tersedia untuk tanaman. Enzim nitrogenase terkandung dalam bintil akar yang efektif terlihat dari ciri warna merah pada korteks bintil akar yang menandakan adanya aktivitas nitrogenase. Analisis varian terhadap aktivitas nitrogenase menunjukkan tidak ada beda nyata yang disebabkan oleh perlakuan. Besarnya aktivitas nitrogenase bintil akar tiap tanaman tidak terpengaruh oleh variasi sumber ekstrak dan konsentrasi. Pembahasan Penelitian menunjukkan alelokemi kacang hijau tidak Jumlah, berat basah, berat kering bintil akar, persentase bintil mempengaruhi pertumbuhan dan nodulasi tanaman kedelai secara nyata. Ada beberapa kemungkinan yang dapat akar efektif dan aktivitas nitrogenase Tanaman kedelai dapat membentuk bintil akar sebagai menyebabkan tidak nyatanya penghambatan pertumbuhan hasil interaksinya dengan bakteri Rhizobium. Pengaruh dan nodulasi tanaman kedelai oleh ekstrak tanaman kacang pemberian ekstrak tanaman kacang hijau terhadap nodulasi hijau antara lain pengaruh dari dalam tanaman itu sendiri, pengaruh lingkungan dan adanya detoksifikasi atau tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 2. memang kacang hijau tidak memberi pengaruh alelopati Tabel 2. Pengaruh pemberian ekstrak tanaman kacang hijau terhadap tanaman kedelai. terhadap parameter nodulasi tanaman kedelai. Tidak nyatanya penghambatan maupun peningkatan alelopati kacang hijau terhadap pertumbuhan dan nodulasi Aktivitas kedelai dapat terjadi karena rendahnya alelokemi yang Persentase Jumlah Berat nitrogenase Berat dihasilkan. Tidak adanya atau lemahnya daya hambat suatu bintil akar Perlakuan bintil basah kering (g) (µmol/jam efektif (%) akar (g) alelokemi tanaman terhadap tanaman lain dapat dipenga/ tnm) ruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi zat pengab b a a a Kontrol 28,4 0,363 0,0887 88,36 35,519 hambat, jenis tanaman yang menghasilkannya, jenis tanamab ab a a a Daun 25% 38,2 0,465 0,1021 88,70 51,336 an yang mengalami penghambatan, keadaan lingkungan Daun 50% 24,0 b 0,333 b 0,0753 a 95,92 a 32,439 a saat interaksi, dan lama penghambatan bersama tanaman a b a a a Daun 100% 46,6 0,369 0,0927 91,64 41,483 yang dihambat (Panbiru dalam Ngangi, 1992). Sedangkan Batang 25% 29,0 ab 0,581ab 0,0825 a 90,32 a 46,975 a konsentrasi zat penghambat atau produksi alelokemi suatu Batang 50% 26,8 ab 0,562 ab 0,1057 a 88,16 a 41,336 a tanaman juga dipengaruhi beberapa faktor lingkungan Batang 100% 27,0 ab 0,335 b 0,0958 a 91,24 a 34,265 a antara lain potensial air, suhu, penyinaran, kelembaban Akar 25% 31,4 ab 0,349 b 0,0955 a 75,82 a 27,847 a tanah dan nutrien hara; serta faktor dari tanaman itu sendiri Akar 50% 41,0 ab 0,795 a 0,1144 a 74,64 a 26,686 a Akar 100% 32,4 ab 0,251 b 0,0786 a 86,24 a 35,119 a yaitu umur dan jenis jaringan (Sastroutomo, 1990). Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom Tanaman kacang hijau untuk percobaan ditumbuhkan yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%. di rumah kaca dalam kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhannya. Penyiraman secara teratur bertuSemua tanaman kedelai tampak membentuk bintil akar. juan agar tanaman tidak mengalami kekurangan air begitu Terlihat ada beda nyata pada jumlah bintil akar total. Bintil juga dengan pemupukan untuk menyediakan nutrisi yang akar yang terbentuk bisa saja bintil akar efektif atau non mencukupi bagi pertumbuhannya. Hal ini dapat membatasi efektif. Analisis varian terhadap persentase bintil akar kualitas dan kuantitas alelokemi yang dihasilkan tanaman efektif menunjukkan tidak ada beda nyata yang disebabkan kacang hijau. Menurut Sastroutomo (1990) alelokemi lebih oleh perlakuan. Jenis sumber ekstrak dan konsentrasi tidak banyak dihasilkan dalam keadaan tanaman mengalami mempengaruhi jumlah bintil akar efektif. Walaupun begitu gangguan kekeringan dan kekurangan hara. Tidak adanya terlihat persentase bintil akar efektif yang terbentuk cukup faktor cekaman selama percobaan menyebabkan tanaman besar ini karena inokulasi legin yang efektif. Perlakuan tidak membentuk flavonoid, yang merupakan alelokemi, tidak mempengaruhi aktivitas kehidupan bakteri Rhizobium secara khusus sehingga kuantitas dan kualitasnya rendah. dalam tanah sehingga bakteri tersebut tetap mampu hidup Umur jaringan tanaman kacang hijau juga dalam tanah yang telah diberi perlakuan. mempengaruhi produksi senyawa alelopati yang Bintil akar sebagaimana tanaman juga mengalami dikandung. Bagian-bagian tanaman kacang hijau yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Bintil akar pada tanaman daun, batang dan akar mempunyai potensi kandungan mempunyai kandungan air dan bahan organik untuk flavonoid. Tetapi akumulasi flavonoid lebih tinggi pada mendukung kehidupan bakteri mikrosimbion. Pada Tabel 2 jaringan yang spesifik serta kuantitas dan kualitasnya terlihat ada beda nyata pada berat basah bintil akar tanaman bervariasi antara satu organ dengan organ yang lain, kedelai tetapi berat keringnya tidak ada beda nyata yang tergantung dari tahap perkembangan organ, umur tanaman disebabkan oleh perlakuan. Bintil akar setiap perlakuan dan kondisi saat tumbuh serta akumulasi flavonoid tersebut tampaknya memperoleh hasil asimilasi yang hampir sama. dapat berbeda-beda tiap musim (Chaves dan Escudero, Perlakuan tidak mempengaruhi proses fotosintesis dan FITRI dkk. – Pengaruh ekstrak Vigna radiata pada Glycine max 1999). Tanaman kacang hijau yang digunakan sebagai ekstrak diambil saat puncak fase vegetatifnya yaitu ketika akan memasuki fase reproduksi. Hal ini didasarkan pada pertumbuhan vegetatif kacang hijau akan terhenti atau menurun ketika memasuki fase reproduksi karena substrat pertumbuhan lebih digunakan untuk perkembangan organ reproduksi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Chaves dan Escudero (1999) bahwa kandungan flavonoid Citrus aurantium mencapai kadar tertinggi pada tahap awal pertumbuhan daunnya dan menurun secara berangsurangsur seiring pertumbuhan daun. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa fase vegetatif kacang hijau tidak memperlihatkan pengaruh alelopati yang nyata terhadap pertumbuhan dan nodulasi kedelai. Sehingga mungkin saja senyawa alelopati kacang hijau belum terakumulasi maksimal pada saat fase vegetatif. Tidak adanya pengaruh penghambatan maupun peningkatan alelopati kacang hijau terhadap tanaman kedelai mungkin juga disebabkan oleh faktor dari media tanam serta faktor pertahanan dari tanaman kedelai. Senyawa kimia yang dihasilkan tumbuhan dilepas ke lingkungan melalui proses dekomposisi residu tumbuhan, pelindian, penguapan atau sebagai konstituen eksudat akar. Tumbuhan lain lalu menyerap alelokemi dan turunannya dan sering timbul penghambatan pertumbuhan yang nyata kecuali terjadi detoksifikasi (Schulz dan Friebe, 1999). Pada penelitian ini mungkin saja terjadi detoksifikasi baik oleh lingkungan maupun tanaman kedelai. Detoksifikasi oleh lingkungan dapat terjadi pada media tanam kedelai. Banyak senyawa alelopati yang dilepas ke tanah tetapi hanya sedikit yang dapat diserap tanaman karena dipengaruhi berbagai faktor abiotik (misalnya hara, suhu tanah, kelembaban tanah) dan biotik (misalnya mikroorganisme) tanah yang dapat meningkatkan toksisitas atau justru mendetoksifikasi alelokemi (Foy, 1999; Schulz dan Friebe, 1999). Begitu juga terhadap alelokemi kacang hijau pada media tanam kedelai. Salah satu detoksifikasi lingkungan terhadap alelokemi kacang hijau adalah melalui pengairan pada media tanam kedelai. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Penyiraman yang berdekatan dengan waktu pemberian ekstrak mungkin saja menyebabkan terjadinya pelindian senyawa tersebut dalam tanah. Sebelum tanaman sempat menyerap semua alelokemi dalam ekstrak, senyawa tersebut sudah terlindi oleh penyiraman sehingga konsentrasi alelokemi dalam tanah tidak cukup toksik untuk menyebabkan penghambatan. Menurut Chou (1986) tanah sawah dengan drainase air yang kurang menunjukkan adanya fitotoksitas yang cukup signifikan tingginya dan jumlah fitotoksin yang cukup tinggi dibandingkan dengan tanah dengan drainase air yang cukup. Hal ini karena penggenangan tanah dapat merubah kuantitas dan kualitas molekul organik (Foy,1999). Del Moral dan Muller dalam Dakshini et al.(1999) juga melaporkan bahwa degradasi dan dekomposisi alelokemi yang berupa senyawa fenolik lebih terhambat di lingkungan yang kering/semi kering daripada di lingkungan berhumus. Kondisi media tanam kedelai yang cukup air mungkin menyebabkan alelokemi kacang hijau mengalami perubahan kualitas dan kuantitas sehingga berkurang toksisitasnya terhadap tanaman kedelai. 27 Adanya substansi lain pada tanah juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas senyawa alelopati. Substansi fitotoksik dapat berikatan dengan mineral atau senyawa organik lain untuk menurunkan derajat fitotoksitasnya. Alelokemi kacang hijau mungkin saja mengalami perubahan setelah dilepas ke lingkungan karena terlibat dalam proses degradasi, konjugasi, dan reaksi polimerisasi dengan senyawa fenol lain dan substansi non fenol (Dalton, 1999). Beberapa senyawa dapat terjerap pada permukaan partikel tanah dan sebagian lainnya tetap bebas dalam larutan tanah. Mineral tanah dan enzim menjadi katalisator untuk mengoksidasi senyawa fenol. Senyawa fenol dapat berikatan antara lain dengan Al, Fe, dan Mn. Unsur Cu2+, Mn2+ dan Fe3+ oksida membantu transformasi dan degradasi senyawa fenol sehingga dapat menunda atau mengurangi toksisitasnya (Dalton, 1999; Dakshini et al., 1999; Inderjit dan Dakshini,1999). Bahan organik tanah juga menunda atau mengurangi toksisitas alelokemi kacang hijau. Bahan organik tanah dapat melapisi molekul fenol sehingga mencegah toksisitasnya. Menurut Chou (1986) asam humat adalah substansi alami yang dapat mempolimerasi sejumlah senyawa kimia termasuk asam amino, flavonoid dan terpenoid sehingga menjaga kondisi tanah tetap subur. Adanya bahan organik dan anorganik tanah misalnya dalam pupuk pada media tanam kedelai mungkin saja membantu mengurangi derajat toksisitas alelokemi kacang hijau. Tidak adanya pengaruh penghambatan maupun pemacuan alelokemi kacang hijau terhadap tanaman kedelai mungkin juga karena faktor pertahanan dari tanaman kedelai. Tekanan lingkungan akan menimbulkan respon tanaman misalnya respon fisiologis atau morfologis (Fitter dan Hay, 1998). Tanaman kedelai mempunyai sistem pertahanan secara morfologis maupun fisiologis terhadap gangguan eksternal. Kemampuan tumbuhan untuk melawan peningkatan konsentrasi alelokemi di lingkungan sekitarnya disebut toleransi alelopatik (Grodzinski dalam Schulz dan Friebe, 1999). Struktur dan morfologi tumbuhan membantu peningkatan toleransi terhadap alelokemi. Adaptasi morfologi didasarkan pada penghambatan atau pencegahan masuknya senyawa berbahaya ke dalam tubuh tumbuhan misalnya adanya lignin (Schulz dan Friebe, 1999). Lignifikasi pada dinding sel mesofil dapat membantu mencegah adanya oksidasi oleh stresor. Peningkatan lignin dan produk fenol lainnya meningkatkan permeabilitas dan kekuatan mekanik dinding sel (Booker dan Miller, 1998). Tanaman kedelai mungkin meningkatkan lignifikasi dinding sel sebagai respon adanya induksi eksternal berupa alelokemi kacang hijau. Adanya lignin pada dinding sel tanaman kedelai membantu mencegah masuknya molekul toksik seperti alelokemi kacang hijau. Sistem pertahanan fisiologis tanaman kedelai dapat berupa kemampuan untuk mendetoksifikasi senyawa toksik yang masuk ke tubuh tanaman. Tumbuhan mempunyai kemampuan khusus untuk mengatasi pengaruh senyawa alelokemi yang terserap (Schulz dan Friebe, 1999). Tumbuhan mampu mendetoksifikasi molekul berbahaya seperti herbisida dengan absorbsi dan konversi menjadi senyawa yang tidak aktif diikuti dengan penyimpanan molekul tersebut ke dalam vakuola atau ekskresi ke 28 B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 24-28 lingkungan (Schulz dan Friebe, 1999). Tanaman kedelai mempunyai sistem pertahanan dengan produksi senyawa pertahanan (defence chemical). Kedelai mengekskresi daidzein, genistein dan gliseolin yang termasuk senyawa fenilpropanoid pada proses nodulasi. Pada kedelai produksi senyawa fenilpropanoid merupakan reaksi pertahanan tanaman secara biokimia (Lindermayr et al., 2002). Kedelai juga memproduksi antara lain daidzin, genistin, glisinol, gliseofuran, isoformononetin, hidroksifaseolin, faseolin dan ononin sebagai senyawa pertahanan (Bisby et al., 1994; Reichling, 1999). Senyawa-senyawa tersebut terakumulasi pada bagian-bagian tanaman seperti kotiledon, akar, biji dan daun. Sintesis fenilpropanoid dipengaruhi proses perkembangan tumbuhan dan isyarat lingkungan misalnya stres (Booker dan Miller, 1998). Penyinaran, pelukaan, elisitor Phytophtora sojae serta ozon dapat menginduksi fenilpropanoid pada kedelai (Graham dan Graham, 1996; Booker dan Miller, 1998). Tanaman kedelai mungkin saja memberikan respon pertahanan terhadap alelokemi kacang hijau dengan mengekskresikan senyawa pertahanan yang menekan pengaruh alelokemi. Kacang hijau mungkin juga tidak memberi pengaruh alelopati terhadap tanaman kedelai. Menurut Panbiru dalam Ngangi (1992) alelokemi tertentu tidak selalu menimbulkan hambatan pada semua jenis tanaman tetapi mungkin hanya pada tanaman tertentu saja. Misalnya Juglon, yaitu senyawa toksik yang dihasilkan oleh pohon walnut hitam (Juglans nigra) dapat mematikan beberapa herba dikotil tetapi tidak efektif terhadap semak Rubus fruticosus dan rumput Poa pratensis (Fitter dan Hay, 1998). Daun kering Eucalyptus menghambat pertumbuhan, nodulasi dan total nitrogen pada Glycine wightii, Desmodium intortum dan Galactia striata tetapi tidak berpengaruh terhadap Panicum maximum (Alves et al., 1999). Alelokemi tanaman kacang hijau memang dapat menghambat tanaman kacang hijau serta perkecambahan lettuce tetapi mungkin tidak cukup toksik untuk menghambat pertumbuhan tanaman kedelai. KESIMPULAN Ekstrak cair dari berbagai organ tanaman kacang hijau yaitu akar, batang daun tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai secara nyata baik pengaruh penghambatan maupun peningkatan. Ekstrak cair dari berbagai organ tanaman kacang hijau yaitu akar, batang daun tidak mempengaruhi nodulasi tanaman kedelai secara nyata baik pengaruh penghambatan maupun peningkatan. DAFTAR PUSTAKA Alves, P.L.C.A., Toledo, R.E.B., and Gusman, A.B. 1999. Allelopathyc potential of Eucalytus spp. In Narwal, S.S. (ed.). Allelopathy Update vol 2 Basic Applied Aspects. New Hampsire: Science Publishers Inc. Bisby, F.A., Buckingham, J., and Harborne, J.B. (eds.). 1994. Phytochemical Dictionary of the Leguminosae vol 1: Plants and Their Constituents. London: Chapman and Hall. Booker, F.L., and Miller, J.E. 1998. Phenylpropanoid metabolism and phenolic composition of soybean [Glycine max (L.) Merr.] leaves following exposure to ozone. Journal of Experimental Botany 324: 1191-1202. Chaves, N. and Escudero, J.C. 1999. Variation of flavonoid synthesis induced by ecological factors. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press. Chou, C.H. 1986. The role of allelopathy in subtropical agroecosystems in Taiwan. In Putnam, A.R. and C.S. Tang (eds.). The Science of Allelopathy. New York: John Wiley & Sons. Dakshini, K.M.M., Inderjit, and Foy, C.L. 1999. Allelopathy: one component in a multifacetet approach to ecology. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press.. Dalton, B.R. 1999. The occurrence and behavior of plant phenolic acids in soil environment and their potential involvement in allelochemical interference interactions: methodological limitations in establishing conclusive proof of allelopathy. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press. Dilday, R.H., W.G. Yan, K.A.K. Moldenhauer, and K.A. Gravois. 1998. Allelopathic activitiy in rice for controlling major aquatic weeds. In Olofsdotter, M. (ed.). Allelopathy in Rice. Manila: International Rice Research Institute.. Einhellig, F.A. 1995. Allelopathy current status and future goals. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and F.A. Einhellig (eds.). Allelopathy Organism, Processes and Applications. Iowa: ACS Symposium Series 582. Fitter, A.H. dan Hay, R.K.M. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman Penerjemah: Andayani, S. dan Purbayanti.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Foy, C. L 1999. How to make bioassays for allelopathy more relevant to field conditions with particular reference to cropland weeds. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press. Gardner, F.P., Pearce, R.B., dan Mitchell, R.I. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya [diterjemahkan oleh Herawati Susilo]. Jakarta: UI Press. Graham, T.L, and Graham, M.G. 1996. Signaling in soybean phenylpropanoid responses dissection of primary, secondary, and conditioning effects of light, wounding, and elicitor treatments. Plant Physiology 110: 1123-1133. Inderjit and Dakshini, K.M.M. 1999. Bioassays for allelopathy: interactions of soil organic and inorganic constituents. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press. Lindermayr, C., B. Mollërs, J. Fliegmann, A. Uhlmann, F. Lottspeich, H. Meimberg, and J. Ebel. 2002. Divergent members of soybean (Glycine max L.) 4-coumarate:coenzyme a ligase family primary structures, catalytic properties, and differential expression. European Journal of Biochemistry 269: 1304-1315. Ngangi, J. 1992. Pengaruh Alelopati Teki (Cyperus rotundus) terhadap Nodulasi, Fiksasi Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai [Glycine max (L) Merr]. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM. Putnam, A.R and C.S Tang (eds.). 1986. The Science of Allelopathy. New York: John Wiley & Sons. Reichling, J. 1999. Plant-microbe interactions and secondary metabolites with antiviral, antibacterial and antifungal properties. In Wink, M. (ed.). Annual Plant Reviews vol 3 Functions of Plant Secondary Metabolites and Their Exploitation in Biotechnology. Sheffield: Sheffield Academic Press. Roth, C.M., J.P. Shroyer, and G.M. Paulsen. 2000. Allelopathy of sorghum on wheat under several tillage systems. Agronomy Journal 92: 855-860. Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Penerjemah: Lukman, D.R. dan Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB. Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: P.T. Gramedia. Schulz, M. and Friebe, A. 1999. Detoxification of allelochemicals in higher plants and enzymes involved. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press. Sitompul, S.M dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Solichatun. 2000. Alelopati ekstrak kacang hijau [Vigna radiata (L.) Wilczek] terhadap perkecambahan kedelai [Glycine max (L.) Merr]. BioSMART. 2: 28-32. Waller, G.R., Cheng, C.S., Chou, C., Kim, D., Yang, C. F., Huang, S.C., and Lin, Y.F. 1995. Allelopathic activity of naturally occuring compounds from mungbeans (Vigna radiata) and their surrounding soil. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and F.A. Einhellig (eds.). Allelopathy Organism, Processes and Applications. Iowa: ACS Symposium Series 582. pp: 242-259.